BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

PEDOMAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM. Rekayasa penanganan keruntuhan lereng pada tanah residual dan batuan. Konstruksi dan Bangunan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prakata. PDF created with pdffactory trial version Pd.T B

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau tandus (Vera Sadarviana, 2008). Longsorlahan (landslides) merupakan

BAB 8. Gerakan Tanah

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

DEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung.

Bab IV STABILITAS LERENG

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV STUDI LONGSORAN

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program

TINJAUAN PUSTAKA. Longsor. Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI GERAKAN MASSA TERHADAP KERUSAKAN JALAN RAYA SUKOREJO-WELERI KILOMETER 6-16 KABUPATEN KENDAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. arah bawah (downward) atau ke arah luar (outward) lereng. Material pembentuk

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

DISASTER NURSING AND TRAUMA HEALING. Project Observasi Potensi Bencana di Kelurahan Pongangan. Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah.

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

PERENCANAAN DINDING PENAHAN TANAH PADA RUAS JALAN TENGGARONG SEBERANG KM 10 KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG

Identifikasi Daerah Rawan Longsor

PEDOMAN PENATAAN RUANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam penggunaan lahan. Lahan juga diartikan sebagai Permukaan daratan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Bendungan Urugan II. Dr. Eng Indradi W. Sunday, May 19, 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar III.1. Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

Bencana Benc Longsor AY 11

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah perbandingan relatif pasir, debu dan tanah lempung. Laju dan berapa jauh

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH INFILTRASI AIR HUJAN TERHADAP KESTABILAN LERENG PADA KONTRUKSI TIMBUNAN TANAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

(FORENSIC GEOTECHNICAL ENGINEERING) TOPIK KHUSUS CEC 715 SEMESTER GANJIL 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

RESUME APLIKASI MEKANIKA TANAH DALAM PERTAMBANGAN

Stabilitas lereng (lanjutan)

BAB I PENDAHULUAN I - 1

REKAYASA JALAN REL. MODUL 6 : Tanah dasar, badan jalan dan Drainase jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAHAN AJAR. MEKANIKA BATUAN (Semester 6 / 2 SKS / TKS 1607)

1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

I. PENDAHULUAN. tanggul, jalan raya, dan sebagainya. Tetapi, tidak semua tanah mampu mendukung

METODE PENANGGULANGAN GERAKAN TANAH

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

Pengenalan Gerakan Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi,

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH

ABSTRAK Kata Kunci : Nusa Penida, Tebing Pantai, Perda Klungkung, Kawasan Sempadan Jurang, RMR, Analisis Stabilias Tebing, Safety Factor

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KONSTRUKSI BANGUNAN TEKNIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona

BAB I PENDAHULUAN. Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Gerakan tanah adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan dengan arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula dikarenakan pengaruh gravitasi, arus air dan beban luar. Definisi gerakan tanah yang dimaksud tidak termasuk erosi, aliran lahar, amblesan, penurunan tanah karena konsolidasi dan pengembangan. Sedangkan Longsoran adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan dengan arah miring dari kedudukan semula (sehingga terpisah dari massa yang mantap dikarenakan pengaruh gravitasi dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi. Didalam gerakan tanah, digunakan klasifikasi untuk menyeragamkan istilah sehingga memudahkan pengenalan tipe gerakan tanah dan membantu dalam menentukan penyebab dan pemilihan cara penanggulangannya. Klasifikasi gerakan tanah ditetapkan berdasarkan : Jenis material dan batuan dasar. Jenis gerakan/mekanismenya dengan deskripsi lengkap mengenai bentuk bidang longsoran serta mengenai sifat lainnya seperti kedalaman, aktifitas atau kecepatannya. Daerah berpotensi longsor adalah daerah dimana kondisi terrain dan geologi tidak menguntungkan, sangat peka terhadap gangguan luar baik yang bersifat alami maupun aktivitas manusia yang merupakan faktor pemicu gerakan tanah. II.1.1 Prinsip Dasar Lereng Jalan dan Tipe lereng II.1.1.1 Lereng Alam Lereng alam (natural slope) adalah lereng yang terbentuk karena fenomena alam yang terjadi akibat dari proses geologi. Dalam konteks perencanaan teknik jalan, lereng alam sering dijumpai pada kawasan dengan topografi berbukit dan pegunungan, dimana posisi badan jalan berada pada elevasi tanah asli (existing II - 1

ground) yang berada disisi sebuah bukit atau elevasi badan jalan berada pada lereng bukit yang sebagian digali/dipotong untuk posisi badan jalan. Gambar 2.1 Ilustrasi keberadaan lereng a (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Dirjen Bina Marga) Gambar 2.2 Ilustrasi keberadaan lereng b (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Dirjen Bina Marga) II.1.1.2 Lereng Buatan Lereng buatan (man made slope) adalah lereng yang terjadi akibat terbentuknya daerah galian atau daerah timbunan pada proses perencanaan geometrik jalan. Lereng buatan dapat berbentuk lereng buatan dengan penanganan II - 2

konstruksi, baik struktur maupun non struktur atau lereng buatan tanpa penanganan konstruksi yaitu lereng yang hanya mengandalkan kemiringan dan tinggi kritis berdasarkan karakteristik tanah pembentuk lereng tersebut. Secara normatif lereng buatan dapat terjadi pada semua kondisi topografi, baik kondisi datar, berbukit maupun pegunungan. II.1.1.3 Lereng akibat galian Dalam konteks perencanaan teknik jalan, lereng buatan akibat galian terjadi sebagai konsekuensi dari tuntutan perencanaan geometrik jalan, dimana elevasi badan jalan direncanakan berada dibawah elevasi tanah asli. Lereng buatan akibat galian dapat terjadi pada semua bentuk kondisi topografi, baik pada kondisi topografi datar, berbukit maupun pegunungan. Kemiringan dan penanganan lereng buatan akibat galian secara normatif ditentukan oleh perencanaan berdasarkan pertimbangan pertimbangan teknis, mencakup kondisi gepmetri jalan, kondisi topografi, karakteristik tanah, kondisi geologi, kondisi geoteknik, sistem drainase dan kondisi lingkungan disekitarnya. Gambar 2.3 Ilustrasi keberadaan lereng buatan akibat galian dalam konteks perencanaan teknis jalan dimana permukaan badan jalan berada di bawah permukaan tanah asli (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan II - 3

II.1.1.4 Lereng akibat timbunan Dalam perencanaan teknik jalan, lereng dibuatan akibat timbunan terjadi sebagai konsekuensi dari tuntutan perencanaan geometrik jalan dimana elevasi badan jalan direncanakan berada diatas elevasi tanah asli. Lereng buatan akibat timbunan dapat terjadi pada semua bentuk kondisi topografi, baik pada kondisi topografi datar, berbukit maupun pegunungan. Kemiringan dan penanganan lereng buatan akibat timbunan secara normatif ditentukan oleh perencana berdasarkan pertimbangan pertimbangan teknis mencakup kondisi geometri jalan, kondisi topografi, karakteristik tanah timbunan untuk badan jalan, kondisi geologi, kondisi geoteknik, sistem drainase dan kondisi lingkungan sekitarnya. Gambar 2.4 Ilustrasi keberadaan lereng bentukan/buatan akibat timbunan dalam konteks perencanaan teknis jalan dimana permukaan badan jalan berada di bawah permukaan tanah asli (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Dirjen Bina Marga) Gerakan tanah atau longsoran adalah perpindahan massa tanah/batuan pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula, termasuk juga deformasi lambat atau jangka panjang dari suatu lereng yang biasa disebut rayapan (creep). Difinisi yang dimaksud tidak termasuk aliran lahar dan II - 4

amblesan/penurunan tanah (subsidence) yang diakibatkan proses konsolidasi atau perbedaan kekuatan dari pondasi suatu bangunan. Faktor-faktor yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya longsoran : Pengaruh Eksternal Hilangnya tahanan lateral, misal pembuatan lereng yang terlalu terjal, erosi. Hilangnya tahanan bawah, misal larutnya lapisan batuan dibawah permukaan, keruntuhan daya dukung, penggalian. Penambahan massa, misalnya pembebanan pada lereng. Penambahan tekanan lateral, misalnya mengembangnya tanah lempung ekspansif. Vibrasi, misalnya akibat gempa bumi, peledakan, lalulintas dll. Pengaruh Internal Pelapukan kimia dan mekanis dapat mengurangi ikatan mikroskopik antar partikel tanah. Air pori, dapat mengurangi tegangan efektif sehingga mengurangi kuat geser. Aktivitas organik, penghilangan akar tumbuhan, dan lubang-lubang akibat hewan tanah II.2 Pergerakan Massa Bergeraknya material tanah/batuan dalam bentuk padat disebut pergerakan massa. Pergerakan massa ini analog dengan bergeraknya suatu blok pada bidang miring. Apabila gaya akibat gravitasi (beban bergerak) melebihi kuat geser penahan lereng, maka material akan bergerak. Gambar 2.5 Analogi Gerakan Massa di Lereng (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan II - 5

Pergerakan massa tanah/batuan dapat digolongkan kedalam dua kelompok seperti terlihat pada bagan berikut ini : PERGERAKAN MASSA BATUAN/TANAH POLA PERGERAKAN KECEPATAN PERGERAKAN 1. Gelincir (Slide) - Translasi - Rotasi - Kombinasi 2. Jatuhan (Fall) - Jatuh Bebas - Jungkiran 3. Aliran (Flow) - Aliran pada Bedrock - Aliran pada Tanah Sumber : Puslitbang Jalan & Jembatan (NSPM) 1. Pergerakan Lambat (0.3m/tahun 1,5m/tahun) - Creep - Soliflaction 2. Pergerakan Sedang (1.5m/tahun 0.3m/menit) - Nendatan - Aliran Tanah/Lumpur - Longsoran Debris - Debris Avalanche - Aliran Debris 3. Pergerakan Cepat ( > 0.3m/menit) - Rock Fall Gambar 2.6 Bagan Klasifikasi Pergerakan Massa Tanah/Batuan II.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Pola Pergerakan Klasifikasi berdasarkan pola pergerakan terbagi kedalam tiga jenis, yaitu gelincir (slide), jatuhan (fall), dan aliran (flow) : II.2.1.1 Gelincir (Slide) Gelincir terjadi apabila material yang jatuh masih memiliki kontak dengan permukaan bidang gelincir. Jenis-jenis gelincir berupa translasi, rotasi dan majemuk. II - 6

Gelincir Translasi Keruntuhan terjadi sepanjang zona lemah pada tanah, massa tanah dapat bergerak jauh sebelum mencapai titik diamnya, umum terjadi pada tanah berbutir kasar. Gambar 2.7 Tipe Keruntuhan Gelincir Translasi (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Jenis keruntuhan translasi berupa bongkahan atau disebut juga gelincir baji (wedge slides) terjadi ketika massa tanah atau batuan terpecah belah sepanjang kekar-kekar (joints), sisipan (seams), rekahan (fissuress) atau zona lemah sebagai akibat misalnya pembekuan air. Masa yang terpecah bergerak sebagai blok dan bergerak turun dalam bentuk baji. Gelincir Rotasi a. Rotasi pada Batuan Tipe ini dicirikan dengan adanya bentuk sendok, bagian lereng atas terbentuk gawir melengkung dan dibagian tengah longsor terjadi bagian yang labil dan nampak adanya gelombang tidak rata (bulging). Jenis longsor sangat umum terjadi pada batuan serpih lapuk (shale-marine) atau batuan lunak yang mengalami retakan kuat dan gerakannya adalah progresive serta meliputi daerah yang cukup luas, sudut lereng alam antara 8 o 15 o. II - 7

b. Rotasi pada Tanah Tipe ini dicirikan adanya bidang gelincir lengkung dan gerakan rotasi. Penyebab utama adalah gaya-gaya rembesan air tanah atau kemiringan lereng yang bertambah pada tanah residual. Bidang gelincir sangat tergantung dari kondisi geologinya. Bidang gelincir yang dalam biasanya terjadi pada tanah lempung lunak dan kenyal. Longsoran rotasi pada tanah koluvial biasanya dangkal. Morfologi longsoran rotasi pada tanah dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 2.8 Tipe Keruntuhan Gelincir Rotasi (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Gelincir Majemuk Tipe gelincir majemuk merupakan bentuk gabungan dari translasi dan rotasi. Tipe ini sangat mungkin terjadi baik pada tanah maupun batuan lapuk. Banyak terdapat pada deposit tanah residual, batuan serpih lapuk, dan batuan sedimen lapuk lainnya. Gambar 2.9 Tipe Keruntuhan Gelincir Majemuk (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan II - 8

II.2.1.2 Jatuhan (Fall) Tipe longsoran yang termasuk dalam kategori jatuhan adalah jatuh bebas dan jungkiran. Jatuh Bebas Material jatuh bebas dan kehilangan kontaknya dengan permukaan tanah, pergerakan massa dalam jarak tertentu terjadi melalui udara. Gambar 2.10 Tipe Keruntuhan Jatuhan (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Dirjen Bina Marga) Jungkiran Jungkiran terjadi ketika pergerakan sebagai akibat momen guling yang bekerja pada suatu titik putar dibawah titik massa. Jungkiran ini terjadi pada batuan yang mempunyai banyak kekar- kekar b w D C BA HWM LWM E D C B A B Jungkiran batu Jungkiran bahan rombakan Gambar 2.11 Tipe Keruntuhan Jungkiran (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Dirjen Bina Marga) II - 9

II.2.1.3 Aliran (Flow) Aliran melibatkan pergerakan material yang berperilaku plastis sampai cair, ada dua jenis aliran, yaitu aliran pada bedrock dan pada tanah. Aliran pada Bedrock Flow termasuk deformasi yang terus menerus dan rangkak dalam. Biasanya melibatkan rangkak dalam yang lambat dan perbedaan pergerakan antara unit unit yang utuh, pergerakan dapat berupa sepanjang permukaan geser yang saling tidak berhubungan, menghasilkan lipatan, lenturan dan gembungan dengan distribusi kecepatan mirip aliran fluida yang kental. Aliran pada Tanah Pergerakan pada material yang bergerak menyerupai fluida kental. Permukaan gelincir dalam bidang material yang bergerak dapat berupa permukaan tajam atau perbedaan pergerakan atau suatu zona distribusi geser. Rentang pergerakan mulai dari sangat cepat dan sangat lambat. R a y a p a n t a n a h L a w i n a b a h a n r o m b a k a n Gambar 2.12 Tipe Longsoran Aliran pada Tanah (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan II - 10

Ciri-ciri pergerakan aliran : Longsor aliran terjadi ketika kondisi-kondisi internal dan eksternal menyebabkan tanah berperilaku seperti liquid/cairan dan mengalir kebawah meskipun kemiringan lerengnya landai. Tanah yang mengalir bergerak ke berbagai arah dan tidak memiliki permukaan keruntuhan yang terdefinisi secara jelas. Permukaan keruntuhan berganda terbentuk dan berubah secara terus menerus selama proses aliran ini terjadi. II.2.2 Klasifikasi Berdasarkan Kecepatan Pergerakan II.2.2.1 Pergerakan Lambat Rangkak (Creep) Pergerakan tanah terjadi sangat lambat dan kadang tidak terlihat secara langsung. Tanda-tandanya antara lain adalah tiang-tiang dan pohon miring. Solifluction Jenis solifluction adalah pergerakan debris dalam kondisi jenuh. II.2.2.2 Pergerakan Sedang Nendatan (Slump) Adalah pergerakan kebawah dan keluar, satuan atau beberapa satuan tanah. Sering terjadi setelah kemiringan lereng diubah. Slum p Gambar 2.13 Tipe Pergerakan Nendatan (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Dirjen Bina Marga) II - 11

Aliran Tanah/Lumpur (Earth Flows) Adalah pergerakan yang lambat namun bisa dideteksi secara mudah. Hal ini biasanya terjadi pada tanah yang memiliki kadar air terus bertambah maka akan terjadi mud flow. Longsoran Debris (Debris Slide) Adalah pergerakan material tak terkonsolidasi yang relatif kering. Material biasanya lebih besar dibanding material pada aliran tanah/lumpur. Debris adalah kumpulan masa tanah, atau tanah tercampur fragmen batuan, yang berpindah sepanjang permukaan datar yang miring agak curam. Longsoran debris ini terjadi secara progressif dan akan berkembang menjadi avalanche atau aliran yang tiba-tiba dapat meluncur cepat. Longsoran ini sering terjadi pada tanah colluvial atau residual yang terletak diatas permukaan batuan dasar yang miring. Mulamula terjadi rekahan (tersier crack) yang mana akan bertambah lebar dan akhirnya 1 blok atau lebih akan meluncur kebawah. Kegiatan runtuhan ini akan terus berjalan hingga mencapai daerah yang paling tinggi didaerah upper slope (lereng atas). Rock and Debris Slide Bedding or joint planes Gambar 2.14 Tipe Gerakan Debris Slide Pada Batuan (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan II - 12

Debris Avalanche Debris avalanche adalah tipe perpindahan tanah/batuan yang sangat cepat yang diawali dengan hancuran sepanjang permukaan runtuhan. Penyebab utama adalah rembesan air tanah yang besar, curah hujan yang tinggi, gempa bumi atau rayapan yang berkembang sedikit demi sedikit dari suatu lapisan batuan. Biasanya kejadian runtuh tanpa ada tanda-tanda terlebih dahulu, dan tanpa bisa diduga. Dampak kerusakan pada daerah yang sudah ada permukiman bisa menjadi sangat parah. Umumnya terjadi pada daerah pegunungan dengan lereng curam dari tanah residual. Aliran Debris (Debris Flow) Adalah sama seperti debris avalanche kecuali jumlah keairan cukup besar untuk membawa debris mengalir seperti cairan kental (slurry). Penyebab utama adalah curah hujan yang tinggi, erosi permukaan yang besar. Aliran debris sering atau umumnya terjadi pada tebing-tebing sungai curam (steep gullies). II.2.2.3 Pergerakan Cepat Pergerakan cepat misalnya jatuh bebas batuan (rock falls) yang mengakibatkan terbentuknya akumulasi batuan pada dasar jurang, dan disebut juga talus. R o c k a n d D e b r is F lo w T a lu s A n g le o f r e p o s e Gambar 2.15 Tipe Gerakan Jatuh Bebas Batuan (Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan II - 13