BAB I PENDAHULUAN. pemidanaan dimaksudkan sebagai tempat atau sarana pembinaan, rehabilitasi dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

1 dari 8 26/09/ :15

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. dan martabat manusia, terutama masalah Hak Asasi Manusia. Hak Asasi

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum pada alinea IV

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Layanan perpustakaan..., Destiya Puji Prabowo, FIB UI, 2009

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlakuan terhadap para pelanggar hukum, merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

BAB I PENDAHULUAN. tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan. 1 Anak adalah amanah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sudikno dalam bukunya yang berjudul Mengenal Hukum menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

elr 24 Sotnuqri f,ole NPM EIALAMA}.{ PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, Tanda Tangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

HAK ANAK DIDIK SEBAGAI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN MENURUT UU NO. 12 TAHUN Oleh : Refly Mintalangi 2

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu unsur yang penting dalam kehidupan manusia adalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan

BAB III PENERAPAN SANKSI DALAM PENJATUHAN PIDANA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keluarga, suku dan masyarakat. untuk menjunjung tinggi norma-norma kehidupan mencapai masyarakat

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa, Indonesia adalah Negara

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi pemidanaan pada masa sekarang ini tidak lagi sekedar penjeraan, tetapi pemidanaan dimaksudkan sebagai tempat atau sarana pembinaan, rehabilitasi dan reintegrasi warga binaan Lembaga Pemasyarakatan. Penjeraan dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur balas dendam di Lembaga Pemasyarakatan. Para warga binaan pemasyarakatan sering mengalami siksaan, untuk memperbaiki tingkah laku dan perbuatannya. Kedua fungsi pemidanaan di atas membuat dan mengarahkan supaya narapidana tidak melakukan perbuatan pidana dan menyadarkan serta mengembalikan warga binaan pemasyarakatan tersebut ke dalam lingkungan masyarakat, menjadikan ia bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat sekitar atau lingkungannya. 2 Sistem penjaraan dalam pemidanaan di Indonesia berkembang terus, hal ini dimulai dari penjajahan Belanda hingga sampai saat ini. Pada tanggal 17 Juni 1964 nama penjara diganti menjadi Lembaga Pemasyarakatan dengan Instruksi Kepala Direktorat Permasyarakatan Nomor J. H. 6.8./506. perkembangan sistem pemasyarakatan juga menyangkut teori yang menjurus dari retribusi (pembalasan seimbang) ke arah reformasi (perbaikan) kepada penjahat, tetapi dalam kenyataan menghadapi hambatan yang besar. Perbaikan-perbaikan sistem pemasyarakatan juga menyangkut keadaan dan 2 Samosir Djisman, 1992, Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia, Penerbit Bina Cipta, Bandung, hal., 4

perkembangan lembaganya, seperti penambahan Lembaga Pemasyarakatan Wanita di Tangerang. 3 Reinformasi (perbaikan ke arah kesempurnaan) kepada penjahat atau narapidana menganggap bahwa warga binaan pemasyarakatan bukan saja sebagai objek melainkan juga sebagai subjek yang tidak berbeda dari manusia lain yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kejahatan. Pelaksanaan pemidanaan bermaksud memberantas faktor-faktor yang menyebabkan warga binaan pemasyarakatan melakukan kesalahan atau kejahatan. Dengan demikian narapidana diharapkan menyesali perbuatan dan merubah menjadi anggota masyarakat yang baik. Hak dan hak asasi manusia adalah bagian dari kehidupan manusia yang harus diperhatikan dan dijamin keberadaannya oleh Negara khususnya di Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD 1945). Hal tersebut berlaku terhadap semua orang dan juga berlaku bagi narapidana. Hak narapidana pada umumnya adalah bahwa narapidana berhak untuk tidak diperlakukan sebagai orang sakit yang diasingkan, narapidana juga berhak atas pendidikan sebagai bekal hidup mereka setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan nantinya., sebaliknya narapidana memiliki hak asasi manusia yang harus dipertahankan selama ia tinggal di Lembaga Pemasyarakatan seperti telah diatur dalam undang-undang. Begitu juga halnya warga binaan pemasyarakatan anak juga memperoleh hak dan hak asasi manusia di Lembaga Pemasyarakatan di mana ia ditempatkan. Hak setiap manusia akan keselamatan. Hak ini tidak berkurang sebagai akibat pemenjaraan. Lapas 3 Mr Jeff Christian & Direktorat Jendral Pemasyarakatan & RWI Kantor Jakarta, Kumpulan Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia & Materi Terkait Praktek Pemasyarakatan & Membuat Standar-Standar Bekerja, hal., 1 (selanjutnya disebut Buku I).

memiliki kewajiban untuk melayani bagi kesejahteraan narapidana. Oleh sebab itu keselamatan merupakan tanggung jawab lapas. Meningkatkan keselamatan warga binaan pemasyarakatan berarti membuktikan bahwa di dalam Lembaga Pemasyarakatan telah menghargai hak asasi manusia.. Dan sebaliknya apabila terjadi pelanggaran hak asasi manusia di lapas, maka akan menimbulkan keadaan bahaya bagi petugas dan warga binaan pemasyarakatan karena pelanggaran tersebut akan menimbulkan kemarahan dan kebencian. Petugas Lapas harus memimpin untuk menciptakan lingkungan yang menghormati hak asasi manusia. Warga binaan pemasyarakatan juga diharuskan untuk menghormati hak asasi manusia di antara para warga binaan pemasyarakatan dan petugas lain. Dan menejemen lapas harus mendukung penghormatan hak asasi narapidana dan petugas. Hak Asasi Manusia warga binaan yang harus dihormati di Lembaga Pemasyarakatan yaitu : a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. b) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani. c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran. d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e) Menyampaikan keluhan. f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang. g) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan. h) Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya.

i) Mendapatkan pengurangan masa pidana (premisi). j) Mendapatkan kesempatan berassimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. k) Mendapatkan kebebasan bersyarat. l) Mendapatkan cuti menjelang bebas. m) Mendapat hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4 Penulis mengajukan judul hak warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak dan hubungannya dengan hak asasi manusia studi kasus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan karena di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan belum sepenuhnya mampu menunjukkan fungsi yang ideal. Berbagai aspek dan kondisi dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak sangat potensial menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia antara lain over kapasitas yaitu banyaknya jumlah narapidana, kualitas penghuni yang berubah dari kejahatan konvensional menjadi kejahatan transsional, terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal tersebut di atas maka yang menjadi permasalahan adalah: 1. Bagaimanakah perlindungan hak asasi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak berdasarkan perundang-undang? 2. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hak asasi manusia warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II Anak Tanjung Gusta Medan? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 4 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

Penelitian ini bertujuan : 1. mengetahui perlindungan hak asasi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak berdasarkan perundang-undangan. 2. mengetahui pelaksanaan perlindungan hak asasi manusia warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II Anak 3. untuk memperoleh salah satu syarat gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum. Adapun manfaat penulisan ini : 1. menambah khasana ilmu pengetahuan di bidang hukum khususnya tentang perlindungan hak asasi warga binaan di lembaga pemayarakatan. 2. berguna bagi pembina warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan menggunakan pengaturan perlindungan hak asasi manusia. D. Keaslian Penulisan Berdasarkan penelusuran di perpustakaan fakultas hukum dari skripsi ini dilakukan dengan melakukan pengamatan dan penelitian yang dilakukan oleh penelitian sendiri. Adapun pembuatan skripsi ini tidak merupakan duplikasi atau bentuk plagiat dari hasil penelitian lain. Serta proses pembuatan skripsi ini saya selaku penulisnya mengacu dan memasukkan beberapa kutipan-kutipan dari buku-buku referensi dimana untuk melengkapi skripsi ini. Saya selaku peneliti dan penulis bertanggung jawab terhadap halhal pembuatan skripsi ini kepada pihak manapun.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Anak Pengertian Anak dapat dilihat dari berbagai peraturan hukum di Indonesia di antaranya yaitu: 1. Undang-Undang Dasar 1945 Menurut Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945,menyatakan bahwa anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan status anak dalam bidang politik, karena yang menjadi esensi dasar kedudukan anak dalam kedua pengertian ini, yaitu anak adalah subjek hukum dari sistem hukum nasional, yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak. 5 Pengertian anak menurut Undang-Undang Dasar 1945, oleh Irma Setyowati Soemitro, dijabarkan sebagai seorang anak yang harus memperoleh hak-hak dan kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar baik secara rahasia, jasmani, maupun sosial atau anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Menurut Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pengertian anak adalah sebagai berikut : 5 Soesesilo, R., 1991, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Penerbit Politea, Bogor, hal 2.

Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara teratur. 3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan bahwa jika seorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakan ketika umurnya belum 16 tahun. Oleh karena itu, apabila ia tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharaannya dengan tidak dikenakan suatu hukuman atau memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman. Selain Pasal 45 yang mengatur tentang anak terdapat juga dalam Pasal 332 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan bahwa anak adalah orang yang belum mencapai umur 21 tahun. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 4. Undang-Undang Peradilan Anak Nomor 3 Tahun 1997 Menurut Pasal 1 Undang-Undang Peradilan Anak Tahun 1997 adalah orang yang dalam perkara pidana anak nakal telah mencapai umur 8 tahun dan belum genap 18 tahun. 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 ini mengklasifikasikan anak ke dalam pengertian :

a. anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lapas anak paling lama sampai berumur 18 tahun. b. Anak Negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengertian diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18 tahun. 6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak bahwa pengertian dari anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah menikah. 7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa seorang pria hanya diiijinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat dimintakan dispensasi kepada pengadilan negeri setempat. Berdasarkan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan di atas maka dapat diketahui bahwa belum ada persamaan hukum yang merumuskan atau menentukan pengertian anak. Demikian juga dengan pendapat para sarjana, tidak ada keseragaman tentang batas usia rata-rata dewasa dan belum dewasa. Berikut beberapa pendapat sarjana sebagai berikut :

a. Bimo Walgito memberikan batas usia atau umur dari anak adalah mereka mereka yang berusia antara 14 tahun sampai 21 tahun, dimana pada masa itu adalah merupaka masa peralihan dari masa anak-anak menjadi orang dewasa. 6 b. Kartini Kartono menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia antara 13-19 tahun yaitu merupakan masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanakkanak dengan masa dewasa. 7 c. Datuk Usman menyebutkan bahwa pengertian dari anak adalah: bahwa anak yang belum dewasa atau masih di bawah umur (inderjerig) berbeda-beda pengertiannya dari satu lingkungan adat ke lingkungan adat lainnya, tetapi pada umumnya dapat dikatakan bahwa seorang yang minderjarig adalah seseorang yang berada dalam keadaan yang dikuasai oleh orang lain yang kalau tidak dikuasai oleh orang tuanya, maka si anak dikuasai oleh walinya. d. Simanjuntak menyatakan batas usia dari anak adalah berdasarkan pengamatan seharihari, mereka yang bertingkah laku anak-anak ini kira-kira berumur 15 sampai 18 tahun (tingkat akhir SMA). Untuk menggambarkan ini. Sering digunakan istilah remaja. 9 e. Menurut A.W. Widjaja pengertian dari anak adalah laki-laki atau perempuan yang berusia antara 13-21 tahun. Bahwa sebelum umur 13 tahun masih termasuk anak-anak (belum akil baligh), dan bila mencapai umur 21 tahun disebut menjelang dewasa. 10 8 6 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan 7 Kartini Kartono, 1992, Psikologi Wanita, Penerbit CV. Mandar Maju, hal., 4 8 Datuk Usman, 1982, Kuliah Hukum Adat II, Penerbit F.H-USU, Medan, hal., 2 9 B.Simanjuntak, 1979,Latar Belakang Kenakalan Anak, Penerbit Alumni,Bandung, hal.,56 10 A. W. Widjaja, 1995, Masalah Kenakalan Remaja & Penyalahgunaan Narkotika, Penerbit Armico, Bandung, hal., 13

Begitu banyaknya pengertian dan batasan dari usia atau umur anak tersebut baik menurut peraturan undang-undang maupun menurut para sarjana maka secara umum dapat dapat dirumuskan bahwa seorang anak, baik itu anak laki-laki maupun anak yang berusia antara 13-21 tahun dengan kategori sebelum umur 13 tahun masih termasuk anak-anak dan bila mencapai umur 21 tahun disebut menjelang dewasa. Menurut penulis dalam pembuatan skripsi ini yang menjadi pegangan batas usia anak adalah sebagaimana diatur dalam UUPA, yaitu anak yang telah berumur 8 tahun dan belum genap 18 tahun. 2. Pengertian Hak Anak Hak adalah kewenangan yang diberikan oleh objek kepada subjek hukum, misalnya kewenangan yang diberikan oleh hukum objektif kepada seorang yang memiliki tanah, ialah bahwa orang itu dapat berbuat apa saja terhadap tanah tersebut asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Adapun pengertian Hak anak adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara menurut perundang-undangan yang berlaku, keterlibatan umum dan keputusan. 11 Hak dibedakan atas dua, yaitu hak mutlak dan hak relatif. Hak mutlak merupakan kewenangan atau kekuasaan mutlak yang diberikan kepada subjek hukum. Hak mutlak dibedakan atas beberapa macam, yaitu : 1. Hak asasi manusia misalnya hak seseorang untuk bebas memeluk agamanya yang diyakininya. 2. Hak publik, misalnya hak negara untuk memungut pajak. 3. Hak keperdataan, misalnya hak kekusaan orang tua terhadap anaknya. 12 11 Darwan Prinst, 2001, Sosialisasi Dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal., 130 (selanjutnya disebut buku II)

Hak relatif merupakan hak memberikan kewenangan kepada seseorang atau beberapa orang untuk menuntut agar orang lain melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Secara umum hak-hak anak diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak sebagai berikut : 1. Anak berhak atas kesejahteraan perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih saying yang baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus. 2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya dengan kepribadian bangsa dan untuk menjaga warga negara yang baik dan berguna. 3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik sesama dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. 4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar. 3. Pengertian Hak Asasi Manusia Manusia sebagai ciptaan makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang mengembang tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketakwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-nya dianugrahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya. Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia sejak dalam kandungan bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu harus hal., 29 12 Arrasyid, Chainur, 1988, Pengantar Psikologi Kriminal, Penerbit Yani Coorporation Medan,

dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapa pun. 13 Hak-hak asasi manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, jadi hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia. Sudah melekat pada pengertian hak-hak manusia itu sendiri, bahwa hak-hak asasi manusia harus dipahami dan dimengerti secara universal. Memerangi atau menentang universalitas hak-hak manusia berarti memerangi dan menentang hak-hak manusia. Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia merumuskan pengertian hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. ( Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.39 Tahun 1999). 15 Hak Asasi Manusia merupakan hak esensial yang dimiliki oleh setiap manusia dan harus dilindungi sebagaimana yang tertuang dalam Magna Charta atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Dalam perjalanan sejarah untuk mencegah terus berlangsungnya pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia, PBB menetapkan sejumlah kovenan yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia seperti: 1.Kovenan Hak Sipil dan Politik 2.Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 3.Konvensi Hak Anak 4.Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia 14 13 Darwan Prinst, 1997, Hukum Anak Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal., 72 (selanjutnya disebut buku III) 14 A. Gunawan, 1993, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, hal., 103-133 15 Darwan Prinst, Buku II, Op.cit., hal., 130-133.

5.Standar Perlakuan Minimum terhadap Narapidana maupun bagi Tahanan 6.Konvensi Internasional Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi rasial, 7.Konvensi Internasional Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan,dan lain sebagainya Hak Asasi Manusia melekat pada diri setiap manusia tanpa memandang bulu, termasuk juga bagi narapidana/tahanan. Standar Perlakuan Minimum bagi narapidana dan tahanan menyatakan bahwa hak yang hilang daripada narapidana dan tahanan hanyalah hak atas kebebasan. Akan tetapi hak-hak lain yang melekat pada dirinya harus tetap diberikan selama mereka menjalani masa pidana/masa tahanannya. 16 Oleh sebab itu diharapkan Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Tanjung Gusta Medan dapat menampilkan fungsinya, antara lain Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan membentuk komunitas yang teratur dengan baik, seperti tidak membahayakan nyawa, kesehatan dan integritas personal yang tertuang di dalam pasal Undang-Undang No.39 tahun 1999 dan Undang-Undang No.12 Tahun 1995. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah perpaduan pendekatan penelitian hukum normatif/yuridis dan penelitian hukum empiris. Metode penelitian Normatif/yuridis yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder berupa hukum positif dan bagaimana penyerapannya dalam praktek di Indonesia. Metode penelitian sosiologis/empiris yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan kondisi lapangan berkaitan dengan perlindungan hak asasi manusia terhadap warga binaan pemasyarakatan. 2. Jenis dan sumber data 16 www.google.com, Hak Asasi Manusia Lembaga Pemasyarakatan, Jam 23.15, Tanggal 8 Mei 2009.

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil wawancara terhadap Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan dan Kepala Seksi Bimbingan Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan, masyarakat serta narapidana dan keluarga narapidana anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Data sekunder mencakup bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundangundangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi, yurisprudensi, traktak dan bahan hukum dari jaman penjajahan, bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan yaitu berupa kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya. 3. Metode Pengumpulan Data Data primer diperoleh dengan melakukan penelitian lapangan. Metode yang digunakan yaitu dengan wawancara dengan pedoman wawancara yang ditentukan terlebih dahulu. Dengan memberikan daftar pertanyaan yang diajukan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan Kepala Seksi Bimbingan Pemasyarakatan Anak yang disusun secara terbuka alasannya untuk memberikan keleluasaan kepada responden dalam rangka mengeluarkan pendapat sesuai dengan daftar yang diajukan. Data sekundernya diperoleh dengan penelitian perpustakaan. 4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan karena jumlah warga binaan pemasyarakatan anak sebanyak 850 orang. Menurut hasil wawancara pembina menghadapi kesulitan dalam proses pemberian perlindungan. 5. Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif. Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara diolah dan dianalisis serta disusun dalam bentuk tulisan. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan hasil wawancara dan buku-buku kepustakaan serta peraturan perundang-undangan. G. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi dalam 4 bab. Bab I mengenai Pendahuluan diuraikan tentang latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yaitu mengenai pengertian anak, pengertian hak anak, pengertian hak asasi anak, dan juga metode penelitian, beserta sistematika penulisan. Bab II mengenai Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hak Asasi Manusia Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Berdasarkan Perundang-Undangan di Indonesia, diuraikan mengenai perlindungan hak asasi manusia terhadap anak, Undang- Undang No.39 Tahun 1999 dalam pasal 52-66jo Konvensi hak-hak Anak 1989 dan Undang-Undang No.12 Tahun1995 di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Bab III mengenai Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak, diuraikan mengenai Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan

Anak Tanjung Gusta dan Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan yang di dalamnya mencakup mengenai tugas Lembaga Pemasyarakatan dan sistem Lembaga Pemasyarakatan, dan dilengkapi dengan Peraturan dan Tata Tertib di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Tanjung Gusta Medan beserta Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak yang mengalami hambatan dan upaya untuk mengatasi hambatan. Bab IV mengenai kesimpulan dan saran, diuraikan mengenai kesimpulan dan beberapa saran.