BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri Staphylococcus yang paling sering ditemui dalam kepentingan klinis. Bakteri ini adalah bakteri gram positif dan termasuk staphylococcus dengan koagulasi negatif. Sebagian besar bakteri ini adalah flora normal pada kulit dan membran mukosa manusia (Jawetz, 2010). Dahulu, organisme ini jarang mengakibatkan infeksi yang signifikan. Tetapi dengan peningkatan penggunaan implan kateter dan alat prostetik, S. epidermidis menjadi agen penting penyebab infeksi nosokomial (Ryan, 2010). Pengobatan infeksi bakteri ini menjadi semakin sulit karena meningkatnya resistensi terhadap berbagai agen antimikrobial dan kemampuannya membentuk biofilm (Nuryastuti T. et. al, 2009). Sekitar 75% isolat S. epidermidis telah mengalami resistensi terhadap naficilin, oxacillin, methicillin, dan penicillin (Jawetz, 2010, Ryan, 2010). Tingginya angka resistensi ini akan menyulitkan dalam pengobatan infeksi dan 1
2 menambah beban biaya pengobatan bagi pasien (Aloush V, e al, 2006). Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan spesies yang paling banyak menyebabkan infeksi di antara spesies Peseudomonas yang lain (Ryan, 2010). Bakteri ini masih menjadi bakteri gram negatif tertinggi yang menyebabkan infeksi nosokomial dan meliputi 16% kasus pneumonia nosokomial, 12% infeksi traktus urinarius dapatan di rumah sakit, 8% infeksi luka operasi, dan 10% infeksi dalam aliran darah. (Rossolini, Mantengoli, 2005). Penyebaran P. aeruginosa dapat melalui aliran udara, air, tangan tercemar, penanganan alat-alat yang tidak steril di rumah sakit. Infeksi yang disebabkan bakteri ini seringkali sangat berat dan sulit diterapi karena keterbatasan kepekaan antibiotik dan perkembangan resistensi antibiotik yang sangat cepat. Hal tersebut merupakan masalah karena pola resistensi terhadap antibiotik menunjukkan peningkatan persentase resistensi pada P. aeruginosa terhadap tikarsilin, sementara S. epidermidis menjadi resisten terhadap methicillin, semua penicillin, penems, carbapanems, serta cephalosporin yang biasanya digunakan sebagai antibiotik pilihan utama di rumah sakit. (Aloush V, e al, 2006, Lewis K, 2001).
3 Chitosan adalah biopolimer polisakarida yang diekstrak dengan deasetilasi N-alkali dari chitin, yang merupakan polimer terbanyak kedua di alam. Chitin banyak terdapat pada family crustaceae, seperti kulit udang, kepiting, karang, ubur-ubur, serangga serta berbagai jenis jamur. Chitosan tersusun dari glukosamin dan N-asetil glukosamin, serta terbukti mempunyai efek antibakteri terhadap beberapa bakteri gram positif dan negatif, serta memiliki efek anti fungal dan anti viral (Raafat D, 2008). Dalam dekade terakhir, chitosan banyak digunakan dalam kedokteran dan industri karena memiliki sifat-sifat yang unik : biokompatibel, biodegradabel, osteokonduktif, non-toksisitas, dan struktur porous. Perkembangan penggunaan chitosan dalam dunia medis telah dilaporkan dalam beberapa penelitian seperti, wound dressing pada penyembuhan luka, pembuatan jaringan kartilago, polimer implan yang biodegradabel, serta sebagai pembawa obat dan hormon (Martino A, 2005). Gentamisin adalah antibiotik spektrum luas golongan aminoglikosida dan sering digunakan pada infeksi bakteri dengan susseptibiltas tinggi. Dalam beberapa tahun ini, Therapeutic Guidelines: Antibiotic telah merekomendasikan penggunaan Gentamisin sebagai
4 terapi untuk infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri gram negatif. Antibiotik ini dipilih karena aktivitas bakterisid-nya yang tinggi dan tingkat resistensinya yang masih rendah terhadap pathogen gram negatif pada infeksi nosokomial (Moulds, 2010). Gentamisin merupakan antibiotik aminoglikosida yang digunakan dalam pengobatan infeksi bakteri, terutama bakteri gram negatif. Pada saat ini penggunaan agen antibakteri secara luas dan resistensi antibakteri yang berkembang mengakibatkan munculnya hampir semua obat resisten terhadap bakteri. Hal ini mengakibatkan efikasi dari berbagai antibiotik sebagai terapi infeksi mulai menurun. Selain itu pengembangan vaksin dan agen antimikroba belum sejalan dengan peningkatan resistensi. Oleh karena itu, untuk mencari metode terapi lain, seperti terapi kombinasi dan efek sinergisnya, perlu dilakukan (Rossolini & Mantengoli, 2005). Dalam penelitian ini, penggunaan chitosan kombinasi gentamisin sebagai antibakteri diteliti, demikian pula kemungkinan efek sinergisnya.
5 I.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut, timbul masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut : Sejauh mana daya antibakteri kombinasi chitosan - gentamisin terhadap sel planktonik Staphylococcus epidermidis & Pseudomonas aeruginosa serta efek kombinasi yang dihasilkan. I.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum, yaitu untuk mengetahui daya antibakteri kombinasi chitosan - gentamisin terhadap pertumbuhan sel planktonik Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa serta efek kombinasi yang dihasilkan. Tujuan khusus, yaitu: 1. Mengetahui daya antibakteri kombinasi (nilai konsentrasi hambat minimal (KHM)) chitosan dan gentamisin terhadap S. epidermidis. 2. Mengetahui daya antibakteri kombinasi (nilai konsentrasi hambat minimal (KHM)) chitosan dan gentamisin terhadap P. aeruginosa.
6 3. Mengetahui efek sinergis antibakteri kombinasi (nilai konsentrasi hambat fraksional (KHF) dan KHF indeks (KHFI)) chitosan dan gentamisin terhadap S. epidermidis. 4. Mengetahui efek sinergis antibakteri kombinasi (nilai konsentrasi hambat fraksional (KHF) dan KHF indeks (KHFI)) chitosan dan gentamisin terhadap P. aeruginosa. I.4 Keaslian Penelitian Sejauh ini, penulis telah menemukan satu penelitian yang mengindentifikasi daya antibakteri kombinasi dari Chitosan dan Gentamisin pada pelapisan implant stainless steel terhadap pertumbuhan bakteri S. epidermidis, yaitu oleh Sihotang (2012). Namun, hingga saat ini belum ada yang mengidentifikasi daya antibakteri kombinasi Chitosan dan Gentamisin terhadap S. epidermidis dan P. aeruginosa in vitro dan efek sinergisnya. I.5 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menyajikan data mengenai daya antibakteri kombinasi
7 chitosan - gentamisin terhadap sel planktonik S. epidermidis dan P. aeruginosa. Dengan begitu, data-data ini dapat menjadi wawasan dan sumber rujukan tentang aplikasi antibakteri chitosan - gentamisin sebagai agen terapi penyakit infeksi akibat S. epidermidis dan P. aeruginosa. Penelitian ini juga diharapkan dapat mendorong penelitian lebih lanjut tentang aplikasi penggunaan kombinasi chitosan - gentamisin, misalnya sebagai bahan dalam pelapisan alat-alat biomedis, sehingga menambah pengetahuan tentang prevensi dan terapi infeksi akibat S. epidermidis dan P. aeruginosa.