BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak sawit mentah mempunyai nilai koefisien viskositas yang tinggi (sekitar 11-17 kali lebih tinggi dari bahan bakar diesel), sehingga tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar diesel. Titik didih yang tinggi dan viskositas yang tinggi akan mengakibatkan terjadinya pengendapan pada mesin selama proses pembakaran yang tak sempurna. Salah satu cara untuk menurunkan nilai viskositasnya adalah dengan proses pirolisa ataupun dengan proses transesterifikasi (Meher et al., 2006). Reaksi transesterifikasi mengubah minyak nabati ke metil ester asam lemak (MEAL) dengan sifat yang sesuai untuk bahan bakar minyak diesel. Ini merupakan suatu alasan mengapa transesterifikasi minyak sayuran secara luas dikenal sebagai biodiesel (Freedman et al., 1984). Biodiesel merupakan bahan bakar tidak beracun yang dapat diperbaharui yang berasal dari minyak nabati dengan reaksi transesterifikasi dari trigliserida dengan metanol. Oleh karena itu biodiesel dapat dianggap bahan bakar yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui (Ma and Hanna, 1999). Keuntungan lain dari biodiesel adalah suatu bahan bersifat pelumas yang memperpanjang kerja mesin, hal ini disebabkan karena angka setana tinggi, titik nyala yang tinggi yang membuat biodiesel merupakan bahan bakar yang sangat menarik (Graboski and Mc Cormic, 1998). Transesterifikasi dari trigliserida dengan alkohol yang berat molekulnya rendah yang sering digunakan adalah dengan katalis homogen karena ada beberapa keuntungannya, yaitu biaya yang murah dan dalam kondisi reaksi yang dingin. Dalam
reaksi transesterifikasi penggunaan katalis alkali lebih cepat dibandingkan dengan katalis asam (Ma and Hanna,1999; Marchetti J.M, 2007). Katalis seperti alkali hidroksida, metoksida, dan karbonat lebih sering digunakan untuk mempercepat reaksi, walaupun demikian, secara keseluruhan proses katalis basa dibatasi terhadap spesifikasi kesempurnaan bahan mentah yang ingin diproses (Lotero et al., 2005). Penggunaan katalis homogen menyebabkan efisiensi reaksi yang baik (Freedman et al., 1984), tetapi membutuhkan sejumlah air yang besar untuk mencuci katalis homogen di akhir reaksi dalam pembuatan metil ester asam lemak, hal ini yang menyebabkan harga produksi biodiesel mahal (Saka & Kusdina., 2001), sehingga katalis heterogen lebih dipertimbangkan. Katalis CaO yang diaktifkan dengan metanol merupakan katalis yang efisien dalam reaksi transesterifikasi untuk mendapatkan jumlah metil ester yang banyak (Kawashima et al., 2009). Katalis heterogen mempunyai beberapa keuntungan yang umum, yaitu mudah dipisahkan dari media reaksi dan dapat dipakai kembali. Katalis heterogen dapat dipertimbangkan untuk menjadi green chemistry. Dalam proses tidak hanya dibutuhkan untuk mendapatkan katalis kembali, tetapi juga dalam tahap perlakuan terhadap larutan. Tahap pemurnian dari produk lebih mudah dan simpel, selain itu juga mendapatkan metil ester yang sangat tinggi (Bournay et al., 2005). Pembuatan metil ester asam lemak sudah dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu: Kouzu et al., (2007), Membuat biodiesel dari minyak kacang kedelai dengan menggunakan beberapa jenis katalis basa heterogen, hasil penelitian menunjukkan Metil ester dengan katalis CaO: 93%, Ca(OH) 2 : 12%, CaCO 3 :0%, dan MgO jauh dari aktif dalam transesterifikasi, dan produksi dengan CaO lebih baik, karena mudah didapatkan kembali, dan ramah lingkungan. Kawashima et al., (2009), Membuat biodiesel dengan katalis Kalsium Oksida aktif dari rapeseed oil yang mana hasil penelitiannya menunjukkan kondisi reaksi optimal adalah 0,1g CaO dan 3,9 g metanol dan diaktivasi pada suhu 25 o C selama 1,5 jam, kemudian dimasukkan 15 gr rapeseed oil dan direfluks selama 3 jam pada suhu 60 o C yang menghasilkan 90% metil ester. Metode pemisahaan metil ester dilakukan
dengan cara sentrifugasi dimana metode ini lebih efisien dalam pemisahaan metil ester asam lemak dengan gliserol. Berdasarkan hal ini peneliti tertarik untuk meneliti tentang sintesis metil ester asam lemak inti sawit dari minyak inti sawit dan metanol dengan menggunakan katalis CaO aktif. Minyak inti sawit diperoleh dengan cara maserasi serbuk inti sawit menggunakan pelarut n-heksana. 1.2. Permasalahan Bagaimanakah kondisi reaksi optimum untuk memperoleh persentase metil ester asam lemak minyak inti sawit melalui reaksi transesterifikasi minyak inti sawit dan metanol dengan menggunakan katalis CaO yang terlebih dahulu diaktivasi. Dalam hal ini dilakukan variasi volume metanol, berat katalis, dan waktu refluks. 1.3. Pembatasan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada: 1. Minyak inti sawit yang digunakan diperoleh dari proses maserasi serbuk inti sawit menggunakan pelarut n-hexana. 2. Metil ester yang diperoleh melalui reaksi transesterifikasi antara minyak inti sawit dan metanol dengan variasi berat katalis, volume metanol, dan waktu refluks. 3. Analisis senyawa metil ester yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer FT-IR untuk penentuan perubahan gugus fungsi dan GC untuk menentukan kandungan metil ester asam lemak. 1.4. Tujuan Penelitian Untuk memperoleh kondisi reaksi optimum untuk mendapatkan persentase metil ester asam lemak minyak inti sawit melalui reaksi transesterifikasi minyak inti
sawit dan metanol dengan menggunakan katalis CaO yang terlebih dahulu diaktivasi. Dalam hal ini dilakukan variasi volume metanol, berat katalis, dan waktu refluks. 1.5. Manfaat Penelitian Memberikan informasi mengenai perkembangan penelitian pada bidang oleokimia, dalam hal ini pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis CaO, dimana CaO yang digunakan terlebih dahulu dikalsinasi dan diaktifkan dengan metanol yang kemudian dilanjutkan dengan proses transesterifikasi minyak inti sawit, pada proses ini nantinya divariasikan pengaruh volume metanol, waktu refluks, dan berat katalis. 1.6. Lokasi penelitian Kalsinasi katalis CaO dilakukan di laboratorium mekanik di Politeknik Medan, pembuatan metil ester asam lemak dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan, analisis kandungan metil ester dengan GC dan perubahan gugus fungsi dengan spektrofotometer FT-IR dilakukan di salah satu laboratorium kimia perusahaan swasta di Dumai dan Medan. 1.7. Metodologi Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimen laboratorium, inti sawit diperoleh dari salah satu industri kelapa sawit di Medan, inti sawit tersebut dihaluskan, dilanjutkan dengan maserasi menggunakan pelarut n-heksana. Katalis CaO dihaluskan, dikalsinasi didalam tanur pada suhu 900 o C, kemudian diaktivasi dengan metanol, CaO aktif ini digunakan sebagai katalis pada proses transesterifikasi minyak inti sawit. Hasil reaksi disaring dengan dengan kertas saring Whatmann, pelarut yang berlebih diuapkan dengan alat rotarievaporator, disentrifugasi, didekantasi, kemudian ditimbang.
Metil ester inti sawit yang diperoleh dianalisa dengan spektrofotometer FT-IR untuk menentukan perubahan gugus fungsi dan GC untuk menentukkan kandungan metil ester asam lemak.