BAB I PENDAHULUAN. Dalam perencanaan suatu bangunan tahan gempa, filosofi yang banyak. digunakan hampir di seluruh negara di dunia yaitu:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Tahan Gempa Indonesia Untuk Gedung (PPTGIUG, 1981) maupun di

KAJIAN EFEK PARAMETER BASE ISOLATOR TERHADAP RESPON BANGUNAN AKIBAT GAYA GEMPA DENGAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU DICKY ERISTA

ANALISIS PERIODA BANGUNAN DINDING GESER DENGAN BASE ISOLATOR AKIBAT GAYA GEMPA

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS STRUKTUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BASE ISOLATION DENGAN TIME HISTORY ANALYSIS

ANALISIS GAYA GESER PADA BANGUNAN MENGGUNAKAN BASE ISOLATOR SEBAGAI PEREDUKSI BEBAN GEMPA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Kondisi geografis Indonesia terletak di daerah dengan tingkat kejadian gempa

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN SEISMIC BASE ISOLATION SYSTEM TERHADAP RESPONS STRUKTUR GEDUNG HOTEL IBIS PADANG ABSTRAK

RUBBER BEARING ISOLATOR SEBAGAI SISTEM PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN HOTEL IBIS PADANG

ANALISIS DINAMIK STRUKTUR GEDUNG DUA TOWER YANG TERHUBUNG OLEH BALOK SKYBRIDGE

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan analisis statik ekivalen, analisis spektrum respons, dan

BAB I PENDAHULUAN. Beban-beban dinamik yang merusak struktur bangunan umumnya adalah bebanbeban

BAB 1 PENDAHULUAN. di wilayah Sulawesi terutama bagian utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dicegah dengan memperkuat struktur bangunan terhadap gaya gempa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

BAB 1 PENDAHULUAN. gempa yang mengguncang di beberapa bagian wilayah Indonesia. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI PENEMPATAN DINDING GESER TERHADAP WAKTU GETAR ALAMI FUNDAMENTAL STRUKTUR GEDUNG

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN VARIASI PENEMPATAN BRACING INVERTED V ABSTRAK

ANALISIS RESPON BANGUNAN MENGGUNAKAN BASE ISOLATOR SEBAGAI PEREDUKSI BEBAN GEMPA DI WILAYAH GEMPA KUAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HARUN AL RASJID NRP Dosen Pembimbing BAMBANG PISCESA, ST, MT Ir. FAIMUN, M.Sc., Ph.D

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa hal yang menyebabkan banyaknya bangunan tinggi diberbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BABI PENDAHULUAN. Perancangan bangunan sipil terutama gedung tingkat tinggi harus

BAB I PENDAHULUAN. sipil mengingat pengaruh dan bahaya yang ditimbulkannya. Gempa bumi (earthquake)

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat ini sudah banyak berdirinya gedung bertingkat, khususnya di

II. KAJIAN LITERATUR. tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: tanpa terjadinya kerusakan pada elemen struktural.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

ANALISIS PUSHOVER TERHADAP RESPON STRUKTUR DENGAN MENGGUNAKAN BASE ISOLATOR

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011

Peraturan Gempa Indonesia SNI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2 (2017), ( X Print)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung.

simpangan antar tingkat {inter storey drift) yang terjadi pada struktur yang hubungannya dengan prinsip perancangan struktur tahan gempa yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilewati oleh pertemuan

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PENGARUH PENGGUNAAN RANGKA BAJA SEBAGAI PENGGANTI SHEAR WALL EXSISTINGPADA CORE BUMIMINANG PLAZA HOTEL PADANG SUMATERA BARAT SKRIPSI

IDENTIFIKASI KEGAGALAN, ALTERNATIF PERBAIKAN DAN PERKUATAN PADA STRUKTUR GEDUNG POLTEKES SITEBA PADANG ABSTRAK

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR RANGKA GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

BAB I PENDAHULUAN. kombinasi dari beton dan baja dimana baja tulangan memberikan kuat tarik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar daerah di Indonesia memiliki resiko gempa yang cukup tinggi karena terletak pada empat lempeng

BAB 1 PENDAHULUAN. mengingat sebagian besar wilayahnya terletak dalam wilayah gempa dengan intensitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

versi terakhir yang paling lengkap dari seri-seri sebeluinnya yaitu SAP 2000 yang

KATA KUNCI: sistem rangka baja dan beton komposit, struktur komposit.

BAB II DASAR TEORI. Pada bab ini akan dibahas sekilas tentang konsep Strength Based Design dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pendekatan masalah, hipotesis serta

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PENGARUH DINDING GESER TERHADAP PERENCANAAN KOLOM DAN BALOK BANGUNAN GEDUNG BETON BERTULANG

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

PERENCANAAN STRUKTUR BAJA BERDASARKAN KEKAKUAN DAN KEKUATAN SISTEM GANDA SRPMK DAN SRBE BENTUK DIAGONAL MENURUT SNI 1726:2012 PASAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BABI PENDAHULUAN. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai

Penggunaan High Damping Rubber Bearing System pada Struktur Bangunan Gedung Dengan Analisis Time History

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Konstruksi bangunan tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISA PENGARUH DINDING GESER PADA STRUKTUR BANGUNAN HOTEL BUMI MINANG AKIBAT BEBAN GEMPA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gempa Bumi

PENGARUH RASIO KEKAKUAN LATERAL STRUKTUR TERHADAP PERILAKU DINAMIS STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG BERTINGKAT RENDAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang rawan akan gempa bumi. Hal ini disebabkan Indonesia dilalui dua jalur gempa dunia, yaitu jalur gempa asia dan jalur gempa pasific. Akibat letak Indonesia yang berada di jalur gempa maka frekuensi terjadinya gempa cukup tinggi, baik gempa dengan skala kecil, sedang dan gempa dengan skala besar. Mengingat frekuensi terjadinya gempa di Indonesia cukup besar maka bangunan-bangunan yang ada di Indonesia harus direncanakan sebagai bangunan tahan gempa. Dalam perencanaan suatu bangunan tahan gempa, filosofi yang banyak digunakan hampir di seluruh negara di dunia yaitu: 1. Pada gempa kecil bangunan tidak boleh mengalami kerusakan. 2. Pada gempa sedang komponen struktural tidak boleh rusak tetapi komponen nonstruktural boleh mengalami kerusakan. 3. Pada gempa kuat komponen struktural boleh mengalami kerusakan, tetapi bangunan tidak boleh mengalami keruntuhan. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir korban jiwa yang mungkin terjadi. Berdasarkan filosofi di atas maka perlu perencanaan bangunan tahan gempa pada bangunan-bangunan yang memiliki fungsi atau peranan yang vital bagi masyarakat maupun pemerintah. Bangunan-bangunan tersebut yaitu: 1. Bangunan dengan aktivitas manusia yang tinggi, seperti pusat pembelanjaan, hotel, apartemen, perkantoran, gedung pembelajaran, dsb.

2. Bangunan yang berhubungan dengan fasilitas keadaan dadurat dan vital, seperti rumah sakit, pembangkit tenaga listrik, telekomunikasi, dsb. 3. Bangunan yang berhubungan dengan pertahanan negara dan pusat pemerintahan. 4. Bangunan yang berhubungan dengan sejarah seperti museum, monument dan sebagainya. 5. Bangunan yang di dalamnya terdapat komponen atau alat elektronik yang canggih dan mahal. 6. Bangunan dengan komponen atau bahan yang beresiko tinggi terhadap makhluk hidup seperti bangunan untuk fasilitas nuklir dan bahan kimia. Perencanaan bangunan tahan gempa yang masih umum dan banyak digunakan di Indonesia adalah perencanaan bangunan tahan gempa konvensional. Perencanaan konvensional ini meliputi bangunan dengan shear wall ( dinding geser), sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK), sistem rangka dengan brasing dan sebagainya. Perencanaan konvensional bangunan tahan gempa ini berdasarkan konsep bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan stuktur terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Dengan kata lain, bangunan tahan gempa secara konvensional memiliki kekuatan lateral yang besar. Bangunan dengan kekuatan lateral yang besar akan mengalami percepatan lantai yang besar pula. Bangunan yang memiliki banyak lantai atau bangunan tingkat tinggi akan berperilaku fleksibel, sehingga apabila percepatan lantai pada bangunan besar maka bangunan tersebut akan mengalami perpindahan lateral yang cukup besar pula. Akibatnya pada saat terjadi gempa khususnya gempa kuat bangunan akan mengalami kerusakan yang signifikan.

Seiring dengan perkembangan teknologi khususnya teknologi konstruksi, muncul konsep baru mengenai bangunan tahan gempa. Gagasan dari konsep ini ialah bangunan tahan gempa tidak didesain dengan memperkuat tahanan strukturnya terhadap gaya gempa melainkan bagaimana cara mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan tersebut atau menambah suatu sistem struktur yang dikhususkan untuk mengabsorb sebagaian energi gempa yang masuk ke bangunan dan hanya sebagai kecil (sisanya) yang akan dipikul oleh komponen struktur bangunan tersebut. Sistem struktur yang mampu mereduksi gaya gempa dan mengabsorb energi gempa ini dikenal dengan nama base isolator atau isolasi seismic. Base isolator terdiri dari lapisan-lapisan karet baik karet alam maupun karet sintetis yang mempunyai nisbah redaman tertentu. Untuk menahan beban vertikal (tidak terjadi tekuk), maka karet diberi lempengan baja yang dilekatkan ke lapisan karet dengan sistem vulkanisir. Secara umum base isolator terdiri dari beberapa tipe yaitu: 1. Laminated Rubber ( Elastomeric) Bearing 2. Lead Rubber Bearing (LRB) 3. High Damping Rubber Bearing (HDRB) 4. Friction Pendulum System (FPS) Konsep isolasi seismic merupakan konsep yang telah berkembang dan banyak digunakan oleh negara-negara di dunia yang memiliki resiko gempa tinggi seperti Jepang, Italy, USA, Selandia Baru, Indonesia, Turki, China, Taiwan, Portugal, Iran dan lain-lain.

Sistem isolasi seismic ini akan memisahkan bangunan atau struktur dari komponen horizontal pergerakan tanah dengan menyisipkan base isolator yang memiliki kekakuan horizontal yang relatif kecil, antara bangunan atas dan pondasinya. Bangunan dengan base isolator memiliki frekuensi getaran yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan bangunan konvensional dan frekuensi dominan dari gerakan tanah. Akibatnya percepatan gempa yang bekerja bangunan menjadi lebih kecil. Pada saat terjadi gempa khususnya gempa kuat, base isolator dengan kekakuan horizontal yang relatif kecil akan meningkatkan waktu getar alamiah bangunan (umumnya antara 2 s/d 3,5 detik). Dengan meningkatnya waktu getar alamiah bangunan maka percepatan gempa yang terjadi akan relatif kecil sehingga gaya gempa yang bekerja pada bangunan akan tereduksi. Namun akibat meningkatnya waktu getar alamiah bangunan, perpindahan yang terjadi pada bangunan juga akan besar. Untuk membatasi perpindahan sampai pada batas yang diterima, sistem isolasi juga dilengkapi dengan elemen-elemen yang mampu mendissipasi energi gempa. Di samping itu base isolator juga mempunyai kemampuan untuk kembali ke posisi semula pada saat terjadi gerakan seismik. Pada gambar 1.1 dapat dilihat hubungan antara percepatan dengan waktu getar sebagi fungsi dari damping. Pada gambar 1.2 dapat dilihat hubungan perpindahan dengan waktu getar sebagai fungsi dari damping.

Increasing Period Gambar 1.1 Hubungan antara acceleration (m/s 2 ) dengan waktu getar alamiah T (s) sebagai fungsi dari damping Increasing Period Gambar 1.2 Hubungan antara displacement (m) dengan waktu getar alamiah T (s) sebagai fungsi dari damping

Pada saat terjadi gempa, ragam getar pertama bangunan hanya menimbulkan deformasi lateral pada sistem isolasi sedangkan bagian atas akan berperilaku sebagai rigid body motion. Ragam-ragam getar yang lebih tinggi yang menimbulkan deformasi pada struktur adalah orthogonal terhadap ragam pertama dan gerakan tanah sehingga ragam getar ini tidak ikut berpartisipasi di dalam respon struktur, atau dengan kata lain energi gempa tidak disalurkan ke struktur bangunan (Naeim and Kelly,1999). Pada gambar 1.3 dapat dilihat perilaku base isolator akibat gaya gempa. Gambar 1.3 Mekanisme kinerja base isolator terhadap gaya gempa Perilaku hubungan gaya dan perpindahan pada base isolator seperti ditunjukkan pada gambar 1.4. Dari gambar tersebut terlihat bahwa besarnya gaya dan perpindahan pada bese isolator tergantung dari tiga parameter base isolator. Parameter tersebut meliputi kekakuan awal K 1, kekakuan pasca leleh K 2 dan kekakuan efektif K eff. Kekakuan awal K 1 yang cukup besar direncanakan untuk menahan beban angin dan gempa kecil. Pada umumnya nilai kekakuan ini mencapai 6,5 sampa 10 kali dari kekakuan pasca leleh K 2. Dalam analisa struktur, base isolator dapat dimodelkan model linier dan bilinier. Untuk analisis linier biasanya digunakan kekakuan efektif K eff. Sedangkan untuk analisis non-linier ada tiga parameter yang menentukan karakteristik base isolator, yaitu kekakuan awal K 1, kekakuan pasca leleh K 2, dan kekuatan leleh dari

inti timah (khusus untuk base isolator jenis LRB). Nilai K 1 dan K 2 ditentukan dari test percobaan hysterisis loop. Sedangkan kekakuan efektif K eff ditentukan dari persamaaan berikut ini (Naeim and Kelly,1999). = + ; D Dy dan Q = A p y Dimana A p dan y adalah luas penampang dan tegangan geser leleh inti timah. Besarnya tegangan geser leleh inti timah berkisar antara 800 MPa 1000 MPa. Gambar 1.4 Aproximasi bi-linier hysterisis loop

1.2. PERMASALAHAN Masalah yang dibahas dalam tugas akhir ini ialah efek dari parameter base isolator terhadap respon bangunan akibat gaya gempa. Parameter base isolator yang akan dikaji meliputi kekakuan (stiffness), dan post yield stiffness ratio. Kekakuan pada base isolator sendiri terdiri dari kekakuan awal K 1, kekakuan pasca leleh K 2, dan kekakuan efektif K eff. Hubungan antara kekakuan awal K 1 dengan kekakuan pasca leleh K 2 dapat dinyatakan dengan post yield stiffness ratio, dimana post yield stiffness ratio ( ) = K 2 /K 1. Pada tugas akhir ini, kajian dilakukan dengan memvariasikan nilai post yield stiffness ratio ( ) dan kekakuan awal K 1, dimana nilai kekakuan pasca leleh K 2 konstan untuk semua variasi post yield stiffness ratio ( ) dan kekakuan awal K 1. Dari hasil pengkajian pada tugas akhir ini dapat dilihat bagaimana pengaruh parameter base isolator terhadap besarnya respon bangunan yang terjadi akibat gaya gempa. Respon bangunan akibat gaya gempa ini meliputi perpindahan lateral bangunan (displacement), simpangan antar tingkat bangunan (interstory drift), percepatan pada lantai bangunan, waktu getar alami bangunan, gaya geser dasar (base shear) akibat gaya gempa, energi yang bekerja pada base isolator, momen, lintang dan normal akibat kombinasi beban mati, beban hidup dan beban gempa, Selain melakukan pengkajian terhadap parameter base isolator, pada tugas akhir ini juga dilakukan perbandingan respon struktur akibat gaya gempa antara bangunan tanpa base isolator dengan bangunan dengan base isolator.

1.3. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengkaji pengaruh parameter base isolator terhadap respon bangunan akibat gaya gempa dengan metode analisis time history. Dalam tugas akhir ini dilakukan pengkajian mengenai bagaimana pengaruh parameter base isolator seperti kekakuan (stiffness), dan post-yield stiffness ratio terhadap terhadap respon bangunan akibat gaya gempa yang meliputi perpindahan lateral bangunan (displacement), simpangan antar tingkat bangunan (interstory drift), percepatan pada lantai bangunan, waktu getar alami bangunan, gaya geser dasar (base shear) akibat gaya gempa, energy yang bekerja pada base isolator, momen, lintang dan normal akibat kombinasi beban mati, beban hidup dan beban gempa, Selain itu maksud dan tujuan dari penulisan tugas akhir ini ialah untuk mengetahui perbandingan respon struktur akibat gaya gempa antara bangunan tanpa base isolator dengan bangunan yang menggunakan base isolator sehingga dapat dilihat keunggulan dari sistem base isolation ini dalam hal ketahanan terhadap gaya gempa dibandingkan sistem perencanaan konvensional yang masih banyak digunakan di Indonesia. 1.4. PEMBATASAN MASALAH Dalam tugas akhir ini akan dilakukan kajian terhadap base isolator yang disisipkan di antara pondasi dan struktur atas pada bangunan 6 lantai tanpa basemen. Base isolator yang digunakan ialah base isolator tipe LRB (Lead Rubber Bearing) dengan dimensi dan properti desain base isolator tersebut diperoleh dari spesifikasi Dynamic Isolation Systems (DIS), Inc, USA yang tercantum pada lampiran A.

Bangunan merupakan bangunan beton bertulang yang berada pada wilayah gempa 4, jenis tanah sedang, dan bangunan dikategorikan bangunan beraturan serta berfungsi sebagai gedung perkantoran. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengkajian parameter base isolator dilakukan dengan memvariasikan nilai post yield stiffness ratio ( ) sehingga dihasilkan respon struktur bangunan yang berbeda-beda tergantung variasi tersebut. Variasi nilai post yield stiffness ratio ( ) yang digunakan ialah 0.05, 0.10, 0.15, dan 0.20. Analisa struktur yang digunakan pada tugas akhir ini ialah analisis dinamik riwayat waktu (time history analysis) dengan menggunakan recorded accelerogram El Centro North-South (N-S) yang memiliki percepatan puncak 0,3g. Pada tugas akhir ini analisa struktur dilakukan dengan menggunakan bantuan program analisa struktur SAP 2000. 1.5. METODOLOGI PEMBAHASAN Adapun metodelogi penelitian pada tugas akhir ini dilakukan dengan metode studi literatur yaitu mencari solusi untuk permasalahan dengan mengumpulkan datadata dan keterangan dari buku-buku yang berasal perpustakaan maupun jurnal-jurnal yang dapat diakses melalui searching internet yang berhubungan dengan pembahasan tugas akhir ini serta masukan dari dosen pembimbing. Analisa struktur pada tugas akhir ini dilakukan dengan bantuan program komputer analisa struktur untuk mempercepat perhitungan dan meningkatkan keakuratan hasil perhitungan.