BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

I. PENDAHULUAN. yang berkualitas. Pembelajaran yang dilakukan guru hendaknya dapat. tinggi selalu memperbaharui mekanisme dan pola pembelajaran kearah

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ditetapkan, yaitu untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda tergantung pada usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB V PENUTUP. kurikulum di sekolah inklusi antara SMP Negeri 29 Surabaya dan SMP Negeri. 3 Krian Sidoarjo. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB IV ANALISIS PENELITIAN. A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Bagian ini merupakan bab penutup, terdiri dari 1) Simpulan 2) Implikasi 3) Saran.

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. umumnya dan anak pada khususnya. Sebenarnya pendidikan telah dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu penelitian evaluasi.model evaluasi yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

peningkatan SDM berkualitas menjadi sangat penting, Terutama dengan dua hal (teori dan praktek) harus berjalan seiring dan saling melengkapi.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan dan strategi agar sesuai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

I. PENDAHULUAN. jenjang pendidikan menengah atas, merupakan salah satu kebijakan pemerintah

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006

PENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rika Saptaningrum, 2013

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asalusul,

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini dilakukan untuk memformulasikan kompetensi GPK dalam

ARTIKEL OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

SIKAP GURU TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSI

PAUD INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

I PENDAHULUAN. dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Oleh karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang menetapkan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bab IV pasal 5 ayat 3 menyatakan bahwa warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Pasal 12 ayat 1f mengamanatkan setiap peserta didik pada satuan pendidikan berhak menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditentukan. Pengertian pendidikan khusus menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki

2 tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan khusus merupakan pedidikan bagi siswa yang karena penyimpangannya (secara signifikan) membutuhkan layanan yang menunjang untuk mengoptimalkan perkembangan potensinya.dengan jumlah ABK di Indonesia baik yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi maka pendidikan khusus sangat diperlukan untuk memperkecil jurang pemisah antara peserta didik sehingga mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Pemerataan kesempatan belajar bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dilandasi dengan pernyataan Salamanca tahun 1994.Pernyataan Salamanca ini merupakan perluasan tujuan educational for all dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan mendasar yang diperlukan untuk menggalakkan pendekatan pendidikan inkslusif (Pristiwaluyo, 2009:2). Sementara Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 41 ayat 1 telah mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi dengan menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusi harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi peyelenggaraan pembelajaran bagi siswa dengan kebutuhan khusus. Undang undang

3 tentang pendidikan inklusi dan bahkan uji coba pelaksanaan pendidikan inklusinya pun telah dilakukan (Kustawan, 2012:2). Penyelenggaraan pendidikan inklusi memiliki tujuan untuk memberikan kesempatan bagi anak untuk bersama-sama dengan anak normal baik dalam mengikuti pendidikan maupun adaptasi dengan lingkungannya. Dasar dari pelaksanaan pendidikan inklusi sangat jelas, yaitu pembukaan UUD 1945 bahwa pemerintah akan melindungi segenap warga Negara dan mencerdaskan kehidupan bangsa, UU Nomor 29 Tahun 2003, juga dijelaskan pada UU nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam hal pendidikan, Peraturan PemerintahNomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa, dan SK Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003. UNESCO mengungkapkan yang dikutip oleh Pristiwaluyo (2009:8) bahwa pendidikan inklusi diarahkan untuk menyediakan atau mengakomodasi spektrum kebutuhan belajar yang sangat luas dalam seting pendidikan formal dan informal dan tidak sekedar mengintegrasikan anak-anak yang termajinalkan dalam pendidikan mainstream. Pendidikan inklusi merupakan pendekatan untuk mengubah sistem pendidikan agar dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang sangat beragam. Tujuannya agar memungkinkan baik guru maupun siswa merasa nyaman dengan adanya perbedaan dan memandangnya sebagai tantangan dan pengayaan dalam

4 lingkungan belajar dan bukan sebagai masalah. Selain itu, pendidikan inklusi juga diharapkan mampu mendorong sekolah-sekolah regular untuk dapat melayani semua anak, terutama mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Pelaksanaan pendidikan inklusi juga tercermin dalam pembelajaran yang dilaksanakan. Kegiatan pembelajaran merupakan inti dari pelaksanaan kurikulum, dan keberhasilan dari proses belajar mengajar bisa dilihat dari mutu pendidikan atau lulusan, termasuk di kelas inklusi dimana anak-anak yang memiliki kelainan atau kecerdasan luar biasa dapat memiliki kesempatan yang sama untuk bisa mengoptimalkan potensi yang dimiliki sama dengan anak-anak normal lainya, karena pada dasarnya mereka merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu komunitas.hal ini menarik untuk disoroti, bawasanya pembelajaran di kelas inklusi yang siswanya heterogen dengan berbagai macam karakteristik yang berbeda, perilaku, aktivitas, kemampuan dan kreativitas yang dimiliki mereka mampu melaksanakan proses pembelajaran (Ibrahim, 2003: 34). Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi siswa maupun guru untuk bisa berhasil dalam pelaksanaan proses pembelajaran, terutama pembelajaran matmatika yang sebagian siswa merasa kesulitan dalam mengikuti pelajaran ini. Maka dari itu perlu ada inovasi pembelajaran di mana daya kreativitas guru sangat dibutuhkan. Bagamana cara memotivasi siswa, tanggapan siswa terhadap materi yang diberikan, perilaku siswa dalam kelas, pemberian umpan balik,

5 evaluasi sampai dengan hasil belajar yang diperoleh menjadi tantangan tersendiri. Prinsip-prinsip pembelajaran di kelas inklusi, termasuk pembelajaran matematika, pada dasarnya sama dengan prinsip-prinsip pembelajaran di kelas umum, akan tetapi karena adanya ABK maka prinsip pembelajaran juga mengimplementasikan prinsip-prinsip pembelajaran khusus sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik ABK. Prinsip-prinsip tersebut adalah: prinsip motivasi, prinsip latar/koteks, prinsip keterarahan, prinsip hubungan sosial, prinsip belajar sambil bekerja, prinsip individualisasi, prinsip menemukan, dan prinsip pemecahan masalah. Semua prinsip tersebut diperlukan agar keberagaman karakteristik peserta didik dapat diperlakukan dengan seksama sehingga dapat dikembangkan lebih baik.selain penerapan prinsip-prinsip tersebut, dalam sekolah inklusi juga diterapkan Program Pembelajaran Individual (PPI).PPI adalah suatu program pembelajaran yang disusun untuk membantu ABK sesuai dengan kemampuannya. PPI disusun oleh pihak-pihak yang terkait, antara lain: guru kelas, guru bidang studi, psikolog/psikiatris, orangtua, co-teacher, dan terapis. Materi belajar yang disajikan dalam PPI disesuikan dengan kebutuhan dan kekhususan ABK. Pada proses pembelajaran inklusi, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sering kali tidak cukup didampingi oleh guru mata pelajaran atau guru kelas saja. Kebutuhan belajar ABK memerlukan penanganan yang spesifik sesuai dengan karakteristiknya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran di kelas

6 inklusi, termasuk pada pelajaran matematika, perlu dibantu dengan guru pendidikan khusus/pembimbing khusus. Guru pendidikan khusus (GPK) ini bertugas membantu guru umum dalam proses belajar mengajar, dan bila perlu, dapat memberikan bimbingan secara langsung pada ABK yang memang membutuhkannya. Komponen lain yang dapat dimanfaatkan guru untuk membantu ABK dalam proses pembelajaran adalah tutor sebaya, yaitu siswa lain yang memiliki kemampuan lebih diarahkan untuk membantu belajar ABK (Direktorat PLB, 2007 : 4). Berdasarkan surat keputusan kepala Dinas Nomor 800/9636/III.01/DP.3/2013 tentang Penujukan dan Penetapan Penyelenggaraan Sekolah Inklusi di Daerah Lampung Tahun 2013 SMA Al- Huda merupakan salah satu dari 7 sekolah di Provinsi Lampung yang dipercaya untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Enam sekolah yaitu SMAN 14 Bandar Lampung, SMA Utama 1 Bandar Lampung, SMAN 4 Metro Timur, SMAN 2 Metro, SMAN 1 Menggala, dan SMAN 1 Terbanggi Besar. SMA Al-Huda Jatiagung merupakan salah satu harapan besar pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan sekolah yang dapat mengakomodir keragaman siswa. SMA Al Huda telah dipercaya melaksanakan pendidikan inklusi selama 6 tahun dari tahun 2008 sampai dengan saat ini.penyebaran banyak siswa inklusi selama 6 tahun dapat dilihat pada tabel berikut.

7 Tabel 1.1 Penyebaran Siswa Inklusi No Tahun Ajaran Jumlah Siswa Inklusi 1 2008/2009 20 siswa 2 2009/2010 15 siswa 3 2010/2011 18 siswa 4 2011/2012 11 siswa 5 2012/2013 25 siswa 6 2013/2014 29 siswa Selama 6 tahun program sekolah inklusi berjalan di SMA Al Huda Jatiagung Lampung Selatan banyaknya siswa inklusi pada setiap tahun jumlahnya berbeda. Dan setiap siswa inklusi akan digabungkan pada kelas yang sama dengan siswa regular. Tidak ada kelas khusus bagi siswa inklusi. Siswa berkebutuhan khusus akan disebarkan dalam kelas-kelas regular, sehingga siswa berkebutuhan khusus ada dalam setiap kelas. Sehubungan dengan daya tampung, siswa berkebutuhan khusus di SMA Al Huda Jatiagung dibatasi dalam penerimaan siswa berkebutuhan khusus.untuk setiap kelas jumlah siswa berkebutuhan khusus maksimal hanya 10 orang.hal ini di karenakan harus adanya keseimbangan antara siswa yang berkebutuhan khusus dan siswa normal di kelas.selain itu juga pembatasan jumlah siswa berkebutuhan khusus dilakukan agar guru lebih mudah mengakomodasi kebutuhan seluruh siswa. Pada tahun 2013 jumlah siswa seluruhnya sebanyak 234 siswa, dan yang memiliki kebutuhan khusus sebanyak 29 siswa dan menyebar di kelas XII sebanyak 6 siswa, dikelas XI sebanyak 6 siswa dan dikelas X sebanyak 17 siswa. Penyelenggaraan pendidikan inklusi di SMA Al-huda adalah dengan

8 menggabungkan siswa yang berkebutuhan khusus dari yang ringan, sedang, dan berat secara bersama-sama pada kelas regular.penempatan siswa inklusi menyebar pada setiap kelas dan tingkatan, sehingga tidak terdapat kelas khusus. Pengenalan pendidikan inklusi selalu diberikan kepada siswa dan orang tua siswa setiap awal tahun agar mereka juga mengenal seperti apa pendidikan inklusi dan dapat menerima dengan baik saat dikelas terdapat siswa yang berkebutuhan khusus. SMA AL-Huda sebagai salah satu sekolah yang menerapkan pendidikan inklusi telah melakukan berbagai upaya terutama dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, seperti menerapkan PPI, memberi pelatihan khusus pembelajaran inklusi pada guru, serta menerapkan kurikulum yang telah dimodifikasi dengan mempertimbangkan kebutuhan setiap peserta didik. Namun, pada kenyataannya pendidikan inklusi belum sepenuhnya tercermin di SMA Al-Huda.Paradigma standarisasi menyebabkan praktik praktik pembelajaran matematika di SMA Al-Huda dilaksanakan seperti sekolah regular. Proses pembelajaran matematika masih bertumpu pada pembelajaran regular, sehingga mengakibatkan siswa ABK sulit mengimbangi kecepatan belajar kelas. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan pengkajian dalam rangka mengevaluasi untuk mengumpulkan informasi tentang pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah inklusi yang selanjutnya informasi tersebut nantinya dapat digunakan sebagai alternatif yang tepat dalam

9 pengambilan keputusan. Pentingnya dilakukan evaluasi adalah untuk menentukan rekomendasi kebijakan selanjutnya agar pembelajaran yang berlangsung dapat lebih ditingkatkan atau diperbaiki. Evaluasi ini akan terkait dengan pelaksanaan program sekolah inklusi pada SMA Al-Huda. Adapun evaluasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menggunakan metode evaluasi CIPP.Model evaluasi CIPP merupakan paling banyak diterapkan dalam melakukan evaluasi. Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan pada tahun 1967 di Ohio State University. CIPP merupakan singkatan dari Context Evaluation, Input Evaluation, Process Evaluation, product Evaluation. Model CIPP dalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai suatu system, sehingga bila menggunakan model ini maka harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponen-komponennya (Arikunto, 2004:25). Gambaran dalam pelaksanaan pembelajaran matematika pada sekolah inklusi di SMA Al-Huda diperoleh dengan cara melakukan evaluasi penyelenggaraan sekolah inklusi di SMA Al Huda Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan yang penetapannya dimulai sejak tahun 2008. Atas dasar hal ini, maka dilakukan evaluasi pelaksanaan pembelajaran matematika pada sekolah inklusi di SMA Al-Huda tahun pelajaran 2013/2014.

10 1.2Fokus Penelitian 1. Evaluasi Context Pada evaluasi context akan menggambarkan kondisi lingkungan sekolah yang terdiri dari : 1) Dukungan masyarakat/ komite sekolah 2) Budaya guru 3) Dukungan pimpinan 2. Evaluasi input Pada evaluasi inputakan menggambarkan: 1) Kelengkapan sarana dan prasarana 2) Sumber daya manusia 3) Motivasi guru 4) Karaktersitik peserta didik 3. Evaluasi Prosess Pada evaluasi prosessakan menggambarkan: 1) Evaluasi perencanaan program pembelajaranmatematika pada Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda Jatiagung. 2) Evaluasi pelaksanaan program pembelajaran matematika padasekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda Jatiagung. 3) Mengevaluasi penilaian program pembelajaran matematika pada Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda Jatiagung.

11 4. Evaluasi Product Pada evaluasi productakan menggambarkan prestasi belajar matematika peserta didik pada Sekolah Menengah Atas Inklusi Al- Huda. 1.3 Rumusan masalah 1. Rumusan tentang evaluasi Contextpembelajaran matematika meliputi : 1) Bagaimana dukungan masyarakat/ komite sekolah dalam pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al- Huda? 2) Bagaimana budaya guru dalam melaksanakan program pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al- Huda? 3) Bagaimana dukungan pimpinan dalam pelaksanaan program pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al- Huda? 2. Rumusan tentang evaluasi Inputpembelajaran matematika meliputi 1) Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana dalam menunjang pelaksanaan program pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda? 2) Bagaimana motivasi guru dalam melaksanakan program pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al- Huda?

12 3) Bagaimana kompetensi ketersediaan sumber daya guru matematika di SMA Al-Huda? 4) Bagaimana karakteristik siswa pada Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda? 3. Rumusan tentang evaluasi prosesspembelajaran matematika meliputi: 1) Bagaimana perencanaan program pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda Jatiagung? 2) Bagaimana pelaksanaan program pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda? 3) Mengevaluasi penilaian program pembelajaran matematika disekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda Jatiagung. 4. Rumusan tentang evaluasi productpembelajaran matematika meliputi Bagaimana prestasi belajar matematika peserta didik disekolah Menengah Atas Inklusi Al Huda? 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki: 1. Context 1) Dukungan masyarakat/ komite sekolah dalam pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda? 2) Budaya guru dalam melaksanakan program pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda

13 3) Dukungan pimpinan dalam program pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda? 2. Input 1) Ketersediaan sarana dan prasarana dalam menunjang pelaksanaan program pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda? 2) Motivasi guru dalam melaksanakan program pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda? 3) Kompetensi sumber daya guru matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda? 4) Karakteristik siswa di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda? 3. Prosess 1) Perencanaan programpembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda Jatiagung. 2) Pelaksanaanprogram pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda Jatiagung. 3) Penilaianprogram pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al-Huda Jatiagung. 4. Product 1) Prestasi belajar peserta didik di Sekolah Menengah Atas Inklusi Al Huda.

14 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian evaluasi ini diharapkan akan dapat untuk : 1.5.1 ManfaatTeoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermaanfaat bagi pengembangan konsep, teori, prinsip dan prosedur teknologi pendidikan dalam kawasan penilaian sekolah iklusi pada SMA Al Huda Jatiagung Lampung Selatan dengan baik dan efisien. 1.5.2 Manfaat Praktis Memberikan kajian empirik tentang faktor penting yang melatarbelakangi kesiapan,pelaksanaan,keberhasilan dan keefektifan dalam penyelenggaraan Program Pembelajaran Matematika pada sekolah Inklusi di Lampung.