MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOL. III. Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2009

dokumen-dokumen yang mirip
PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI. Hak Cipta Pada: Lembaga Administrasi Negara EdisiTahun Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II IDENTIFIKASI DATA

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Etik UMB KORUPSI DAN PENYEBABNYA. Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. M.Pd. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Modul ke: Etik UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya - 1. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU.

ETIK UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya. Pendahuluan. Modul ke: Daftar Pustaka. 12Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

PENGERTIAN KORUPSI. Bab. To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true. PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

ETIK UMB. Pengembangan Wawasan (Mengenali Tindakan Korupsi) Modul ke: 09Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 11 TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istilah yang sering dipakai dalam bidang filsafat dan psikologi.(ensiklopedia

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 SEBAGAIMANA YANG DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau corruptus yang mempunyai arti kerusakan atau kebobrokan. sebagainya. Selain itu korupsi juga diartikan sebagai:

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

BAB II. A. Bentuk-Bentuk Perbuatan Yang Digolongkan Dalam Perbuatan Tindak. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa

Etik UMB. Tindakan Korupsi Dan Penyebabnya. Ari Sulistyanto, S. Sos., M.I.Kom. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

Modul ke: ETIK UMB. Mengenali Tindakan Korupsi. Fakultas Ilmu Komputer. Yani Pratomo, S.S, M.Si. Program Studi. Sistem Informasi.

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemain sandiwara atau pemain utama; dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu :

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PUNGLI KEJAKSAAN NEGERI LAMONGAN

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

BAB II PENGADAAN DANA PENGHARGAAN DITINJAU DARI UU NO. 31. TAHUN 1999 jo UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. dahulu mendapat Surat Izin dari Ketua Pengadilan negeri, kecuali dalam keadaan

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut

Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan Perundangundangan. di Indonesia. Bab. Kompetensi Dasar. Pokok Bahasan. Sub Pokok Bahasan

TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN. Oleh. Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri atau

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Korupsi dan Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Penanggulangannya. Oleh : Dewi Asri Yustia. Abstrak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

ETIK UMB TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1.

1 Merugikan keuangan negara; 2 Suap menyuap (istilah lain: sogokan atau pelicin); 3 Penggelapan dalam jabatan; 4 Pemerasan; 5 Perbuatan curang;

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat). Hal ini

BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI. Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni corruptio atau corruptus

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. semata-mata, melainkan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER VII TAHUN 2017/2018

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ensiklopedia Indonesia disebut korupsi (dari bahasa Latin : corruptio =

ETIK UMB PENGERTIAN KORUPSI PRINSIP ANTI-KORUPSI. Norita ST., MT. Modul ke: Fakultas Teknik. Program Studi Teknik Industri

PERKEMBANGAN PERATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Barda Nawawi Arief

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

SECARA HARFIAH BERARTI KEBUSUKAN, KEBURUKAN, KEBEJATAN, KETIDAK JUJURAN, DAPAT DISUAP, TIDAK BERMORAL, PENYIMPANGAN DARI KESUCIAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

OLEH BARESKRIM POLRI

ANALISIS YURIDIS TERHADAP GRATIFIKASI DAN SUAP SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

LAMPIRAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA YANG TERKAIT DENGAN. atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

Transkripsi:

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOL. III Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2009

DAFTAR ISI Hak Cipta Pada: Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2009 Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110 Telp. (62 21) 3868201-06 Ext. 193, 197 Fax. (62 21) 3800188 KATA PENGANTAR...iii DAFTAR ISI...v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Deskripsi Singkat... 1 B. Tujuan Pembelajaran... 3 C. Petunjuk Belajar... 4 D. Sistematika... 4 BAB II PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI... 6 A. Pengertian Tindak Pidana... 6 B. Unsur-Unsur Tindak Pidana... 8 C. Pengertian Korupsi...11 D. Rangkuman...13 E. Latihan...14 BAB III PERATURAN PEMBERANTASAN KORUPSI...15 Percepatan Pemberantasan Korupsi Jakarta LAN 2009 12 hlm: 15 x 21 cm BAB IV TINDAKAN/KEBIJAKAN YANG DIANGGAP TINDAK PIDANA KORUPSI...22 A. Tindak Pidana Korupsi...23 B. Tindak Pidana Lain Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi...61 C. Peran Serta Masyarakat....69 D. Rangkuman...71 E. Latihan...72 BAB V KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI...73 A. Simpulan...72 B. Tindak Lanjut...74 BAB VI PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI...81 DAFTAR PUSTAKA...86 LAMPIRAN...87 v

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT Bangsa Indonesia dalam menapaki kemerdekaannya sejak tahun 1945 sampai saat ini, mengalami pasang surut dalam melaksanakan pembangunan. Dimana pembangunan itu sendiri merupakan suatu proses menuju pada perbaikan lebih baik. Proses pembangunan itu sendiri dapat menimbulkan kemajuan bagi peri kehidupan bangsa dan dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern sesuai dengan perkembangan jaman. Perubahan ini membawa dampak sosial baik positif maupun negatif. Dampak negatif dapat meresahkan masyarakat adalah berbagai macam tindak pidana, dari tindak pidana pencurian kecil-kecilan sampai dengan tindak pidana perampokan disertai pembunuhan, termasuk didalamnya adalah tindak pidana korupsi. Tindak pidana satu ini sangat fenomenal dan melanda semua negara di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara sedang berkembang. Dampak dapat ditimbulkan dari korupsi ini dapat menyentuh berbagai segi kehidupan dari suatu bangsa dan negara di dunia ini. Korupsi menjadi masalah sangat serius karena dapat membahayakan 1

2 Percepatan Pemberantasan Korupsi pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak moral bangsa dan sendi-sendi kehidupan dari suatu bangsa. Namun pembangunan dilaksanakan pemerintah bersama-sama masyarakat belum menghasilkan perbaikan diharapkan bangsa Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan tingginya tindak pidana korupsi, terutama dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan baik eksekutif, judikatif maupun legislatif. Hal ini dapat dilihat dari hasil survey Transparancy International Indonesia (TII), menunjukkan, Indonesia merupakan negara paling korup No 6 dari 133 negara. Nilai indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia saat ini 2,3 ternyata lebih rendah daripada negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Phillipina, Malaysia, Bangladesh dan Myanmar. Korupsi di Indonesia sudah sampai pada taraf kejahatan korupsi politik. Evi Hartanti dalam bukunya Tindak Pidana Korupsi (Hal 3), mengatakan Korupsi politik dilakukan oleh orang atau institusi memiliki kekuatan politik, atau konglomerat melakukan hubungan transaksional kolutif dengan pemegang kekuasaan. Selain korupsi politik, kultur juga mempengaruhi berkembangnya korupsi di negara Indonesia, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh B Sudarsono, dalam bukunya Korupsi di Indonesia, secara panjang lebar Modul Diklat Prajabatan Golongan III 3 menguraikan sejarah kultur Indonesia mulai dari jaman Multatuli, waktu itu penyalahgunaan jabatan merupakan suatu sistem. Disamping itu manajemen kurang baik dan kontrol kurang effektif dan effisien, mempengaruhi merebaknya tindak pidana korupsi, seperti ucapan terkenal dari Prof Soemitro (Alm), sebagaimana dikutip oleh media cetak beberapa tahun lalu, bahwa kebocoran keuangan negara mencapai 30%. Mengingat korupsi pada umumnya dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara, maka para calon pegawai negeri sipil golongan II dan III dilingkungan instansi pemerintah dituntut memahami tindakantindakan apa dilarang dilakukan karena hal itu merupakan tindakan dapat dikategorikan tindak pidana korupsi. B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Tujuan pembelajaran mata pendidikan dan pelatihan Percepatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara umum adalah, setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu memahami dan mengetahui Tindak Pidana Korupsi dapat terjadi di unit kerjanya.

4 Percepatan Pemberantasan Korupsi 2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu: a. menguraikan pengertian dan unsur-unsur tindak pidana korupsi; b. mengidentifikasi tindakan-tindakan pegawai negeri atau penyelenggara negara merupakan tindak korupsi; c. menjelaskan dan melaksanakan peran masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi; d. memberikan latihan tata cara menganalisis suatu kejadian / feit sebagai tindak pidana korupsi. C. PETUNJUK BELAJAR Agar proses belajar peserta prajab Gol II dan III dapat mencapai tujuan belajar secara effektif dan effisien, peserta diminta mencermati hal-hal sebagai berikut: 1. Bacalah urutan materi secara perlahan-lahan; 2. Beri tanda pada butir-butir dianggap penting untuk disimak ulang; 3. Catat dan tulislah di kertas kosong rangkaian pokokpokok bahasa, sub pokok bahasan, unsur, sub unsur dan seterusnya. D. SISTEMATIKA Modul percepatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdiri dari 6 bab memuat hal-hal sebagai berikut: Modul Diklat Prajabatan Golongan III 5 BAB I: Pendahuluan, berisi deskripsi singkat berhubungan dengan topik bahan ajaran serta korelasinya dengan kompetensi harus dimiliki oleh peserta Diklat, dalam hal ini adalah para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), gol II dan III. Dalam topik ini, disampaikan juga mengenai Tujuan Pembelajaran Umum dan Tujuan Pembelajaran Khusus, dan Sistematika. BAB II: Pengertian Tindak Pidana Korupsi diungkapkan secara sekilas mengenai pengertian tindak pidana dan korupsi, serta peraturan perundang-undangan mengatur tentang tindak pidana korupsi pernah dan sedang berlaku di Indonesia. BAB III: Peraturan-Peraturan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan menjelaskan secara singkat tentang beberapa peraturan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. BAB IV: Tindakan / kebijakan dianggap Tindak Pidana Korupsi, menguraikan pasal Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara mendalam. BAB V: Komisi Pemberantasan Korupsi, menguraikan tentang peran komisi pemberantasan korupsi pernah ada di Indonesia sejak tahun 1967 sampai saat ini. BAB VI: Percepatan Pemberantasan Korupsi, menjelaskan tentang usaha-usaha pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 7 BAB II PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI Korupsi itu seperti bola salju, sekali saja menggelinding, maka akan bertambah besar. (Charles Caleb 1780-1832, penulis Inggris) A. PENGERTIAN TINDAK PIDANA Pembentuk undang-undang di Indonesia menerjemahkan straafbaarfeit (Belanda) sebagai tindak pidana, akan tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai straafbaarfeit itu sendiri. Straafbaarfeit dalam bahasa Belanda sebenarnya terdiri dari dua unsur pembentuk kata, yaitu straafbaar dan feit. Feit dalam bahasa Belanda mempunyai arti sebagian dari kenyataan, sedangkan straafbaar mempunyai arti dapat dihukum. Sehingga kalau diterjemahkan secara harafiah maka straafbaarfeit mempunyai arti sebagian dari kenyataan dapat dihukum, padahal dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi, bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan. Menurut jalan pikiran penulis, sebagian kenyataan, perbuatan atau tindakan dapat dihukum itu pasti dilakukan oleh manusia sebagai pribadi. Pendapat beberapa pakar hukum mengenai pengertian tindakan pidana: 1. Prof Muljatno. Perbuatan dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan dilarang hukum dan diancam pidana asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu kejadian atau keadaan ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan pada orang menimbulkan kejahatan. Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsurunsur: a. Perbuatan manusia; b. Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil) c. Bersifat melawan hukum (syarat materiil) Syarat formil harus ada karena asas legalitas (Pasal 1 ayat (1) KUHP. (Tindak Pidana Korupsi, Evi Hartanti, Hal 7)) 2. E. Utrecht Menerjemahkan straafbaarfeit dengan istilah peristiwa pidana sering juga ia sebut delik, 6

8 Percepatan Pemberantasan Korupsi karena peristiwa itu sebagai perbuatan handelen atau doen-positif atau suatu melalaikan negatif, maupun akibatnya (keadaan ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu). Peristiwa pidana merupakan peristiwa hukum (rechtfeit), yaitu peristiwa kemasyarakatan membawa akibat diatur oleh hukum. (Tindak Pidana Korupsi, Evi Hartanti, hal 6). 3. Simon Tindakan melanggar hukum telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan dapat dihukum (Tindak Pidana, Evi Hartanti hal 5). B. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA Unsur Subjektif 1. Setiap orang Orang perorangan atau termasuk korporasi. ( Pasal 1 angka 3 UUPTPK) 2. Penyelenggara Negara Pejabat negara menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau jufdikatif, dan pejabat lain fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan berlaku (Pasal 1 UU No 28 Tahun 1999 Modul Diklat Prajabatan Golongan III 9 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN) Penyelenggara Negara a. Pejabat Negara dalam Lembaga Negara, b. Menteri, c. Gubernur atau wakil pemerintah pusat di Daerah d. Hakim, di semua tingkat pengadilan e. Pejabat Negara lain : Dubes, Wk Gubenur, dan Bupati/Walikota, dan f. Pejabat memiliki fungsi strategis g. ( rawan praktek KKN) ; Direktur/Komisaris, dan pejabat struktural lainnya di BUMN/BUMD, Pimpinan BI, Pimpinan Perguruan Tinggi, Pejabat Eselon I, Jaksa, Panitera Pengadilan, dan Pimpinan, Bendaharawan Proyek (Pasal 2 UU No 28 Tahun 1999) 3. Pegawai Negeri Meliputi : a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU Tentang Kepegawaian. Pasal 1 angka 1 UU No 8 Tahun 1974 jo UU No 43 Tahun 1999 : Setiap WNI telah memenuhi syarat ditentukan, diangkat oleh pejabat berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan berlaku. Pasal 2 ayat (1) jo ayat (2) UU No 8 Tahun

10 Percepatan Pemberantasan Korupsi 1974 jo UU No 43 Tahun 1999 : Pegawai Negeri terdiri dari : 1). PNS Pusat dan PNS Daerah 2). Anggota TNI, dan 3). Anggota POLRI b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU Hukum Pidana; c. orang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; d. orang menerima gaji atau upah dari korporasi menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah ; atau e. orang menerima gaji atau upah dari korporasi lain mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. (Pasal 1 angka 2 UUPTPK) 4. Korporasi 1. kumpulan orang dan kekayaan terorganisasi baik berbentuk badan hukum ; 2. kumpulan orang dan kekayaan terorganisasi bukan berbentuk badan hukum; 3. kumpulan orang terorganisasi berbentuk badan hukum 4. kumpulan orang terorganisasi bukan berbentuk badan hukum 5. kumpulan kekayaan terorganisasi berbentuk badan hukum Modul Diklat Prajabatan Golongan III 11 6. kumpulan kekayaan terorganisasi bukan berbentuk badan hukum 2. Unsur Objektif a. Janji b. Kesempatan c. Kemudahan d. Kekayaan Milik Negara -. Uang -. Daftar -. Surat, Akta -. Barang C. PENGERTIAN KORUPSI 1. Menurut Fockema Andreae kata korupsi dari bahasa Latin corruptio atau corruptus (Webster Student Dictionary, 1960). Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal dari kata asal corrumpere, yaitu suatu kata Latin lebih tua. Dari bahasa latin inilah diserap kedalam banyak bahasa dinegara-negara Eropa, seperti Inggris yaitu Corruption, corrupt, Perancis yaitu Corruption, dan Belanda Corruptie (korruptie). Dari bahasa Belanda inilah kita menerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia korupsi. 2. Secara harafiah korupsi mempunyai arti kebusukan, keburukan, kebejatan, dapat disuap, tidak bermoral,

12 Percepatan Pemberantasan Korupsi penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan menghina dan memfitnah. 3. The Lexicon Webster Dictionary Corruption (L. Corruption (n-)): The act of corrupting, or the state of being corrupt; putrefactive decomposition, putrid matter; moral perversion; depravity, pervesion of integrity, corrupt or dishonest proceedings, bribery, pervesion from a state of purity, debasement, as of language; a debased from a word. 4. Kamus umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwodarminto): Korupsi ialah perbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. 5. Kamus Lengkap Inggris Indonesia, Indonesia Inggris, S. Wojowasito W.J.S. Poerwodarminto: Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidak jujuran. 6. Economic Development Institute of the World Bank, National Integrity System Country Studies mengatakan: an abuse of entrused power by politicians of civil servant for personal gain. Modul Diklat Prajabatan Golongan III 13 Malaysia mempunyai aturan tentang anti korupsi, mereka tidak memakai kata korupsi melainkan memakai istilah rusuah diambil dari bahasa Arab yaitu riswah. Di Indonesia, jika orang membicarakan korupsi pasti dipikirkan dan dikatakan, hanya mengenai perbuatan buruk, jelek, rusak, dengan macam-macam artinya menurut waktu, tempat, dan suku, demikian juga dengan bangsa-bangsa lain. D. RANGKUMAN Tindak pidana mempunyai arti perbuatan dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar aturan tersebut atau tindakan melanggar hukum telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan dapat dihukum. Tindak pidana terdiri dari dua unsur yaitu : 1. Unsur Subjektif a. Setiap orang b. Penyelenggara negara c. Pegawai Negeri d. Korporasi

14 Percepatan Pemberantasan Korupsi 2. Unsur Objektif a. Janji b. Kesempatan c. Kemudahan d. Kekayaan milik Negara -. Uang -. Daftar -. Surat, Akta -. Barang Korupsi mempunyai arti kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidak jujuran. Malaysia mempunyai aturan tentang anti korupsi, mereka tidak memakai kata korupsi melainkan memakai istilah rusuah diambil dari Bahasa Arab yaitu riswah. E. LATIHAN: 1. Siapa sajakah dapat menjadi subjek tindak pidana korupsi sebagaimana ditentukan dalam UU PTPK, uraikan dengan jelas. 2. Apakah objek dari Korupsi, jelaskan dengan singkat. 3. Apakah dimaksud dengan setiap orang dalam ketentuan UUPTPK. BAB III PERATURAN PEMBERANTASAN KORUPSI Langkah-langkah pembentukan peraturan tentang pemberantasan korupsi di Indonesia telah dimulai beberapa tahun perjalanan sejarah bangsa Indonesia sejak meraih kemerdekaannya, sebagai upaya memberantas tindak pidana korupsi. Dan istilah korupsi sebagai istilah yuridis diawali pada tahun 1957 pada saat dikeluarkannya Peraturan Penguasa Militer berlaku di daerah kekuasaan Angkatan Darat (Peraturan Militer Nomor PRT/PM/06/1957). Peraturan pemberantasan Korupsi mengalami empat masa sejak tahun 1957 sampai saat ini sebagai berikut: 1. Masa Peraturan Militer a. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 dikeluarkan oleh Penguasa Militer Angkatan Darat dan berlaku untuk daerah kekuasaan Angkatan Darat. Konsiderans peraturan ini mengatakan: Bahwa berhubung tidak adanya kelancaran dalam usaha-usaha memberantas perbuatan-perbuatan merugikan keuangan dan perekonomian negara, oleh khalayak ramai dinamakan korupsi, perlu segera menetapkan suatu cara kerja untuk dapat menerobos kemacetan dalam usaha-usaha memberantas korupsi dst 15

16 Percepatan Pemberantasan Korupsi Modul Diklat Prajabatan Golongan III 17 b. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/08/1957 Tentang Penilikan Harta Benda, tanggal 27 Mei 1957 merubah dan menyempurnakan Peraturan Penguasa Militer No PRT/PM/06/1957. c. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/011/1957 Tentang Wewenang Penguasa Militer dalam Menyita Barang-Barang, tanggal 1 Juli 1957. f. Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat Nomor PRT/PEPERPU/013/1958 tanggal 16 April 1958. Peraturan ini dikeluarkan pada waktu seluruh wilayah negara Republik Indonesia dinyatakan dalam keadaan perang berdasar Undang- Undang No 74 Tahun 1957 jo. Undang-Undang No 79 Tahun 1957, dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut. Dalam konsideran peraturan ini, khususnya pada butir a dikatakan: g. Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Laut No PRT/Z/I/7/1958 Tanggal 17 April 1958. 2. Masa Undang-Undang No 24/Prp/Tahun 1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang ini melalui Undang-Undang No 1 Tahun 1961 menjadi Undang-Undang No 20 Prp Tahun 1960. Undang-undang ini dibuat mengingat peraturan Penguasa Perang Pusat tersebut hanya berlaku untuk sementara (temporer), maka Pemerintah Republik Indonesia menganggap bahwa Peraturan Penguasa Perang Pusat dimaksud perlu diganti dengan peraturan perundang-undangan berbentuk Undang-Undang. Konsiderans Undang-Undang ini mengatakan: Bahwa perkara-perkara pidana mempergunakan modal dan atau kelonggaran-kelonggaran lainnya dari masyarakat misalnya bank, koperasi, wakaf dan lainlain atau bersangkutan dengan kedudukan si pembuat pidana, perlu diadakan tambahan beberapa aturan pidana pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan dapat memberantas perbuatanperbuatan disebut korupsi bahwa untuk perkara-perkara pidana menkut keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain mempergunakan modal dan atau kelonggarankelonggaran lainnya dari negara atau masyarakat misalnya bank, koperasi, wakaf dan lain-lain atau bersangkutan dengan kedudukan si pembuat pidana, perlu diadakan tambahan beberapa aturan pidana pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan dapat memberantas perbuatan-perbuatan disebut korupsi

18 Percepatan Pemberantasan Korupsi Modul Diklat Prajabatan Golongan III 19 3. Masa Undang-Undang No 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LNRI 1971-19; TLNRI 2958). Undang-Undang ini dimaksudkan sebagai upaya penyempurnaan terhadap undang-undang ada sebagaimana dimuat secara tegas dalam diktumnya sebagai berikut: Bahwa Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi berhubung dengan perkembangan masyarakat kurang mencukupi untuk dapat mencapai hasil diharapkan, dan oleh karenanya undang-undang itu perlu diganti Setelah lebih dari dua dasawarsa berlaku ternyata Undang-Undang ini tidak lagi sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, apalagi dengan terjadinya praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme melibatkan para penyelenggara negara dengan para pengusaha. 4. Masa Undang-Undang no 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam konsideransnya mengatakan: Bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan undangundang pemberantasan tindak pidana korupsi baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi kemudian diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang no 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, konsiderans butir a dan b nya berbunyi: Bahwa tindak pidana korupsi selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa Bahwa untuk lebih menjamin kepastian hukum menghindari keragaman penafsiran hukum, dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi perlu diadakan perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

20 Percepatan Pemberantasan Korupsi Dari berbagai konsiderans sebagaimana tersebut, tercermin suatu proses pembuatan peraturan perundangundangan ditujukan agar hukum pidana khusus lebih efektif untuk menangkal korupsi. Lebih dari itu, merupakan komitmen positif dari penyelenggara negara untuk aktif berusaha memberantas korupsi. Komitmen ini diwujudkan dengan cara mengganti peraturan perundangundangan dianggap kurang akomodatif terhadap permasalahan penanganan tindak pidana korupsi (Yudi Kristian hal 15) Undang-Undang ini diikuti dengan Undang-Undang No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan peraturan pelaksanaan lainnya seperti misalnya Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Inpres No 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Modul Diklat Prajabatan Golongan III 21 tentang pencegahan tindak pidana korupsi mengalami perubahan-perubahan disesuaikan dengan perkembangan jaman. Hal ini agar peraturan pemberantasan korupsi dapat memberikan kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum, dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi. LATIHAN 1. Apakah menjadi dasar pemikiran penguasa perang di tahun 1957, mengeluarkan peraturan tentang pemberantasan korupsi 2. Undang-Undang No 31 tahun 1971 Tentang Pemberantasan Korupsi dirasakan tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman dan rasa keadilan serta kepastian hukum. Apakah Saudara ketahui tentang hal tersebut. RANGKUMAN Penyelesaian tindak pidana korupsi telah dirasakan sebagai masalah mendapatkan sorotan sejak bangsa Indonesia meraih kemerdekaannya di tahun 1945, bahkan sejak itu telah dikeluarkan berbagai peraturan pada intinya untuk mencegah dan mengatasi terjadinya tindak pidana korupsi. Peraturan itu dimulai sejak tahun 1957 pada saat Indonesia dinyatakan dalam keadaan perang. Sampai saat ini peraturan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 23 BAB IV TINDAKAN/KEBIJAKAN YANG DIANGGAP TINDAK PIDANA KORUPSI Definisi Korupsi secara gamblang telah diuraikan dengan jelas dalam 13 buah pasal dalam Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut korupsi dirumuskan dalam 30 (tiga puluh) bentuk / jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan dengan rinci mengenai perbuatan / tindakan / kebijakan bisa dikenakan pidana mati, pidana penjara, dan pidana denda karena korupsi. Ketiga puluh pasal tersebut tersebar dalam Pasal 2 sampai dengan pasal 13 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK). Selain itu ada 6 (enam) jenis Tindak Pidana lain berkaitan dengan perkara korupsi. Ketiga puluh (30) bentuk / jenis delik tindak pidana korupsi ( dua (2) jenis delik mengatur tentang perbuatan yng merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, sedangkan 28 jenis lainnya mengatur tentang perilaku penyelenggara negara terkait dengan kekuasaannya), ketigapuluh delik tersebut dapat dikelompokkan dalam 7 (tujuh) kelompok, sebagai berikut: 1. Kerugian Keuangan Negara 2. Suap Menyuap 3. Penggelapan Dalam Jabatan 4. Pemerasan 5. Perbuatan Curang 6. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan 7. Gratifikasi Sedangkan ke 6 (enam) tindak pidana lain berkaitan dengan tindak pidana korupsi terdiri atas: 1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi 2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan tidak benar 3. Bank tidak memberikan keterangan rekening tersangka 4. Saksi atau akhli tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu 5. Orang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu 6. Saksi membuka identitas pelapor A. TINDAK PIDANA KORUPSI 1. Tindak Pidana Korupsi Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara a. Melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain dan korporasi dan dapat merugikan keuangan negara. Pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 jo. 22

24 Percepatan Pemberantasan Korupsi UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) 1) Setiap orang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan dan norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini kata dapat sebelum frasa merugikan keuangan negara atau perekonomian negara menujukan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu Modul Diklat Prajabatan Golongan III 25 adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. 2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Penjelasan Pasal 2 ayat (2) mengatakan: dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini adalah keadaan dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan penanggulangan tindak pidana korupsi. No Unsur Tindak Pidana 1. Setiap orang 2. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi 3. Dengan cara melawan hukum Fakta perbuatan dilakukan dan kejadian

26 Percepatan Pemberantasan Korupsi 4. Dapat merugikan keuangan negara : b. Menyalahgunakan Kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan korporasi, dan dapat merugikan keuangan negara. Pasal 3 UU PTPK: Setiap orang dengan tujuan menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana ada padanya karena jabatan atau kedudukan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan /atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). No Unsur Tindak Pidana 1. Setiap orang 2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi 3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau Fakta perbuatan dilakukan dan kejadian Modul Diklat Prajabatan Golongan III 27 sarana 4. Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan 5. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara : 2. Korupsi terkait dengan Suap-Menyuap a. Menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara. Pasal 5 ayat (1) huruf a UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan /atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang : 1) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, bertentangan dengan kewajibannya. 2).. No Unsur Tindak Pidana 1. Setiap orang Fakta perbuatan dilakukan dan kejadian

28 Percepatan Pemberantasan Korupsi Modul Diklat Prajabatan Golongan III 29 2. Memberi sesuatu atau menjanji kan sesuatu 3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara 4. Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu karena jabatanya sehingga bertentangan dngn kewajibannya No Unsur Tindak Pidana 1. Setiap orang 2. Memberi sesuatu 3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara 4. Karena berhubungan dgn sesuatu yg bertentangan dgn kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan jabatan dalam Fakta perbuatan dilakukan dan kejadian b. Menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara Pasal 5 ayat (1) huruf b: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan /atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang : a.. b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu bertentangan dengan kewajiban dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatan. c. Memberi hadiah kepada pegawai negeri Pasal 13 UU PTPK: Setiap orang memberi janji kepada pegawai negeri, dengan mengingat kekuasaan dan wewenang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatannya atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dilakukan 1. Setiap orang 2. Memberi hadiah

30 Percepatan Pemberantasan Korupsi atau janji 3. Kepada pegawai negeri 4. Dengan mengingat kekuasaan ataui wewenang yg melekat pada jabatan atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tsb d. Pegawai negeri dan penyelenggara negara menerima suap Pasal 5 ayat (2) UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau/ denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang : (1). (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b di pidana sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). dilakukan 1. Pegawai negeri atau penyeleng -gara Modul Diklat Prajabatan Golongan III 31 negara 2. Menerima pemberi an atau janji 3. Sebagaimana di maksud dlm Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b Adapun Pasal 5 ayat (1) huruf a, mengatakan: 1) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya bertentangan dengan kewajibannya; atau 2) memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatan. e. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima suap Pasal 12 huruf a UU PTPK: Dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

32 Percepatan Pemberantasan Korupsi 1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut, diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya bertentangan dengan kewajibannya. dilakukan 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara 2. Menerima hadiah atau janji 3. Diketahuinya bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya bertentangan dgn kewajibannya 4. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya Modul Diklat Prajabatan Golongan III 33 bertentangan dgn keajibannya f. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima suap Pasal 12 huruf b UU PTPK: Dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): 1).. 2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya bertentangan dengan kewajibannya. dilakukan 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara 2. Menerima hadiah 3. Diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah melakukan

34 Percepatan Pemberantasan Korupsi atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya bertentangan dgn kewajibannya. 4. Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya bertentangan dgn kewajibannya g. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah berhubungan dengan jabatannya. Pasal 11 UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan berhubungan dengan jabatannya, atau menurut pikiran orang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. Modul Diklat Prajabatan Golongan III 35 dilakukan 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara 2. Menerima hadiah atau janji 3. Diketahuinya 4. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenagan berhubungan dgn jabatannya dan menurut pikiran orang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dgn jabatannya h. Menyuap Hakim Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PTPK: (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang :

36 Percepatan Pemberantasan Korupsi Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara diserahkan kepadanya untuk diadili. dilakukan 1. Setiap orang 2. Memberi atau menjanjikan sesuatu 3. Kepada Hakim 4. Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara diserahkan kepadanya untuk diadili i. Menyuap Advokat Pasal 6 ayat (1) huruf b UU PTPK: 1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) (a.). (b.) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang menurut ketentuan Modul Diklat Prajabatan Golongan III 37 peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat akan diberikan berhubung dengan perkara diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. dilakukan 1. Setiap orang 2. Memberi atau menjanjikan sesuatu 3. Kepada advokat menghadiri sidang pengadilan 4. Dengan maksud mempengaruhi nasihat atau pendapat akan diberikan berhubung dengan perkara diserahkan kepada pengadilan untuk diadili j. Hakim dan advokat menerima suap Pasal 6 ayat (2) UU PTPK: Bagi hakim menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a atau advokat menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b

38 Percepatan Pemberantasan Korupsi Modul Diklat Prajabatan Golongan III 39 dipidana dengan pidana sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). dilakukan 1. Hakim atau advokat 2. Yang menerima pemberian atau janji 3. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan 1. Hakim 2. Menerima hadiah atau janji 3. Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara diserahkan kepadanya untuk diadili k. Hakim Menerima suap. Pasal 12 ayat c UU PTPK: Dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikt Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) 1) 2) Hakim menerima janji, padahal diketahuinya atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara diserahkan kepadanya untuk diadili. l. Advokat menerima suap Pasal 12 huruf d UU PTPK: Dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) 1). 2) Seseorang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk

40 Percepatan Pemberantasan Korupsi mempengaruhi nasihat atau pendapat akan diberikan berhubungan dengan perkara diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. 3). dilakukan 1. Advokat menghadiri sidang di pengadilan 2. Menerima hadiah atau janji 3. Diketahui atau patut diduga bhw hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat - nasihat atau pendapat yg akan diberikan berhubung dgn perkara yg diserah kan kpd pengadil -an untuk diadili 3. Korupsi terkait dengan penggelapan dalam jabatan a. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan Pasal 8 UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Modul Diklat Prajabatan Golongan III 41 Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut. dilakukan 1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu 2. Dengan sengaja 3. Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau membiarkan orng lain menggelapkan atau membantu dalam melakukan perbuatan itu. 4. Uang atau surat berharga 5. Yang disimpan

42 Percepatan Pemberantasan Korupsi karena jabatannya b. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi Pasal 9 UU PTPK: Dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi. dilakukan 1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu 2. Dengan sengaja 3. Memalsu 4. Buku-buku atau Modul Diklat Prajabatan Golongan III 43 daftar-daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi c. Pegawai negeri merusakkan barang bukti Pasal 10 huruf a: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja: menggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar, digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat berwenang, dikuasai karena jabatannya, uang atau surat berharga disimpan karena jabatannya. dilakukan 1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yg ditugaskan men - jalankan suatu jabatan umum

44 Percepatan Pemberantasan Korupsi secara terus me - nerus atau untuk sementara waktu 2. Dengan sengaja 3. Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai 4. Barang akta, surat, dan daftar digunakan untuk meyakin- kan atau mem buktikan di muka pejabat berwenang 5. Yang dikuasai karena jabatannya d. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti Pasal 10 huruf b UU PTPK: dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja: 1) Modul Diklat Prajabatan Golongan III 45 2) Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai lagi barang, akta, surat atau daftar tersebut. dilakukan 1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu 2. Dengan sengaja 3. Membiarkan orang lain, menghilang kan, menghancur kan, merusak kan, atau membuat tidak dapat dipakai 4. Barang, akta, surat atau daftar sebagaimana tersebut pada pasal 10 huruf a

46 Percepatan Pemberantasan Korupsi e. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan barang bukti Pasal 10 huruf c UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) 1) 2) Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut. dilakukan 1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yg ditugaskan men - jalankan suatu jabatan umum secara terus me - nerus atau untuk sementara waktu 2. Dengan sengaja 3. Membantu orang lain menghilang - kan, menghancur - kan, merusakkan atau membuat tidak Modul Diklat Prajabatan Golongan III 47 dapat dipakai lagi 4. Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut Pasal 10 huruf a. 4. Korupsi terkait dengan perbuatan pemerasan a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara memeras Pasal 12 huruf e UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 1) 2) Pegawai negeri / penyelenggara negara dengan maksud menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. dilakukan 1. Pegawai Negeri atau penyeleng -gara negara

48 Percepatan Pemberantasan Korupsi 2. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain 3. Secara melawan hukum 4. Memaksa seseorang, memberi - kan sesuatu, membayar, atau menerima pem - bayaran dengan potongan, atau untuk mengerja - kan sesuatu bagi dirinya b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara memeras Pasal 12 huruf g UU PTPK: dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 1).. 2) pegawai negeri / penyelenggara negara pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang. Modul Diklat Prajabatan Golongan III 49 dilakukan 1. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara 2. Pada waktu men - jalankan tugas 3. Meminta atau me - nerima pekerjaan, atau penyerahan barang 4. Seolah-olah me - rupakan utang kepada dirinya 5. Diketahuinya bhw hal tersebut bukan merupakan utang c. Pegawai negeri atau penyelenggara negara memeras pegawai negeri lain Pasal 12 huruf f UU PTPK: dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 1).. 2) Pegawai negeri / penyelenggara negara pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara lain atau

50 Percepatan Pemberantasan Korupsi kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang. dilakukan 1. Pegawai Negeri atau penyeleng gara negara 2. Pada waktu men - jalankan tugas 3. Meminta, me - nerima, atau memotong pembayaran 4. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara lain atau kas umum mempunyai utang 5. Korupsi terkait dengan perbuatan curang a. Pemborong berbuat curang Pasal 7 ayat (1) huruf a UU PTPK: Dipidana dengan pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling Modul Diklat Prajabatan Golongan III 51 banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) 1) Pemborong, akhli bangunan pada waktu membuat bangunan atau penjual bangunan pada waktu menyerahkan bahan bangunan melakukan perbuatan curang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang dilakukan 1. Pemborong, akhli bangunan atau penjual bahan bangunan 2. Melakukan perbuatan curang 3. Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan 4. Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang

52 Percepatan Pemberantasan Korupsi b. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PTPK: Dipidana dengan pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) 1).. 2) Setiap orang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud huruf a. dilakukan 1. Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan 2. Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan 3. Dilakukan dengan sengaja 4. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf a Modul Diklat Prajabatan Golongan III 53 c. Rekanan TNI / POLRI berbuat curang Pasal 7 ayat (1) huruf c UU PTPK: Dipidana dengan pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). 1) 2) Setiap orang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia, melakukan perbuatan curang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang dilakukan 1. Setiap orang 2. Melakukan perbuatan curang 3. Pada waktu menyerahkan ba - rang keperluan TNI dan atau POLRI 4. Dapat membahaya - kan keselamatan negara dalam keadaan perang

54 Percepatan Pemberantasan Korupsi d. Pengawas rekanan TNI / POLRI berbuat curang Pasal 7 ayat (1) huruf d UU PTPK: Dipidana dengan pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). 1) 2) Setiap orang mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c. Modul Diklat Prajabatan Golongan III 55 e. Penerima barang TNI / POLRI membiarkan perbuatan curang. Pasal 7 ayat (2) UU PTPK: Dipidana dengan pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). (2) Bagi orang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf c. dilakukan 1. Orang yg bertugas mengawasi pe - nyerahan barang keperluan TNI dan POLRI 2. Membiarkan per - buatan curang (sebagaimana di - maksud Pasal 7 ayat (1) huruf c) 3. Dilakukan dengan sengaja dilakukan 1. Orang yg bertugas mengawasi pe - nyerahan barang keperluan TNI dan POLRI 2. Membiarkan perbuatan curang (sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf a atau huruf c) 3. Dilakukan dengan sengaja