BAB III KAJIAN EKSPERIMENTAL. Berikut ini akan diuraikan kajian dalam perencanaan program eksperimental yang dilaksanakan mencakup :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

Bab II STUDI PUSTAKA

PERENCANAAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA KOMPONEN BALOK KOLOM DAN SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA GEDUNG BPJN XI

Kajian Eksperimental Bresing Tahan Tekuk pada Bangunan Tahan Gempa di Indonesia

Kajian Eksperimental Peningkatan Kinerja Link Geser pada Sistem Rangka Baja Berpengaku Eksentrik

viii DAFTAR GAMBAR viii

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

PERILAKU LENTUR BETON MUTU TINGGI YANG DIKEKANG DENGAN BAJA MUTU TINGGI

STUDI EKSPERIMENTAL PERILAKU SIKLIS PENDISIPASI ENERGI PIPA TEGAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENINGKATAN KINERJA LINK GESER DENGAN SAMBUNGAN BAUT TIPE FLUSH YANG MEMIKUL BEBAN SIKLIK TESIS

BAB 1 PENDAHULUAN...1

BAB 3 METODE ANALISIS

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG AKIBAT PEMBEBANAN SIKLIK

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan sepeti yang tersaji pada bagan alir

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

8. Sahabat-sahabat saya dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu yang telah membantu dalam menyelesaikan dan menyusun Tugas Akhir ini.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

Kinerja Hubungan Pelat-Kolom Struktur Flat Plate Bertulangan Geser Stud Rail dan Sengkang Dalam Menahan Beban Lateral Siklis

BAB III. Dimensi bata yang biasa ditemui di lapangan dan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

STUDI EKSPERIMENTAL DAN ANALITIS KAPASITAS SAMBUNGAN BAJA BATANG TARIK DENGAN TIPE KEGAGALAN GESER BAUT

PERILAKU BATANG TEKAN PROFIL BAJA SIKU TUNGGAL PADA STRUKTUR RANGKA BATANG

KAJIAN NUMERIK STRUKTUR RANGKA TERBREIS EKSENTRIK DENGAN LINK YANG DAPAT DIGANTI

KAJIAN KINERJA LINK YANG DAPAT DIGANTI PADA STRUKTUR RANGKA BAJA BERPENGAKU EKSENTRIK TIPE SPLIT-K

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BRESING TAHAN TEKUK

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Komponen Struktur Tarik

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG TULANGAN GANDA ABSTRAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

KUAT LENTUR PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR AUTOCLAVED AERATED CONCRETE HEBEL

BAB I PENDAHULUAN. dengan struktur beton, baja dinilai memiliki sifat daktilitas yang dapat dimanfaatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

Struktur Baja 2. Kolom

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Jenis-Jenis Material Baja Yang Ada di Pasaran. Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

STUDI EKSPERIMENTAL PERILAKU SAMBUNGAN DENGAN ALAT SAMBUNG SEKRUP PADA ELEMEN STRUKTUR BAJA RINGAN

penulisan tugas akhir. Jalannya penelitian dapat dilihat dari bagan alir pada

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur

ANALISA KINERJA LINK TERHADAP VARIASI TIPE PENGAKU PADA RANGKA BERPENGAKU EKSENTRIS

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

ANALISIS METODE ELEMEN HINGGA DAN EKSPERIMENTAL PERHITUNGAN KURVA BEBAN-LENDUTAN BALOK BAJA ABSTRAK

KOLOM PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGISI BETON RINGAN DENGAN BEBAN KONSENTRIK

BAB I PENDAHULUAN. dicegah dengan memperkuat struktur bangunan terhadap gaya gempa yang

Jurnal Teknika Atw 1

Letak Utilitas. Bukaan Pada Balok. Mengurangi tinggi bersih Lantai 11/7/2013. Metode Perencanaan Strut and Tie Model

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Spesifikasi Benda Uji Benda Uji Tulangan Dimensi Kolom BU 1 D mm x 225 mm Balok BU 1 D mm x 200 mm

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERHITUNGAN TUMPUAN (BEARING ) 1. DATA TUMPUAN. M u = Nmm BASE PLATE DAN ANGKUR ht a L J

STUDI NUMERIK POLA GESER BLOK ALTERNATIF PADA SAMBUNGAN UJUNG BATANG TARIK PROFIL T

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III PELAKSANAAN PENGUJIAN

ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA ANTARA BALOK DAN KOLOM DENGAN MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI (HTB) (Studi Literatur) TUGAS AKHIR

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifat nya yang unik. pembuatan, cara evaluasi dan variasi penambahan bahan.

Jason Pratama Salim 1 dan Johannes Tarigan 2. ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser horisontal dan momen guling akibat beban lateral. Secara umum, Dinding

BAB III LANDASAN TEORI

Dalam penelitian ini digunakan jenis kayu Bangkirai ukuran 6/12, yang umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

BAB I PENDAHULUAN. sipil mengingat pengaruh dan bahaya yang ditimbulkannya. Gempa bumi (earthquake)

STUDI KUAT LENTUR BALOK PROFIL C GANDA DENGAN PERANGKAI TULANGAN DIAGONAL. Oleh : JONATHAN ALFARADO NPM :

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG KOLOM UNTUK RUMAH SEDERHANA TERHADAP BEBAN GEMPA DI PADANG ABSTRAK

Transkripsi:

BAB III KAJIAN EKSPERIMENTAL Berikut ini akan diuraikan kajian dalam perencanaan program eksperimental yang dilaksanakan mencakup : III.1. Studi Kasus Kasus yang ditinjau dalam perencanaan link ini adalah untuk keperluan bangunan ruko 3 lantai yang berlokasi di kota Bandung (Zona 3). Proses ini dilaksanakan dengan tujuan supaya link yang akan di uji dalam eksperimen nantinya merupakan representasi realitas suatu komponen struktur yang benar-benar bisa diaplikasikan di lapangan. Bentuk struktur yang di desain dengan bantuan software ETABS V.9 dalam pemodelan strukturnya adalah seperti Gambar III.1 dibawah, struktur tersebut terdiri dari tiga bentang selebar masing-masing 5 m dalam arah X dan Y menggunakan sistem Struktur Rangka Baja Eksentrik tipe split K sebagai konstruksi pemikul beban gaya inersia akibat gempa. 450 mm 3.5 450 mm 3.5 450 mm 3.5 5 m 5 m 5 m (a) (b) Gambar III.1 Model struktur ruko 3 lantai : (a) Model 3D (b) Model 2D 39

Proses disain dilakukan dengan membuat program menggunakan software MathCad R.13 yang berpedoman kepada sejumlah peraturan sebagai berikut : Tata Cara Perencanaan Struktur Tahan Gempa. Specification for Structural Steel Building AISC 360-05. Seismic Provision for Structural Steel Building AISC 341-05. Disain penampang profil link dan elemen sambungan pada tahap awal dilakukan berdasarkan mutu baja rencana BJ-41 (A.36), skenario ini diperlihatkan dalam lampiran A.1. Perhitungan kemudian di koreksi lagi berdasarkan mutu baja hasil uji kupon khususnya untuk analisis kapasitas penampang link dan disain elemen sambungan, skenario ini ditampilkan dalam lampiran A.2. Adapun data properti yang didapatkan untuk elemen link struktur ruko tersebut adalah sebagai berikut : Panjang link = 450 mm. Dimensi link WF 200x100x5.5x8. Pelat ujung tebal= mm dimensi 150 mm x 200 mm. Intermediate stiffener t=10 mm. Baut A490 25 mm sebanyak 6 buah pada tiap sisi. III.2. Pemodelan Spesimen Hasil yang diperoleh dari tahap disain akan dijadikan model untuk spesimen benda uji di laboratorium, jumlah spesimen yang dibuat sebanyak 2 benda uji dengan variasi yang diberikan berupa pemberian Side Extended Plate (SEP) dan tanpa SEP pada sisi samping pelat sayap dengan pelat ujung menggunakan sambungan las. Ilustrasi dari kedua model tersebut seperti terlihat dalam Gambar III.2. Dasar pemikiran dalam penambahan SEP adalah untuk melakukan penundaan (delay) kegagalan struktur dalam proses pencapaian beban ultimit tanpa adanya terjadi perubahan perilaku yang signifikan dalam menerima beban siklik. Karena lebar pelat sayap WF yang lebih kecil daripada lebar pelat ujung untuk mengakomodir ukuran baut maka sudah pasti tegangan tarik akan terkonsentrasi total pada seluruh pelat sayap. 40

Prediksi awal jika terbentuk konsentrasi tegangan pada pelat sayap maka keruntuhan akan terjadi pada material pelat sayap di daerah sambungan las pelat sayap-pelat ujung tersebut, asalkan baut masih belum mengalami kegagalan. Jika tegangan tadi dapat lebih disebarkan ke dalam areal yang lebih luas tentunya dengan ukuran tebal las yang sama tegangan tadi akan menjadi lebih kecil pada saat besaran beban yang sama. Konsekuensinya kapasitas ultimit penampang link dapat lebih maksimal ditingkatkan dengan harapan kegagalan material tidak hanya terjadi pada las pelat sayap pelat ujung namun juga pada pelat badan profil WF link. Ilustrasi penjelasan ini dapat dilihat pada Gambar III.3 dibawah. Dengan penambahan SEP maka akan terjadi mekanisme penyebaran tegangan pada sambungan las pelat sayap dengan pelat ujung. SEP pada sisi kiri dan kanan pelat sayap akan memperluas daerah yang memikul beban tekan dan tarik 450 150 450 150 40 40 60 60 200 60 60 200 40 40 75 75 100 100 SEP SEP 450 450 (a) (b) Gambar III.2 Spesimen link : (a) Tanpa side extended plate (b) Dengan side extended plate 41

P σ1 = L t 1 P σ2 = L t 2 L 1 P L 2 P (a) (b) Gambar III.3 Tegangan pada pelat sayap (tampak atas) : (a) Tanpa side extended (b) Dengan side extended Secara garis besar data properti material dari kedua spesimen tersebut adalah sebagai berikut : a. Spesimen Tabel III.1. Data properti spesimen Posisi Properti Rencana Awal Pelat sayap Hasil Uji Kupon Pelat Pelat /Pelat badan sayap badan Tegangan Leleh (MPa) 250 490 516 Tegangan Ultimit (MPa) 410 621 635 Modulus Elastisitas (MPa) 200.000 220.000 220.000 Tinggi WF (mm) 200 200 Lebar WF (mm) 100 100 Tebal Pelat sayap (mm) 8 7.8 Tebal Pelat badan (mm) 5.5 5.6 42

b. Baut Tabel III.2. Data properti baut Properti Rencana Awal Mutu A490 Tegangan Tarik Nominal (MPa) 780 Tegangan Geser Nominal (MPa) 520 Diameter baut (mm) 25 Panjang total (mm) 100 Panjang Ulir (mm) 50 c. Pelat ujung Tabel III.3. Data properti pelat ujung Properti Rencana Awal Hasil Uji Kupon Tegangan Leleh (MPa) 250 380 Tegangan Ultimit (MPa) 410 595 Modulus Elastisitas (MPa) 200.000 200.000 Tinggi Pelat Ujung (mm) 200 Lebar Pelat Ujung (mm) 150 Tebal Pelat Ujung (mm) III.3. Setup dan Instrumentasi a. Setup Spesimen. Setup pada dasarnya disusun dengan tujuan untuk mensimulasikan perilaku spesimen sedekat mungkin dengan perilaku struktur aslinya. Peralatan dan setup yang dibuat disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di Laboratorium Kelompok Riset Struktur Bangunan, Pusat Rekayasa Industri - ITB. 43

100 0 1350 150 Ke Actuator 120 Support Type I 100 5 Link 1050 600 Rol FRAME II 510 180 390 40 845 FRAME I 2050 180 50 270 385 Skor Baru 180 65 250 1500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 Gambar III.4. Setup spesimen dan loading frame Ilustrasi dari setup yang digunakan dapat dilihat pada Gambar III.4 diatas, pada gambar tersebut frame yang dipergunakan menggunakan tipe open frame. Tipe ini berarti mekanisme penyaluran gaya yang berkerja pada spesimen langsung ke strong floor dengan melalui media frame tersebut terlebih dahulu. Adapun bagian-bagian setup ini dapat dibagi atas beberapa bagian yaitu : Frame I Frame ini sudah tersedia di laboratorium, berfungsi sebagai penyalur gaya dari spesimen melalui support langsung ke strong floor. Mekanisme penyaluran gaya dari frame 1 ke strong floor melewati baut angkur dengan diameter 32mm. Frame II Frame ini berfungsi sebagai rel dari tumpuan rol. Dengan adanya frame ini tumpuan rol dapat bergerak secara leluasa dalam arah vertikal (atas-bawah) namun dibatasi atau dikekang dalam arah horizontal. Tujuan dari mekanisme ini adalah untuk menghindari adanya efek tarikan dan tekanan yang berlebihan dalam arah aksial terhadap spesimen. Disamping itu frame ini dapat mencegah 44

efek tekuk dalam arah tegak lurus bidang gambar, hal ini disebabkan tumpuan rol diapit oleh 2 batang vertikal WF dari frame II tersebut. Support Support dibutuhkan sebagai elemen penghubung antara spesimen dengan frame I, hal ini dikarenakan formasi baut pada frame I sudah tetap dan tidak dapat diubah lagi sehingga spesimen tidak bisa langsung di tempatkan pada frame I. Faktor lainnya dikarenakan spasi baut angkur ke strong floor yang membatasi pergerakan frame I sehingga perlu adanya elemen penghubung pada spesimen untuk mencapai posisi aktuator. Actuator Extended Elemen ini dibutuhkan karena spesimen link menggunakan baut dalam arah horizontal, sedangkan pada piston aktuator posisi lubang baut hanya tersedia dalam arah vertikal. Untuk mengakomodir kebutuhan tersebut perlu dibuat elemen bantu sebagai penghubung langsung dari aktuator ke link Tumpuan Rol Mekanisme tumpuan rol dibuat untuk menjaga stabilitas spesimen supaya tidak mengalami gaya aksial (tekan-tarik) yang berlebihan serta tidak mengalami tekuk dalam arah tegak lurus bidang gambar. Aktuator dan Main Loading Frame Fungsi dari aktuator adalah untuk memberikan beban maupun deformasi pada spesimen yang diuji, hal ini tergantung dari jenis pengujian yang dilakukan apakah menggunakan kontrol beban atau kontrol perpindahan. Aktuator yang dipakai berkapasitas 1000 kn dengan stroke maksimum 200 mm. Dengan diberlakukannya pembebanan siklik pada spesimen maka stroke dibagi 2 untuk arah vertikal ke atas dan ke bawah masing-masing 100 mm. 45

Univeral Testing Machine (UTM) Dartec menjadi merk UTM yang tersedia di laboratorium, adapun kapasitas yang dimilikinya sebesar 1500 kn. UTM ini dipergunakan untuk melaksanakan uji kupon (coupon test) material pelat sayap, pelat badan dan pelat ujung pada spesimen. b. Instrumentasi Spesimen. Instrumentasi pada spesimen ini bertujuan untuk mengamati perilaku berupa perpindahan elemen pada posisi-posisi tertentu yang dianggap kritis. Disamping itu perilaku regangan-regangan yang terjadi pada sejumlah posisi level titik dalam elemen juga perlu diamati sebagai indikator terjadinya mekanisme kelelehan (yielding). Beberapa instrumen yang digunakan untuk kepentingan ini adalah : Linear Voltage Displacement Transducer (LVDT) Instrumen ini merupakan alat yang dipergunakan untuk melakukan pengukuran perpindahan maupun perpanjangan (elongation) bagian-bagian tertentu dari spesimen sepanjang sejarah pembebanannya. Hasil pengukuran dari LVDT ini dibaca dan disimpan dengan menggunakan perangkat data logger. Dalam penelitian ini dipergunakan LVDT dengan kapasitas 200 mm untuk pengukuran perpindahan dalam rentang yang besar (defleksi vertikal aktuator-spesimen dan pergerakan frame), sedangkan LVDT dengan kapasitas 100 mm dipergunakan untuk mengukur perpanjangan atau defleksi yang terjadi pada baut dan ujung pelat ujung yang diprediksikan mempunyai nilai lebih kecil. 19 14 16 18 15 7 8 17 9 Gambar III.5. Instrumentasi LVDT pada spesimen 46

Susunan LVDT ini dapat dilihat pada ilustrasi Gambar III.5 diatas. Penomoran yang diberikan pada LVDT mengikuti penomoran yang juga diberikan pada komponen strain gauge dengan menempelkan kertas berlapiskan selotip pada masing-masing kabelnya. Dengan demikian pembacaan yang ada pada data logger dapat lebih rapi dan terstruktur dengan baik. LVDT dengan nomor 7 dan 8 di tempatkan untuk mengukur perpindahan aktuator-spesimen dalam arah vertikal, disamping itu hasilnya juga bisa menampilkan besaran pergerakan relatif spesimen terhadap actuator extended akibat adanya dimensi lobang baut yang lebih besar jika dibandingkan dengan diameter bautnya. Pergerakan relatif ini diperoleh dari selisih bacaan kedua LVDT tersebut. Hal yang sama juga diterapkan pada LVDT dengan nomor 9 dan 19. LVDT nomor 14 dan 15 bertujuan untuk memonitor seberapa besar lendutan / defleksi yang terjadi dalam sejarah pembebanan pada sisi atas-bawah pelat ujung. Dengan demikian dapat di amati fenomena kinking yang mungkin terjadi, serta dapat juga dianalisa perilaku pelat ujung yang ada dalam kontribusinya terhadap proses disipasi energi secara elastik maupun plastik. Sedangkan LVDT nomor 18 ditempatkan dengan tujuan memonitor apakah terjadi tekuk elastik pada pelat support, dengan demikian dapat diketahui defleksi relatif yang ada dari pelat ujung. Untuk mengamati perilaku yang terjadi pada baut, terutama baut yang mendapat beban kritis (baut atas-bawah) maka ditempatkan LVDT nomor 16. Dengan demikian proses deformasi aksial (elongasi) baut baik elastik atau plastik dalam sejarah pembebanannya dapat diketahui. Sedangkan untuk memonitor pergerakan frame 1 dalam arah vertikal sewaktu mengalami gaya tarik (ke atas) ditempatkan LVDT dengan nomor 17. Dengan adanya LVDT nomor 17 ini maka deformasi vertikal spesimen secara relatif dapat ditetapkan dengan menghitung selisihnya terhadap LVDT nomor 8. 47

Strain Gauge (Rosette dan Uniaxial) Strain gauge dipergunakan untuk mengamati perilaku regangan dalam level titik di suatu posisi pada spesimen. Sesuai dengan fungsi regangan yang akan diamati maka dipergunakan 2 jenis strain gauge yang berbeda. Yang pertama jenis rosette post yield, berfungsi untuk memonitor regangan geser yang terjadi mulai dari zona elastik sampai zona plastik (inelastik). Rosette ini ditempatkan pada panel pinggir (kiri-kanan) pelat badan profil WF spesimen, hal ini dikarenakan berdasarkan analisa elastik yang dilakukan prediksi leleh pertama elemen terjadi pada posisi tersebut. Pada ilustrasi Gambar III.6 dibawah setiap kaki rosette yang terhubung ke data logger dinomori dengan urutan 1 sampai dengan 6. Jenis yang kedua adalah uniaxial strain gauge post yield, berfungsi untuk memonitor regangan yang terjadi mulai dari zona elastik sampai plastik cuma dalam arah sejajar dengan arah strain gauge yang bersangkutan. Uniaxial strain gauge ini ditempatkan pada pusat (garis tengah) sisi atas dan bawah pelat sayap bagian tepi spesimen, hal ini dikarenakan pelat sayap mengalami perilaku dominan tarik dalam posisi tersebut dan arahnya sejajar spesimen sesuai dengan analisa elastik yang dilakukan. Penomoran uniaxial strain gauge ini mulai dari urutan 10 sampai dengan 13 seperti yang terlihat pada Gambar III.6. 11 10 1 2 4 Ke Actuator Tarik (atas) 3 6 5 Tekan (bawah) 13 12 Gambar III.6 Instrumentasi Strain Gauge (Uniaxial + Rosette) Adapun karakteristik dari strain gauge yang dipakai adalah sebagaimana tercantum pada Tabel III.4 berikut : 48

Tabel III.4. Data properti strain gauge Tipe YFLA-5 Gauge Factor 2.12 Gauge Lenght 5 mm Gauge Resistance 120 ± 0.3Ω Adhesive CN Data Logger Instrumen ini merupakan alat perekam semua hasil pengukuran yang diperoleh dari LVDT dan strain gauge pada spesimen. Jenis data logger yang dipergunakan adalah TDS-2. Pada alat ini penomoran yang diberikan di setiap kabel LVDT dan strain gauge disesuaikan dengan input nomor channel yang ada. III.4. Uji Tarik Kupon Uji tarik kupon dilakukan sebelum percobaan atau eksperimen terhadap spesimen dilaksanakan. Tujuan dari uji tarik ini adalah untuk memperoleh parameterparameter material baja yang dipakai pada setiap bagian elemen seperti pada bagian pelat badan, pelat sayap dan pelat ujung. Sejumlah parameter yang bisa diperoleh dari uji ini adalah besaran tegangan leleh (f y -MPa), tegangan ultimit (f u -MPa) dan modulus elastisitas (E s -MPa). Dengan didapatkannya parameter f y maka dalam pelaksanaan percobaan bisa di prediksi kondisi terjadinya leleh pertama pada spesimen. Kondisi ini diwakili dengan ditentukannya saat beban leleh atau perpindahan aktuator leleh pertama terjadi. Dengan diketahuinya perpindahan aktuator leleh maka besaran amplitudo setiap siklus protokol pembebanan dengan kontrol perpindahan yang akan diberikan bisa ditentukan sejak awal dan lamanya percobaan berjalan bisa diperkirakan. 49

Pada eksperimen ini peraturan yang dipakai dalam prosedural uji kupon mengikuti standar JIS Z 2201 tentang Test Pieces for Tensile Test for Metallic Materials. JIS Z 2241 tentang Method of Tensile Test for Metallic Materials dan JIS G 3101 tentang Rolled Steels for General Structure. Peralatan uji tarik yang dipakai adalah UTM merk Dartec berkapasitas 1500 kn. Adapun peralatan tambahan yang dipakai adalah ekstensiometer yang berguna untuk menentukan modulus elastisitas, alat ini mempunyai kaki pengukur selebar 50 mm. Kaki pengukur tadi akan bergerak saling berjauhan dengan tertariknya material, sehingga besarnya perpanjangan (ΔL) dapat ditentukan untuk menentukan regangan dalam zona kondisi elastik. (a) (b) Gambar III.7 Uji tarik kupon : (a) Proses pengujian (b) Benda uji (kupon) III.5. Pelaksanaan Pengujian Spesimen Pengujian dilakukan setelah setup dan instrumentasi selesai di pasang dan diuji coba keakuratannya. Uji coba dilaksanakan dalam rentang kondisi elastik sebanyak beberapa siklus secara siklik. Salah satu tujuan uji coba ini selain untuk mengetahui tingkat kesiapan kerja dan kepresisian semua perangkat instrumentasi yang ada juga untuk mengetahui sempurnanya kekakuan baut spesimen dan frame yang terpasang serta untuk menentukan titik leleh pertama spesimen (first yield). 50

Penentuan nilai perpindahan aktuator yang mewakili kondisi leleh pertama pada spesimen tidak dilakukan berdasarkan analisa numerik maupun analitik, hal ini dikarenakan seringkali perpindahan leleh yang diasumsikan melalui perhitungan numerik mempunyai nilai yang berbeda jauh dengan hasil yang didapatkan dalam percobaan. Oleh karena itu dalam penentuan besaran perpindahan leleh (1.δ y ) dicari melalui metode interpolasi atau ekstrapolasi data hasil pengujian spesimen dalam zona elastik (Gambar III.8). Pada tahap uji spesimen dalam rentang zona elastik siklus perpindahan yang diberikan bernilai kecil, sebagai contoh misalnya sebesar 2mm. Pada nilai ini dilakukan analisa data dengan menggunakan rumus II.24 sampai dengan rumus II.26 untuk menghitung nilai tegangan Von Misses berdasarkan data masukan rosette. Nilai yang didapatkan dibandingkan dengan nilai tegangan leleh hasil dari uji kupon yang sebesar 516 MPa, jika nilai yang didapatkan lebih kecil maka tentunya spesimen belum mengalami leleh pertama. Karena spesimen masih beperilaku elastik berarti ekstrapolasi linier bisa dilakukan untuk mencari besaran perpindahan leleh yang berpadanan dengan tegangan Von Misses sebesar 516 MPa. Uji coba terus dilakukan dalam beberapa siklus yang besar perpindahannya di atur semakin mendekati prediksi perpindahan leleh hasil dari siklus sebelumnya. Tegangan Von Misses f vmy Prediksi titik kelelehan f vm1 f vm2 Δ 1 Δ 2 Δ y Perpindahan Δ (mm) Gambar III.8 Ekstrapolasi penentuan perpindahan leleh (first yield) 51

Selanjutnya pengujian dilaksanakan dengan menggunakan protokol pembebanan siklik tipe kontrol perpindahan (displacement control). Pembebanan siklik disebut tarik jika aktuator diperpendek ke arah atas dan disebut tekan jika aktuator diperpanjang ke arah bawah (Gambar III.6). Besaran perpindahan aktuator yang di format dalam bentuk dan jumlah siklus tertentu diberikan secara bertahap terhadap spesimen dengan kecepatan pembebanan sebesar 0.02 mm/detik. Pada eksperimen ini siklus perpindahan yang dipakai berturut-turut untuk rentang zona perilaku pasca kelelehan (inelastik) sebesar 1.δ y, 2.δ y dan seterusnya masing-masing satu siklus dengan peningkatan besaran perpindahan sebesar 1.δ y. Siklus dilanjutkan sampai spesimen mengalami kegagalan (mencapai kapasitas ultimit) yang ditandai dengan terjadinya penurunan kapasitas sebesar > 20 %. Dari percobaan yang dilakukan didapatkan perpindahan leleh untuk kedua spesimen sebesar 8,1 mm. Siklus untuk spesimen 1 sampai sebesar 7.δ y mencapai ultimit dan untuk spesimen 2 sampai sebesar 10.δ y mencapai ultimit. Ilustrasi dari siklus perpindahan ini dapat dilihat pada grafik Gambar III.9 dibawah : 100 Perpindahan Δ (mm) 80 60 40 10δ y 9δ y 8δ y 7δ y 6δ y 5δ y 4δ y 3δ y 20 0.5δ 2δ y y 0.25δ 0.75δ 1δy y y 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13-20 -40 Tarik Tekan -60-80 -100 Siklus Gambar III.9 Siklus protokol pembebanan 52

53