BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan

dokumen-dokumen yang mirip
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T)

BAB IV PEMBAHASAN. Perbedaan Perlakuan Pajak Penghasilan pada Bentuk Usaha Orang Pribadi

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Saat menerima. Penghasilan

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap adalah:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada zaman orde baru mengandalkan penerimaan negara pada sektor

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2013, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembara

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kasus : A. Pegawai Tetap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pendapatan Daerah Kota Bandar Lampung yang beralamat di Gd. Pepadun. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh restoran/rumah makan yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) pada pembangunan di masing-masing daerah. Terutama kota Medan yang

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. 1. Bagian-bagian dalam proses perhitungan pajak penghasilan PPh

BAB I PENDAHULUAN. Mengingat adanya dua fungsi yang melekat pada pajak (budgetair dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI. JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR...

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Ekonomi. Pajak Penghasilan. Pesangon. Langsung. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 169)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari dana publik yang harus dikelola

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1994 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita sadari semua bahwa pembangunan ekonomi tidak

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perencanaan Pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang. diterima karyawan dengan menggunakan Metode Net

PENERAPAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pasal 21 Pada PT. XYZ. : Dedi Sudjana NPM : Dosen Pembimbing : Riyanti SE., MM.

Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru)

Judul : Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada Pegawai Tetap dengan Menerapkan Metode Gross-Up sebagai Upaya Perencanaan Pajak.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunannya. Bisa dikatakan, hampir semua sektor-sektor yang ada di Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB I PENDAHULUAN. semakin menurun, sehingga pendapatan perkapita masyarakat juga semakin kecil. Hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 160.2/PMK.07/2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah, ini terbukti pada tahun 2014

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya

2013, No

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sehingga tujuan tersebut

FORMAT SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN - I. SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BAB II URAIAN TEORITIS

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

BAB I PENDAHULUAN. dukungan dana terutama yang berasal dari penerimaan dalam negeri. dari sektor pajak disajikan pada Tabel I di bawah ini:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Pajak Ada beberapa pengertian atau definisi pajak yang dikemukakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut perlu memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. melakukanpembangunan Negara adalah Pajak. Pajak selain untuk. pembangunan Negara pajak juga digunakan untuk pendanaan di beberapa

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Marantha

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Bagi Dokter

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Transkripsi:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Dari analisa yang telah dilakukan, berikut adalah kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini: 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan a. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dapat memilih untuk menyelenggarakan pencatatan ataupun pembukuan. Apabila wajib pajak orang pribadi memilih untuk menyelenggarakan pencatatan, maka penghasilan netonya dihitung dari peredaran bruto dikalikan dengan norma penghitungan penghasilan neto. Besarnya norma penghitungan penghasilan neto untuk jenis usaha rumah makan seperti restoran yang berada di Jakarta adalah 25%. Dan apabila wajib pajak orang pribadi memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, maka penghasilan neto dapat diperoleh dari peredaran bruto dikurangkan dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Penghasilan neto baik dari penghitungan wajib pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan maupun pembukuan, kemudian dikurangkan dengan PTKP dan hasilnya dikalikan dengan tarif progresif yang ada di Undang-Undang 82

PPh nomor 36 tahun 2008 pasal 17 ayat (1) bagian (a). Hasil dari perhitungan tersebut merupakan besarnya PPh yang terutang. b. Untuk bentuk usaha badan hukum, besanya penghasilan kena pajak dapat diperoleh dari peredaran bruto dikurangkan dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Kemudian penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif untuk badan, yaitu sebesar 25% dan hasilnya merupakan PPh yang terutang. Apabila peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka seluruh penghasilan kena pajak mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif 25%. Apabila peredaran bruto antara Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) hingga Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah), maka hanya sebagian penghasilan kena pajak yang mendapatkan fasilitas pengurangan tarif. Dan apabila peredaran bruto lebih dari Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah), maka tidak mendapatkan fasilitas pengurangan tarif. 2. Penghitungan pajak penghasilan pada Restoran T a. Berdasarkan penghitungan, besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan adalah Rp 71.672.250. b. Berdasarkan penghitungan, besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan adalah Rp 37.189.000. c. Berdasarkan penghitungan, besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk badan hukum adalah Rp 39.861.875. 83

3. Analisa laporan laba rugi Restoran T a. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 21 atas imbalan sehubungan dengan jasa konsultasi pengembangan Restoran T sebesar Rp 2.795.125. b. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 21 atas gaji, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai/karyawan. Pemotongan PPh 21 yang terutang pada karyawan sebesar Rp 1.270.456 untuk bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan sebesar Rp 2.473.456 untuk bentuk usaha badan hukum. c. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan mengakui biaya penyusutan harta berwujud. Baik itu dengan menggunakan metode saldo menurun sebesar Rp 6.834.333 ataupun dengan metode garis lurus sebesar Rp 3.417.167. d. Restoran T berbentuk badan hukum dapat memperkecil besarnya PPh yang terutang dengan melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 23 atas jasa. Besarnya PPh 23 yang dipungut atas jasa pembasmi hama dalah Rp 23.865, atas royalti sebesar Rp 2.767.171, dan atas jasa service 84

peralatan sebesar Rp 855.598. Pemotongan PPh 23 ini dapat dijadikan kredit pajak (pengurang PPh yang terutang). 4. Penghitungan Pajak Penghasilan di Restoran T bila telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku a. Berdasarkan penghitungan, besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan adalah Rp 3.207.400. b. Berdasarkan penghitungan, besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk badan hukum adalah Rp 3.570.750. 5. Analisa perbandingan Pajak Penghasilan yang terutang a. Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan adalah sebesar Rp 71.672.250. Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan ini dipengaruhi oleh besarnya peredaran bruto dan status wajib pajak orang pribadi (PTKP). b. Untuk yang berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan, besarnya PPh yang terutang adalah sebesar Rp 41. 801.000. Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan ini dipengaruhi oleh besarnya peredaran bruto, besarnya biaya-biaya yang dapat dikurangkan dan status wajib pajak orang pribadi (PTKP). c. Besarnya PPh yang terutang dalam bentuk badan hukum adalah Rp 39.861.875. Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk badan hukum ini dipengaruhi oleh peredaran bruto. 85

V.2 Saran Untuk kedepannya, diharapakan Restoran T memotong atau memungut PPh 21 atas gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai, PPh 21 atas imbalan sehubungan dengan jasa, dan mengakui biaya penyusutan atas harta berwujud serta memotong atau memungut PPh 23 sebagai wajib pajak badan. Dengan demikian, biaya-biaya yang tadinya tidak dapat diakui sebagai biaya menjadi dapat diakui sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan. Sehingga akan memperkecil besarnya PPh yang terutang. Berdasarkan penghitungan laporan laba rugi tahun 2011, dimana peredaran bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan memiliki PPh yang terutang dalam jumlah yang lebih kecil daripada bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan ataupun berbentuk badan hukum. Namun penulis tidak menyarankan agar pemilik Restoran T untuk segera mengubah bentuk usahanya menjadi orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan. Hal ini dikarenakan penulis hanya melakukan penelitian di Tahun 2011 dan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya PPh yang terutang seperti peredaran bruto, penghasilan neto, status pemilik Restoran T, dan besarnya penghasilan kena pajak. 86