INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA KOPENG. Oleh : Galuh Kesumawardhana L2D

DAFTAR ISI DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 3 A Latar Belakang... 3 B Tujuan... 3 C Hasil yang Diharapkan... 4

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS POTENSI WILAYAH UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA KABUPATEN JEPARA

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera. Lampung memiliki banyak keindahan, baik seni budaya maupun

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

DATA PERENCANAAN DESA KELURAHAN MAWALI KECAMATAN LEMBEH UTARA KOTA BITUNG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN

Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGEMBANGAN EKOWISATA ( ECOTOURISM ) DI KAWASAN SEGARA ANAKAN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA AKSI PENGELOLAAN TNP LAUT SAWU DAN TWP GILI MATRA

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk. lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

KRONOLOGIS PENETAPAN KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

EKOWISATA DI KAWASAN HUTAN MANGROVE TRITIH CILACAP (PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

PENDAHULUAN Latar Belakang

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2002 KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI TELUK KELABAT B U P A T I B A N G K A,

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

DATA PERENCANAAN DESA KELURAHAN PINTU KOTA KECAMATAN LEMBEH SELATAN KOTA BITUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. World Travel and Tourism Council mencatat bahwa Australia memiiki

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

7. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KOTA MAKASSAR

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

Transkripsi:

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005

ABSTRAK Ekowisata atau ecotourism menjadi suatu bentuk wisata berwawasan lingkungan yang semakin mendapat perhatian dari masyarakat dunia. Perkembangan ini terjadi karena kegagalan pariwisata massal yang telah menimbulkan kepunahan pada spesies hewan maupun tumbuhan. Selain itu, penekanan ekowisata tidak hanya ditujukan pada pemanfaatan sumber-sumber lokal untuk konservasi, pendidikan atau pembelajaran, melainkan juga pemberdayaan masyarakat setempat dalam upaya peningkatan ekonomi lokal. Keaslian alam dan lingkungan masyarakat tersebut menjadi nilai jual ekowisata. Demikian halnya dengan Taman Nasional Karimunjawa yang sangat berpotensi dikembangkan sebagai ekowisata. Pengembangan ekowisata di Taman Nasional Karimunjawa menarik untuk dikaji karena saat ini Pemerintah sedang gencargencarnya mempromosikan wisata di Karimunjawa, sedangkan di satu sisi upaya konservasi lingkungan tetap harus dilakukan. Penelitian ini mengambil wilayah penelitian di Pulau Karimunjawa. Pulau seluas 4.301,5 Ha ini merupakan pulau terbesar dan utama pada Kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Peningkatan aktivitas terjadi di Pulau Karimunjawa sebelah selatan yang merupakan kawasan sekitar dermaga (Kota Karimunjawa). Perairan di kawasan ini difungsikan sebagai zona pemanfaatan perikanan tradisional dan daratannya difungsikan sebagai zona permukiman. Kondisi lingkungan di kawasan ini telah mengalami penurunan kualitas, seperti berkurangnya terumbu karang dan penutupan lamun yang relatif sedikit (37,394%). Ekosistem perairan ini sangat berpengaruh terhadap keseimbangan kondisi alam. Meskipun sampai saat ini kondisi tersebut belum memberikan dampak merugikan yang sangat besar terhadap lingkungan fisik, seperti abrasi pantai dan banjir. Tidak demikian halnya dengan Kawasan Legon Lele di Pulau Karimunjawa sebelah timur. Fungsi kawasan ini sama dengan kawasan sekitar dermaga, namun di kawasan ini justru tidak terjadi penurunan kualitas lingkungan. Studi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan intensitas dampak lingkungan di Pulau Karimunjawa. Perumusan terhadap faktor-faktor tersebut akan dijadikan dasar untuk merekomendasikan pengelolaan lingkungan di Taman Nasional Karimunjawa. Untuk itu, metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, yaitu suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasikan suatu kasus dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Alasan menggunakan pendekatan studi kasus dikarenakan di wilayah studi terdapat perbedaan kasus dampak lingkungan, yaitu di kawasan sekitar dermaga dan di Kawasan Legon Lele. Kasus tersebut dijadikan bahan untuk menarik kesimpulan atau generalisasi terhadap perbedaan intensitas dampak lingkungan dan membuktikan pentingnya peran analisis intensitas dampak lingkungan dalam pengambilan keputusan perencanaan ekowisata. Teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan data-data yang dibutuhkan adalah dengan teknik purposive sampling (sampel bertujuan) untuk responden pemandu wisata, masyarakat lokal, penyedia jasa penginapan, penjual souvenir, pengelola kawasan, dan pemerintah, sedangkan sampel acak digunakan untuk ekoturis. Hasil analisis ini menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas dampak lingkungan dalam pengembangan ekowisata di Pulau Karimunjawa adalah tipe ekoturis, serta intensitas pendampingan dan pengawasan dari pemandu wisata lokal. Tipe ekoturis yang datang ke Taman Nasional Karimunjawa adalah tipe ekoturis massal. Meskipun aktivitas yang dilakukan sampai saat ini belum membahayakan lingkungan, namun jumlah yang datang dalam rombongan besar akan berpengaruh terhadap pemenuhan fasilitas pelayanan. Bahkan dalam perkembangannya apabila aktivitas ekoturis tidak mendapatkan pengawasan dan pendampingan dari pemandu wisata lokal maupun pengelola kawasan, maka dapat menimbulkan penurunan kualitas lingkungan. Pemandu wisata lokal sangat berperan dalam menginformasikan kondisi kawasan dan terutama memberikan unsur pembelajaran terhadap ekoturis, sehingga ekoturis dapat menyadari pentingnya melestarikan lingkungan dan menerapkannya di luar kawasan taman nasional. Strategi dan kontrol terhadap kedua faktor tersebut adalah dengan melakukan pengelolaan ekoturis dan persiapan panduan bagi pemandu wisata. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa analisis intensitas dampak lingkungan sangat penting dilakukan. Peran dan posisi analisis intensitas dampak lingkungan dilakukan pada tahap evaluasi, setelah menentukan tujuan dan melakukan survei, serta sebelum tahap sintesis (analisis) dilakukan, sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan perencanaan pengelolaan lingkungan dalam pengembangan ekowisata di Taman Nasional Karimunjawa. Kata Kunci: Intensitas dampak lingkungan, ekowisata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pariwisata di suatu lingkungan tertentu dapat berpotensi menurunkan keberadaan sumberdaya alam dan mengancam kelestarian lingkungan. Pariwisata massal yang terjadi pada dekade 80-an telah terbukti menimbulkan kepunahan bagi beberapa spesies hewan maupun flora (Fandeli, 2002: 91). Perkembangan paradigma pengelolaan lingkungan dalam pengembangan wisata diupayakan tetap mengutamakan kelestarian lingkungan, namun di satu sisi juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Ekowisata atau ecotourism menjadi suatu bentuk wisata berwawasan lingkungan yang dari hari ke hari semakin mendapat perhatian dari masyarakat dunia, terutama oleh negara-negara berkembang (Yoeti, 2000: 24; Lindberg dalam Primack et.al, 1998: 8). Hal ini dikarenakan, ekowisata lebih menekankan pada pemanfaatan sumber-sumber lokal untuk konservasi, pendidikan atau pembelajaran, dan pemberdayaan masyarakat setempat dalam upaya peningkatan ekonomi lokal (Linderg dan Hawkins dalam Parnwell dan Bryant, 1996: 241; McIntosh, et.al, 1995: 369; Fandeli dan Muklison, 2000: 5; Boo dalam Hadinoto, 1996: 171). Penekanan tersebut menarik perhatian negara-negara berkembang terutama negara yang memiliki daerah alami untuk mengembangkan ekowisata, karena daerah tujuan ekoturis merupakan daerah-daerah yang dapat menghindarkan mereka dari kejenuhan kehidupan rimba beton, kemewahan, dan modernitas, seperti di kota atau negara-negara maju. Berkembangnya ekowisata juga dikarenakan ekowisata tidak hanya mengutamakan keuntungan ekonomi, melainkan juga menjaga keseimbangan, kelangsungan, dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam untuk masa kini dan mendatang. Sarana dan prasarana yang dibangun untuk mengembangkan ekowisata harus memberikan nilai-nilai berwawasan lingkungan dan menggunakan bahan-bahan di sekitar obyek walau terlihat sederhana. Keaslian dapat dipertahankan, karena masyarakat sekitar kawasan mampu mengelola dan mempertahankan kelestarian alam dengan sendirinya tanpa mengada-ada. Keaslian alam dan lingkungan masyarakat tersebut menjadi nilai jual ekowisata. Bahkan setiap aktivitas yang dilakukan ekoturis senantiasa diupayakan untuk menyadarkan mereka terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Namun, dari aktivitas-aktivitas ekowisata tetap akan ada aktivitas yang menimbulkan dampak yang merugikan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan dapat bervariasi sekalipun berada dalam satu obyek, seperti pengembangan ekowisata di Taman Nasional Belize, Afrika. Pengembangan ekowisata ini telah menimbulkan perubahan terhadap lingkungan, seperti perubahan guna lahan milik masyarakat Belize menjadi lebih dimanfaatkan sebagai lahan pertanian khusus habitat

monyet hawler hitam, munculnya gangguan habitat flora dan fauna akibat aktivitas ekoturis dan pemandu yang kurang memahami lokasi dan makna ekowisata, serta adanya peningkatan perekonomian masyarakat Belize (Harwich et.al dalam Lindberg dan Hawkins, 1993: 177-183). Namun, lain halnya dengan pengembangan sarana penginapan untuk menunjang aktivitas ekowisata di Pulau Bunaken dan sepanjang pantai Kota Manado, serta timbunan sampah yang kurang dikelola dengan baik telah menyebabkan berkurangnya kelestarian terumbu karang di taman laut yang indah itu (Kompas, 2001). Studi ini menduga bahwa aktivitas yang dilakukan oleh pelaku ekowisata, produk perencanaan dan sistem pengelolaan ekowisata, serta kondisi sarana dan prasarana dapat mempengaruhi terjadinya intensitas dampak lingkungan yang berbeda. Aktivitas pelaku ekowisata yang cenderung bersikap bebas tanpa merasa memiliki alam, seperti ekoturis yang sengaja maupun tidak sengaja menginjak terumbu karang, masyarakat lokal yang mengambil mangrove secara berlebihan untuk kebutuhan sehari-hari dan dibuat souvenir, membuang sampah sembarangan, serta tidak adanya pemandu yang dapat memberi pemahaman mengenai kawasan tersebut dapat menyebabkan rusaknya ekosistem lingkungan alam. Berkembangnya fasilitas pengunjung, seperti hotel, motel, dan homestay juga dapat berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan apabila bangunan-bangunan tersebut tidak memiliki sistem pembuangan dan pengolahan limbah yang baik, serta dalam pembangunannya tidak memperhatikan fungsi peruntukan lahan di kawasan, seperti merombak hutan bakau menjadi lahan terbangun yang mengakibatkan terganggunya ekosistem perairan laut. Penelitian mengenai intensitas dampak lingkungan dalam pengembangan ekowisata menarik untuk dilakukan. Perlu diketahui dengan pasti kekuatan-kekuatan apa yang bekerja, sehingga mempengaruhi lingkungan fisik di kawasan ekowisata. Studi kasus yang diambil adalah di Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. 1.2 Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa sebagai Studi Kasus Semenjak ditetapkannya Kawasan Kepulauan Karimunjawa menjadi Taman Nasional tanggal 29 Pebruari 1988, kawasan daratan dan lautan Kepulauan Karimunjawa difungsikan berdasarkan zonasi dan dimanfaatkan untuk menunjang konservasi alam, pariwisata, penelitian, serta pendidikan. Bahkan menurut Budiharjo (1998: 3), Karimunjawa berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata yang handal di Jawa Tengah. Pengembangan ekowisata di Taman Nasional Karimunjawa adalah suatu upaya positif dalam rangka pengembangan wilayah dan kesejahteraan masyarakat. Taman Nasional Karimunjawa terdiri atas duapuluh tujuh pulau besar maupun kecil. Pulau Karimunjawa merupakan pulau terbesar serta menjadi pulau utama di Kawasan Taman

Nasional Karimunjawa. Berdasarkan Surat keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor 79/IV/Set-3/2005 tentang Revisi Zonasi/Mintakat Taman Nasional Karimunjawa menetapkan Pulau Karimunjawa seluas 4.301,5 Ha ini, memiliki fungsi di daratan sebagai zona inti perlindungan pada hutan tropis dataran rendah dan hutan mangrove, zona permukiman, zona rehabilitasi di sebelah barat Pulau Karimunjawa, dan zona budidaya. Fungsi perairan di sekitar Pulau Karimunjawa adalah sebagai zona inti pada perairan Tanjung Bomang dan zona pemanfaatan perikanan tradisional. Aktivitas daratan maupun perairan cukup tinggi dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Kepulauan Karimunjawa. Perairan Karimunjawa dilalui kapal-kapal penduduk yang pergi dan pulang dari mencari ikan maupun kedatangan kapalkapal penumpang ke Taman Nasional Karimunjawa. Kegiatan ekowisata dan fasilitas penunjang juga banyak disediakan di pulau ini, seperti perdagangan dan jasa, tempat penginapan, transportasi, perkantoran, dan pendidikan, sehingga aktivitas yang dilakukan bukan hanya aktivitas ekoturis melainkan juga aktivitas masyarakat lokal dan pendatang. Aktivitas ekowisata yang dilakukan di Pulau Karimunjawa antara lain penelitian; berenang, berjalan-jalan di Pantai Batu Putih (Nirwana), Pantai Tanjung Gelam, dan di dermaga selatan; ziarah ke Makam Sunan Nyamplungan; tracking dan camping di Legon Lele; tracking, melihat satwa, dan hiking di jalur wisata Bukit Maming, Bukit Bendera, Bukit Gajah, dan Sunan Nyamplungan; diving di sekitar Datuk Reef, Tanjung Gelam, Mymun Reef, Tanjung Benteng; serta mengenal vegetasi di hutan mangrove. Pengembangan ekowisata telah memberikan dampak langsung kepada ekoturis, yaitu berupa hiburan dan pengetahuan, sedangkan dampak langsung bagi alam adalah perolehan dana yang sebagian dapat difungsikan untuk mengelola kegiatan konservasi alam secara swadaya. Peningkatan kesejahteraan masyarakat juga terjadi seiring meningkatnya jumlah ekoturis yang datang. Apalagi saat ini Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Jepara sedang gencar-gencarnya mempromosikan wisata Karimunjawa yang tidak hanya ditujukan untuk skala nasional melainkan juga internasional. Mata pencaharian masyarakat tidak hanya bergantung dari melaut atau menjadi buruh tani, melainkan juga berpotensi untuk dikembangkan dalam menyediakan tempat penginapan (homestay), menjual souvenir, memandu wisata, serta menyewakan perahu. Beragamnya aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal maupun ekoturis juga memberikan dampak yang merugikan terhadap kelestarian lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan oleh faktor alam maupun manusia terjadi di Pulau Karimunjawa sebelah barat, utara, maupun selatan. Kerusakan terumbu karang terjadi di sekitar Perairan Pulau Karimunjawa sebelah selatan, dan berkurangnya populasi mangrove terjadi di sebelah utara dan barat dari Pulau Karimunjawa. Namun, penurunan kualitas lingkungan tidak terjadi di Pulau Karimunjawa sebelah