Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

dokumen-dokumen yang mirip
538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB II IDENTIFIKASI DATA

Modul ke: Etik UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya - 1. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

BAB I PENDAHULUAN. seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ETIK UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya. Pendahuluan. Modul ke: Daftar Pustaka. 12Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

PENGERTIAN KORUPSI. Bab. To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true. PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MAKALAH PANCASILA KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME KELOMPOK A

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

ETIK UMB. Pengembangan Wawasan (Mengenali Tindakan Korupsi) Modul ke: 09Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istilah yang sering dipakai dalam bidang filsafat dan psikologi.(ensiklopedia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri.

KKN: KEJAHATAN KEMANUSIAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat). Hal ini

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tindak Pidana Korupsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. reformasi berjalan lebih dari satu dasawarsa cita- cita pemberantasan

LAMPIRAN: Undang-Undang no 20 Tahun Tindak Pidana Korupsi

LAMPIRAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA YANG TERKAIT DENGAN. atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB II. A. Bentuk-Bentuk Perbuatan Yang Digolongkan Dalam Perbuatan Tindak. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM PIDANA KHUSUS STATUS MATA KULIAH : LOKAL WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan

PERAN, TANGGUNG JAWAB, DAN HAK KONSULTAN PADA SAAT TERJADI WANPRESTASI OLEH

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 SEBAGAIMANA YANG DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbuatan-perbuatan yang berpotensi sebagai tindak pidana Korupsi

PERANAN DAN KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI DALAM MENGADILI TINDAK PIDANA KORUPSI

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan Perundangundangan. di Indonesia. Bab. Kompetensi Dasar. Pokok Bahasan. Sub Pokok Bahasan

BAB 11 TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

BAB I PENDAHULUAN. secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Lex Crimen Vol. IV/No. 6/Ags/2015

Kasus Korupsi PD PAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemain sandiwara atau pemain utama; dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu :

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOL. III. Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2009

Lampiran 1. Peraturan perundang-undangan terkait Pemberantasan IL di Indonesia

PERAN SERTA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

PERKEMBANGAN PERATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Barda Nawawi Arief

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG GRATIFIKASI, SEBAGAI AWAL DARI KORUPSI. Oleh : Ennoch Sindang Widyaiswara Madya, Pusdiklat KNPK, Kementerian Keuangan

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPATKOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

BAB II PENGATURAN HUKUM BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. A. Sejarah Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

Institute for Criminal Justice Reform

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* *

Nomor : 995/BAN-PT/AK/2017 Jakarta, 21 Februari 2017 Lampiran : 1(satu) berkas : Kode Etik Asesor

BAB I PENDAHULUAN. waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

KONSEKUENSI HUKUM TERHADAP KETIDAKSESUAIAN KELENGKAPAN ADMINISTRASI DAN FISIK PENYEDIAAN BARANG/JASA

Menurut Barda Nawawi Arief, Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

Waduh, Setelah Diperiksa BPK Ternyata Kas DPRD Tabalong Tekor

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

II. TINJAUAN PUSTAKA

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

II. TINJAUAN PUSTAKA

SECARA HARFIAH BERARTI KEBUSUKAN, KEBURUKAN, KEBEJATAN, KETIDAK JUJURAN, DAPAT DISUAP, TIDAK BERMORAL, PENYIMPANGAN DARI KESUCIAN.

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. UNODC dan KPK memandang bahwa korupsi tidak dapat digolongkan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

BAB II PENGADAAN DANA PENGHARGAAN DITINJAU DARI UU NO. 31. TAHUN 1999 jo UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI

KORUPSI MENGHAMBAT PEMBANGUNAN NASIONAL. Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil I-02 Medan

Transkripsi:

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga dengan fungsi utamanya pengawasan dan legislasi ataupun ditambah dengan fungsi anggaran sebagai instrumen yang penting dalam rangka fungsi pengawasan lembaga terhadap pemerintah. 1 Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat. 1 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Keuangan dalam UUD 1945,FH UII Press, Yogyakarta, 2005, hal 17

B. Pembahasan Undang-undang di Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi adalah UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( UU Tipikor ). Orang yang membantu pelaku tindak pidana korupsi dikenakan ancaman pidana yang sama dengan yang dikenakan kepada pelaku korupsi (lihat Pasal 15 UU Tipikor). Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. 2 Ketentuan ini juga berlaku untuk setiap orang yang berada di luar wilayah Indonesia yang membantu pelaku tindak pidana korupsi (Pasal 16 UU Tipikor). Ancaman pidana untuk orang yang turut serta melakukan tindak pidana korupsi, kita perlu perlu merujuk pada ketentuan umum hukum pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ). Berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP, orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana, dipidana sebagai pelaku tindak pidana. Jadi, berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP orang yang turut serta melakukan tindak pidana korupsi juga dipidana dengan ancaman pidana yang sama dengan pelaku tindak pidana korupsi. Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi, saat ini sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya dengan dikeluarkannya UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari KKN, UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta terakhir dengan diratifikasinya United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) dengan UU No. 7 Tahun 2006. Menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai berikut : 2 Hartanti, Evi, S.H., 2005. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika : Jakarta, hal 9.

1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999). 2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999). 3. Setiap orang atau pegawai negeri sipil/penyelenggara negara yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2001). 4. Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001). 5. Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001: a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang; b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan Negara dalam keadaan perang c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja

membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang. e. Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang atau yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang. 6. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 UU No. 20 tahun 2001). 7. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi (Pasal 9 UU No. 20 tahun 2001). 8. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja (Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2001): a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut. 9. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001).

10. Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2001 : a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili; e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolaholah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolaholah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. 11. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. (Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001). 12. Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan (Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999). 13. Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undangundang ini (Pasal 14 UU No. 31 Tahun 1999). C. Penutup 1. Kesimpulan Dalam KUH Pidana terdapat pasal-pasal tertentu yang secara substansial terkandung makna dari pengertian korupsi. Ketentuan-ketentuan KUH Pidana dalam pengertian sempit sebenarnya sudah cukup mampu menampung dan mewadahi berbagai bentuk perilaku menyimpang yang di dalam kepustakaan dipahami sebagai korupsi. Misalnya kejahatan jabatan, kejahatan penyuapan, penggelapan dan sebagainya. Dalam perspektif perundang-undangan pidana diambil alih pengaturannya dan dikualifikasikan sebagai jenis tindak pidana korupsi. Kebijakan perundang-undangan, khususnya di bidang hukum pidana telah mengalami dinamika yang luar biasa sebagai respon dan wujud kegalauan masyarakat terhadap masalah korupsi yang telah menyengsarakan rakyat Indonesia. Hampir tidak ada satupun tindak pidan yang mendapatkan respons dan perhatian yang sangat luar biasa dari kebijakan perundang-undangan, selain tindak pidana korupsi. Sampai hari ini saja

tercatat paling sedikit ada tujuh UU khusus yang secara normatif masih berlaku dan dapat dipergunakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. UU tersebut meliputi : 1. UU No. 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001. 2. UU No. 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 3. UU No. 46 Tahun 2009 mengenai Pengadilan Tindak Pidan Korupsi. 4. UU No. 28 Tahun 1999 mengenai Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 5. UU No. 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 6. UU No. 13 Tahun 2006 mengenai Perlindungan Saksi dan Korban. 7. UU No. 7 Tahun 2006 mengenai Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa Anti Korupsi, 2003. Daftar Pustaka Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Hartanti, Evi, S.H., 2005. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika : Jakarta Jimly Asshiddiqie. 2005. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Keuangan dalam UUD 1945,FH UII Press, Yogyakarta