Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN :

BAB V PEMBAHASAN. mana tinggi rendahnya konsentrasi TDS dalam air akan mempengaruhi besar

BAB I PENDAHULUAN. maupun dari kegiatan industri. Volume sampah yang dihasilkan berbanding lurus

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.5. Lingkup Daerah Penelitian Lokasi, Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian Lokasi dan Letak Daerah Penelitian...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat.

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. air terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai, laut dan airtanah. Air

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Oktober 2014

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN:

DAFTAR PUSTAKA. Anderson, Mary P. and Woessner, William W., Applied Groundwter Modeling, Academic Press, Inc, San Diego, California, 1992

PEMODELAN PREDIKSI ALIRAN POLUTAN KALI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. digunakan oleh manusia untuk keperluan sehari-harinya yang memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

B-100. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode II ISSN : X Yogyakarta, 11 Desember 2010

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2. penduduk yang mencapai jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PEMODELAN DAN ANALISIS KIMIA AIRTANAH DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE MODFLOW DI DAERAH BEKAS TPA PASIR IMPUN BANDUNG, JAWA BARAT

KUALITAS AIRTANAH DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH BANJARAN DESA BANJARAN KECAMATAN BOJONGSARI KABUPATEN PURBALINGGA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah keadaan lingkungan. Salah satu komponen lingkungan. kebutuhan rumah tangga (Kusnaedi, 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki 17,504 pulau dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum air dan sekitar tiga perempat bagian tubuh

Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang dibuat ini masih banyak kekurangannya,

BAB I PENDAHULUAN. transportasi baik di sungai maupun di laut. Air juga dipergunakan untuk. meningkatkan kualitas hidup manusia (Arya W., 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan. keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai Uji kualitas fisik air yang pada sarana air bersih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... ix. A Latar Belakang...1

Kajian TDS dan DHL Untuk Menentukan Tingkat Pencemaran Air Tanah Dangkal di Sekitar Lokasi TPA Leuwigajah Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. bengkel, rumah sakit, pasar, perusahaan berpotensi besar menghasilkan limbah

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang

PENENTUAN SEBARAN DAN KANDUNGAN UNSUR KIMIA KONTAMINASI LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN DI TPA CAHAYA KENCANA, KABUPATEN BANJAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv DAFTAR ISI...

Identifikasi Polutan Dalam Air Permukaan Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air Dingin Padang

ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU

ZONASI POTENSI AIRTANAH KOTA SURAKARTA, JAWA TENGAH

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada

INTERPRETASI DATA KONDUKTIVITAS LISTRIK DALAM PENENTUAN INTRUSI AIR LAUT PADA SUMUR GALI: STUDI KASUS DAERAH TELUK NIBUNG TANJUNG BALAI

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup,

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 11 NOMOR 1 FEBRUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Penggunaan Filter Tembikar Untuk Meningkatkan Kualitas Air Tanah Dangkal Dekat Sungai (Studi Kasus Air Sumur Dekat Sungai Kalimas, Surabaya)

BAB I PENDAHULUAN. keperluaan air minum sangatlah sedikit. Dari total jumlah air yang ada, hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Available online Pengaruh Ukuran Butiran Dan Ketebalan Lapisan Pasir Terhadap Kualitas

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

Lampiran 1. Peta administrasi Kota Tangerang Selatan. Sumber : BLH Kota Tangerang Selatan

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

BAB I PENDAHULUAN % air. Transportasi zat-zat makanan dalam tubuh semuanya dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Groundwater Quality Assesment of Unconfined Aquifer System for Suitable Drinking Determination at Northern Jakarta Groundwater Basin

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dengan permukaan tanah, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia terhadap lingkungan adalah adanya sampah. yang dianggap sudah tidak berguna sehingga diperlakukan sebagai barang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bohulo. Desa Talumopatu memiliki batas-batas wilayah sebelah Utara berbatasan

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Aliran dan Pencemaran Airtanah Aliran airtanah merupakan perantara yang memberikan pengaruh yang terus menerus terhadap lingkungan di sekelilingnya di dalam tanah (Toth, 1984). Kualitas air yang kurang baik dan tercemar akan memberikan dampak yang negatif bagi lingkungan. Pencemaran airtanah adalah menurunnya kualitas airtanah yang disebabkan oleh berbagai aktifitas manusia (Todd, 1980), yang secara garis besar diakibatkan oleh sampah rumah tangga, limbah industri dan zatzat kimia sisa pemupukan pada kegiatan petanian yang melebihi dosis. Pengecekan atau pemeriksaan pergerakan airtanah pada akuifer bebas dan kadar pencemar dapat dilakukan dengan pengamatan terhadap sumur yang ada (sumur bor, sumur gali atau sumur penduduk) pada daerah tersebut. Pengamatan umumnya dilakukan dengan cara pengukuran muka airtanah dan pengambilan sampel untuk menguji lebih lanjut berapa besar kadar pencemar yang terdapat pada daerah tersebut. Dari hasil pengukuran muka airtanah diperoleh kontur yang menggambarkan morfologi permukaan airtanah serta alirannya. Hasil pemeriksaan sampel di laboratorium juga dapat dibuat kontur sehingga dapat diketahui daerah yang paling banyak kadar pencemarnya dan aliran dari pencemaran. Pencemaran airtanah yang dapat mempengaruhi lingkungan dikendalikan oleh delapan faktor yaitu: 1. Mobilitas elemen pencemar (berupa padatan, cairan atau gas) 2. Temperatur 3. Tekanan 4. Kondisi tanah dan batuan 5. Waktu kontak antara airtanah dengan daerah sekelilingnya Sterra B Cornelia 72

6. Panjang dan luasnya aliran air 7. Jumlah dan distribusi ion-ion dalam batuan 8. Kondisi kualitas air awal Cairan lindi yang bercampur dengan airtanah berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain dalam rangka menghilangkan perbedaan energi yang dimilikinya. Cairan lindi ditemukan di dasar TPA sampah dan merembes ke arah lapisan tanah di bawahnya. Ketika cairan lindi merembes melalui lapisan tanah yang mendasarinya, banyak unsur kimia dan biologi yang semula ada padanya akan dilepaskan melalui penyaringan dan penyerapan ke lapisan tanah yang ada di sekitarnya, dimana tingkat penyaringan dan penyerapan ini bergantung dari karakteristik tanah (Cummins, 1972). Secara geologis, jenis tanah di bekas TPA Pasir Impun adalah tersusun atas batupasir tufaan sehinga memungkinkan untuk terjadi rembesan dari bekas TPA Pasir Impun ke daerah di sekitarnya. Meskipun bekas TPA Pasir Impun sudah tidak beroperasi lagi, tetapi dampaknya terhadap pencemaran tanah dan airtanah masih akan timbul. Hal ini disebabkan karena timbunan sampah yang ada masih menghasilkan cairan lindi sampai beberapa waktu lamanya (Soemirat, 1999). Bentuk dan besarnya plume (penyebaran leachate) tergantung pada konsentrasi pencemar, jenis aliran airtanah. Untuk pencemar yang memiliki konsentrasi tinggi dan memiliki aliran airtanah yang bergerak cepat akan memberikan bentuk plume yang besar dan luas. Dari model yang dibuat dengan Software Modflow diperoleh bentuk 3 dimensi dari topografi daerah penelitian sehingga dapat diperoleh gambaran aliran airtanah seperti yang dapat dilihat pada gambar 44. Adapun gambaran arah kecepatan aliran airtanah adalah sebagai berikut: Sterra B Cornelia 73

Gambar 43. Topografi dan Tiap Lapisan dari Daerah Penelitian Gambar 44. Arah Kecepatan Aliran Airtanah pada Lapisan Pertama Sterra B Cornelia 74

5.2 Pemodelan 2 dan 3 Dimensi Dari hasil penyelidikan di lapangan diperoleh data-data yang dapat disimpulkan bahwa aliran airtanah bergerak ke arah selatan dan tenggara dari bekas TPA Pasir Impun. Dalam pemodelan yang dilakukan dengan menggunakan modflow didapatkan bahwa aliran airtanah bergerak ke arah selatan dan tenggara dari bekas TPA Pasir Impun mengikuti pola aliran airtanah bebas yang bergerak searah topografi yang cenderung miring ke masing-masing arah tersebut dengan besar kemiringan lereng yang berbeda-beda. Kemiringan lereng ke arah timur dan selatan cenderung lebih terjal sekitar 8,6 menyebabkan arah aliran airtanah bergerak menuju ke arah tenggara dan selatan dari lokasi TPA, sedangkan ke arah selatan kemiringan lereng hanya sekitar 4,5 yang menyebabkan adanya aliran airtanah bergerak ke arah selatan dan barat daya dari TPA. Dalam pemodelan dengan menggunakan modflow dilakukan pemodelan terhadap data lapangan dari TDS, Pb dan Fe 2+. Model yang dibuat memiliki lima lapisan yang dapat dilihat pada tabel 5. Untuk model TDS yang dihasilkan dapat dilihat arah aliran airtanah mengikuti pola aliran airtanah bebas yang bergerak searah dengan topografi karena penyebaran TDS mengarah sesuai dengan arah aliran airtanah yaitu ke arah selatan dan timur dari lokasi TPA. Penyebaran TDS juga akan semakin rendah atau menurun kadarnya dari lapisan pertama ke lapisan kelima. Penurunan kandungan TDS yang terjadi pada setiap lapisan pada tahun pertama adalah sebagai berikut: Sterra B Cornelia 75

Gambar 45. Penyebaran Kontaminan TDS pada Lapisan Pertama Gambar 46. Penyebaran Kontaminan TDS pada Lapisan Kedua Sterra B Cornelia 76

Gambar 47. Penyebaran Kontaminan TDS pada Lapisan Ketiga Gambar 48. Penyebaran Kontaminan TDS pada Lapisan Keempat Sterra B Cornelia 77

Gambar 49. Penyebaran Kontaminan TDS pada Lapisan Kelima Penurunan kandungan TDS di tiap lapisan dikarenakan nilai porositas dan konduktivitas hidrolik dari tiap lapisan yang berbeda. Dimana nilai porositas dan konduktivitas hidrolik lapisan pertama cenderung lebih besar bila dibandingkan dengan lapisan yang lain sehingga dengan sangat mudah akan dapat melewatkan kontaminan. Sedangkan untuk lapisan kedua yang terdiri dari lempung lanauan tentunya memiliki nilai porositas efektif dan konduktivitas hidrolik yang rendah sehingga akan memperlambat proses penyerapan kontaminan ke dalam lapisan ini. Hal ini juga menyebabkan kandungan kontaminan pada lapisan ketiga sampai lapisan kelima rendah apabila dibandingkan dengan lapisan pertama. Perbedaan yang sangat signifikan terjadi pada lapisan kandungan kontaminan pada lapisan keempat dan kelima, dikarenakan ketebalan lapisan keempat yang sangat tebal yaitu 12,8 m dan juga jenis batuan pada lapisan empat adalah andesit dimana umumnya andesit memiliki porositas efektif yang kecil. Sterra B Cornelia 78

Adanya pengaruh dari porositas dan konduktivitas hidrolik batuan terhadap penyerapan kontaminan juga diperlihatkan pada model dari Pb dan Fe 2+. Pola penyerapan batuan terhadap kedua logam berat tersebut juga sama. Setelah melakukan pemodelan terhadap Pb dan Fe 2+ diperoleh keduanya kontaminan ini mengalir mengikuti arah aliran airtanah. Penurunan kadar penyebaran Pb (timbal) pada tahun pertama dari tiap lapisan adalah sebagai berikut: Gambar 50. Penyebaran Kontaminan Timbal (Pb) pada Lapisan Pertama Sterra B Cornelia 79

Gambar 51. Penyebaran Kontaminan Timbal (Pb) pada Lapisan Kedua Gambar 52. Penyebaran Kontaminan Timbal (Pb) pada Lapisan Ketiga Sterra B Cornelia 80

Gambar 53. Penyebaran Kontaminan Timbal (Pb) pada Lapisan Keempat Gambar 54. Penyebaran Kontaminan Timbal (Pb) pada Lapisan Kelima Sterra B Cornelia 81

Penurunan kadar penyebaran Fe 2+ (besi) dari tiap lapisan pada tahun pertama adalah sebagai berikut: Gambar 55. Penyebaran Kontaminan Besi (Fe 2+ ) pada Lapisan Pertama Gambar 56. Penyebaran Kontaminan Besi (Fe 2+ ) pada Lapisan Kedua Sterra B Cornelia 82

Gambar 57. Penyebaran Kontaminan Besi (Fe 2+ ) pada Lapisan Ketiga Gambar 58. Penyebaran Kontaminan Besi (Fe 2+ ) pada Lapisan Keempat Sterra B Cornelia 83

Gambar 59. Penyebaran Kontaminan Besi (Fe 2+ ) pada Lapisan Kelima Pada pemodelan kontaminan TDS (total dissolved solid), Timbal (Pb) dan Besi (Fe 2+ ) di atas dapat dilihat bahwa penyebaran kontaminan yang dimunculkan pada tiap lapisan adalah pada tahun pertama hal ini dikarenakan pada tahun pertama kontaminan baik TDS, timbal maupun besi mulai membahayakan warga sekitar dengan kata lain mulai merambah (mencapai) ke permukiman terdekat karena kadar ketiga kontaminan tersebut telah berada di atas standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tentunya penyebaran ini sesuai dengan arah aliran airtanah sehingga hanya mengarah ke arah selatan dan tenggara dari lokasi bekas TPA Pasir Impun. Pemodelan yang dilakukan di atas juga dengan mengasumsikan bahwa timbal dan besi yang dengan bentuk ion akan sangat terlarut dalam air sehingga model yang dihasilkan pun memiliki bentuk yang hampir sama dengan TDS atau total zat terlarut. Namun terjadi perbedaan pola penyebaran pada Pb dan Fe 2+ bila dilihat dari hasil uji laboratorium yang dilakukan. Hal ini dikarenakan kedua unsur tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Sterra B Cornelia 84

Adanya nilai koefisien dispersi juga mempengaruhi pola penyebaran dari kontaminan. Semakin besar nilai koefisien dispersi maka penyebaran kontaminan akan semakin besar. Koefisien dispersi horisontal umumnya lebih besar dari pada nilai koefisien dispersi vertikal, karena nilai koefisien dispersi vertikal umumnya memiliki nilai sekitar 10 % - 30 % dari nilai koefisien. Hal ini dimaksudkan untuk dapat melihat nilai penyebaran secara horisontal atau lateral (Domenico dan Schwartz, 1990). Nilai koefisien dispersi yang digunakan dalam pemodelan diambil dari literatur sehingga diperoleh nilai koefisien vertikal sebesar 0,01 dan nilai koefisien dispersi horizontal adalah 0,1. Penentuan nilai tersebut didasarkan pada persamaan kondisi dalam hal ini litologi atau jenis batuannya. Dapat dikatakan bahwa adanya nilai koefisien dispersi berpengaruh terhadap penyebaran kontaminan karena dari pemodelan yang pernah dibuat dengan memasukan nilai koefisien horisontal yang lebih besar diperoleh penyebaran kontaminan yang lebih luas dan akan terjadi hal sebaliknya semakin kecil nilai koefisien dispersi yang diberikan maka penyebaran kontaminan akan semakin sempit atau kecil. 5.3 Analisis Kimia Pengujian sifat fisik dan sifat kimia seperti TDS, DHL, Eh, ph dan DO dilakukan terhadap masing-masing sampel seperti dapat dilihat hasil pengukurannya pada tabel 3. Untuk parameter TDS dan DHL dari hasil pengukuran di plot ke dalam grafik untuk mengetahui hubungan keduanya. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki hubungan yang berbanding lurus, dimana semakin besar nilai TDS maka nilai DHL akan semakin besar dan semakin kecil nilai TDS maka nilai DHL akan semakin kecil. Hal ini sesuai dengan teori dimana daya hantar listrik (DHL) dari air akan bertambah besar bila terdapat banyak zat yang terlarut di dalam air khususnya unsur-unsur yang memiliki sifat sebagai konduktor. Sterra B Cornelia 85

Grafik Hubungan TDS dan DHL DHL(uS/cm) 1400 1200 1000 800 600 400 y = 1.6535x + 50.765 R 2 = 0.9386 200 0 0 100 200 300 400 500 600 700 800 TDS (mg/l) Gambar 60. Grafik Hubungan TDS dan DHL Selain data TDS dan DHL yang dapat dilihat hubungannya, dari nilai Eh dan ph juga dapat ditentukan apakah air di daerah penelitian termasuk dalam kondisi tereduksi atau teroksidasi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 61 yang merupakan hasil plotting dari data hasil pengujian Eh dan ph dari masing-masing sampel. Untuk melihat titik batas reduksi atau oksidasinya dapat dilihat pada gambar 19. Setelah dibandingkan dengan diagram Eh-pH pada gambar 19 dapat disimpulkan bahwa kondisi air dari daerah penelitian termasuk dalam kondisi normal atau stabil dengan 11 titik sampel airnya mengalami reduksi atau memiliki nilai Eh negatif (di bawah 0) dan yang mengalami oksidasi atau memiliki nilai Eh positif berjumlah 26 sampel. Grafik Hubungan Eh dan ph Eh (V) 0.1000 0.0800 0.0600 0.0400 0.0200 0.0000-0.0200 0 2 4 6 8 10-0.0400-0.0600 y = -0.0394x + 0.2704 R 2 = 0.7868-0.0800-0.1000 ph Gambar 61. Grafik Hubungan Eh dan ph Sterra B Cornelia 86

9237600 9237400 9237200 120 SG-21 90 100 SG-22 90 130 160 120 180 160 190 120 180 689 260 240 SG-03 SG-01 280 220 180 130 250 270 SG-05 SG-04 SG-08 270 SG-07 240 190 210 140 240 SG-10 90 SG-13 290 140 150 PETA TOPOGRAFI BEKAS TPA PASIR IMPUN LEGENDA SKALA UTARA 1 : 5000 200 0 200 m GARIS KONTUR TOPOGRAFI 9237000 130 130 SG-04 142 GARIS KONTUR MAT TITIK SAMPEL 9236800 BATAS BEKAS TPA PASIR IMPUN ZONA TENGGARA ATAU TIMUR 9236600 SG-4 142 ZONA SELATAN ZONA BARAT DAYA 9236400 ZONA BARAT LAUT ZONA TIMUR LAUT 9236200 SG-1 361 SG-3 210 SG-2 487 ZONA BARAT ZONA TITIK SAMPEL TERJAUH 795800 796000 796200 796400 INTERVAL KONTUR = 2.5 M Gambar 62. Pembagian Zona pada Daerah Penelitian Untuk pembahasan dilakukan pembagian zona berdasarkan arah atau letak pengambilan sampel terhadap lokasi bekas TPA Pasir Impun. Dalam analisis nilai TDS (Total Dissolved Solid) dipakai sebagai salah satu tolak ukur ketercemaran airtanah. Daerah pengambilan sampel dapat dibagi ke dalam beberapa zona yaitu zona tenggara atau timur, zona selatan, zona barat daya, zona barat, zona timur laut, dan zona barat laut. Untuk zona tenggara atau timur yang terdiri dari nilai maksimum TDS adalah 689 mg/l pada dan nilai TDS minimum adalah 180 mg/l pada SG-08. Sterra B Cornelia 87

Pengambilan sampel pada zona ini adalah 11 sampel, dimana nilai rata-rata yang diperoleh cukup besar karena adanya titik sampel yang memiliki nilai TDS yang sangat besar yaitu pada titik yang terletak masih dalam lingkungan TPA, sedangkan 10 titik yang lain memiliki nilai TDS bahkan di bawah nilai rata-rata yang dihasilkan. Titik sampel minimum yaitu SG-08 juga memiliki nilai TDS yang kecil dikarenakan letaknya yang paling jauh dari sumber pencemar pada zona ini. Di zona selatan dari tujuh sampel yang diambil, nilai TDS maksimum adalah pada SG-13 sebesar 290 mg/l dan nilai TDS minimum pada SG-10 sebesar 90 mg/l. Zona barat daya lokasi bekas TPA yang hanya didasarkan pada empat titik pengambilan sampel pada zona ini nilai TDS maksimum adalah sebesar 180 mg/l yang dimiliki oleh. Pada zona barat diambil empat sampel yang menghasilkan nilai TDS maksimum sebesar 240 mg/l pada dan TDS minimum pada sebesar 120 mg/l. Pada zona timur laut hanya diambil satu sampel pada yang memiliki nilai TDS sebesar 210 mg/l. Zona barat laut menunjukan nilai TDS maksimum pada sebesar 180 mg/l dan nilai TDS minimum pada SG-21 sebesar 90 mg/l. Pengambilan sampel juga dilakukan pada daerah yang cukup jauh dari TPA namun masih dalam satu kawasan jalan Pasir Impun, diambil empat sampel yang menghasilkan nilai TDS maksimum sebesar 487 mg/l pada SG-2 dan TDS minimum pada SG-4 sebesar 142 mg/l. Pengambilan empat sampel tersebut dimaksudkan untuk melihat penyebaran yang terjadi apakah cukup luas atau tidak. Hal ini dapat disebabkan karena aliran airtanah yang mengarah ke arah barat daya tidak memiliki kecepatan aliran seperti ke arah tenggara atau timur dan selatan. Kecepatan aliran yang tidak sama dapat diakibatkan karena perbedaaan kemiringan topografi dan jarak maupun letak sungai seperti Sungai Cisaraten terletak di timur TPA. Dari nilai rata-rata TDS berdasarkan arahnya dapat dilihat bahwa yang paling besar adalah pada arah barat daya jauh. Meskipun tergolong paling besar namun nilai TDS tersebut masih di bawah standar pemerintah sehingga dapat dianggap tidak tercemar. Sterra B Cornelia 88

Setelah arah barat daya jauh yang mengindikasikan pencemaran terbesar dalam hal ini dilihat dari nilai TDS-nya adalah zona tenggara atau timur dan selatan masing-masing sebesar 280,8 mg/l dan 180 mg/l, hal ini dapat dikarenakan adanya pergerakan dari pencemar yang terlarut dalam airtanah mengalir menuju ke arah topografi yang lebih rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aliran pencemar dan airtanah mengikuti arah aliran airtanah bebas regional. Karena TPA Pasir Impun sudah tidak beroperasi lagi maka pencemar yang dihasilkan tidak sebesar waktu masih beroperasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan hasil penelitian dilakukan sekarang dengan yang pernah dilakukan pada tahun 2002. Nilai TDS dari 37 sampel yang diambil setelah dirata-rata hanya menghasilkan 202,1 mg/l sedangkan bila dibandingkan dengan nilai TDS yang pernah dilakukan sekitar lima tahun yang lalu dengan jumlah 30 sampel menghasilkan nilai rata-rata sebesar 548 mg/l. Dapat dilihat perbedaan yang sangat signifikan antara nilai TDS sekarang dengan nilai TDS pada lima tahun yang lalu dikarenakan pada lima tahun yang lalu 30 sampel yang diambil sudah termasuk didalamnya sampel yang berasal dari sumur gas pada sumur ini tentu saja nilai TDS-nya sangat besar karena letaknya langsung berada di TPA dan berfungsi untuk mengalirkan gas-gas beracun dari TPA, sedangkan pengambilan sampel yang dilakukan sekarang hanya mengambil dari sumur warga dan dari satu sumur pantau karena pada bekas TPA Pasir Impun sumur gas yang dulu ada sekarang sudah terkubur sehingga tidak dapat dilakukan sampling. Hal ini menyebabkan nilai TDS yang dihasilkan tidak terlalu besar karena hanya mengambil sampel di daerah sekitar TPA. Sedangkan apabila nilai TDS dari sampel yang diambil 5 tahun lalu dilakukan tanpa mengambil sampel yang diperoleh dari sumur gas maka akan menghasilkan nilai rata-rata sebesar 183,4 mg/l. Bila dibandingkan dengan nilai rata-rata dari sampel tahun ini maka nilai TDS 5 tahun lalu lebih kecil. Dapat dijelaskan bahwa selama tahun 2002 sampei 2007 terjadi peningkatan curah hujan di daerah penelitian hal ini dapat dilihat pada tabel 7 yang mencantumkan data curah hujan selama 6 tahun terakhir. Pengambilan data curah hujan diambil dari tahun 2002 guna membandingkan hasil penelitian yang dilakukan tahun 2002 dengan Sterra B Cornelia 89

mengasumsikan data curah hujan yang dipakai pada pemodelan tahun 2002 adalah adalah data curah hujan tahun 2001. Perbedaan kandungan mineral terlarut dapat juga disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan di tempat penelitian contohnya adalah pada tahun 2002 kolam leachate masih dapat ditemukan dan masih berisikan air leachate yang berasal dari TPA, namun pada tahun 2007 kolam leachate ditemukan dalam keadaan kosong menurut warga sekitar kolam leachate dijebolkan warga dengan alasan menimbulkan bau dan pemandangan yang tidak sedap. Hal ini menyebabkan data dari kolam leachate yang merupakan data yang dapat menjadi anomali tidak bisa diperoleh. Dari 37 sampel yang diambil di daerah penelitian kemudian dilakukan pengambilan 10 sampel untuk dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap beberapa parameter baik fisik, kimia dan kimia oraganik. Adapun 10 sampel yang akan dipakai untuk diujikan di laboratorium merupakan sampel yang ditentukan dan diambil berdasarkan letaknya terhadap lokasi bekas TPA Pasir Impun. Kedudukan dan hasil dari tiap sampel dapat dilihat pada tabel 9. Karena arah aliran airtanah telah diketahui maka dapat ditentukan sampel yang letaknya paling representatif karena sesuai dengan arah aliran airtanah di lokasi penelitian. Tabel 9. Kedudukan dan Hasil Pengujian TDS Sampel yang Diujikan di Laboratorium Air, Teknik Lingkungan ITB Sumur North East TDS Standar Baku Mutu 9237325 796181 821 mg/l 1000 mg/l SG-02 9237318 796290 309 mg/l 1000 mg/l SG-04 9237294 796317 316 mg/l 1000 mg/l 9237310 796315 321 mg/l 1000 mg/l 9237278 796312 201 mg/l 1000 mg/l SG-10 9237148 796147 107,4 mg/l 1000 mg/l 9237210 796119 203 mg/l 1000 mg/l 9237520 796334 176,5 mg/l 1000 mg/l Sterra B Cornelia 90

Sumur North East TDS Standar Baku Mutu 9237546 796109 186,3 mg/l 1000 mg/l 9237512 795969 138,9 mg/l 1000 mg/l Jenis pengukuran atau uji yang dilakukan terhadap sampel yang telah diambil adalah uji kelayakan air untuk menjadi air minum atau dapat dikonsumsi dan uji logam berat, dalam hal ini logam berat yang diujikan adalah timbal (Pb) dan besi (Fe 2+ ). Sampel air diuji kelayakannya untuk menjadi air minum karena pada daerah penelitian terdapat cukup banyak sumur gali, namun hampir semua warga harus membeli air untuk dikonsumsi karena ada kekuatiran bahwa sumur airtanah yang mereka miliki tidak layak untuk dikonsumsi atau diminum. Hal ini diketahui dari keterangan yang dikumpulkan dari tiap pemilik sumur sampel. Warga cenderung masih tetap mengeluh tentang keberadaan TPA di wilayah mereka. Karena walaupun sudah tidak beroperasi lagi namun proses pembuatan kompos masih tetap berlangsung dan selama pengambilan sampel dilakukan di daerah penelitian masih dapat dilihat adanya truk-truk sampah yang masih aktif mengangkut kompos dari lokasi TPA ke luar. Dari hasil pengukuran Timbal (Pb) yang dilakukan di laboratorium didapati hasil seperti yang dapat dilihat pada tabel 10. Dari hasil yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa pada sumur atau lokasi pengambilan sampel yang letaknya searah dengan arah aliran airtanah yaitu arah tenggara dan selatan TPA kandungan Pb lebih kecil dibandingkan sumur yang letaknya di arah barat dan barat daya. Hal ini disebabkan karena pada arah tenggara dan selatan bekas TPA merupakan lokasi penimbunan sampah sehingga pelapisan liner atau lapisan kedap air sebagai pembatas antara lapisan sampah yang satu dengan yang lain akan dilakukan lebih intensif atau lebih teliti untuk menghindari terjadi pencemaran ke permukiman penduduk yang letaknya sangat dekat dengan lokasi bekas TPA Pasir Impun. Sedangkan pada arah barat daya dan barat bekas TPA merupakan lokasi kantor dan tempat parkir truk sampah sehingga daerah ini cenderung tidak intensif Sterra B Cornelia 91

pemberian lapisan kedap air. Karena adanya penumpukan sampah maka lokasi TPA yang dulunya berupa lembah sekarang telah menjadi seperti bukit yang lebih tinggi dari lokasi di sekitarnya kecuali arah utara yang memang lebih tinggi topografinya daripada lokasi bekas TPA. Hal inilah yang menyebabkan penyebaran pencemar akan bergerak ke arah yang lebih rendah sesuai dengan arah aliran airtanah. Selain itu keberadaan unsur Pb dalam sampel yang diambil juga dapat dijelaskan dari mobilitas Pb yang kurang mobile sehingga akan sulit untuk mengalami pelindian. Keberadaan Pb yang sekarang disebabkan oleh adanya proses pengendapan selama bertahun-tahun dan karena adanya adsorpsi Pb oleh lempung. Sehingga sesuai dengan teori bahwa mobilitas unsur dapat dipengaruhi oleh kelarutan unsur dan secondary trapping (adsorpsi oleh lempung). Tabel 10. Hasil Pengukuran Timbal di Laboratorium Air, Teknik Lingkungan ITB North East Timbal (Pb) Sumur Standar Baku Mutu 9237325 796181 0,05 mg/l 0,01 mg/l 9237318 796290 0,07 mg/l SG-02 0,01 mg/l 9237294 796317 0,05 mg/l SG-04 0,01 mg/l 9237310 796315 0,05 mg/l 0,01 mg/l 9237278 796312 0,05 mg/l 0,01 mg/l 9237148 796147 0,05 mg/l SG-10 0,01 mg/l 9237210 796119 0,08 mg/l 0,01 mg/l 9237520 796334 0,04 mg/l 0,01 mg/l 9237546 796109 0,0099 mg/l 0,01 mg/l 9237512 795969 0,09 mg/l 0,01 mg/l Keterangan: adalah yang memiliki kandungan Pb di atas nilai baku mutu 0,01 mg/l Fe merupakan salah satu logam berat yang esensial, dimana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Fe yang dipilih untuk diujikan karena keberadaanya yang sangat mudah larut dalam air khususnya dalam bentuk Fe 2+. Tabel 11 merupakan hasil pengujian Fe 2+ yang dilakukan di laboratorium. Sterra B Cornelia 92

Tabel 11. Hasil Pengukuran Besi Fe 2+ di Laboratorium Air, Teknik Lingkungan ITB North East Besi (Fe 2+ ) Sumur Standar Baku Mutu 9237325 796181 1,01 mg/l 0,3 mg/l 9237318 796290 0,025 mg/l SG-02 0,3 mg/l 9237294 796317 0,025 mg/l SG-04 0,3 mg/l 9237310 796315 0,046 mg/l 0,3 mg/l 9237278 796312 0,056 mg/l 0,3 mg/l 9237148 796147 0,154 mg/l SG-10 0,3 mg/l 9237210 796119 0,088 mg/l 0,3 mg/l 9237520 796334 0,046 mg/l 0,3 mg/l 9237546 796109 0,014 mg/l 0,3 mg/l 9237512 795969 0,363 mg/l 0,3 mg/l Keterangan: adalah yang memiliki kandungan Fe 2+ di atas nilai baku mutu 0,3 mg/l Dilakukan pengukuran Fe 2+ (dalam bentuk ion) untuk tujuan memudahkan pada waktu melakukan pemodelan karena apabila dihitung nilai Fe total maka dalam pemodelan dengan menggunakan Software Modflow harus memakai aturan bahwa Fe total termasuk dalam partikel. Fe berbeda dengan Pb yang dapat terserap oleh lapisan kedap air. Fe merupakan unsur yang mobile karenanya hasil yang ditunjukan oleh pengujian yang dilakukan di laboratorium adalah hanya 2 titik sampel yang menunjukan anomali Fe 2+ di atas nilai baku mutu. Pencemaran Fe 2+ dari hasi pengujian di laboratorium hanya terdapat pada sampel yang berada dalam lokasi TPA yaitu pada titik dan yang berada pada arah barat TPA pada titik. Hal ini dapat disebabkan oleh mobilitas Fe 2+ dan sifat kelarutan dalam air yang besar sehingga pada daerah selatan dan timur dari lokasi TPA yang cenderung menyebabkan aliran airtanah cenderung lebih cepat pada daerah tersebut bila dibandingkan dengan daerah sebelah barat TPA yang cenderung lebih landai. Selain itu juga kecepatan airtanah diperkirakan semakin besar karena pengambilan data dilakukan pada bulan November yang merupakan musim penghujan. Adanya air hujan mengindikasikan adanya proses infiltrasi ke Sterra B Cornelia 93

dalam airtanah sehingga mendesak keberadaan kontaminan untuk bergerak meresap ke bawah atau mengalir ke arah head yang lebih kecil nilainya. Data pencemaran seperti yang ada pada tabel 10 dan 11 dapat dikatakan pencemaran cukup kecil hal ini karena bekas TPA Pasir Impun merupakan TPA pertama di Indonesia yang menggunakan sistem sanitary landfill, sejauh ini sistem tersebut dianggap yang terbaik di Indonesia namun dalam kenyataannya masih saja ditemukan adanya pencemaran yang terjadi di sekitar lokasi TPA. Hal ini dapat dikarenakan sistem sanitary landfill yang diterapkan oleh TPA Pasir Impun masih belum maksimum ataupun optimal. Bila dibandingkan dengan prosedur atau aturan yang seharusnya dilakukan dalam sistem sanitary landfill maka diperoleh sedikit kekurangan pada TPA Pasir Impun. Contohnya adalah jarak antar TPA Pasir Impun dan permukiman warga sangat dekat hanya berjarak beberapa meter, saluran leachate dari TPA ke kolam leachate tidak dilindungi secara baik, pipa gas yang dibuat untuk mengeluarkan gas-gas beracun dari TPA telah terkubur, hal ini dapat menyebabkan adanya pencampuran gas-gas tesebut ke dalam airtanah. Sistem liner yang dilakukan masih belum diketahui kualitas kekedapannya karena selain lempung masih ditambahkan dengan tanah. 5.4 Perbandingan Model dan Data di Lapangan Dari data yang diperoleh di lapangan yaitu dari 33 sampel untuk konsentrasi TDS dan masing-masing 10 smpel untuk konsentrasi Pb dan Fe 2+, dan hasil modeling dengan menggunakan Software Modflow dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki hasil yang sama dalam arah aliran airtanah. Sedangkan untuk menghasilkan kandungan kontaminan seperti yang terdapat di lapangan saat ini, dari hasil modeling Software Modflow dibutuhkan sekitar 8 tahun. Hal ini sesuai dengan kenyataan di lapangan karena pengambilan data dilakukan pada tahun 2007 sehingga bila dihitung dari tahun ditutupnya TPA Pasir Impun pada tahun 1999 maka selisih hingga tahun 2007 adalah 8 tahun. Adanya sedikit perbedaan Sterra B Cornelia 94

dikarenakan kemungkinan penambahan dari sumber lain dan perubahan kondisi hidrogelogi di lapangan. Gambar 63. Perbandingan TDS di Lapangan dan Model Hasil Run Software Tabel 12. Perbandingan Konsentrasi TDS berdasarkan Data di Lapangan dan Data Hasil Pemodelan Titik Sampel Satuan Data Lapangan Data Hasil Pemodelan mg/l 689 689 SG-02 mg/l 260 300 SG-04 mg/l 270 300 mg/l 220 200 mg/l 380 270 SG-10 mg/l 190 190 mg/l 90 250 mg/l 210 < 100 mg/l 130 < 100 mg/l 120 <100 Sterra B Cornelia 95

Gambar 64. Perbandingan Besi di Lapangan dan Model Hasil Run Software Gambar 65. Perbandingan Timbal di Lapangan dan Model Hasil Run Software Sterra B Cornelia 96