BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelainan patologi. Paru terbagi menjadi dua yaitu paru kanan yang berukuran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Asam format yang terakumulasi inilah yang menyebabkan toksik. 2. Manifestasi klinis yang paling umum yaitu pada organ mata, sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berat molekul 32,04 et e t t d d C, bersifat ringan, mudah menguap, tidak bewarna dan mudah terbakar.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP. Metanol atau biasa disebut carbinol atau lebih dikenal dengan alkohol

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

ASIDOSIS RESPIRATORIK

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kesetimbangan asam basa tubuh

PENGARUH PEMBERIAN RANITIDIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PARU TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN METANOL DOSIS BERTINGKAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

BAB III METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Setelah streptomisin ditemukan pada tahun 1943, ditemukan pula antibiotik lain

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dianalisis

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan bahkan menyebabkan kematian.

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

PENGANTAR FARMAKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh iritan, inhalasi alergen dan toksik obat-obatan yang menyebabkan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Rhodamine B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes. Pewarna

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Sistem Peredaran Darah Manusia

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%,

EFEK TOKSIK XENOBIOTIK Nasruddin Syam, SKM, M.Kes

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sistem Pernafasan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rutin, dengan waktu dan cara yang tepat. 2 Kebiasaan menyikat gigi, terutama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

This page shows ventral views of the esophagus and developing lungs, accompanied by cross sectional views through the area between the black arrows.

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan. 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP. merupakan alkohol yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3 OH.

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.5

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Mekanisma ini terbahagi kepada tarikan nafas dan hembusan nafas. B.Ia melibatkan perubahan kepada :

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. - carboxyphenyl) diethylamino xanthenylidene] -

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2003). Penggunaan pestisida dalam mengatasi organisme pengganggu

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

KERACUNAN AKIBAT PENYALAH GUNAAN METANOL

Bab I. Pendahuluan. Luka bakar adalah trauma pada jaringan yang disebabkan oleh suhu tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Hewan Coba

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Warna merupakan salah satu sifat yang penting dari makanan, di samping juga

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Paru 2.1.1 Anatomi dan fisiologi paru Paru-paru merupakan organ yang elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga thoraks dan merupakan organ tubuh yang sering mengalami kelainan patologi. Paru terbagi menjadi dua yaitu paru kanan yang berukuran lebih besar dan paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi tiga lobus oleh fissura interlobaris dan paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Setiap paru-paru terbagi juga menjadi beberapa sub bagian yaitu menjadi sepuluh unit terkecil yang disebut brochopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. 15 Paru-paru dibungkus oleh membran serosa yaitu pleura. Pleura yang melapisi rongga dada disebut pleura parietalis, sedangkan pleura yang menyelubungi paru-paru disebut pleura viceralis. Di antara pleura parietalis dan pleura viceralis terdapat celah ruangan yang disebut cavum pleura. Ruangan ini normalnya berisi sedikit cairan serous untuk melumasi dinding dalam pleura. Cavum pleura memiliki tekanan negatif yang saling tarik menarik, di mana ketika diafragma dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik mengembang begitu juga sebaliknya. 15,16 Fungsi utama paru-paru yaitu sebagai alat respirasi untuk pertukaran gas oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Pertukaran ini terjadi pada alveolus- 8

9 alveolus di paru melalui sistem kapiler. Pertukaran gas tersebut untuk menyediakan kebutuhan oksigen bagi jaringan. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida akan berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang. 17 Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu: 1) Ventilasi paru Ventilasi adalah sirkulasi keluar masuknya udara atmosfer dan alveoli. Proses ini berlangsung di sistem pernapasan. 2) Difusi Difusi adalah pertukaran dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah. Proses ini terjadi di sistem pernapasan. 3) Transpor gas Transpor gas adalah pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel. Proses ini terjadi di sistem sirkulasi. 4) Pengaturan ventilasi Volume paru dan kapasitas fungsi paru merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas fungsi paru dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada atau tidaknya kelainan fungsi ventilasi paru. 16

10 2.1.2 Histologi paru Alveolus paru merupakan unit mikrokopik utama dari organ paru yang berbentuk kantung terbuka pada salah satu isinya. Alveolus merupakan suatu invaginasi kecil seperti kantung pada bronkiolus repiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris. Struktur seperti kantung ini penting untuk pertukaran oksigen dan CO2 antara udara dan darah. Struktur dinding alveoli dikhususkan untuk difusi antara lingkungan eksterna dan interna. Setiap dinding dari dua alveolus yang berdekatan menjadi satu dinamakan septum atau dinding interalveolaris. Septum alveolaris terdiri atas dua lapisan epitel gepeng tipis yang diantaranya terdapat kapiler dan jaringan ikat. Struktur ini menyebabkan septum interalveolaris sangat fleksibel, tidak kaku sehingga pengembangan tidak sempurna dan tidak terlalu lunak sehingga pembuluh darah tidak pecah. 18 Jumlah alveolus mencapai 300 juta buah. Dengan adanya alveolus, luas permukaan seluruh alveolus diperkirakan mencapai 100 kali lebih luas daripada luas permukaan tubuh. Dinding alveolus mengandung kapiler darah yang memungkinkan terjadinya difusi gas. Alveolus dilapisis sel alveolar tipe I (sel alveolar gepeng) yang berfungsi mengadakan sawar dengan ketebalan minimal yang dengan mudah dapat dilalui gas. Sel tipe II (sel alveolar besar) ditemukan di antara sel alveolar tipe I. Sel-sel ini mengandung badan berlamel yang menghasilkan materi yang menyebar di atas permukaan alveolus, memberi lapisan alveolar ekstraselular yang berfungsi menurunkan ketegangan pulmuner yaitu surfaktan pulmuner. Sel alveolar tipe I merupakan lapisan tipis yang menyebar menutupi lebih dari 90 persen daerah permukaan paru. 19

11 Gambar 1. Dinding alveolus : septa interalveolar. Pulasan hematoksilin eosin. Pembesaran 40x. 19 2.1.3 Patologi paru Patologi pada saluran napas yang terjadi terutama pada paru dapat disebabkan oleh iritan, inhalasi alergen dan toksik obat-obatan. Bahan-bahan kimiawi dan toksik seringkali menyebabkan iritasi membran mukosa di saluran napas. Pada gambaran mikroskopis tampak inflamasi akut pada mukosa dengan gambaran infiltrasi sel radang, edema paru dan destruksi dinding alveoli. 20,21 Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan suatu kontinum gagal napas progresif yang didefinisikan adanya tanda dispneu akut, penurunan tekanan oksigen arteri, hipoksemia, timbulnya infiltrat paru bilateral pada radiografi dan tidak adanya tanda klinis gagal jantung kiri pimer. ARDS biasanya diawali dengan Acute Lung Injury (ALI) dengan kelainan ringan pada fungsi respirasi yang berkembang menjadi ARDS yang secara klinis lebih parah. 22 The American-European Consensus on ARDS menemukan insidensi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) antara 12,6-28,0 kasus / 100.000 penduduk / tahun serta kematian akibat gagal napas dilaporkan sekitar 40%. 23

12 ARDS integritas sawar ini terganggu karena adanya cedera endotel atau epitel yang mengalami kerusakan. Konsekuensi akut kerusakan pada membran kapiler alveolus adalah permeabilitas vaskuler meningkat dan banyaknya alveolus, hilangnya kapasitas difusi dan kelainan permukaan surfaktan akibat kerusakan pada pneumosit tipe II. Kerusakan epitelium alveolar yang berat menyebabkan kesulitan dalam mekanisme perbaikan paru dan menyebabkan fibrosis. Kerusakan pada fase aku terjadi pengelupasan sel epitel bronkial dan alveolar, diikuti dengan pembentukan membran hialin yang kaya protein pada membran basal epitel yang menipis. Cedera paru ini disebabkan pula oleh ketidakseimbangan sitokin proinflamasi dan antiinflamasi. Pengeluaran sitokin IL-8, IL-1 dan TNF menyebabkan sekuestrasi dan pengaktifan neutrophil. Netrofil memasuki endotel kapiler yang rusak dan jaringan interstitial dipenuhi cairan yang kaya akan protein. Netrofil ini yang diperkirakan berperan dalam patogenesis ARDS. 22 Pada pemeriksaan makroskopis paru terlihat paru tampak warna merah tua, padat, tidak mengandung udara dan berat. Secara mikroskopis pada fase eksudatif atau akut hingga hari ke 7 ditandai dengan kongesti kapiler, nekrosis sel epitel alveolus, edema dan perdarahan interstisium dan intra alveolus serta penumpukan neutrofil di kapiler. Duktus alveolaris melebar dan alveolus cenderung kolaps karena gangguan sekunder pada sintesis surfaktan. Trombus fibrin juga terbentuk di kapiler dan pembuluh darah besar, namun temuan khas adalah membran hialin yang terutama melapisi duktus alveolaris yang melebar. 22

13 Pada fase proliferasi pada minggu ke 1 hingga minggu ke 3 ditandai dengan proliferasi pneumosit tipe II dan oleh fagositosis membran hialin sisa dari makrofag paru. Hiperplasi pneumosit tipe II akibat dari suatu fenomena reparatif yaitu sel tersebut menggantikan pneumosit tipe I yang terlepas dan kemudian berdiferensiasi menjadi sel tipe I. Ekspansi septum alveolus oleh proliferasi fibroblast dan jaringan ikat interstisium juga terjadi. Pada pasien yang sembuh dari fase akut akan mengalami sedikit sekuele histologik atau terjadi fibrosis progresif yang mengenai interstisium dan ruang alveolus. Hasil akhir ini menyebabkan distorsi hebat parenkim paru biasanya menimbulkan fibrosis interstisium difus yang dikelilingi oleh rongga udara yang melebar dan terdistorsi dengan gambaran khas yaitu honey comb lung. 22,24 Gambar 2. A. Alveolus normal B. Fase awal cedera akut dan sindrom gawat napas akut. 22 2.2 Metanol 2.2.1 Definisi metanol Metanol merupakan senyawa kimia cair dengan rumusan kimia CH 3 OH,

14 memiliki berat molekul 32,04. Metanol memiliki titik didih 64,5 C, bersifat ringan, mudah menguap, tidak bewarna dan mudah terbakar. 1,25 Metanol adalah senyawa alkohol paling sederhana yang didalam tubuh akan dimetabolisme menjadi formaldehida (formalin) yang kemudian menjadi asam format. 1 Gambar 3. Struktur metanol 2.2.2 Farmakodinamik metanol Mekanisme utama metanol di dalam tubuh manusia adalah dengan oksidasi menjadi formaldehida, asam format, dan CO 2. Metanol dapat diabsorbsi kedalam tubuh melalui saluran pencernaan, kulit dan paru-paru dan didistribusikan ke dalam cairan tubuh dengan volume distribusi 0,6 0,7 L/kg. 26 Metanol secara perlahan dimetabolisme di hati. Sekitar 3% dari metanol diekskresikan melalui paru atau diekskresi melalui urin. 7,25 Gambar 4. Metabolisme metanol

15 2.2.3 Farmakokinetik metanol Metanol dapat diabsorbsi kedalam tubuh melalui saluran pencernaan, kulit, saluran pernafasan yaitu paru-paru dan didistribusikan ke dalam cairan tubuh. Kecepatan absorbsi dari metanol tergantung dari beberapa faktor, dua faktor yang paling berperan adalah konsentrasi metanol dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna. Metanol dalam bentuk larutan lebih lambat diserap dibanding dengan metanol yang murni dan adanya makanan dalam saluran cerna terutama lemak dan protein akan memperlambat absorbsi metanol dalam saluran cerna. 27 Setelah diabsorbsi, metanol didistribusi ke seluruh jaringan dan cairan tubuh dengan volume distribusi 0,6L/kg. Metanol mudah diserap melalui oral, inhalasi, dan paparan kulit.setelah diabsorbsi metanol akan cepat didistribusikan secara cepat pada jaringan tubuh dan kadar puncaknya dalam darah tercapai 30-90 menit setelah paparan. 7 Selama ingesti metanol secara cepat diabsorbsi dalam traktus gastrointestinal dan di metabolisme di hati. Pada langkah pertama dari degradasi, metanol diubah menjadi formaldehid oleh enzim alcohol dehidrogenase. Kemudian terjadi oksidasi dari formaldehid menjadi asam format oleh enzim aldehid dehidrogenase. Oksidasi ini berlangsung lebih cepat dibandingkan perubahan metanol menjadi formaldehid sehingga hanya sedikit formaldehid yang terakumulasi dalam serum. Hal ini menjelaskan latensi dari gejala antara penelanan dan timbulnya efek. Waktu paruh dari formaldehid adalah

16 sekitar 1-2 menit. Asam format kemudian dioksidasi menjadi karbondioksida dan air oleh tetrahidrofolat. Metabolisme dari asam format sangat lambat sehingga dapat terakumulasi di dalam tubuh yang menimbulkan asidosis metabolik. Asam format juga menghambat respirasi seluler sehingga terjadi asidosis laktat. 7,27 Toksisitas metanol semakin meningkat disebabkan oleh stukturnya yang tidak murni. Metanol diekskresikan secara lambat di dalam tubuh dan kemudian secara kumulatif metanol dapat bersifat toksik di dalam tubuh. Metanol diekskresikan secara lambat dari dalam tubuh dan masih bisa didapatkan didalam tubuh selama 4 hari setelah pemberian dosis tunggal. Metanol dapat dikeluarkan dengan membuat muntah dan dalam jumlah kecil diekskresikan melalui pernafasan, keringat, dan urin. Sekitar 90% metanol diekskresikan melalui hepar, 2,5 % melalui paru dan 1% diekskresikan melalui urin. Apabila kadarnya dalam darah rendah, waktu paruh metanol adalah 2-3 jam. Pada intoksikasi ringan, waktu paruh antara 14-20 jam, namun pada intoksikasi berat apabila kadar dalam darahnya meningkat sampai melebihi 300 mg/ml waktu paruhnya menjadi 24-30 jam. Jika keadaan ini terjadi makan sejumlah besar metanol akan dieliminasi dalam bentuk yang tidak berubah melalui paru dan ginjal. 7,26 2.2.4 Gambaran post mortem intoksikasi metanol Pemeriksaan dalam korban post mortem pada intoksikasi metanol secara makroskopis dapat dilihat perubahannya pada berbagai macam organ dalam tubuh manusia. Pada organ otak akan menunjukkan gambaran post mortem yaitu perubahan akut sekunder akibat hipoksia atau iskemia pada substansia grisea berupa edema serebri dan injuri neuronal akut. Apabila seseorang yang

17 mengalami keracunan metanol selama beberapa hari atau beberapa minggu akan menunjukkan pola kerusakan otak yang khas yaitu nekrosis putamen bilateral, terutama mengenai bagian lateral dari nuclei. Pada beberapa kasus dapat juga ditemukan nekrosis hemoragik yang melibatkan centrum semiovale, khususnya bagian subkortikal dan kerusakan pada substansia alba dan putamen. Penampakan post mortem pada keracunan metanol yang kronis yaitu perubahan morfologik otak yang menyeluruh yaitu atropi kortikal dan subkortikal dan terjadi kerusakan dan penyusutan lobus frontal. 28,29 Lesi organ mata memperlihatkan destruksi sel-sel ganglion retina, edema dari diskus optikus dan atrofi pada nervus optikus. 10 Pada organ lambung dan duodenum akan tampak hiperemi dan inflamasi dengan bercak-bercak perdarahan. Pankreas terjadi nekrosis dan perdarahan. Pada organ jantung terjadi degenerasi vacuolar pada sel-sel jantung, cloudy changes pada miokardium. 30 Pada organ hati terjadi kongesti dan degenerasi parenkimatus. Pada organ paru-paru akan tampak kongesti dan udem dan deskuamasi dari epitel bronkus yang ensifematus. Pada ginjal menunjukkan adanya udem dan degenerasi tubular. Pada vesica urinaria terjadi mukosa yang kongesti. 14,30 2.3 Pengaruh metanol terhadap paru Metanol merupakan salah satu zat toksik yang berefek samping pada sistem pernapasan. Hasil metabolik metanol yaitu asam format yang dapat menyebabkan berbagai efek pada paru. Asam format ini dapat mengiritasi membran mukosa saluran pernapasan sehingga menimbulkan kekacauan mekanisme pertahanan saluran napas normal. 6 Asam format yang terakumulasi di

18 dalam organ paru menjadi marker intoksikasi metanol. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Luis A. Ferrari, dkk pada tahun 2002, bahwa distribusi hasil metabolik metanol yaitu asam format ditemukan dalam darah dan organ salah satunya organ paru. Asam format dalam organ ini dianalisis dengan kromatografi gas-spektrofotometri massa (GC-MS) dengan detektor FID. 14 Akumulasi asam format juga menyebabkan asidosis karena menurunnya kadar ph dan meningkatnya CO2 di dalam darah. Meningkatnya CO2 dalam darah ini akan merangsang otak untuk mengatur pernapasan, sehingga pernapasan menjadi cepat dan dalam. Kegagalan pernapasan juga dapat terjadi dengan nyeri dada, dispneu, spasme laring dan edema paru akibat paparan asam format. 31,32 Perubahan struktur jaringan paru akibat paparan asam format dari hasil metabolik metanol merupakan manifestasi dari akumulasi sel-sel inflamasi, edema paru, pembengkakan jalan napas, perdarahan bronkopneumonia dan kerusakan difusi alveolar yang merupakan manifestasi klinis terjadinya Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) menjadi suatu kumpulan gejala klinis akibat paparan bahan-bahan kimiawi dan toksik salah satunya asam format. 6,33 Asam format dalam bentuk ingesti pada 302 pasien dalam studi Mathew dan Dalus bahwa 44% mengalami respiratory distress, 70,2% mengalami asidosis metabolic, 47,4% mengalami aspirasi pneumonia, 33,8% mengalami ARDS dan 25,5% mengalami pneumonitis kimiawi. 34 2.4 Ranitidin Ranitidin merupakan antagonis histamin dari reseptor histamin H2 dimana sebagai antagonis histamin, ranitidin dikenal lebih potensial daripada cimetidine

19 dalam fungsinya untuk menghambat sekresi asam lambung pentagastrinstimulated. Fungsi ini dikarenakan antagonis histamin dari reseptor histamin H2 ini bekerja untuk menghambat sekresi asam lambung. 7,35 Gambar 5. Struktur ranitidin 2.4.1 Farmakodinamik ranitidin Menghambat reseptor histamin H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan dari reseptor histamin H2 ini akan merangsang sekresi asam lambung sehingga dengan adanya ranitidin sebagai antagonis dari reseptor histamin ini, maka akan terjadi penghambatan sekresi asam lambung. Selain itu ranitidin ini juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung. Reseptor histamin ini terdapat pada sel parietal di lambung yang mensekresi asam lambung. Adanya histamin akan mengaktifkan pompa proton (H+ / K+ + ATPase) yang akan membentuk camp dan merangsang sel parietal untuk mensekresi HCl / asam lambung. Dengan adanya antihistamin ranitidin maka jumlah camp intrasel akan berkurang sehingga sekresi asam lambung oleh sel parietal dapat dihambat. 7 2.4.2 Farmakokinetik ranitidin Ranitidin diabsorbsi secara oral dengan biavailibilitas ranitidin sekitar 50% sama dengan pada pemberian intravena, akan meningkat pada pasien dengan

20 penyakit hati. Namun pada sumber lain juga dikatakan bahwa ranitidin memiliki bioavailibiltas 88%. Kemudian didistribusi secara luas di dalam tubuh termasuk ASI dan plasenta. Dengan kadar puncak dalam plasma yang dicapai dalam 1-3 jam penggunaan 150 mg ranitidin oral. 15% dari ranitidin akan terikat oleh protein plasma lalu di metabolisme lintas pertama terjadi di hati dalam jumlah yang cukup besar setelah pemberian oral. 36 Ekskresi ranitidin sebanyak 70% diekskresi dalam bentuk asalnya di ginjal terutama melalui urin dengan waktu paruh yang pendek yaitu sekitar 2-3 jam pada orang dewasa dan memanjang pada orang tua dan pasien gagal ginjal. Pada pasien dengan penyakit hati, waktu paruh dari ranitidin juga akan memanjang namun tidak sesignifikan perpanjangan waktu paruh pada pasien gagal ginjal. 36 2.4.3 Pengaruh ranitidin terhadap paru yang diinduksi oleh metanol Ranitidin memiliki fungsi selain sebagai inhibitor dari sitokrom enzim P450, menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung, juga mempunyai fungsi menghambat aktivitas enzim alcohol dehydrogenase (ADH) di gaster dan hepar. Pada kondisi intoksikasi metanol akut, metanol akan diubah menjadi formaldehid di lambung dengan bantuan alcohol dehydrogenase yang selanjutnya dengan segera formaldehid diubah menjadi asam format dengan bantual aldehid dehydrogenase (ALDH). Oleh karena itu ranitidin memiliki aktivitas alcohol dehydrogenase inhibitor dan aldehid dehydrogenase inhibitor untuk mengurangi produk hasil metabolisme metanol yaitu asam format yang mempunyai efek toksik di dalam tubuh. 12,13

21 Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan, tikus merupakan hewan yang kaya akan folat yang menyebabkan sensitivitas tikus terhadap keracunan metanol menjadi menurun sehingga diperlukan pemberian nitrous oxide (N2O) dosis subanestesi yang selektif untuk menurunkan kadar hepatic tetrahydrofolat dan menyebabkan tikus menjadi sensitif terhadap toksisitas metanol. Hal ini dikarenakan nitrous oxide dapat menghambat enzim methionine synthetase yang menyebabkan kadar folat menurun. Penurunan kadar folat ini juga ditemukan pada manusia dengan keracunan metanol. 13 2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan sel paru. 2.5.1 Usia Bertambahnya usia mempengaruhi fungsi dan respon sel menjadi lambat. Degenerasi sel dan kerusakan sel ini tidak dapat dihindari karena imunitas yang menurun, penumpukan berbagai penyakit dan sel yang tidak mampu bertambah. 37 2.5.2 Genetik Setiap manusia tidak memiliki sifat genetic yang sama. Kebanyakan orang tidak memiliki aktivitas imun yang berlebihan namun, beberapa orang memiliki respon imunitas yang berlebihan apabila terpapar benda asing atau alergen tertentu. Akibat terjadi inflamasi yang berulang dan proses yang lebih lanjut dapat memicu kerusakan sel dan fibrosis jaringan. 38 2.5.3 Infeksi parenkim paru (pneumonia) Infeksi pada paru sering terjadi dan dapat mematikan. Etiologi infeksi berasal dari bakteri, jamur, virus dan parasit yang bertransmisi melalui inhalasi, aspirasi, dan hematogen. Infeksi menyebabkan inflamasi akut dan kronis. Sifat

22 akut dapat menyebabkan kerusakan sel paru yang di tandai dengan infiltrasi sel inflamasi, edema paru dan destruksi dinding epitel. 22,38 2.5.4 Trauma thoraks Trauma tajam dan tumpul pada thoraks dapat menembus dan merusak paru. Pneumothoraks spontan akan ditemukan dengan adanya darah pada rongga paru. 39 2.5.5 Penyakit vaskuler Lesi vaskuler yang sering ditemukan adalah adanya emboli paru. Emboli paru adalah suatu embolus yang terlepas dan akan bersirkulasi melalui pembuluh darah dan jantung sehingga akhirnya tersangkut pada arteri pulmonalis utama atau salah satu percabangnya. Infark paru terjadi akibat adanya nekrosis lokal akibat terjadinya penyumbatan vaskuler. 39 2.5.6 Obat atau zat toksik Zat toksik yang bekerja di dalam tubuh bekerja secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksis akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Keracunan karbon monoksida (CO) mudah terjadi pneumonia hipostatik paru karena terjadi thrombosis arteri pulmonalis. Keracunan arsen dapat menyebabkan efek akut bronchitis, efek kronik kanker paru, bronchitis dan laryngitis. Keracunan alkohol dan metanol terdapat edama dan pelebaran pembuluh darah otak dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian parenkim organ dan inflamasi mukosa saluran napas. 40

23 2.6 Kerangka teori Ranitidin dosis 30 mg/kgbb Alkohol dehydrogenase Formaldehida dehidrogenase Zat Toksik Metanol dosis ¼, ½, 1 x LD-100 NAD Formaldehid Asam format CO 2 + H 2 O Usia Jenis kelamin Stres Trauma Penyakit Nutrisi Asidosis Kerusakan sel paru ARDS Gambaran histopatologi paru berupa oedema, destruksi septum, infiltrasi radang Gambar 6. Bagan kerangka teori Keterangan : : Mengakibatkan : Mencegah

24 Dalam penelitian ini yang akan diamati adalah efek dari metanol dosis bertingkat terhadap gambaran histopatologi kerusakan paru tikus wistar. Untuk menyingkirkan variabel bebas lainnya dilakukan: 1) Memberikan pakan yang sama untuk setiap kelompok hewan coba, sehingga faktor nutrisi sama. 2) Memilih hewan coba dengan usia yang sama, yaitu 2-3 bulan. 3) Memilih hewan coba dengan jenis kelamin sama, yaitu jantan. 4) Pengaruh stress diminimalisir dalam penelitian dengan perlakukan yang sama dan diamati dari awal penelitian sampai akhir sehingga dianggap memiliki tingkat stres psikologi yang sama. 5) Dilakukan pengawasan tikus dan kandang sehingga terjadi trauma fisik tikus wistar. 6) Memberikan pakan yang sama untuk setiap kelompok hewan coba, sehingga tidak terpengaruh zat kimia atau obat yang berbeda. 7) Pengaruh penyakit paru ditiadakan dalam penelitian karena tikus yang dipilih sebagai sampel adalah tikus yang sehat (anatomi normal, berat badan sesuai umur, aktifitas dan nafsu makan baik). 8) Memberikan paparan obat dan zat toksik yang sama yaitu metanol dan ranitidin dan tidak memberikan paparan ataupun manipulasi obat dan zat yang akan mengganggu fungsi sel alveolus pada paru.

25 2.7 Kerangka konsep Ranitidin dosis 30 mg/kgbb Metanol dosis ¼, ½, 1 x LD-100 Gambaran histopatologi paru berupa oedema, destruksi septum, infiltrasi radang Gambar 7. Bagan kerangka konsep 2.8 Hipotesis 2.8.1 Hipotesis mayor Pemberian ranitidin berpengaruh terhadap gambaran histopatologi paru tikus wistar yang diberi metanol dosis bertingkat. 2.8.2 Hipotesis minor 1) Terdapat perbedaan gambaran histopatologi paru tikus wistar pada pemberian metanol dosis bertingkat antara tikus pada pemberian ranitidin dengan tikus yang tidak diberikan ranitidin. 2) Terdapat perbedaan minimal gambaran histopatologi paru tikus wistar antara tikus pada pemberian ranitidin dan metanol dosis bertingkat dengan tikus yang tidak diberikan ranitidin dan tidak diberikan metanol dosis bertingkat. 3) Dosis maksimal metanol yang dapat dihambat oleh ranitidin dengan dosis 30mg/Kg intraperitoneal single dose yaitu pada metanol LD-100.