BAB II TINJAUAN TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA Oleh: Gatot Subrata, S.Kom

MENGGUNAKAN DDC. Oleh: Fiqru Mafar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembaca, bukan untuk dijual (Sulistyo Basuki,1993:1.6). secara kontinu oleh pemakainya sebagai sumber informasi.

KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Disusun Oleh : Mulyati

TAJUK SUBYEK BAHAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA PERPUSTAKAAN SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nia Hastari, 2015

RAGAM BAHAN PUSTAKA. UMUM: Mencakup semua bidang ilmu pengetahuan KHUSUS: khusus yang hanya mencakup salah. menurut bagian-bagian dan seksi-seksi

ANALISIS BIBLIOGRAFI NASIONAL INDONESIA PERIODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perpustakaan jika si pencari informasi di perpustakaan belum mengetahui

2.2 Tujuan dan Fungsi Katalog Tujuan Katalog Semua perpustakaan mempunyai tujuan agar koleksi yang dimiliki

DEWEY DECIMAL CLASSIFICATION. Apabila Kita pergi ke sebuah perpustakaan, kemudian kita mencari buku yang

BAB II LANDASAN TEORI. dan studi. Selanjutnya pasal 8 dari Peraturan Presiden No. 20, 1961

3. Pengindeksan Dokumen

BAB IV PEMBAHASAN MASALAH. Bab ini membahas tentang penggunaan sistem shelving di Perpustakaan

BAB III LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Perpustakaan sangat memerlukan katalog guna untuk menunjukkan

MANFAAT PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA UPT PERPUSTAKAAN UNIMA UNTUK TEMU KEMBALI INFORMASI OLEH MAHASISWA FAKULTAS MIPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

untuk keperluan studi atau bacaan, studi ataupun rujukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Katalog dan Minat Baca

PROFIL KOLEKSI PERPUSTAKAAN IPB

BAB I PENDAHULUAN. yang disimpan di perpustakaan, dimulai dari perpustakaan tradisional yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tinggi negeri atau swasta. Menurut Fahmi (2009:1) Perpustakaan perguruan tinggi

Pokok-pokok Pikiran Mengenai Perpustakaan Tahun 2000an 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Bab I Pendahuluan. Fungsi tersebut adalah sebagai sarana simpan karya manusia, fungsi informasi,

PELAYANAN RUJUKAN /REFERENSI Oleh : Sjaifullah Muchdlor, S.Pd

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PROFIL PERPUSTAKAAN SMP NEGERI 1 KEDIRI

BAB II KAJIAN TEORITIS

DIR Instruksi Kerja Pengelolaan Sumber Pustaka dan Referensi: Instruksi dan Kebijakan Pengolahan Koleksi Perpustakaan

Oleh: Hetty Gultom, S.Sos. PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

Klasifikasi dan Tajuk Subyek

BAB III LANDASAN TEORI. Terdapat dua kelompok di dalam mendefinisikan sistem, yaitu yang

BAB II PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA

BAB IV GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN IKIP PGRI SEMARANG. A. Sejarah Perpustakaan IKIP PGRI Semarang

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN BAHAN PUSTAKA DI RAK PERPUSTAKAAN

BAB III LANDASAN TEORI. mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Jerry Fith Gerald (1981:5) Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Perpustakaan merupakan lembaga yang menghimpun, mengelola,

BAB II TINJAUAN LITERATUR. Noerhayati (1987:1) mengatakan perpustakaan perguruan tinggi adalah

TAJUK SUBYEK. Oleh: Gatot Subrata, S.Kom

Berikut ini sekilas ilustrasi proses penelusuran sebuah informasi oleh pemakai unit informasi / perpustakaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1.8 Pengertian, Tujuan dan Tugas Pokok Perpustakaan

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS KUNINGAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Daerah (BPAD)

BAB IV GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. dan misi dari perguruan tinggi tersebut. Perpustakaan menjadi bagian yang sangat

INFORMASI BIDANG EKONOMI DALAM ARTIKEL MAJALAH ILMIAH INDONESIA

PERAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT PELAYANAN JASA INFORMASI

PELAYANAN RUJUKAN /REFERENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun gudang penyimpanan buku yang hanya berfungsi untuk menampung. buku-buku tanpa dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Perpustakaan sekolah

BAB III LANDASAN TEORI. Kata perpustakaan berasal dari kata pustaka, yang berarti: kitab,bukubuku,

MENGKLASIFIKASI DAN MENENTUKAN TAJUK SUBJEK BAHAN PERPUSTAKAAN

BAGIAN XI SOP PERPUSTAKAAN

Seminar Pendidikan Matematika

PENYIANGAN (WEEDING) KOLEKSI REFERENSI PADA UNIT LAYANAN REFERENSI, TERBITAN BERKALA, DAN NBC PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

PENGORGANISASIAN INFORMASI KITAB KUNING: Suatu pengantar praktis dalam mengklasifikasi kitab kuning di Perpustakaan Pesantren

oleh: HETTY GULTOM, S.Sos.

PETUNJUK TEKNIS INVENTARISASI KOLEKSI PERPUSTAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM PELAYANAN PERPUSTAKAAN

Universitas Sumatera Utara

BAB IV GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO

PELAYANAN BAHAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN LITERATUR. Menurut ALA Glossary of Library and Information Science (1983, 43), yang

KOLEKSI BAHAN BACAAN BUKU FIKSYEN

DAFTAR ISI. KATAPENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN...1 BAB IIKEANGGOTAAN... 2 BAB IIIHAK DAN KEWAJIBAN... 3 BAB IVPELAYANAN...

BAB III LANDASAN TEORI. kitab primbon. Kemudian kata pustaka mendapat awalan per dan akhiran

BAB II TINJAUAN LITERATUR. Perpustakaan sebagai pusat informasi dan pengetahuan diharapkan mampu

MANFAAT NOMOR PANGGIL DALAM KEGIATAN PERPUSTAKAAN

Kompetensi Pustakawan Pengolahan. Qudussisara Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin berharganya nilai sebuah informasi dan semakin

TEMA PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI PUSAT SUMBER BELAJAR JUDUL : PERPUSTAKAAN SEBAGAI SUMBER ILMU MAKALAH

BAB III LANDASAN TEORI

Perpustakaan perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. KONDISI LEMBAGA

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tugas Tutorial Mata Kuliah: Pengolahan Terbitan Berseri RANGKUMAN MODUL 6 PUST2250 (BUKU MATERI PENGOLAHAN TERBITAN BERSERI) Dibuat Oleh:

PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

Perpustakaan umum kabupaten/kota

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM KANTOR PERPUSTAKAAN DAERAH SRAGEN

Perpustakaan sekolah SNI 7329:2009

Adaptasi dan Perluasan Dewey Decimal Classification (DDC) untuk Notasi (Subjek) Indonesia. Abstrak

LAYANAN REFERENSI DAN PROMOSI KOLEKSI REFERENSI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi merupakan suatu instusi yang berfungsi untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar di universitas, akademik, maupun sekolah tinggi lainnya. Perpustakaan Pengembangan Perguruan Tinggi sangat berpengaruh besar dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. 2.2 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi Menurut Sulistyo-Basuki (1991: 51), perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, dengan utama membantu perguruan tinggi mencapai tujuannya. Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang tergabung dalam lingkungan lembaga pendidikan tinggi, baik yang berupa perpustakaan universitas, fakultas, perpustakaan akademik, perpustakaan sekolah tinggi. Dari kedua pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa perpustakaan perguruan tinggi merupakan suatu unit kerja yang dilaksanakan pada sebuah ruangan yang merupakan bagian sebuah gedung itu sendiri yang mempunyai tugas membantu perguruan tinggi yang bersangkutan untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. 1.1.2 Tugas Perguruan Tinggi Dalam rangka mendukung tugas dan fungsinya, Perpustakaan Perguruan Tinggi diharapkan dapat menyediakan informasi ilmiah yang dibutuhkan oleh pengguna. Tugas utama perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk menyediakan materi guna menunjang terlaksananya Tri Dharma Perguruan Tinggi di mana perpustakaan itu bernaung, yaitu : - pendidikan dan pengajaran - riset dan pengembangan ilmu dan teknologi

- pengabdian pada masyarakat 2.1.3 Fungsi Perpustakaan Perpustakaan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi merupakan organisasi yang bersifat nirlaba harus siap menyediakan fasilitas dan membantu pengguna dalam memenuhi informasi yang mereka butuhkan. Adapun fungsi perpustakaan perguruan tinggi adalah: 1. Pusat pengumpulan bahan informasi/bahan pustaka. 2. Pusat pelestarian informasi/bahan pustaka. 3. Pusat pengelolaan informasi/bahan pustaka. 4. Pusat pemanfaatan informasi/bahan pustaka. 5. Pusat penyebarluasan informasi/bahan pustaka. 6. Pusat rekreasi. Menurut Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004: 3), fungsi perpustakaan perguruan tinggi adalah: 1. Fungsi Edukasi Perpustakaan merupakan sumber belajar bagi civitas akademika, oleh karena itu koleksi-koleksi yang disediakan adalah koleksi yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, pengorganisasian bahan pembelajaran setiap program studi, koleksi tentang strategi belajar mengajar dan materi pendukung pelaksanaan evaluasi pembelajaran. 2. Fungsi informasi Perpustakaan merupakan sumber informasi yang mudah diakses oleh pencari dan pengguna informasi. 3. Fungsi riset Perpustakaan mempersiapkan bahan-bahan primer dan sekunder yang paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Koleksi pendukung penelitian di perpustakaan perguruan tinggi mutlak dimiliki, karena tugas perguruan tinggi adalah menghasilkan karya-karya penelitian

yang dapat dipublikasikan untuk kepentingan pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang. 4. Fungsi rekreasi Perpustakaan harus menyediakan koleksi rekreatif yang bermakna untuk membangun dan mengembangkan kreatifitas serta minat pengguna perpustakaan. 5. Fungsi publikasi Perpustakaan selayaknya juga membantu melakukan publikasi karya dan pengetahuan yang dihasilkan oleh warga perguruan tinggi. 6. Fungsi interpretasi Perpustakaan sudah seharusnya melakukan kajian dan memberikan nilai tambahan terhadap sumber-sumber informasi yang dimilikinya untuk membantu pengguna dalam melakukannya. 2.1.4 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi Menurut Sulistyo-Basuki (1991: 52) tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah sebagai berikut : a. Memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan tinggi, lazimnya staf pengajar dan mahasiswa. Sering pula mencakup tenaga administrasi perguruan tinggi. b. Menyediakan bahan pustaka rujukan (referensi) pada semua tingkat akademis, artinya mulai dari mahasiswa tahun pertama hingga ke mahasiswa program pasca sarjana dan sarjana. c. Menyediakan ruangan belajar untuk pemakai perpustakaan. d. Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis pemakai. e. Menyediakan jasa informasi aktif yang tidak saja terbatas pada lingkungan perguruan tinggi tetapi juga lembaga industri lokal. Perpustakaan Nasional RI (1996: 6) mengatakan tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk menunjang pelaksanaan program perguruan tinggi

sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. 1. Dharma pertama yaitu pendidikan dan pengajaran dilaksanakan dengan cara mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyajikan dan menyebarluaskan informasi bagi mahasiswa dan dosen sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 2. Dharma yang kedua yaitu penelitian, dilakukan melalui kegiatan mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyajikan, dan menyebarluaskan informasi bagi peneliti. 3. Dharma yang ketiga pengabdian kepada masyarakat, diselenggarakan melalui kegiatan mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyimpan, menyajikan informasi bagi masyarakat. Dari kedua pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa tujuan dari perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk memenuhi kebutuhan pengguna perpustakaan di lingkungan lembaga tinggi, yang bukan hanya untuk mahasiswa saja, tetapi juga untuk dosen dan para staf yang berada di lembaga tinggi tersebut. Serta memberikan jasa informasi untuk mendukung, memperlancar dan mempertinggi kualitas program kegiatan perguruan tinggi. 2.2 Klasifikasi Salah satu tujuan utama semua perpustakaan adalah mengusahakan agar semua pengunjung dapat secara mudah dan langsung memperoleh bahan yang diperlukannya. Salah satu diantara alat-alat yang diciptakan orang tersebut adalah klasifikasi. Salah satu alat klasifikasinya adalah DDC, yang digunakan untuk mengklasifikasi bahan pustaka.

2.2.1 Pengertian Klasifikasi Towa-Tairas (2002: 1) mengatakan Klasifikasi adalah pengelompokan yang sistematis dari sejumlah obyek, gagasan, buku atau benda-benda lain kedalam kelas atau golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama. Didalam klasifikasi bahan pustaka dipergunakan penggolongan berdasarkan beberapa ciri tertentu. Misalnya karena bentuk fisik yang berbeda, maka penempatan buku perpustakaan dipisahkan daripada surat kabar, majalah, piringan hitam, microfilm, dan slides. Ada pula pnggolongan berdasarkan penggunaan bahan pustaka, seperti koleksi referensi dipisahkan dari buku lain, koleksi buku kanak-kanak atau buku bacaan ringan. Akan tetapi yang menjadi dasar utama penggolongan koleksi perpustakaan yang paling banyak dipakai adalah penggolongan berdasarkan isi atau subyek buku. Ini berarti bahwa bukubuku yang membahas subyek yang sama akan dikelompokkan bersama-sama. DDC adalah bagan klasifikasi sistem hirarki yang menganut sistem desimal untuk membagi semua bidang ilmu pengetahuan. Seluruh ilmu pengetahuan dibagi kedalam sembilan kelas utama yang diberi simbol kode (lambang). Jadi Klasifikasi Desimal Dewey (Dewey Decimal Classification (DDC) adalah sebuah sistem klasifikasi perpustakaan yang diciptakan oleh Melvil Dewey (1851-1931) pada tahun 1876, dan sejak saat itu telah banyak dimodifikasi dan dikembangkan dalam dua puluh dua kali revisi yang telah terjadi hingga tahun 2004. 2.2.2 Tujuan dan Fungsi Klasifikasi Tujuan klasifikasi adalah untuk mengorganisasikan bahan pustaka dengan sistem tertentu sehingga mudah diketemukan dan dikembalikan pada tempat penyimpanan. Adapun tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut: a. Menghasilkan urutan yang berguna

Tujuan utama klasifikasi adalah menghasilkan urutan atau susunan bahan pustaka yang berguna bagi staf perpustakaan maupun bagi pemakai perpustakaan. b. Penempatan yang tepat Bila bahan pustaka diperlukan pemakai, pustaka yang diinginkan mudah diketemukan serta mudah dikembalikan oleh petugas ke tempat yang pasti sesuai dengan sistem klasifikasi yang digunakan. c. Penyusunan mekanis Bahan pustaka baru mudah disisipkan di antara bahan pustaka yang sudah dimiliki. Demikian pula penarikan bahan pustaka (karena dipinjam) tidak akan mengganggu susunan bahan pustaka di jajaran. Sedangkan fungsi klasifikasi yaitu: sebagai tata penyusunan buku di jajaran rak, serta sebagai sarana penyusunan entri bibliografis pada katalog, bibliografi dan indeks dalam tata susunan yang sistematis. 2.2.3 Macam-macam Klasifikasi Ada beberapa sistem klasifikasi, diantaranya adalah: 1. Klasifikasi Artifisial Sistem ini adalah mengelompokkan bahan pustaka berdasarkan ciri atau sifat-sifat lainnya, misalnya pengelompokkan menurut pengarang, atau berdasarkan ciri fisiknya misalnya ukuran, warna sampul, dan sebagainya. 2. Klasifikasi Utility Pengelompokan bahan pustaka dibedakan berdasarkan kegunaan dan jenisnya. Misal, buku bacaan anak dibedakan dengan bacaan dewasa. Buku pegangan siswa di sekolah dibedakan dengan buku pegangan guru. Buku koleksi referensi dibedakan dengan koleksi sirkulasi (berdasar kegunaannya). 3. Klasifikasi Fundamental Pengelompokan bahan pustaka berdasarkan ciri subyek atau isi pokok persoalan yang dibahas dalam suatu buku. Pengelompokan bahan

pustaka berdasarkan sistem ini mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya: Bahan pustaka yang subyeknya sama atau hampir sama, letaknya berdekatan. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menilai koleksi yang dimiliki dengan melihat subyek mana yang lemah dan mana yang kuat. Memudahkan pembuatan bibliografi menurut pokok masalah. Untuk membantu penyiangan atau weeding koleksi. Klasifikasi fundamental banyak digunakan oleh perpustakaan besar maupun kecil. Dalam sistem tersebut buku dikelompokkan berdasarkan subyek, sehingga memudahkan pemakai dalm menelusur suatu informasi. Yang termasuk klasifikasi fundamental adalah klasifikasi DDC (Dewey Decimal Classification). DDC merupakan sistem klasifikasi yang populer dan paling banyak pemakainya. Klasifikasi ini dalam pengembangannya menggunakan sistem desimal angka arab sebagai simbol notasinya. 2.2.4 Keuntungan Klasifikasi Sebagai sarana penyusunan buku di jajaran (rak), klasifikasi mempunyai dua keuntungan yaitu sebagai berikut: a. Dapat membantu pemakai jasa perpustakaan mengidentifikasi dan melokalisasi bahan pustaka berdasarkan nomor panggil dokumen. b. Mengelompokkan bahan pustaka sejenis menjadi satu jajaran atau berdekatan. Sehingga pengguna lebih mudah menemukan kembali bahan pustaka. 2.2.5 Analisis Subyek Klasifikasi yang umum digunakan pada perpustakaan sekarang ini adalah menggunakan klasifikasi fundamental. Artinya, klasifikasi dilakukan berdasarkan isi fundamental suatu buku, sehingga apapun perubahan fisik buku, baik warna, tinggi, maupun lebar buku, tidak mempengaruhi subyek atau isi buku itu sendiri.

Analisis subyek merupakan hal yang sangat penting dan memerlukan kemampuan intelektual karena disinilah bahan pustaka yang ditentukan tempatnya dalam golongannya. Kekeliruan dalam menentukan subyek dapat menyesatkan pengguna (pembaca buku). Jadi, setiap dokumen harus dianalisis isinya. Kegiatan yang demikian inilah yang dikatakan sebagai analisis subyek. Selanjutnya, subyek tersebut diterjemahkan kedalam kode tertentu berdasarkan suatu sistem sehingga setiap bahan pustaka akan mempunyai identitas subyek tertentu pula. Kegiatan ini dinamakan dengan deskripsi indeks. Untuk melakukan analisis subyek, penganalisis perlu mengetahui prinsip dasarnya. Prinsip-prinsip tersebut dibagi menjadi tiga bagian besar yang kemudian diperinci kembali bagian-bagian yang lebih kecil, yakni seperti yang dapat dilihat dalam bagan berikut: Bagan Prinsip dasar analisis subyek Displin/ilmu Sub disiplin ilmu Displin ilmu/sub disiplin ilmu Objek bahasa(fenominal) Bentuk Faset 1 Faset 2 Faset 3 Faset 4 Fokus 1 Fokus 1 Fokus 1 Fokus 1 Fokus 2 Fokus 2 Fokus 2 Fokus 2 -fisik - Penyajian - intelektual Fokus 3 Fokus 3 Fokus 3 Fokus 3 Fokus 4 Fokus 4 Fokus 4 Fokus 4 Wiji (2010: 119) mengatakan tiga bagian besar analisis subyek adalah pada disiplin ilmu, yaitu buku yang dianalisis harus masuk ke dalam disiplin ilmu

tertentu objek bahasan atau fenomena, yaitu setelah ditemukan disiplin ilmu tertentu buku tersebut harus jelas membahas tentang suatu kajian atau fenomena tertentu dalam disiplin ilmu tersebut; dan bentuk, yaitu setelah ditemukan bentuk objek kajian atau fenomenanya buku harus disajikan dalam suatu bentuk tertentu. a. Disiplin ilmu Disiplin ilmu adalah istilah yang digunakan untuk satu bidang atau satu cabang keilmuan, misalnya, hukum, kimia, atau sosiologi. Masing-masing adalah disiplin ilmu yang merupakan bidang atau cabang keilmuan. Dalam analisis subyek, pertama kali yang harus ditentukan adalah disiplin ilmu atau bidang ilmu pengetahuan yang dicakup oleh bahan pustaka yang dianalisis tersebut. Sebagai contoh, buku berjudul Perkembangan Koperasi Sepuluh Tahun Terakhir. Maka dapat ditentukan bahwa disiplin ilmu untuk buku ini adalah ekonomi. Kemudian dapat ditentukan pula objek pembahasannya yang juga sebagai fasetnya adalah koperasi dan pada konsep ketiga, yang harus ada adalah bentuk, maka bentuk penyajian buku ini adalah sejarah, mengingat unsur waktu atau perkembangan dari waktu ke waktu sangat dominan. Disiplin ilmu dapat dibedakan atas dua kategori. Pertama, disiplin fundamental (fundamental disciplines). Disiplin fundamental merupakan bagian utama ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, para ahli berbeda pendapat tentang ciricirinya, pengelompokan dan jumlahnya, tetapi terdapat kesepakatan umum mengenai eksistensi bidang-bidang pengetahuan dasar ini. Kedua, subdisplin. Subdisiplin merupakan bidang spesialisasi dalam suatu disiplin fundamental. Misalnya, dalam kelompok ilmu-ilmu alamiah, sudisiplin yang merupakan spesialisasi atau cabang, antara lain ialah fisika, kimia, biologi, sosiologi, ekonomi, dan politik. b. Objek pembahasan atau fenomena Objek pembahasan atau fenomena ialah benda atau wujud yang menjadi titik kajian dari suatu disiplin ilmu. Misalnya, dalam buku berjudul pendidikan wanita, pendidikan merupakan disiplin ilmu dan wanita merupakan objek atau titik kajiannya dari disiplin ilmu pendidikan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa objek kajian merupakan bagian dari disiplin ilmu, atau dengan kata lain

fenomena atau objek kajian dapat ditentukan setelah disiplin ilmu dalam suatu bahan pustaka sudah ditentukan. Fenomena yang sama dapat dikaji oleh disiplin ilmu yang berbeda, tetapi penentu golongan utama adalah disiplin ilmu yang membawahi fenomena tersebut. Dengan kata lain, fenomena berperan sebagai konsep subyek dalam analisis subyek. Konsep subjek menunjukkan tema suatu bahan pustaka. Fenomena yang dikaji oleh berbagai disiplin ilmu dapat dibedakan atas dua kategori. Pertama, objek konkret, misalnya gedung, meja, buku dan lain-lain. Kedua, objek abstrak, misalnya moral, hukum, adab, dan lain-lain. Fenomena dapat dikaji dari satu atau beberapa disiplin ilmu. Fenomena yang dikaji tersebut dikelompokkan berdasarkan suatu ciri yang dimiliki bersama. Ciri pembagian itu disebut dengan faset. Suatu disiplin ilmu pengetahuan dapat ditinjau menurut sejumlah faset, misalnya bidang sosial dapat ditinjau antara lain menurut demografi, yang akan diperoleh: lingkungan, kependudukan, dan lain-lain. Jika ditinjau dari interaksi sosial akan diperoleh: komunikasi, psikologi social, dan lain-lain. Menurut Ranganathan, seorang ilmuwan dan pustakawan dari India yang pernah menciptakan sistem klasifikasi yang disebut color Classification, untuk membantu para pengklasifikasi bahan pustaka dalam melakukan analisis subyek, suatu fenomena/faset dapat dianalisis dengan memberikan urutan faktor-faktornya yang disingkat PMSET, yaitu (P) personality, (M) matter, (S) space, dan (T) time. Sebagai contoh yang berjudul Pendekatan dalam Penyusunan Organisasi Sekolah Tahun 2005 di Indonesia, urutannya dapat ditentukan sebagai berikut. (P) Personality : Sekolah (M) Matter : Organisasi (E) Energy : Penyusunan (S) Space : Indonesia (T) Time : Tahun 2005 Secara lengkap susunan analisis subyek adalah: DISIPLIN/PMEST/BENTUK

c. Bentuk Pembahasan mengenai bentuk berbeda dengan konsep subyek yang menunjukkan mengenai tema atau isi suatu bahan pustaka. Konsep bentuk lebih merujuk pada bagaimana penyajian suatu kajian dari bahan pustaka itu. Dalam hal ini, dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk berikut. 1. Bentuk fisik, yaitu sarana yang digunakan dalam menyajikan suatu subyek, misalnya dalam bentuk buku, majalah, pita rekaman, mikrofilm, mikrofis, dan lain-lain. Bentuk fisik tidak mempengaruhi isi dokumen bahan pustaka, misalnya agama dapat disajikan dalam berbagai bentuk, tapi isinya tetap ada agama dapat disajikan dalam berbagai bentuk, tapi isinya tetp pada agama. Majalah tentang agama, subyeknya adalah agama tapi bentuknya adalah majalah. Bentuk fisik dalam analisis subjek sering diabaikan, padahal bentuk fisik yang dicantumkan dalam analisis subyek menentukan bahwa bahan pustaka itu mempunyai tempat khusus di perpustakaan. 2. Bentuk penyajian, yaitu bentuk yang ditekankan pada pengaturan atau organisasi isi dokumen bahan pustaka. Dalam hal ini, dikenal tiga bentuk penyajian berikut. a. Penyajiannya yang menggunakan lambang-lambang, seperti bahasa (dalam bahasa Indonesia, Inggris, Arab dan lain-lain), gambar dan sebagainya. b. Penyajian yang memperlihatkan tata susunan, bentuk, kumpulan, dan peragaan tertentu, misalnya abjad, kronologis, sistematik, esei, pidato, bibliografi, dan sebagainya. c. Penyajian untuk kelompok tertentu, misalnya Bahasa Inggris untuk pemula, psikologi untuk ibu rumah tangga. Kedua dokumen bahan pustaka itu adalah mengenai bahasa inggris dan psikologis, bukan mengenai pemula atau ibu rumah tangga. 3. Bentuk intelektual, yaitu aspek yang ditekankan pada suatu subyek. misalnya buku yang berjudul Filsafat hukum, di sini yang menjadi Subyeknya adalah Hukum, sementara Filsafat adalah bentuk Hukum tersebut, sehingga bentuk yang dapat disajikan adalah bentuk intelektual.

Dalam melakukan analisis subyek seseorang sangat dipengaruhi oleh subjektivitas dan latar belakangnya. Karena itu, hasilnya sering kali berbeda antara satu orang dengan yang lainnya, meskipun bahan pustaka yang dikajinya sama, bahkan kadang-kadang bahan pustaka yang sama dianalisis orang yang sama dalam waktu yang berbeda dapat menghasilkan subyek yang berbeda. Untuk mengurangi subjektivitas dalam melakukan analisis subyek agar dapat dilakukan secara taat asas, perlu dikenali jenis-jenis subyek yang terdapat dalam bahan pustaka yang akan dianalisis. Pada pokoknya terdapat empat jenis subyek yang memiliki kaidah, yaitu sebagai berikut. 1. Subyek dasar Subyek dasar adalah subyek yang merupakan bidang pengetahuan secara umum tanpa ada suatu fenomena tertentu. Contoh: Pengantar Ilmu Pendidikan. Subyek judul tersebut dapat dirangkum dengan Pendidikan saja, tanpa fenomena. Contoh lain, Dasar-dasar Ilmu Sosial. Subyek judulnya cukup Sosial saja, tidak diikuti dengan fenomena lain. 2. Subyek sederhana Subyek sederhana adalah subyek yang membahas disiplin ilmu tertentu yang disertai dengan satu faset aja, atau dengan kata lain, subjek dasar yang disertai dengan satu fenomena. Contoh: Sekolah Dasar, subyek ini dapat diurai menjadi: Disiplin ilmu = Pendidikan Fenomena = Sekolah Dasar Contoh lain, buku tentang Penyakit Menular dapat dirangkum menjadi: Disiplin ilmu = Kedokteran Fenomena = Penyakit Menular 3. Subyek Majemuk Subyek majemuk adalah jika subyek dasar disertai fokus-fokus yang berasal dari dua faset atau lebih. Atau jika subyek dasar disertai lebih dari satu fenomena. Contoh, buku yang berjudul Perguruan Tinggi di Indonesia, dapt dirangkum menjadi:

Disiplin Ilmu = Pendidikan Fenomena (faset1) = Perguruan tinggi Fenomena (faset2) = Indonesia 4. Subyek Kompleks Subyek kompleks adalah suatu bahan pustaka yang memiliki dua atau lebih disiplin ilmu. Contoh: buku yang berjudul Dasar-dasar Pendidikan Ilmu Perpustakaan, dapat dirangkum menjadi: Disiplin ilmu 1 = Pendidikan Disiplin ilmu 2 = Perpustakaan Dalam melakukan analisis subyek terhadap subyek kompleks ini harus dilakukan pemilihan secara taat asas subyek-subyek yang diutamakan atau yang perlu diperhatikan adalah hubungan interaksi atau hubungan fase antar subyeksubyek yang ada, sebab dalam subyek kompleks ini terdapat empat hubungan fase-fase berikut. 1. Fase bias, yaitu jika suatu subyek digunakan untuk kelompok tertentu. Dalam hal ini, yang dutamakan adalah subyek yang digunakan. Contoh: Koperasi untuk Sekolah Dasar Rangkuman : EKONOMI/KOPERASI/PENDIDIKAN/ SEKOLAH DASAR Disiplin ilmu : Ekonomi Fenomena 1 : Koperasi Fenomena 2 : Sekolah Dasar Rangkuman pilihan : EKONOMI/KOPERASI 2. Fase pengaruh, yaitu jika terdapat subyek dasar yang mempengaruhi subyek dasar yang lain. Dalam hal ini, yang diutamakan adalah subyek yang dipengaruhi. Contoh: Pengaruh Pendidikan di Desa Disiplin ilmu1 : Pendidikan Disiplin ilmu2 : Sosiologi Fenomena Desa (dari faset struktur kemasyarakatan) Rangkuman : SOSIOLOGI/DESA

3. Fase alat, yaitu jika subyek dasar digunakan sebagai alat untuk menjelaskan atau membahas subyek dasar yang lain. Dalam hal ini, yang diutamakan adalah subyek yang dijelaskan atau yang dibahas. Contoh : Penggunaan Statistik pada Perkembangan Keluarga Berencana di Indonesia Disiplin ilmu 1 : Statistik Disiplin ilmu 2 : Sosiologi Fenomena 1 : KB(dari faset kependudukan) Fenomena 2 : Indonesia (dari faset tempat) 4. Fase Perkembangan, yaitu jika dalam satu bahan pustaka terdapat dua subyek atau lebih yang berasal dari dua disiplin ilmu atau lebih. Hubungan fase dapat bersifat perbandingan baik secara jelas maupun samar. Dalam subyek kadangkadang hubungan antarsubyek tersebut sama sekali tidak terasa, sehingga hanya berupa gabungan dua subyek atau lebih, atau gabungan dari dua disiplin ilmu atau lebih. Contoh: Islam dan Ilmu pengetahuan Disiplin ilmu1 : Islam Disiplin ilmu2 : Ilmu Pengetahuan Rangkuman : ISLAM/ ILMU PENGETAHUAN Untuk memilih subyek-subyek yang diutamakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya sebagai berikut: 1. Subyek ditentukan pada tekanan pembahasan, atau subyek yang dibahas lebih banyak. Contoh: Matematika dan biologi Kedua subjek merupakan subyek dasar dari disiplin ilmu yang berbeda. Untuk menentukan subyeknya, maka pengklasifikasi harus mengetahui subyek mana yang dominan atau yang lebih banyak dibahas. 2. Subyek ditentukan pada subjek yang erat relevansinya dengan perpustakaan tempat pengklasifikasi bekerja. Contoh: Pendidikan dan Kesehatan

Keduanya merupakan subyek dasar. Tapi karena perpustakaan yang ditempati merupakan perpustakaan ilmu keguruan atau pendidikan, maka subyek yang dimunculkan adalah pendidikan, sedangkan subyek kesehatan merupakan subyek alternative. 3. Subyek ditentukan pada subyek yang dibahas pertama dalam bahan pustaka tersebut. Hal ini dilakukan jika pembahasan subyek-subyek yang ada sama berat dan tidak ada pertimbangan kepentigan perpustakaan. Contoh: Statistik dan Pendidikan Kedua subyek berasal dari disiplin ilmu yang berbeda. Maka, jika pembahasan subyek tersebut sama berat dan kepentingan perpustakaan terhadap subyek tersebut juga sama, pilihan ditentukan pada statistik, karena subyek ini lebih awal dibahasnya disbanding dengan pendidikan. 2.2.6 Panduan Mengklasifikasi Bahan Pustaka Adapun panduan dalam mengklasifikasi bahan pustaka adalah sebagai berikut: Tentukan subyek yang paling spesifik ditinjau dari tujuan penulis dan selanjutnya diikuti bentuk penyajiannya. Bila pustaka dapat ditentukan pada 2 subyek (nomor kelas) yang berbeda, maka pilih nomor yang paling bermanfaat untuk pengguna perpustakaan. Bila pustaka membahas lebih dari satu subyek dan subyek-subyek tersebut merupakan bagian dari subyek yang lebih luas, maka klasifikasikan pada subyek yang lebih luas. Bila pustaka membahas subyek yang tidak memiliki nomor klasifikasi pada sistem yang dipakai, maka tentukan kelas yang paling mendekati atau paling berhubungan dengan nomor klasifikasi yang telah ada. Usahakan menggunakan satu sistem taat azas (konsisten).

2.3 Sistem Klasifikasi DDC 2.3.1 Pengertian DDC DDC adalah bagan klasifikasi sistem hirarki yang menganut sistem desimal untuk membagi semua bidang ilmu pengetahuan. Seluruh ilmu pengetahuan dibagi kedalam sembilan kelas utama yang diberi simbol kode (lambang). Jadi sistem klasifikasi DDC (Dewey Decimal Classification (DDC) adalah sebuah sistem klasifikasi perpustakaan yang diciptakan oleh Melvil Dewey (1851-1931) pada tahun 1876, dan sejak saat itu telah banyak dimodifikasi dan dikembangkan dalam dua puluh dua kali revisi yang telah terjadi hingga tahun 2004. 2.3.2 Sekilas Sejarah DDC Dewey Decimal Classification (DDC) merupakan sistem klasifikasi perpustakaan hasil karya Melvil Dewey (1851-1931). Dewey telah merintis sistem klasifikasi ini ketika ia masih menjadi mahasiswa dan bekerja sebagai pustakawan di Amherst College, Massachusetts, di sebuah negara bagian Amerika Serikat. Karena tuntutan keadaan, terutama belum adanya sistem guna menata buku-buku yang dimiliki perpustakaan, Dewey berusaha keras menciptakan sistem tersebut. Pada tahun 1876, Dewey dapat menerbitkan edisi pertama dengan judul; Classification and Subject Index or Cataloguing, and Arranging the Books and Pamphlets of Library. Edisi pertama ini hanya 42 halaman dan terdiri atas 12 halaman pendahuluan, 12 halaman bagan, dan 18 halaman indeks. Pada edisi selanjutnya, DDC terus mengalami penyempurnaan dengan memasukkan subyek-subyek yang belum tercakup selaras dengan perkembangn ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat ini telah terbit edisi XXII tahun 2003 terdiri atas 4 jilid: Introduction, schedule 000-599, schedule 600-999 dan indeks relatif, setebal lebih dari 3.000 halaman. Disamping edisi lengkap, DDC juga menerbitkan edisi ringkas yang dapat digunakan oleh perpustakaan-perpustakaan yang tidak begitu besar dan bersifat

umum. Saat ini, DDC telah diterbitkan dalam bentuk terjemahan berbagai bahasa, termasuk dalam bahasa indonesia yang sangat dikenal dalam dunia perpustakaan. Memang banyak sistem klasifikasi di perpustakaan yang dibuat, tapi tidak ada yang mampu bertahan selama DDC. DDC telah mampu bertahan kurang lebih satu abad sejak diterbitkannya edisi pertama hingga sekarang. Keunggulan sistem klasifikasi ini adalah sistematik, universal, fleksibel, lengkap, dan siap pakai (enumerated), di samping adanya suatu badan yang mengawasi perkembangannya dan terus mengadakan peninjauan ulang untuk penyempurnaan edisi-edisi selanjutnya. Badan tersebut adalah The Paced Club Education Foundation dan The Library of Congress di Amerika Serikat (Kaelani:2006). Disamping itu keberadaannya yang enumerated, DDC juga memungkinkan untuk pembentukan notasi yang belum tercantum dalam bagan, baik dengan menggunakan tabel-tabel tambahan maupun mengikuti petunjuk yang ada dalam bagan. Kelemahan DDC ini terletak pada kesan terlalu American centris dan kurang memberi perhatian pada bidang-bidang di luar Amerika dan Eropa Barat, seperti bidang agama, manajemen pemerintahan, dan bahasa-bahasa. 2.3.3 Unsur-unsur DDC Adapun unsur-unsur pokok DDC ada tiga yaitu sebagai berikut: 1. Notasi Terdiri atas serangkaian simbol berupa angka-angka yang mewakili subjek tertentu Angka-angka itu disebut Nomor kelas. 2. Indeks relative indeks Terdiri atas sejumlah tajuk subyek yang disusun menurut abjad dan dirujuk ke nomor kelas dari subyek tersebut. 3. Tabel Yang terdapat pada tabel pembantu digunakan untuk menyatakan aspek-aspek tertentu yang menyertai subyek yang berbeda. Dan Di dalam edisi lengkap terdapat 7 tabel pembantu.

2.3.3 Keuntungan Penggunaan DDC Adapun berbagai keuntungan dalam menggunakan DDC yaitu sebagai berikut : a. Menggunakan notasi angka yang logik dan sederhana. Sehingga DDC mudah dipahami dan diingat. b. Sifatnya Fleksibel. c. Memiliki lembaga yang mengawasi perkembangannya, yaitu Forest Press Committee di Amerika Serikat, sehinga DDC selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, dengan cara melakukan revisi. 2.3.4 Prinsip-prinsip Dasar Sistematika DDC Towa-Tairas (2002: 3) mengatakan penyusunan sistem klasifikasi yang sistematis dan teratur didasarkan pada beberapa prinsip dasar yang berikut: 1. Prinsip dasar desimal a. Klasifikasi Dewey membagi ilmu pengetahuan ke dalam 10 kelas utama. Kemudian masing-masing kelas utama itu dibagi lagi kedalam 10 divisi, dan selanjutnya masing-masing divisi diabgi lagi ke dalam 10 seksi, sehingga dengan demikian DDC terdiri dari 10 kelas utama, 100 divisi dan 1000 seksi. Meskipun demikian, DDC masih memungkinkan diadakannya pembagian lebih lanjut daripada seksi menjadi sub-seksi, dari sub-seksi menjadi sub-sub seksi, dan seterusnya. Oleh karena pola perincian ilmu pengetahuan yang berdasarkan kelipatan sepuluh inilah maka DDC disebut Klasifikasi Persepuluhan atau klasifikasi desimal. b. Kelas utama (main classes) Sepuluh kelas utama diberi nomor 0,1,2,3,4,5,6,7,8 dan 9. Akan tetapi di dalam praktek selalu dituliskan dalam bentuk notasi dengan tiga bilangan dan tidak boleh kurang, dimana nomor kelas utama menempati posisi pertama. Sepuluh kelas utama tersebut biasanya dinamakan Ringkasan Pertama (First Summary) dan terdiri dari:

000 Karya umum 100 Filsafat 200 Agama 300 Ilmu-ilmu sosial 400 Bahasa 500 Ilmu-ilmu murni 600 Ilmu-ilmu terapan (teknologi) 700 Kesenian dan olahraga 800 Kesusasteraan 900 Sejarah dan geografi c. Divisi (divisions) Setiap kelas utama dibagi menjadi 10 bagian yang disebut divisi. Yang masing-masing diberi nomor urut 0 sampai dengan 9, sehingga kita peroleh 100 divisi, yang biasanya disebut Ringkasan Kedua (Second Summary). Notasinya terdiri dari tiga bilangan di mana nomor divisi menempati posisi kedua. Misalnya, kelas utama teknologi (600) terdiri dari divisi-divisi berikut: 600 Teknologi 610 Ilmu kedokteran 620 Ilmu teknik 630 Ilmu pertanian 640 Kesejahteraan rumah tangga 650 Manajemen 660 Industri dan teknologi kimia 670 Pengolahan bahan industri dalam pabrik 680 Industri-industri lain 690 Bangunan d. Seksi (sections) Setiap divisi dibagi lagi menjadi 10 bagian yang disebut seksi, yang juga diberi nomor urut 0 sampai dengan 9, sehingga kita mendapat jumlah 1000

seksi yang biasanya disebut Ringkasan Ketiga (Third Summary). Notasinyapun terdiri dari tiga bilangan dan nomor seksi menempati posisi ketiga. Divisi 610 atau Ilmu kedokteran dibagi menjadi seksi-seksi berikut: 610 Ilmu kedokteran 611 Anatomi manusia 612 Fisiologi manusia 613 Ilmu kesehatan umum 614 Kesehatan masyarakat 615 Farmakologi dan ilmu obat-obatan 616 Penyakit 617 Ilmu bedah 618 Cabang ilmu kedokteran yang lain 619 Ilmu kedokteran eksperimental e. Pembagian lebih lanjut Sistem klasifikasi Dewey memungkinkan pembagian yang lebih lanjut atas dasar kelipatan sepuluh (seksi menjadi sub-seksi, sub-seksi menjadi subsub seksi, dan seterusnya) dengan menempatkan titik desimal sesudah bilangan ketiga daripada notasi, dan menambahkan bilangan lain sebanyak yang diperlukan sesudah titik desimal tersebut. Dengan demikian notasi sub-seksi adalah 4 bilangan dan sub-sub seksi adalah 5 bilangan dan seterusnya. Seksi Fisiologi manusia (612) diperinci sebagai berikut: 612 Fisiologi manusia 612.1 Darah dan peredaran darah 612.2 Pernapasan 612.3 Makanan dan metabolisme 612.4 Pencernaan makanan; kelenjar...... 612.8 Susunan syaraf dan alat-alat indera 612.81 Syaraf dan urat syaraf 612.82 Otak

612.83 Syaraf tulang belakang 612.84 Mata dan penglihatan 612.85 Telinga dan pendengaran 2. Prinsip dasar susunan umum-khusus a. Dari 10 kelas utama yang ada, kelas utama yang pertama (kelas 0) disediakan untuk karya umum yang membahas banyak subyek dan dari banyak segi pandangan, misalnya persurat-kabaran, ensiklopedi, dan beberapa ilmu yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan pada umumnya, seperti informasi, komunikasi dan ilmu perpustakaan. Kelas utama 1-9 masing-masing mencakup satu jenis ilmu tertentu misalnya Agama (200) atau sekelompok ilmu yang saling berhubungan, seperti Ilmu sosial (300). b. Dari 10 divisi dalam tiap kelas utama, divisi pertama (divisi 0) membahas karya umum untuk seluruh kelas, sedangkan divisi 1-9 membahas hal-hal yang lebih khusus: Kelas utama 600 Teknologi Divisi pertama 600-609 Karya umum tentang teknologi Divisi kedua 610-619 Ilmu kedokteran (khusus) Divisi ketiga 620-629 Ilmu teknik (khusus) c. Dari 10 seksi dalam tiap divisi, maka seksi pertama (seksi 0) disediakan untuk karya umum seluruh divisi, sedangkan seksi 1-9 untuk hal-hal yang lebih khusus lagi: Divisi 610 Ilmu kedokteran (umum) Seksi pertama 611 Anatomi manusia(khusus) Seksi kedua 612 Fisiologi manusia (khusus) Dan seterusnya. 3. Prinsip dasar disiplin Penyusunan dan pembagian DDC terutama didasarkan pada lapangan spesialisasi ilmu pengetahuan atau discipline (disiplin) atau cabang ilmu

pengetahuan tertentu dan bukan pada subyek. Suatu subyek dapat dibahas pada beberapa disiplin ilmu, oleh karena itu pembagian menurut subyek adalah sekunder, dan pembagian menurut disiplin adalah primer. Sebagai contoh, subyek perkawinan dibahas dalam beberapa disiplin: 173 Aspek etis 248 Perkawinan dalam agama Kristen 2X4.3 Hukum perkawinan Islam 306.8 Aspek sosiologis 392.5 Kebiasaan dalam perkawinan 613.9 Aspek keluarga berencana Dsb Dengan demikian, pemberian nomor kelas pada sebuah buku tentang perkawinan tergantung pada aspek apa yang dibahas buku itu, yang berarti buku itu termasuk disiplin tertentu. 4. Prinsip dasar hierarki Pengertian hierarki adalah susunan suatu sistem klasifikasi dari umum ke khusus. DDC adalah klasifikasi yang hierarki baik dalam notasi maupun dalam relasi antar disiplin dan relasi antar subyek. a. Hierarki dalam notasi berarti bahwa perincian lebih lanjut dari suatu subyek atau disiplin tertentu dilakukan dengan penambahan suatu bilangan pada notasi pokoknya, misalnya: 600 Teknologi (notasi pokok adalah 6) 630 Ilmu pertanian (notasi pokok adalah 63) 631 Teknik pertanian umum 631.3 Alat-alat pertanian : bajak, traktor, dll. 631.5 Penanaman dan panenan.

Perlu diperhatikan bahwa pada bagan DDC perincian subyek tidak dicetak pada satu garis lurus dari atas ke bawah, akan tetapi pada indensi yang berlainan. b. Centered heading (Tajuk terpusat) Sering terjadi bahwa untuk menguraikan suatu subjek lebih lanjut kita tidak dapat mengadakan penambahan satu bilangan (prinsip hierarki notasi) pada suatu nomor kelas tertentu saja. Misalnya di bawah 630, Ilmu dan teknologi pertanian, produksi beberapa hasil pertanian diberi serangkaian nomor tertentu yaitu 633-635 dan di dalam bagian DDC dicetak di tengah-tengah halaman (itulah sebabnya disebut centered headings) sebagai berikut: 633-635 Produksi beberapa hasil pertanian 633 Tanaman di ladang 634 Tanaman kebun, buah-buahan dan hutan. 635 Sayur-sayuran dan bunga-bungaan. Karya komprehensif digolongkan pada 631 Karya komprehensif artinya suatu karya atau buku yang membicarakan tentang semua aspek atau subyek dalam kelompok tertentu. Jadi pada contoh di atas itu adalah suatu buku yang membicarakan tentang tanaman di ladang (633), tanaman kebun dan sebagainya (634) dan sayur-sayuran (635). Buku yang demikian itu tentu tidak dapat digolongkan pada 633 atau 634 atau 635, sehingga dianjurkan untuk digolongkan pada 631. Pada setiap Centered heading selalu ditetapkan di mana karya komprehensif digolongkan. Dalam DDC terlihat bahwa tidak mungkin untuk mendaftarkan semua produksi hasil pertanian hanya pada nomor 633 saja, dan untuk setiap jenis produksi kita menambahkan satu bilangan oleh karena nomor kelasnya akan menjadi terlalu panjang sehingg tidak praktis.

2.4 Penggunaan DDC 2.4.1 Penggunaan Notasi Dasar (Enumerated) Wiji (2010: 151) mengatakan apabila hasil analisis subyek hanya memerlukan notasi dasar yang siap pakai (enumerated), penentuan notasi dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Kenalilah bagan klasifikasi dengan baik. a. Hafalkan ringkasan I, yaitu kelas utama (main classes)-nya. b. Kenali dengan baik ringkasan II (divisi). c. Pilihlah notasi pada divisi yang paling sesuai dan periksa perincian dari divisi (seksi-seksi) untuk memilih seksi yang paling sesuai dengan hasil analisis subyek. d. Jika diperlukan suatu notasi yang lebih spesifik, periksa perincian dari seksi (notasi-notasi subseksi), dan pilihlah notasi yang paling sesuai. 2. Menggunakan indeks relatif bila diperlukan. a. Periksalah ringkasan dari entri indeks relatif yang digunakan sebagai akses untuk memilih istilah subyek dan notasi yang paling sesuai dengan hasil analisis subjek. b. Cek kembali ke dalam bagan klasifikasi, hasil pemilihan notasi melalui indeks relatif tersebut, apakah notasi tersebut merupakan subordinasi dari notasi yang lebih luas cakupannya; jika tidak sesuai, berarti keliru dalam memilih notasi melalui indeks (selengkapnya, coba lihat indeks relatif pada buku klasifikasi DDC). 2.4.2 Pembentukan Notasi Sering suatu subyek dari hasil analisis subyek tidak cukup dicerminkan dengan notasi dasar yang siap pakai ini sebagaimana telah tersedia dalam bagan klasifikasi. Karenanya, perlu pembentukan notasi sesuai dengan sistem klasifikasi DDC. Misalnya, jika suatu subyek mengandung aspek bentuk, apakah bentuk penyajian, bentuk fisik atau intelektual, aspek bentuk tersebut sedapat mungkin harus diwujudkan dalam notasi.

Dalam sistem klasifikasi DDC, pembentukan notasi dapat dilakukan dengan fasilitas notasi-notasi tambahan sebagaimana yang tercantum dalam tabeltabel tambahan atau sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam notasi dasar, yaitu: Tabel 1 : Notasi Subdivisi Standar (Standar Subdivision) Tabel 2 : Notasi Wilayah (Area Table) Tabel 3 : Notasi Bentuk Sastra Tabel 4 : Notasi Bentuk Bahasa Tabel 5 : Notasi Ras, Etnis dan Kebangsaan. Tabel 6 : Notasi Bahasa-bahasa sesuai petunjuk yang terdapat dalam bagan DDC 2.4.5 Indeks Relatif (Relative Index) Untuk membantu mencari notasi suatu subyek dalam DDC terdapat Indeks Relatif. Pada indeks relatif ini terdaftar sejumlah istilah yang disusun berabjad. Istilah-istilah tersebut mengacu ke notasi yang terdapat dalam bagan. Dalam indeks ini didaftar sinonim untuk suatu istilah, hubungan-hubungan dengan subyek lainnya. Bila suatu subyek telah ditemukan dalam indeks relatif, hendaklah ditentukan lebih lanjut aspek dari subyek yang bersangkutan. Cara yang paling cepat untuk menentukan notasi suatu subyek adalah melalui indeks relatif. Tetapi menentukan notasi hanya melalui dan berdasarkan indeks relatif saja tidak dapat dibenarkan. Setelah suatu subyek diperoleh notasinya dalam indeks relatif, harus diadakan pengecekan dengan notasi yang terdapat dalam bagan. Dengan demikian dapat diketahui apakah notasi tersebut betul-betul sesuai dengan karya yang sedang diklasifikasikan. 2.4.3 Bagan (Schedules) Pawit (2002: 31) Klasifikasi Dewey adalah bagan klasifikasi sistem hirarki yang menganut prinsip desimal untuk membagi semua bidang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dibagi ke dalam 9 kelas utama, yang diberi kode/lambang angka (selanjutnya disebut notasi). Seperti telah dijelaskan pada

halaman sebelumnya. Dalam DDC ini semakin khusus suatu subyek, semakin panjang notasinya. Karena banyak angka yang ditambahkan pada notasi dasarnya. Pembagiannya dari umum ke khusus. Ada beberapa istilah penting dalam bagan, seperti: 1. Summary yaitu tajuk yang agak terbatas pembagiannya. Contoh dalam subyek Insecta (insecta) 595.7 terdapat summary. Pembagian yang lebih rinci untuk masing-masing tajuk yang terdapat dalam tersebut diperinci lebih lanjut dalam bagan (lihat bagan hal.925). 2. Formerly also Istilah ini terdapat dalam kurung siku, yang artinya menunjukkan bahwa subyek tersebut notasinya dulu pada... Misal, pada notasi 297.211 terdapat subyek Tawhid [formerly also 297.14]. ini berarti dulu notasinya pada 297.14 tetapi sekarang pada 297.211 (lihat bagan hal. 229). Istilah Formerly pada prinsipnya sama dengan Istilah formerly also. Ini berarti terdapat pemindahan lokasi notasi untuk subyek dimaksud. Contoh notasi 003.52 Perception theory [formerly 001.534]. 3. Class here Merupakan instruksi yang berarti tempatkan di sini. Hal ini sebagai penuntun untuk menentukan notasi suatu subyek yang mungkin tidak diduga berada di bawah tajuk tersebut. Contoh advertising and public relations mendapat notasi 659. Di bawahnya diikuti dengan istilah class here publicity, ini berarti karya tentang publicity ditempatkan sama pada subyek Advertising and public relation (lihat bagan hal. 352). 4. Relocated to DDC selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, maka kemungkinan terdapat perubahan-perubahan dalam menempatkan notasi untuk suatu subyek sangat besar sekali. Relokasi ini dinyatakan dengan petunjuk formely also dan formerly yang notasinya ditempatkan dalam tanda kurung siku.

Contoh 729[.9] Built-in church furniture. Kemudian diikuti dengan instruksi Relocated to 726.529, ini berarti notasi 729.9 untuk subyek built-in church furniture sekarang sudah tidak digunakan lagi dan dipindahkan pada notasi 726.529 (lihat bagan hal.484) 5. Centered heading Adakalanya suatu konsep tidak bisa dinyatakan dalam satu notasi, maka dinyatakan dalam sederetan notasi. Contoh untuk menyatakan subyek Biography of specific classes of perseons dalam bagan dinyatakan pada notasi 920.1-929.9. Pada kasus seperti ini akan terdapat tanda segitiga(>) mendahului notasi tersebut, (lihat bagan hal.703). 6. Optional number, prefer. Merupakan pilihan atau alternatif yang dikehendaki oleh DDC. Contoh untuk konsep riwayat hidup para ahli dalam disiplin ilmu tertentu, DDC menyarankan agar ditempatkan pada subyeknya dengan menambahkan notasi subdivisi standard -092 dari tabel 1 (lihat... 702). 7. If prefered Istilah ini merupakan penuntun bagi pemakai DDC bila menghendaki dapat memilih salah satu alternatif. Contoh untuk konsep bibliografi subyek notasinya 016. Bila pemakai DDC menghendaki, dapat menempatkan bibliografi tersebut pada subyeknya. Misal Bibliografi kedokteran pada notasi 016.61, tetapi pemakai DDC dapat juga menempatkan pada notasi 610.61 (lihat bagan hal. 32). 2.4.4 Tabel-tabel Selain pembagian kelas secara desimal dengan notasi yang terdaftar dalam bagan, DDC juga mempunyai sarana lain. Untuk membagi/memperluas subyek lebih lanjut, yaitu dengan menyediakan sejumlah tabel pembantu atau auxiliary tables. Notasi pada tabel-tabel tersebut hanya dapat digunakan dalam rangkaian dengan notasi yang terdapat dalam bagan. Dengan kata lain, notasi yang terdapat dalam tabel tidak pernah berdiri sendiri, selalu dirangkaikan dengan notasi dalam

bagan. Dalam klasifikasi DDC edisi 22 terdapat 7 tabel pembantu/pelengkap, yakni: 1. Tabel 1: Subdivisi Standar (Standard Subdivisions) Bila suatu subyek telah ditemukan notasinya dalam bagan, adakalanya perlu dicantumkan lebih lanjut notasi tambahan bentuk yang diambil dari notasi yang terdapat dalam tabel 1 (standard subdivision, hal.3-24). Tabel 1 ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk suatu karya, misalnya -03 adalah bentuk kamus dan ensiklopedi. -05 adalah bentuk terbitan berkala atau majalah. Adakalanya juga untuk menjelaskan bentuk penyajian intelektual, misal -01 untuk bentuk penyajian yang bersifat filsafat dan teori, -09 sejarah dan geografi. Dalam bagan terdapat 5 cara untuk penggunaan tabel 1 ini, yakni: a. Tidak ada instruksi b. Terdapat dalam bagan (lengkap) c. Terdaftar sebagian d. Ada instruksi penggunaan dua nol (00) e. Instruksi penggunaan tiga nol (000) 2. Tabel 2: Wilayah (Geographic Areas, Historical Periods, Persons) Adakalanya suatu subyek perlu dinyatakan aspek geografisnya (wilayah), misal Angkatan Laut Indonesia. Dalam hal ini notasi subyek itu perlu ditambahkan notasi wilayah Indonesia yang diambilkan dari Tabel 2. Cara penambahan tabel 2 ini aalah sebagai berikut: a. Tidak ada instruksi, dengan menggunakan notasi -09 (aspek geografi dari Tabel 1). b. Ada instruksi, adakalanya dalam bagan terdapat instruksi, biasanya berupa instruksi dari Tabel 2. Kadangkala didahului dengan kata-kata Geographical, treatment, treatment by specific continents, countries, dan sebagainya. Untuk geografi suatu wilayah. Dalam bagan ini hanya untuk geografi suatu wilayah.

Misalnya Geografi Jepang, Geografi Indonesia dan sebagainya. Cara pembentukannya, angka dasar geografi suatu wilayah 91- ditambahkan dengan notasi wilayah yang diambil dari Tabel 2. 3. Tabel 3: Subdivisi Sastra (Subdivision for Individual Literatur, form Specific Literary Forms). Dalam klas 800 (kesusasteraan) dikenal bentuk penyajian khusus yang disebut subdivisi masing-masing sastra. Misal bentuk-bentuk sastra, -1 Puisi, -2 Drama, -3 Fiksi, dan sebagainya. Notasi yang terdapat alam Tabel 3 ini hanya dapat ditambahkan pada notasi dasar sastra. Untuk notasi dasar suatu sastra yang berakhiran dengan angka 0 (nol), notasi dasarnya adalah dua angka pertama saja. Notasi dasar sastra Inggris 82 bukan 820, dan seterusnya. Cara penggunaan tabel 3 ini adalah: a) Terdaftar dalam bagan tetapi belum lengkap b) Tidak terdaftar dalam bagan 4. Tabel 4: Subdivisi bahasa (Subdivisions of Individual Languages) Dalam 400 (bahasa) dikenal subdivisi khusus bahasa yang disebut masingmasing bahasa (Subdivisions of Individual Languages). Notasi yang terdapat dalam tabel 4 ini hanya dapat ditambahkan pada notasi dasar suatu bahasa dalam klas 400. Bila notasi suatu bahasa terdiri dari 3 angka dan berakhiran dengan 0 (nol), notasi dasarnya hanya 2 angka pertama. Misal notasi dasar bahasa Perancis 44- bukan 440, bahasa Itali 47- bukan 470. Cara penambahan Tabel 4 ini: a. Terdaftar dalam bagan tetapi belum lengkap b. Belum terdaftar dalam bagan c. Kamus dua bahasa. Urutannya dengan mengutamakan bahasa yang kurang dikenal kemudian tambahkan -3 (dari Tabel 4), menyusul notasi bahasa yang lebih dikenal d. Kamus banyak bahasa. Bagi kamus banyak bahasa, yaitu mencakup 3 bahasa atau lebih dimasukkan ke dalam kamus poliglot (polyglot dictionaries).

5. Tabel 5: Ras, Etnik, dan Kebangsaan (Racial, Ethnic, National Groups). Adakalanya suatu subyek perlu ditambahkan aspek ras tertentu. Misal -951 Chinese -992.1 Philipines. Bila suatu subyek telah ditemukan notasinya, lalu tambahkan dengan notasi di tabel 5, ini dilakukan bila dirasa perlu untuk memperluas subyek yang bersangkutan. Adapun cara penambahannya, adalah: a) Ada perintah b) Tidak ada perintah. Maka tambahkan notasi -089 (dari Tabel 1) kemudian cantumkan notasi. 6. Bahasa (Languages) Suatu subyek adakalanya perlu ditambahkan aspek bahasanya. Misal Bibel dalam bahasa Belanda. Terjemahan Al-Qur an dalam bahasa Cina, dan sebagainya. Terlebih dahulu harus ditentukan notasi untuk subyek Bibel dan Al-Qur an kemudian ditambahkan dari notasi bahasa Belanda atau Cina yang diambilkan dari Tabel 6. Cara penggunaan Tabel 6 ini adalah: a) Ada perintah b) Tidak ada perintah. Tambahkan notasi -175 (aspek wilayah di mana suatu bahasa sangat dominan, dari Tabel 2). Lalu tambahkan notasi bahasa dari Tabel 6 ini. Contoh untuk karya Bibel di Argentina dalam bahasa Spanyol (bahasa Spanyol sangat dominan di Argentina) mendapat notasi 220.517661. 7. Orang (Groups of Persons). Suatu subyek adakalanya perlu diperluas notasinya dengan kelompok orang tertentu, misal ahli kimia, penyandang cacat, dan sebagainya. Untuk itu pada notasi subyek yang bersangkutan dapat diperluas dengan menambahkan notasi yang terapat pada Tabel 7. Penggunaan Tabel 7 ini adalah sebagai berikut: a) Ditambahkan langsung b) Tidak langsung. Tambahkan dengan notasi -088 yang diambil dari Tabel 1.

Tabel Perluasan Untuk Wilayah Indonesia Perluasan dari Tabel Wilayah DDC, khusus yang berhubungan dengan wilayah Indonesia (tabel 2). Buku-buku tentang Indonesia makin hari makin besar jumlahnya. Kebutuhan untuk perluasan/penyesuaian notasi DDC untuk subyek Indonesia sangat diperlukan, karena untuk membedakan daerah yang dibahas dalam subyek buku. Mengenai ikhtisar pembagian daerah-daerah Indonesia kita menggunakan pedoman yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan Perpustakaan Jl. Merdeka Selatan No. 11 Jakarta, yang disusun oleh Sub Panitia Standarisasi Perpustakaan, Panitia Teknis Perpustakaan pada Tahun Buku Internasional 1972, dengan judul Perluasan dan Penyesuaian Notasi untuk Beberapa Seksi dalam DDC khusus yang berhubungan dengan Indonesia. 1) Koperasi di Kabupaten Blitar, Nomer klasnya ---- 334.959 824 71 Koperasi ------------------------- 334 (Bagan/Skema DDC) Kab. Blitar ---------------------- 959 824 71 2) Kota Pasuruan dalam angka, Nomer klasnya ---- 315.959 824 82 Statistik ----------------------- 315 (Bagan/Skema DDC) Kota Pasuruan --------------- 959 824 82 2.4.6 Bagaimana Memakai DDC 1. Langkah-langkah persiapan Untuk dapat memakai DDC dengan baik diperlukan ketelitian ketekunan dan latihan. Berikut ini diberikan beberapa petunjuk yang merupakan langkah pendahuluan dan persiapan yang harus diperhatikan sebelum anda memulai pekerjaan mengklasir buku. 1. Untuk dapat memahami pola umum system DDC pelajarilah berturut-turut ketiga ringkasan yang mendahului bagan DDC. Hafalkan ringkasan pertama, yaitu sepuluh kelas utama. Pelajarilah ringkasan kedua (divisi) untuk mendapatkan gambaran tentang pembagian steiap kelas utama, mulai dari kelas 0 sampai dengan kelas 9. Kemudian dengan cara yang sama pelajarilah ringkasan ketiga (seksi)

2. Sambil mempelajari ringkasana kedua dan ringkasan ketiga periksalah juga bagan (schedule) yang lengkap. Lakukan hal ini secara sistematis dan teratur sehingga sedikit demi sedikit anda mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pola umum strukturnya. 3. Bacalah dengan teliti bagian pendahuluan buku ini. Banyak penjelasan pada bagian ini yang membantu anda untuk memahami apa yang telah anda pelajari pada kedua langkah tersebut di atas secara lebih mendalam. 4. Periksalah Tabel-tabel 1 pembantu serta petunjuk pemakainnya. 5. Pelajarilah sifat-sifat khusus dari kelas utama kesusastraan (kelas 8) dan kelas utama karya umum (kelas 0). Pada kelas 8, susunan pembagian kesusastraan di dasarkan pertama-tama pada disiplin, setelah itu bahasa aslinya dan kemudian berdasarkan bentuk karya sastranya. Pada kelas 0, susunan pembagiannya pertama-tama didasarkan pada bentuknya, kemudian pada bahasa atau tempat. Pada semua kelas yang lain, susunanya didasarkan pada urutan disiplin atau subyek, tempat, waktu dan bentuk publikasi. 2. Menganalisa suatu bahan pustaka Sebelum kita dapat menempatkan suatu bahan pustaka (buku) pada kelas atau penggolongan yang sesuai, kita perlu mengetahui lebih dahulu subyek apa yang dibahas dalam buku itu. Sudut pandangnya yang dianut penulisannya dan bentuk penyajiannya. Sayangnya hal itu tidak selalu mudah dilaksanakan dalam praktek, sehingga perlu mengetahu dan mempelajari bagaimana cara membaca buku secara teknis. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Judul buku kadang-kadang dengan mudah memberikan petunjuk tentang apa isinya, misalnya Matematika modern, Pengantar ekonomi dan Beternak itik, akan tetapi sering juga yang tidak jelas (bahkan membingungkan) sehingga perlu diadakan pemeriksaaan lebih lanjut. Buku dengan judul seperti habis gelap terbitlah terang, pending emas, small is beautiful, Asian drama atau one thousand day tidak dapat kita tentukan subyeknya begitu saja tanpa meneliti buku itu untuk memperoleh keterangan atau petunjuk lebih jelas