BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh Bangsa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar diantara bentuk-bentuk

PENDAHULUAN. sampai saat ini masih memberikan dampak bagi perekonomian dunia. Indonesia pun

Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan utama dari kebijakan keuangan negara di bidang penerimaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. satunya berasal dari penerimaan pajak. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian terhadap negara yang timbal baliknya tidak bisa dirasakan secara

BAB I PENDAHULUAN. akan membawa dampak terhadap pajak sehingga pajak memiliki sifat yang

BAB I PENDAHULUAN. sektor perpajakan. Tiap tahunnya, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. oleh penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Pajak dipungut oleh negara baik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah kewajiban warga negara yang merupakan wujud. langsung oleh wajib pajak dan bersifat memaksa. Saat ini peranan pajak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur baik material maupun spiritual berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. bernegara demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera, baik dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kewajiban kenegaraan dalam rangka kegotong-royongan nasional sebagai

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan

Bab I: Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan warganya, pembangunan menentukan negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Pembangunan nasional. merupakan kegiatan yang akan terus-menerus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran negara, baik untuk pembiayaan pemerintah, pembangunan maupun

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur (Punarbhawa dan Aryani, 2013). Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak sebagai bagian dari Departemen Keuangan Republik Indonesia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. yang berkesinambungan selama 4 tahun terakhir dalam APBN.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sekitar 70-80%.

BAB I PENDAHULUAN. sebuah negara terutama di Indonesia. Pajak bersifat dinamik dan mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. innovator dan stabilisator pembangunan. Dalam pelaksanaan tugas tugas

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh

BAB I PENDAHULUAN. perpajakan ditentukan melakukan kewajiban perpajakan.

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Besar kecilnya pajak akan

BAB I PENDAHULUAN. negeri berasal dari penjualan migas dan nonmigas serta pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan

BAB I PENDAHULUAN. dalam penerimaan negara. Perkembangan kontribusi penerimaan pajak terhadap. Tabel 1. 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang melakukan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan pemerintah yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengamankan penerimaan anggaran negara dalam APBN setiap tahun. Sekitar 75

2015 PENGARUH MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN DAN KINERJA ACCOUNT REPRESENTATIVE (AR) TERHADAP EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk kepentingan negara seperti halnya menyediakan infrastruktur yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kewajiban kenegaraan dalam rangka kegotong-royongan nasional sebagai

BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. Besar kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan membutuhkan peningkatan dalam penerimaan pajak. pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang - undang, keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. nasional berasal dari penerimaan pajak yang menyumbang sekitar 70% dari

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (Rendezvous,2012). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan sebuah pemerintahan, Negara membutuhkan dana

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tumpuan bagi pembangunan suatu negara. Penerimaan pajak

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB I PENDAHULUAN. hasil reformasi ini bersifat lebih sederhana (simplicity), netral (neutral), adil (equity),

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman, di antaranya dengan. mengembangkan e-government sebagai trend global birokrasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kontribusi terbesar penerimaan negara Indonesia saat ini berasal dari sektor

BAB III OBYEK PENELITIAN. III.1.1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kalideres

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3) pajak adalah iuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

BAB II PROFIL INSTANSI. 2.1Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus melakukan

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. maju dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Pajak memiliki peran yang sangat vital dalam sebuah negara,

BAB I PENDAHULUAN. jalannya roda pemerintahan. Lembaga yang ditunjuk untuk mengelola pajak

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan dominan dalam pos penerimaan negara (Suryadi,2006).

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Siapapun terutama Wajib Pajak pasti akan berurusan dengan pajak, namun tidak

B A B I P E N D A H U L U A N. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk pembangunan negara (Soemitro dalam Handayani dan Supadmi, 2012). Salah

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antar negara, melainkan antar

BAB I PENDAHULUAN. serta distribusi pendapatan dan kekayaan yang lebih adil. pembiayaan kegiatan pembangunan karena pemasukan yang berasal dari pajak

BAB I PENDAHULUAN. pajak ini sangat berperan dalam kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Seiring

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dari tahun ke tahun kontribusi pajak pada penerimaan negara terus

BAB I. Pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah dalam rangka menjalankan. pemerintah dalam memungut pajak dari masyarakat, yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang

BAB I PENDAHULUAN. dimana dengan penerimaan pajak ini negara dapat membiayai semua kebutuhan

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Efektivitas sunset..., Ehrmons Fisca Purwa Winastyo, FE UI, 2010.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia adalah pembangunan Indonesia seutuhnya untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Untuk melaksanakan dan meningkatkan pembangunan tersebut diperlukan dana yang memadai. Agar hakekat dari pembangunan tersebut dapat tercapai, dalam pelaksanaannya diperlukan dana yang cukup besar guna membiayai pembangunan tersebut. Adapun dana yang dimiliki oleh negara berasal dari penerimaan dalam dan luar negeri. Salah satu penerimaan negara dari dalam negeri adalah dari sektor pajak. Sebagaimana kita ketahui bahwa sumber pendapatan dalam negeri yang paling besar adalah pajak. Fungsi Pajak ada dua yaitu Fungsi Budgetair dan Fungsi Regulered. Fungsi Budgetair adalah pajak berfungsi mengisi kas negara atau anggaran pendapatan negara, yang digunakan untuk keperluan pembiayaan umum pemerintah baik rutin maupun untuk pembangunan. Fungsi Regulerend adalah alat untuk mengatur atau alat untuk melaksanakan kebijakan yang ditetapkan negara dalam bidang ekonomi sosial untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu faktor yang berperan dalam mempengaruhi dan menentukan optimalisasi pemasukan dana ke kas negara melalui pemungutan pajak kepada warga negara yaitu administrasi perpajakan yang tepat. 1

2 Untuk menerapkan sistem administrasi perpajakan yang berlaku maka Direktorat Jenderal Pajak harus mengeluarkan biaya-biaya. Dalam prinsip pemungutan pajak terdapat prinsip efisiensi economy, menurut Adam Smith yang dikemukakan kembali oleh Siti Kurnia Rahayu mengungkapkan kaidah efficiency dimaksudkan supaya pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan dengan sehemathematnya, jangan sampai biaya-biaya memungut justru menjadi lebih tinggi daripada pajak yang dipungut. (2009:71) Prinsip fiscal, dengan prinsip pemungutan pajak yang dikemukakan E.R.A Seligman menerangkan bahwa prinsip pemungutan pajak berhubungna dengan Adequacy (kecukupan) dan Elasticity (keluwesan) artinya bahwa pemungutan pajak harus dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan pengeluaran negara, dan harus pula cukup elastis dalam menghadapi berbagai tantangan, perubahan serta perkembangan kondisi perekonomian. Dalam prinsip Administrative E.R.A Seligman meliputi pula prinsip economy. Prinsip economy menyatakan bahwa biaya-biaya untuk memungut pajak harus lebih rendah dari pada pajak yang dipungut. Prinsip economy yang ada dalam prinsip pemungutan pajak E.R.A Seligman dijabarkan dalam dua prinsip yakni: Innocunity, hendaknya proses pemungutan pajak tidak menimbulkan hal-hal yang destruktif. Artinya beban pajak yang dipikul oleh wajib pajak jangan sampai menghalang-halangi perekonomian bangsa, menghambat produksi atau mencegah investasi.

3 Efficiency, dimaksudkan supaya sistem perpajakan suatu bangsa mampu untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan. Artinya sistem perpajakan itu secara praktis dapat dengan mudah dilaksanakan, sehingga penerimaan yang diharapkan dari pajak dapat tercapai. Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi negara serta masyarakatnya. Tuntutan akan peningkatan penerimaan, perbaikan-perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala aspek perpajakan menjadi alasan dilakukannya reformasi perpajakan dari waktu ke waktu, yang berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan dan sistem administrasi perpajakan, agar basis pajak dapat semakin diperluas, sehingga potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial dan memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak. Besarnya biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak dalam menyelenggarakan kewajiban perpajakannya, turut menentukan tingkat kepatuhan perpajakan. Administrative cost merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh sektor publik dalam hal ini pemerintah suatu negara, terutama terkait dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga yang mengadministrasikan pajak atau tax bureau yang di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak. Meliputi biaya gaji, alat tulis kantor, transportasi, penyusutan, air, listrik, dan telepon, pemeliharaan, teknologi informasi, pendirian gedung kantor, peningkatan kuantitas,dan kualitas sumber daya manusia. Selain itu juga meliputi biaya membuat dan mensahkan undang-undang

4 perpajakan dan peraturan pelaksanaannya, biaya pengadilan pajak, dan penyuluhan pajak. (Siti Kurnia Rahayu, 2009:151) Sistem modernisasi administrasi perpajakan dilakukan karena penerimaan pajak pada awal reformasi perpajakan (tahun 1983), penerimaan negara masih dibawah 20% setiap tahunnya, hal tersebut dapat dilihat melalui APBN. Tetapi dengan adanya modernisasi perpajakan penerimaan negara meningkat secara signifikan dan dari 20% menjadi 75% setiap tahunnya walaupun hal tersebut masih jauh dari apa yang sudah dianggarkan oleh negara melalui APBN. (Liberti Pandiangan, 2007:18) Dengan mempertimbangkan bahwa target penerimaan pajak setiap tahunnya meningkat, sementara kondisi makro perekonomian Indonesia saat ini belum sepenuhnya pulih dan adanya desakan dari masyarakat untuk menaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh), mempercepat restitusi, menghapus Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas barang tertentu, serta memberikan fasilitas perpajakan maka Direktorat Jenderal Pajak memandang perlu untuk menetapkan suatu kebijakan yang terdapat dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-178/PJ/2004, tentang cetak biru (blue print) kebijakan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2001-2010 kebijakan tersebut adalah dengan reformasi perpajakan, yang diantaranya terdapat strategi sebagai berikut : (1) Reformasi moral, etika dan integritas; (2) Reformasi kebijakan perpajakan; (3) Reformasi pelayanan terhadap wajib pajak; (4) Reformasi pengawasan atas pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.

5 Dalam perkembangan penerimaan pajak dan peranannya bagi penerimaan dalam negeri di APBN sejak tahun 2000 dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 1.1 Penerimaan Pajak dan Total Penerimaan Pajak Selama Periode 2000-2008 Sumber : Nota Keuangan RAPBN 2008 (dalam milyarn rupiah) Tahun Anggaran Berdasarkan data diatas, dapat terlihat bahwa penerimaan pajak selama tahun 2000-2008 mengalami kenaikan. Walaupun demikian belum semua anggaran dapat dipenuhi oleh pemerintah misalnya tuntunan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN setiap tahun. Akan tetapi, jika penerimaan pajak terus meningkat, maka tuntunan anggaran pendidikan sebesar 20% dari total APBN bukan mustahil dapat diwujudkan. Penerimaan Perpajakan (Rp) Penerimaan Dalam Negeri (Rp) % Penerimaan Pajak 2000 115.912,5 205.334,5 56,45 2001 185.540,9 300.599,5 61,72 2002 210.087,5 298.527,5 70,37 2003 242.048,1 340.928,3 71,00 2004 280.558,8 403.104,6 69,60 2005 347.031,1 493.919,4 70,26 2006 409.203,0 636.153,1 64,32 2007 492.000,0 690.000,0 71,30 2008 583.675,6 759.324,7 76,87 Dari penerimaan pajak tersebut Direktorat Jenderal Pajak juga mengeluarkan biaya remunerasi. Remunerasi yang arti harfiahnya adalah "payment" atau penggajian, bisa juga uang ataupun substitusi dari uang yang ditetapkan dengan peraturan tertentu sebagai imbal balik suatu pekerjaan dan bersifat rutin tidak

6 termasuk lembur dan honor. Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemetaan kompetensi (Competency Mapping) untuk seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak guna mengetahui kuantitas dan kualitas kompetensi pegawai. Hal ini dilaksanakan guna mendorong SDM yang berkualitas, memelihara SDM yang produktif sehingga tidak pindah ke sektor swasta dan membentuk perilaku yang berorientasi pada pelayanan serta mengurangi KKN. Untuk melakukan reformasi perpajakan biayabiaya yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sangatlah besar biaya-biaya untuk perbaikan sarana dan prasarana juga menjadi prioritas utama agar para wajib pajak merasa nyaman pada saat pelaporan pajak terutangnya di KPP-KPP yang dituju oleh wajib pajak. Semua biaya-biaya yang keluar merupakan biaya rutin yang selalu dikeluarkan untuk tujuan memuaskan wajib pajak. (www.google.com, 2009) Administrasi Perpajakan hendaklah merupakan prioritas tertinggi karena kemampuan pemerintah untuk menjalankan fungsinya secara efektif bergantung kepada jumlah uang yang dapat diperolehnya melalui pemungutan pajak. Kondisi administrasi perpajakan di Indonesia sebelum adanya Sistem Administrasi Perpajakan Modern adalah akses atau perolehan informasi perpajakan dan ketentuannya yang terkadang dirasakan sulit, sehingga kondisi ini membuat tingkat pemahaman masyarakat mengenai perpajakan menjadi kurang atau bahkan tidak tahu sama sekali. Sistem informasi yang diterapkan cenderung terbatas kepada kebutuhan pelaporan. Padahal atas data dan informasi yang ada dalam sistem, perlu dijadikan sebagai bahan untuk kegiatan lain, seperti untuk ekstensifikasi dan intentifikasi maupun optimalisasi pemanfaatan data perpajakan. Agar biaya yang dikeluarkan tidak besar maka

7 Direktorat Jenderal Pajak berusaha untuk menyederhanakan sistem tapi tidak juga mengurangi sistem-sistem yang sudah dimiliki. Untuk mencapai sistem administrasi perpajakan yang baik maka diperlukan akuntabilitas atau pertanggungjawaban. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003). Kontribusi penerimaan pajak masih rendah, sementara pada saat yang sama transfer dana dari pusat dalam bentuk dana perimbangan sangat tinggi. Anggaran publik lebih banyak digunakan untuk belanja operasional rutin pemerintahan. Hal ini menunjukkan tidak efisiennya birokrasi, karena belanja untuk institusi pemerintah lebih besar daripada belanja untuk pelayanan publik. Kondisi ini secara umum diduga terjadi karena belum terwujudnya efisiensi ekonomi pada sektor publik, yang terlihat pada kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran publik. Selain itu juga faktor integritas pegawai dan pelayanan merupakan salah satu yang menyebabkan terjadinya reformasi administrasi perpajakan. Pegawai yang ramah dan pelayanan yang baik dapat memuaskan para wajib pajak hingga tercipta kepatuhan wajib pajak. (http://www.stialan.ac.id/artikel%20hamdi.pdf, 2009) Tugas mulia administrasi perpajakan, terutama administrasi pajak pusat, diemban oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai salah satu instansi pemerintah yang secara struktural berada di bawah Departemen Keuangan. Dengan visi menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan

8 kelas dunia yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan salah satu misinya, yaitu misi fiskal, adalah untuk menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi. Modernisasi perpajakan yang dilakukan merupakan bagian dari reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap 3 bidang pokok yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan, yaitu bidang administrasi, bidang peraturan, dan bidang pengawasan. Melalui modernisasi administrasi perpajakan, diharapkan terbangun pilar-pilar pengelolaan pajak yang kokoh sebagai fundamental penerimaan pajak yang baik dan berkesinambungan. Modernisasi sistem perpajakan dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak bertujuan untuk menerapkan Good Governance dan pelayanan prima kepada masyarakat. Good governance, merupakan penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. Strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak. Selain itu untuk mencapai tingkat kepatuhan pajak yang tinggi, meningkatkan kepercayaan administrasi perpajakan dan mencapai tingkat produktivitas pegawai yang tinggi. Pengelolaan pajak mengalami perubahan besar yang terus dikembangkan ke arah modernisasi. Dengan demikian optimalisasi penerimaan pajak dapat terlaksana dengan baik, efektif, dan efisien.

9 Salah satu contoh sulitnya administrasi pajak di negara kita ini yang menjadikan wajib pajak menjadi tidak patuh adalah dimana seorang calon wajib pajak yang ingin mendaftarkan usahanya dan sudah mengumpulkan data-data pendukung yang harus dilampirkannya, akan tetapi setelah sesampainya di Kantor Pelayanan Pajak yang dituju, ternyata ada data-data yang kurang. Data yang kurang tersebut tidak tercantum dalam peraturan per-44/pj/2008 pada formulir permohonan pembuatan NPWP yang telah dibuat sebelumnya, sehingga calaon wajib pajak tersebut harus kembali dan melengkapi syarat-syarat yang telah ditentukan. (http:/pajakonline.com/firman 2009:2). Biaya remunerasi diberikan kepada pegawai untuk meningkatkan kesejahteraan para pegawai. Diharapkan akan ada peningkatan kinerja dari para pegawai, dan yang paling utama, untuk mencegah terjadinya korupsi dan suapmenyuap. Untuk para pegawai Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai, jumlah remunerasi yang akan mereka terima akan jauh lebih tinggi dibandingkan direktorat yang lain. Alasannya, karena mereka bertanggung jawab menghimpun sebagian besar penerimaan negara. Dengan adanya sistem administrasi modern maka Direktorat Jenderal Pajak dapat mengetahui jumlah wajib pajak melalui Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Berikut ini disajikan data mengenai penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagai ganbaran bahwa wajib pajak tidak melakukan kewajiban perpajaknya. Tabel 1.2

10 Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tahun 2003-2005 Tahun Diterbitk an SKP Kurang Bayar Diterbitk an SKP Lebih Bayar Diterbitk an SKP Nihil Sumier Jumlah WP yang Diperiksa 2003 61 31 23 4 119 2004 96 27 29 22 174 2005 49 28 23 2 102 Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Dari tabel diatas merupakan gambaran dari adanya SPT Kurang Bayar, SPT Lebih Bayar, Nihil dan Sumer. SPT Kurang Bayar merupakan akibat dari adanya surat pemberitahuan tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan dalam jangka waktunya sebagaimana yang telah ditentukan dalam Surat Teguran. Oleh karena itu, SKP kurang bayar akan diterbitkan bilamana Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya menurut peraturan perundangundangan perpajakan. Ditjen Pajak, sebagai organisasi pemerintah yang terkait dengan seluruh sektor kehidupan masyarakat, menyadari sepenuhnya tanpa improvisasi di bidang teknologi informasi, dinamika bisnis tidak akan mampu diantisipasi. Lebih jelas, pemanfaatan teknologi informasi secara tepat mampu mendukung program transparansi dan keterbukaan, dimana kemungkinan terjadinya KKN, termasuk di dalamnya penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalisasi. Maka Direktorat Jenderal Pajak mengembangkan program baru. Program baru tersebut adalah pengembangan Sistem Informasi Direktorat Jenderal (SIDJP) untuk menggantikan SIP. Sistem ini

11 dikembangkan hanya pada kantor yang telah menerapkan sistem administrasi modern. (www.pajakonline.com, 2009) Program dan kegiatan reformasi administrasi perpajakan diwujudkan dalam penerapan sistem administrasi perpajakan modern yang memiliki ciri khusus antara lain struktur organisasi berdasarkan fungsi, perbaikan pelayanan bagi setiap wajib pajak melalui pembentukan account representative dan complaint center untuk menampung keberatan Wajib Pajak. Selain itu, sistem administrasi perpajakan modern yang terdiri dari kemajuan teknologi terbaru, di antaranya melalui pengembangan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) dengan pendekatan fungsi menjadi Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) yang dikendalikan oleh case management system dalam workflow system dengan berbagai modul otomasi kantor serta berbagai pelayanan dengan basis e-system seperti e-spt, e-filing, e-payment, Taxpayers Account, e-registration, dan e-counceling yang diharapkan meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih efektif. Dengan diberlakukannya pelayanan berbasis e-system ini dapat mempermudah wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya. Good Governance ditandai dengan teknologi informasi dan pelayanan prima Direktorat Jenderal Pajak. Good Governance merupakan penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. Sistem informasi yang merupakan bagian dari pelaksanaan sistem administrasi perpajakan yang disusun seefektif mungkin sehingga dapat mengurangi biaya administrasi.

12 Dari uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh dari adanya sistem administrasi perpajakan modern dan akan melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Administrative Costs. 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Sesuai dengan latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, maka penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Lemahnya kondisi administrasi perpajakan di Indonesia sebelum adanya Sistem Administrasi Perpajakan Modern adalah akses atau perolehan informasi perpajakan dan ketentuannya yang terkadang dirasakan sulit, sehingga kondisi ini membuat tingkat pemahaman masyarakat mengenai perpajakan menjadi kurang atau bahkan tidak tahu sama sekali. 2. Biaya yang dikeluarkan kecil atau lebih rendah akan menyebabkan SDM yang dimiliki akan berkurang, maka Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan biaya yang besar untuk guna mendorong SDM yang berkualitas, memelihara SDM yang produktif sehingga tidak pindah ke sektor swasta dan membentuk perilaku yang berorientasi pada pelayanan serta mengurangi KKN. Alasan remunerasi adalah untuk peningkatan kinerja dari para pegawai, dan yang paling utama untuk mencegah

13 terjadinya korupsi dan suap-menyuap karena rentan dengan gesekan antara fiskus dan wajib pajak. 3. Kontribusi penerimaan pajak masih rendah, sementara pada saat yang sama transfer dana dari pusat dalam bentuk dana perimbangan sangat tinggi. Anggaran publik lebih banyak digunakan untuk belanja operasional rutin pemerintahan. Hal ini menunjukkan tidak efisiennya birokrasi, karena belanja untuk institusi pemerintah lebih besar daripada belanja untuk pelayanan publik. Kondisi ini secara umum diduga terjadi karena belum terwujudnya efisiensi ekonomi pada sektor publik, yang terlihat pada kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran publik. 4. Kurang optimalnya pelayanan Direktorat Jenderal Pajak pada wajib pajak, maka Direktorat Jenderal Pajak melakukan perbaikan dibidang SDM. 5. Tanpa improvisasi di bidang teknologi informasi, dinamika bisnis tidak akan mampu diantisipasi. 6. Biaya yang harus dikeluarkan oleh Fikus agar Sistem Administrasi Perpajakan Modern lebih banyak untuk mencapai tujuan sistem perpajakan. 1.2.2 Perumusan Masalah

14 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merumuskan beberapa masalah yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan sistem administrasi perpajakan modern pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung. 2. Bagaimana tingkat administrative costs yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung. 3. Seberapa besar pengaruh pelaksanaan sistem administrasi perpajakan modern terhadap tingkat administrative cost pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi dari objek penelitian penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap administrative costs. 1.3.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sistem administrasi perpajakan modern pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

15 2. Untuk mengetahui tingkat administrative costs yang dikeluarkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan terhadap administrative costs pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Dengan adanya penelitian ini penulis mengharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain: 1.4.1 Kegunaan Akademis a. Bagi Penelitian Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai penerapan sistem administrasi pajak modern terhadap administrative costs. b. Bagi Instansi Dapat menjadi masukan agar penerapan sistem administrasi pajak modern terhadap administrative costs dapat berkurang. c. Bagi Peneliti Selanjutnya Dapat dijadikan sumber informasi dan referensi dalam penelitian sejenis. 1.4.2 Kegunaan Praktis

16 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sebagai tanbahan pengetahuan di bidang penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap administrative costs. 1.5 Lokasi dan Jadwal Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I yang berlokasi di Asia Afrika No. 114 Bandung. 1.5.2 Waktu Penelitian Adapun waktu penelitian mulai pengumpulan data sampai penyusunan dimulai dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Februari 2010. Tabel 1.5 Time Schedule Pengerjaan Skripsi No Keterangan Bulan Oktober 2009 1 Pengumpulan data 2 Bimbingan Proposal UP 3 Sidang UP 4 Revisi Proposal UP 5 Bimbingan Skripsi 6 Sidang Skripsi 7 Revisi Skripsi Novembe r 2009 Desembe r 2009 Januari 2010 Februari 2010