BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejak disahkannya Undang-Undang Perbankan Indonesia, yaitu Undang- Undang No. 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah dengan Undang-undang No.10 Tahun 1998, membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Prinsip Syariah tersebut adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Dengan diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka perkembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya lebih cepat lagi. Bank Syariah pertamakali beroperasi di Indonesia pada tahun 1992 ditandai dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia. Hingga tahun 2005 hanya terdapat 3 BUS yang ada di Indonesia yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Perbankan syariah Indonesia berkembang cukup pesat, dimana terdapat 11 BUS dan 23 UUS pada tahun 2013 dan pada 2014 terdapat perubahan komposisi dengan adanya spin off yang dilakukan BTPN Syariah, sehingga jumlah BUS menjadi 12 dan jumlah UUS menjadi 22. Peraturan Bank Indonesia pun terus bertambah setiap tahunnya sebagai respon dan dengan melihat risiko yang akan timbul dari pertumbuhan 1
bank syariah tersebut. Perkembangan bank syariah di Indonesia dapat digambarkan dengan pertumbuhan jumlah Bank Umum Syariah (BUS) maupun Unit Usaha Syariah (UUS) di Indonesia. Daftar Bank Umum syariah (BUS) yang terdapat di indonesia akan ditampilkan pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Daftar Bank Umum Syariah Indonesia No. Bank Umum Syariah Indonesia 1 PT. Bank Muamalat Indonesia 2 PT. Bank Victoria Syariah 3 Bank BRI Syariah 4 B.P.D Jawa Barat Banten Syariah 5 Bank BNI Syariah 6 Bank Syariah Mandiri 7 Bank Syariah Mega Indonesia 8 Bank Panin Syariah 9 PT. Bank Syariah Bukopin 10 PT. BCA Syariah 11 PT. Maybank Sayriah Indonesia 12 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Sumber : Statistik perbankan syariah Juni 2015 Bank Umum Syariah di Indonesia dipilih untuk ditelaah karena pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang pesat. Selain itu arah perkembangan industri perbankan syariah masih terbentang luas, mengingat potensi perbankan syariah yang masih besar di Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Perbankan syariah Indonesia mempunyai potensi untuk berkontibusi lebih signifikan dalam mendukung perekonomian 2
nasional dan meningkatkan kesejahteraan sekaligus pemerataan pembangunan nasional. 1.2 Latar Belakang Penelitian Perkembangan industri perbankan dan keuangan syariah nasional selama sepuluh tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, tercermin dari volume usaha yang terus tumbuh, dana investasi dan dana pihak ketiga serta penyaluran pembiayaan yang terus meningkat. Namun demikian ditengah pertumbuhan positif industri perbankan syariah yang cukup menggembirakan tersebut dengan peningkatan rata-rata sekitar 32,2% dalam 10 tahun terakhir, terlihat adanya fenomena perlambatan pertumbuhan volume usaha dalam perkembangan di tiga tahun terakhir sehingga pada akhir tahun 2014 hanya mencatatkan pertumbuhan sebesar 12%. (www.ojk.go.id) Dengan adanya sistem perbankan syariah yang benar-benar didirikan untuk membantu nasabah dalam melakukan semua transaksi perbankan tanpa membebankan bunga seperti bank konvensional, sudah banyak masyarakat yang tertarik untuk melakukan transaksi melalui perbankan syariah. Dengan melihat peluang yang sangat besar tersebut, kemudian banyak perbankan konvensional yang mendirikan Unit Usaha Syariah (UUS) dan berkonversi menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Kegiatan utama yang dijalankan oleh bank syariah pada umumnya sama dengan yang dilakukan oleh bank konvensional, yaitu menghimpunan dan menyalurkan dana. Bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan Bank Syariah dalam melaksanakan operasinya secara garis besar dapat dibedakan ke dalam empat kelompok seperti Prinsip jual beli (Bai ), Prinsip bagi hasil, Prinsip sewa menyewa (Ijarah) dan Prinsip pinjam-meminjam berdasarkan akad qardh. (Siamat 2005:423). Besarnya pembiayaan yang disalurkan dari masingmasing pembiayaan tersebut memiliki porsi yang berbeda-beda. Tabel dibawah 3
ini ditujukan untuk mempermudah mengetahui besarnya penyaluran pembiayaan daari masing-masing pembiayaan tersebut. Tabel 1.2 Komposisi Pembiayaan Perbankan Syariah (Miliar Rupiah) Pembiayaan 2010 2011 2012 2013 2014 Akad Mudharabah 8.631 10.229 12.023 13.299 14.354 Akad Musyarakah 14.624 18.960 27.667 35.883 50.005 Akad Murabahah 37.508 56.365 88.004 105.061 117.371 Akad Salam 0 0 0 0 0 Akad Istishna 423 326 376 583 633 Akad Ijarah 2.341 3.839 7.345 10.481 11.620 Akad Qard 4.731 12.937 12.090 8.995 5.965 Total 68.181 102.655 147.505 184.122 199.330 Sumber : Statistik Perbankan Indonesia Maret 2015 Tabel diatas merupakan tabel pembiayaan perbankan syariah dari tahun 2010 hingga 2014. Berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah, menunjukan bahwa pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang paling banyak menyalurkan dana dengan prinsip jual beli, dibandingkan dengan jenis pembiayaan lainnya. Menurut Umam (2013:34) Bai al-murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dahulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya. Akad jual beli murabahah merupakan produk yang paling populer dalam praktik pembiayaan di perbankan syariah, karena secara teknis produk ini cukup sederhana dan memberikan keuangan baik bagi nasabah ataupun pihak bank. Sederhana karena secara teknis merupakan jual beli barang secara tempo sebagaimana biasa dilakukan masyarakat, nasabah diuntungkan dengan terpenuhinya kebutuhan dan 4
kepastian harga yang tidak akan berubah selama waktu perjanjian pembiayaan, sedangkan bank diuntungkan dengan adanya margin yang diterima (http://economy.okezone.com). Menurut Mahardika (2015:163), terdapat beberapa alasan mengapa bank syariah memilih murabahah sebagai instrumen yang banyak digunakan dalam kegiatan penyaluran dana, salah satu diantaranya adalah murabahah pada dasarnya merupakan kontrak jual beli yang labanya sudah ditetapkan di awal transaksi jual beli. Dengan menetapkan jumlah laba yang akan diperoleh. Hal ini berbeda dengan instrumen mudharabah dan musyarakah yang merupakan kontrak bagi hasil. Dalam kontrak bagi hasil, bank syariah sulit memprediksi laba yang diperoleh karena besarnya laba tergantung keberhasilan proyek yang dibiayai. Dalam menyalurkan pembiayaan murabahah, bank dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF). Berikut ini grafik yang menggambarkan hubungan antara DPK, CAR, dan NPF dengan pembiayaan murabahah selama 5 tahun terakhir (lihat grafik 1.1). Gambar 1.1 Persentase Pembiayaan Murabahah, DPK, NPF, dan CAR 90,00% 77,97% 79,34% 79,99% 75,64% 75,75% 80,00% 70,00% 59,66% 55,01% 60,00% 54,91% 57,06% 58,88% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 16,25% 16,63% 14,13% 14,42% 15,74% 10,00% 3,02% 2,52% 2,22% 2,62% 4,33% 0,00% 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber : Statistik Perbankan Indinesia Data Diolah Murabahah DPK NPF CAR 5
Bentuk kegiatan utama perbankan syariah salah satunya adalah penghimpunan dana. Salah satu bentuk penghimpunan yang dilakukan pada perbankan syariah adalah DPK yang merupakan dana yang berasal dari masyarakat. Hubungan antara DPK dan pembiayaan murabahah adalah dalam menjalankan fungsi intermediasi, perbankan syariah mengoptimalkan dana yang dihimpun dari masyarakat untuk alokasi dalam bentuk pembiayaan, mengingat dana pihak ketiga merupakan faktor yang dominan dalam besarnya pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah kepada masyarakat (Qolby, 2013). Berdasarkan data yang tersaji dalam grafik 1.1 diatas terdapat perbedaan dari konsep Qolby (2013), yaitu dapat dilihat pada tahun 2010 ke 2011 DPK mengalami peningkatan sebesar 1,37% menjadi 79,34 sedangkan pembiayaan murabahah mengalami penurunan sebesar 0,1% menjadi 54,91%. Menurut outlook perbankan syariah 2012 yang dilansir Bank Indonesia, peningkatan DPK dikarenakan terdapat perkembangan pada setiap jenis produk penghimpunan dana dimana deposito merupakan produk yang tingkat pertumbuhannya sangat tinggi yaitu sekitar 61,06% dari posisi tahun lalu Rp39,23 triliun menjadi Rp62,02 triliun. Selain itu, produk tabungan juga meningkat cukup tinggi yaitu sebesar 27,38% dan giro secara keseluruhan meningkat sekitas 10,88% dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Selain itu perluasan jaringan kantor telah mampu meningkatkan pengguna bank syariah yang tercermin dari peningkatan jumlah rekening. Sedangkan penurunan persentase pembiayaan murabahah dikarenakan adanya upaya pengayaan produk perbankan syariah, variasi pemanfaatan akad tampak bergerak dinamis dimana penyaluran dana berupa piutang qardh mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 295,17%, kenaikan pembiayaan qardh terutama oleh transaksi rahn berbasis emas yang tengah menjadi primadona nasabah bank syariah seiring trend kenaikan harga emas. Perbedaan konsep kemudian terjadi pada tahun 2011 ke 2012 DPK mengalami penurunan dari 79,34% menjadi 75,64% sedangkan pembiayaan 6
murabahah mengalami kenaikan menjadi 59,66%. Menurut outlook perbankan syariah 2013 yang dilansir Bank Indonesia, Penurunan DPK yang terjadi dikarenakan penarikan dana haji dari perbankan syariah oleh Kementrian Agama. Sedangkan kenaikan pembiayaan murabahah disebabkan oleh tumbuhnya minat dan permintaan terhadap produk perbankan syariah, serta masyarakat telah semakin mengenal dan merasakan kemanfaatan dari kehadiran bank syariah. Selain itu juga, dikeluarkannya aturan yang memberikan insentif bagi produk yang lebih bervariasi dari produk yang sudah umum (murabahah) yaitu berupa aturan penerapan kebijakan Financing to Value (FTV) dan Down Payment (DP) bagi Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi BUS dan UUS. Peningkatan DPK kembali terjadi pada tahun 2012 ke 2013 sebesar 0,11% menjadi 75,75% akan tetapi pembiayaan murabahah mengalami penurunan sebesar 2,6% menjadi 57,06%. Menurut outlook perbankan syariah 2014 yang dilansir Bank Indonesia, penurunan pembiayaan yang terjadi dikarenakan penurunan pertumbuhan sejalan dengan ekonomi global yang melambat & pasar keuangan global yang bergejolak, dan harga komoditas yang masih dalam tren penurunan. Selain itu Pembiayaan yang Diberikan (PYD) Konsumsi yang juga menurun konsiten dengan kebijakan Financing to Value (FTV), tujuan penerbitan kebijakan tersebut untuk mendorong kembali pertumbuhan kredit, tapi tetap dengan prinsip-prinsip kehati-hatian (www.bi.go.id). Berdasarkan fenomena dari tahun 2010-2014, kenaikan DPK tidak selalu diikuti oleh kenaikan pembiayaan murabahah. Dalam rasio kecukupan modal (CAR) yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank, menurut surat edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 12/SEOJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Minimum Sesuai Profil Risiko bagi Bank Umum Syariah, bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut risiko. Hubungan antara CAR dengan pembiayaan pada bank umum syariah adalah semakin besarnya 7
modal suatu bank maka alokasi pemberian pinjaman/pembiayaan pada nasabah juga semakin besar (Gularso, 2015). Berdasarkan data yang tersaji dalam grafik 1.1 menunjukan terdapat beberapa fenomena yang berbeda dari konsep Gularso (2013) seperti pada tahun 2010 ke 2011 rasio kecukupan modal (CAR) mengalami kenaikan dari 16,25% menjadi 16,63% namun pembiayaan murabahah mengalami penurunan dari 55,01% menjadi 54,91%. Berdasarkan Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2011, pada tahun 2011 permodalan bank-bank umum syariah secara umum meningkat. Selain didukung oleh pertumbuhan laba yang tinggi, peningkatan tersebut terutama ditunjang oleh penambahan modal disetor yang mencapai 28,5% (yoy). Sedangkan penurunan persentase pembiayaan murabahah dikarenakan adanya upaya pengayaan produk perbankan syariah, variasi pemanfaatan akad tampak bergerak dinamis dimana penyaluran dana berupa piutang qardh mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 295,17%, kenaikan pembiayaan qardh terutama oleh transaksi rahn berbasis emas yang tengah menjadi primadona nasabah bank syariah seiring trend kenaikan harga emas. Perbedaan konsep kemudian terjadi pada tahun 2011 ke tahun 2012 CAR mengalami penurunan sebesar 2,5% menjadi 14,13%, dengan pembiayaan murabahah yang justru mengalami kenaikan sebesar 4,75% menjadi 59,66%. Berdasarkan Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2012, permodalan bankbank umum syariah secara umum cenderung menurun, meskipun masih cukup memadai dalam mengantisipasi risiko usaha. Kapasitas permodalan bank dalam mengantisipasi risiko (risk bearing capacity) yang tercermin dari jumlah modal inti dan modal pelengkap masih menunjukkan peningkatan. Namun demikian pertumbuhan ATMR bank-bank umum syariah mencapai 44,4% (yoy), sehingga CAR bank-bank umum syariah menurun dari 16,6% pada tahun 2011 menjadi 14,1% pada akhir 2012. CAR tersebut mengindikasikan tingkat ketahanan risiko yang masih cukup memadai mengingat masih melebihi standar sebesar 8%, terlebih lagi rasio modal inti terhadap ATMR tergolong sangat memadai yaitu 8
mencapai 11,5%. Sedangkan kenaikan pembiayaan murabahah, menurut outlook perbankan syariah 2013 disebabkan oleh tumbuhnya minat dan permintaan terhadap produk perbankan syariah, serta masyarakat telah semakin mengenal dan merasakan kemanfaatan dari kehadiran bank syariah. Selain itu juga, dikeluarkannya aturan yang memberikan insentif bagi produk yang lebih bervariasi dari produk yang sudah umum (murabahah) yaitu berupa aturan penerapan kebijakan Financing to Value (FTV) dan Down Payment (DP) bagi Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi BUS dan UUS. Berdasarkan fenomena dari tahun 2010-2014, kenaikan CAR tidak selalu diikuti oleh kenaikan pembiayaan murabahah. Dalam pengelolaan kualitas aktiva, perbankan syariah memiliki kinerja yang cukup baik. Sampai tahun dengan 2014, NPF perbankan syariah selalu berada dibawah tingkat NPF yang diperbolehkan oleh Bank Indonesia yaitu maksimal sebesar 5%. Hubungan antara NPF dengan pembiayaan murabahah adalah semakin besar NPF menunjukkan bahwa semakin tinggi pembiayaan bermasalah, kredit bermasalah yang tinggi menyebabkan bank lebih berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan karena bank harus membentuk cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif yang besar (Wardiantika & Kusumaningtyas, 2014). Pada variabel NPF terdapat fenomena yang bertolak belakang dengan penelitian Wardiantika & Kusumaningtyas (2014) dimana berdasarkan grafik 1.1 pada tahun 2013 ke 2014 NPF mengalami kenaikan sebesar 1,71% akan tetapi pembiayaan murabahah mengalami kenaikan sebesar 1,62%. Menurut Yuslam Fauzi, Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), menilai perlambatan ekonomi menyebabkan volume pembiayaan turut melambat. Di sisi lain, kualitas aset pembiayaan terus mengalami pemburukan. Sehingga persentase (NPF) naik karena pembiayaan melambat, sehingga pembaginya jadi besar. Sementara itu, jumlah pembiayaan macet atau kolektabilitas tingkat lima naik 73,45% menjadi Rp5,36 triliun. Adapun, jumlah pembiayaan tidak lancar juga naik 78% sehingga NPF kotor pun terkerek. 9
(www.syariah.bisnis.com). Sedangkan kenaikan pembiayaan murabahah menurut Islamic Finance Outlook 2015 yang dilansir Karim Consulting Indonesia, pembiayaan konsumsi pada bank syariah mempunyai porsi yang lebih besar (41%) dibandingkan dengan bank umum nasional (28%). Dapat dikatakan pembiayaan yang lebih banyak disalurkan adalah murabahah. Selain itu bank syariah belum terlalu berani dalam memberikan pembiayaan mudharabah dan musyarakah karena memiliki risiko yang lebih tinggi. Berdasarkan fenomena dari tahun 2010-2014, penurunan NPF tidak selalu diikuti oleh kenaikan pembiayaan murabahah. Berdasarkan Fenomena tersebut, Penulis memilih variabel Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy ratio (CAR), dan Non Performing Financing (NPF) sebagai variabel independen pada penelitian ini. Dana pihak ketiga adalah dana yang berasal dari masyarakat baik perorangan maupun badan, sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayaai operasinya dari sumber daya dana pihak ketiga. (Kasmir 2011:67). Semakin tingginya DPK yang dihimpun oleh bank syariah maka semakin banyak pula jumlah dana yang disalurkan bank kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan. Menurut Mahardika (2015:142) bahwa jumlah dana yang disalurkan di sisi lending tergantung pada dana yang berhasil dihimpun di sisi funding. Artinya, jika bank syariah tidak berhasil menghimpun dana, maka kegiatan penyaluran dana tidak akan berjalan. Penelitian terdahulu tentang DPK dan pembiayaan murabahah telah diteliti sebelumnya oleh Rimadhani dan Erza (2011), Wardiantika & Kusumaningtyas (2014), Azmi (2015) dan Gularso (2015) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rimadhani dan Erza (2011) menyatakan bahwa DPK berpengaruh positif terhadap pembiayaan murabahah pada Bank Syariah Mandiri. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardiantika & Kusumaningtyas (2014), Azmi (2015) dan Gularso (2015) bahwa DPK berpengaruh positif terhadap 10
pembiayaan murabahah. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Maula (2008) menyatakan bahwa simpanan (dana pihak ketiga) tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah. Selain DPK, variabel yang berpengaruh terhadap pembiayaan murabahah adalah Capital Adequacy ratio (CAR), yang merupakan kemampuan bank dalam permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di dalam perkreditan atau dalam perdagangan surat-surat berharga. Menurut Hasibuan (2004:65) dalam Wardiah (2013:297), CAR adalah rasio keuangan yang memberikan indikasi apakah permodalan yang ada telah memadai (adequate) untuk menutup risiko kerugian akan mengurangi modal. Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat digunakan untuk keperluan pengembangan usaha dan mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh penyaluran kredit (Wardiantika & Kusumaningtyas, 2014). Penelitian hubungan antara CAR dengan pembiayaan murabahah sudah dilakukan sebelumnya oleh Wardiantika & Kusumaningtyas (2014), Ali & Miftahurrohman dan Gularso (2015). Dalam penelitian Wardiantika & Kusumaningtyas (2014) yang berjudul Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), dan Indonesia Bank Wadiah Certificate (SWBI) terhadap Pembiayaan Murabahah pada Bank Umum Syariah. Mengungkapkan bahwa variabel CAR tidak memiliki pengaruh terhadap pembiayaan murabahah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh menyatakan Gularso (2015) bahwa CAR tidak mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap debt financing pada bank umum syariah di Indonesia. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ali & Miftahurrohman (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Determinan Yang Mempengaruhi pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia, hasil regresi data panel menyebutkan bahwa CAR memiliki pengaruh terhadap pembiayaan murabahah pada perbankan syariah. 11
Variabel yang juga memiliki pengaruh terhadap penyaluran pembiayaan adalah Non Performing Financing (NPF). Menurut Kuncoro & Suhardjono (2002:462), NPF adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup lagi membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan. Sehingga bank akan mengalami kerugian akibat tidak diterimanya penerimaan yang sebelumnya telah diperkirakan. NPF merupakan perbandingan antara pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan. Semakin tinggi NPF mengindikasikan tingginya tingkat pembiayaan bermasalah dan juga mengindikasikan rendahnya kualitas proses penyaluran pembiayaan bank syariah (Mahardika 2015:179). Penelitian hubungan antara NPF dengan pembiayaan murabahah sudah dilakukan sebelumnya oleh Prastanto (2013), Rimadhani dan Erza (2011), Wardiantika & Kusumaningtyas (2014), Ali & Miftahurrohman (2016) dan Gularso (2015). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prastanto (2013), menyatakan bahwa NPF berpengaruh negatif terhadap pembiayaan murabahah pada bank umum syariah di Indonesia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardiantika & Kusumaningtyas (2014) yang menyatakan bahwa memiliki pengaruh yang negatif terhadap pembiayaan murabahah. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rimadhani dan Erza (2011) menunjukan bahwa Non Performing Financing (NPF) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Gularso (2015) dan Ali & Miftahurrohman (2016) menyatakan bahwa NPF tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum syariah di Indonesia. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, Penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul PENGARUH JUMLAH DANA PIHAK KETIGA, CAPITAL ADEQUACY RATIO, DAN TINGKAT NON PERFORMING FINANCING TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH (Studi Pada Bank Umum Syariah Periode 2011 2014) 12
1.3 Perumusan Masalah Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang paling banyak menyalurkan dana dengan prinsip jual beli, dibandingkan dengan pembiayaan lainnya.berdasarkan statistik perbankan syariah tahun 2015, menunjukan bahwa pembiayaan murabahah masih menjadi unggulan bank syariah. Pembiayaan ini mendominasi transaksi pembiayaan lebih dari separuh total pembiayaan yang dilakukan bank syariah, persentasi pembiayaan murabahah pada tahun 2014 mencapai 58,88% (www.ojk.go.id). Faktor faktor yang mempengaruhi pembiayaan Murabahah masih terus dikaji karena adanya ketidaksesuaian antara teori dengan fakta yang terjadi pada perbankan syariah dan inkonsistensi hasil penelitian terdahulu mengenai faktor tersebut. Hal tersebut dikarenakan ruang lingkup dan bentuk penelitian yang berbeda-beda. Beberapa faktor yang akan dikaji pada penelitian ini adalah Dana Pihak Ketiga, Capital Adiquacy Ratio (CAR) dan Non Performing Financing (NPF). 1.4 Pertanyaan Penelitian Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini bermaksud menguji pengaruh dana pihak ketiga, capital adeuancy ratio dan non performing financing terhadap pembiayaan murabahah. Pertanyaan Penelitian dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana dana pihak ketiga, capital adeuancy ratio, non performing financing dan murabahah pada Bank Umum Syariah Periode 2011 2014? 2. Apakah dana pihak ketiga, capital adeuancy ratio, dan non performing financing berpengaruh secara simultan terhadap pembiayaan murabahah pada Bank Umum Syariah Periode 2011 2014? 13
3. Apakah dana pihak ketiga, capital adeuancy ratio, dan non performing financing berpengaruh secara parsial terhadap pembiayaan murabahah yaitu : a. Apakah dana pihak ketiga berpengaruh terhadap pembiayaan murabahah pada Bank Umum Syariah Periode 2011 2014? b. Apakah capital adeuancy ratio berpengaruh terhadap pembiayaan murabahah pada Bank Umum Syariah Periode 2011 2014? c. Apakah non performing financing berpengaruh terhadap pembiayaan murabahah pada Bank Umum Syariah Periode 2011 2014? 1.5 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui dana pihak ketiga, capital adeuancy ratio, non performing financing dan murabahah pada Bank Umum Syariah Periode 2011 2014. 2. Untuk menguji apakah dana pihak ketiga, capital adeuancy ratio, dan non performing financing berpengaruh secara simultan terhadap pembiayaan murabahah pada Bank Umum Syariah Periode 2011 2014. 3. Untuk menguji apakah dana pihak ketiga, capital adeuancy ratio, dan non performing financing berpengaruh secara parsial terhadap pembiayaan murabahah yaitu : a. Untuk menguji apakah dana pihak ketiga berpengaruh terhadap pembiayaan murabahah pada Bank Umum Syariah Periode 2011 2014. b. Untuk menguji apakah capital adeuancy ratio berpengaruh terhadap pembiayaan murabahah pada Bank Umum Syariah Periode 2011 2014. 14
c. Untuk menguji apakah non performing financing berpengaruh terhadap pembiayaan murabahah pada Bank Umum Syariah Periode 2011 2014. 1.6 Manfaat Penelitian 1.1.1 Aspek Teoritis a) Bagi Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para akademisi dibidang perbankan, khususnya mengenai pembiayaan murabahah di Indonesia. b) Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya, khususnya mengenai pembiayaan murabahah. 1.1.2 Aspek Praktis a) Bagi Bank Syariah Diharapkan dapat memberikan masukan-masukan atau informasi kepada manajemen perusahaan mengenai pembiayaan murabahah. b) Bagi Pihak Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan informasi mengenai keadaan keuangan perbankan syariah kepada nasabahnya serta masyarakat umum yang tertarik terhadap perbankan syairah. 1.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.1.3 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pembiayaan murabahah sebagai variabel dependen. Sedangkan variabel independen yang digunakan, yaitu dana pihak ketiga, capital adeuancy ratio, non performing financing. Penelitian 15
ini akan mengkaji pengaruh antar variabel tersebut baik secara simultan maupun parsial. 1.1.4 Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi penelitian dilakukan pada Universitas Telkom dengan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari situs resmi Bank Umum Syariah yang terdapat di Indonesia dan data statistik perbankan syariah Bank Indonesia. Objek penelitian ini Bank Umum Syariah yang terdapat di Indonesia. 1.1.5 Waktu dan Periode Penelitian Penelitian ini dimulai bulan Agustus 2015 hingga Desember 2015. Periode objek penelitian adalah lima tahun, yaitu tahun 2010 sampai dengan 2015. 1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir Pembahasan dalam skripsi ini akan dibagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub bab. Sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan landasan teori yang akan digunakan sebagai acuan dasar bagi penelitian khususnya mengenai dana pihak ketiga, capital adeuancy ratio, non performing financing dan pembiayaan murabahah, serta menjelaskan penelitian terdahulu sebagai acuan penelitian ini dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang dibahas serta teori penunjang dalam memecahkan masalah, sehingga terbentuk kerangka pemikiran yang akan mengantarkan pada kesimpulan penelitian, serta ruang lingkup penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab ini mengemukakan dengan jelas dan ringkas hasil tinjauan kepustakaan yang terkait dengan topik pembiayaan murabahah dan variabel penelitian dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah yang merupakan variabel 16
independen adalah dana pihak ketiga, capital adequancy ratio dan non performing financing. Sedangkan variabel dependen adalah jumlah pembiayaan murabahah yang disalurkan Bank Umum Syariah. sebagai dasar penyusuna kerangka pemikiran dan perumusan hipotesis penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini mendeskripsikan aspek untuk menjawab atau menjelaskan masalah penelitian yang meliputi penjelasan mengenai: karakteristik penelitian, alat pengumpulan data, tahapan penelitian, populasi dan sampel, validitas dan reliabilitas, teknik analisis data dan pengujian hipotesis. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas deskripsi penelitian berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan pembahasan hasil dari analisis penelitian, serta pengujian dan analisis hipotesis. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini memuat mengenai kesimpulan hasil penelitian serta saran dari penulis dilihat dari aspek teoritis dan aspek praktis. 17
18 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN