BAB I PENDAHULUAN. dan/atau jasa, baik itu transaksi barang dan/atau jasa yang berasal dari dalam. menuntut keduanya untuk saling memberikan prestasi.

dokumen-dokumen yang mirip
Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. beragam jenis dan variasi barang dan jasa. Konsumen pada akhirnya

ROBBY ANDRE / 2EA26 / TUGAS III. hak azasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup waktu, aman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu

REGULASI PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP KANDUNGAN BAHAN-BAHAN BERBAHAYA DALAM PRODUK INDUSTRI MAKANAN PENULISAN HUKUM

KEMASAN PRODUK DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB I PENDAHULUAN. beli makanan dan minuman yang melintasi batas-batas wilayah suatu Negara,

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki

BAB I PENDAHULUAN. ini guna menunjang transportasi yang dibutuhkan masyarakat Jakarta. Selain

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB I PENDAHULUAN. dirugikan. Begitu banyak dapat dibaca berita-berita yang mengungkapkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum. Karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan

yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya, khususnya makanan basah dibutuhkan oleh manusia. Namun, ketika isu formalin dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud makanan adalah segala sesuatu. pembuatan makanan atau minuman. 1

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Usaha kecil dan menengah (UKM) pada umumnya membuka usahanya di

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang atau jasa

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

I. PENDAHULUAN. Penampilan menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua kalangan

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

DAFTAR PERTANYAAN UNTUK DEPTH INTERVIEW WAWANCARA MENDALAM. 1. Daftar wawancara Kepala Lembaga Pembinaan dan Perlindungan

RechtsVinding Online

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

I. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya *

ISBN: Cetakan Pertama, tahun Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Acara Serta Kendala Implementasinya. Cet.1(Jakarta: Kencana 2008). Hal.1.

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM.

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan konsumen pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum 1. Pada

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negar

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Perundangan yang terbaru. Yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun tentang Perdaganganyang terkait dengan e Commerce.

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu.

BAB I PENDAHULUAN. mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global yang. sosial secara signifikan berlangsung semakin cepat.

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN YANG MENGALAMI KERUGIAN AKIBAT TIDAK DICANTUMKANNYA INFORMASI MENGENAI KOMPOSISI PRODUK SECARA LENGKAP

BAB I PENDAHULUAN. calon pekerja tersebut diterima bekerja. dan jaminan etos kerja tinggi pekerja mulai muncul pada tahun 2008.

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara rasio di dalam sebuah negara yang tingkat kepadatan penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada masalah krisis keuangan global. Krisis ini berlanjut terus

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. dari industri masih banyak pabrik yang kurang memperhatikan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. 1. dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PRODUK MAKANAN YANG DIPASARKAN PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999

Menimbang : Mengingat :

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS MAKANAN BERFORMALIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

BAB I PENDAHULUAN. ruang, gerak dan arus transaksi barang dan jasa telah melintasi batas-batas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

I. PENDAHULUAN. Saat ini, plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau jasa yang dipasarkan bisa dengan mudah dikonsumsi. arus perdagangan barang dan/atau jasa semakin meluas.

LAYANAN PURNA JUAL PRODUK ELEKTRONIK DENGAN GARANSI. Oleh Dian Pertiwi Ketut Sudiarta Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan bahan tambahan pangan (BTP)

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang

Regulasi Pangan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan akan menghasilkan sesuatu dari rangkaian tersebut. Misalnya. rangkaian radio menghasilkan suara, handphone menghasilkan

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar. Hal ini merupakan salah satu faktor penunjang lancarnya arus transaksi barang dan/atau jasa, baik itu transaksi barang dan/atau jasa yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Transaksi itu ada, apabila di suatu sisi ada pelaku usaha yang membuat/memproduksi/mengedarkan barang dan/atau jasa dan di sisi lain ada konsumen yang akan menggunakan barang dan/atau jasa yang ditawarkan tersebut. Di antara keduanya terdapat rasa saling membutuhkan dan menuntut keduanya untuk saling memberikan prestasi. Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Pengaruh arus globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang yang masuk ke Indonesia, baik secara legal maupun yang ilegal sehingga di antara barangbarang tersebut ada yang merugikan konsumen karena tidak terpenuhinya kondisi barang yang tidak layak untuk dikonsumsi oleh konsumen. Dengan kondisi jumlah penduduk yang besar, dapat dipastikan Indonesia merupakan sebuah pasar yang baik. Selain itu pengaruh media sebagai sarana

2 penyampaian informasi memiliki pengaruh besar bagi dalam mempengaruhi pikiran masyarakat. Media televisi adalah media yang sering digunakan oleh para pelaku usaha untuk mempromosikan produknya kepada masyarakat umum, karena media ini lebih diminati oleh masyarakat Indonesia dari semua kalangan dan semua umur. Dengan kemampuan media masyarakat di ubah menjadi masyarakat yang konsumtif. Di sisi lain kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi atau iklan dengan menggunakan berbagai media, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. Banyak hal yang diadukan konsumen akibat ketidak pedulian sebagian pelaku usaha sehingga menimbulkan gangguan kesehatan atau kerugian materiil akibat mengkonsumsi suatu produk. Gangguan maupun kerugian tersebut terjadinya karena produk yang ditawarkan tidak memenuhi standar kesehatan, kualitas produk yang layak untuk dijual, atau karena tidak adanya informasi yang benar mengenai suatu produk. Kondisi konsumen yang banyak dirugikan, memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, hal ini dimaksudkan agar tercipta keseimbangan posisi konsumen dan pelaku. Namun sebaliknya, perlu diperhatikan bahwa dalam memberikan perlindungan kepada konsumen, tidak boleh justru mematikan

3 usaha-usaha pelaku usaha, karena keberadaan pelaku usaha merupakan suatu yang esensial dalam perekonomian Negara. Perlindungan konsumen merupakan suatu hal yang cukup baru dalam dunia peraturan perundang-undangan di Indonesia, meskipun dengungan mengenai perlunya peraturan perundang-undangan yang komprehensif bagi konsumen tersebut sudah digaungkan sejak lama. Praktek monopoli dan tidak adanya perlindungan konsumen telah menempatkan posisi konsumen dalam tingkat yang terendah dalam menghadapi para pelaku usaha (dalam arti seluas-luasnya). Kasus keracunan makanan yang sempat merebak serta beredarnya makanan berformalin menunjukkan kesan yang ditangkap dari semua kejadian diatas adalah bahwa posisi konsumen di Indonesia lemah. Dari aspek hukum, lemahnya posisi konsumen terjadi tidak hanya dari aspek materi (substansi) hukum, tetapi juga dari sisi kelembagaan hukum dan budaya hukum. Untuk memperoleh gambaran yang lebih detail, tentang perlindungan konsumen, khususnya dari aspek hukum, Perkembangan perlindungan konsumen yang paling berarti adalah ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disebut UUPK, yang memberikan perlindungan kepada konsumen tidak hanya di bidang hukum materiil yang bermaksud mencegah timbulnya kerugian konsumen, tapi juga di bidang hukum acara/hukum formal yang dimaksudkan untuk memudahkan konsumen dalam menuntut pemulihan haknya kepada pelaku usaha, baik melalui pengadilan maupun di luar

4 pengadilan 1. Lahirnya UUPK tersebut diharapkan dapat mendidik masyarakat Indonesia untuk lebih menyadari akan segala hak dan kewajiban yang dimiliki terhadap pelaku usaha seperti yang dapat kita baca pada konsiderans undang-undang tersebut bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu peningkatan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab. Dalam Pasal 19 UUPK ditentukan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Sehubungan dengan pasal tersebut di atas, kewajiban utama pelaku usaha adalah menjaga dan menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan serta kegunaan produknya. Dalam rangka melindungi konsumen, pengawasan mutu produk dilakukan dengan cara seksama. Pengawasan mutu tidak hanya diartikan pengujian laboratorium semata tetapi juga dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat baik dengan peringatan di dalam kemasan produk tersebut. Di antara sekian banyak sektor, bidang kesehatan merupakan sektor yang relatif lebih lengkap pengaturannya dalam melindungi konsumen dibandingkan dengan bidang-bidang lainnya. Perlindungan ini ditujukan untuk melindungi 1 Gunawan Wijaya dan A. Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal.2

5 konsumen dari berbagai bahan berbahaya yang terkandung dalam produk tersebut. Namun pada kenyataannya banyak sekali kejadian yang menunjukkan bahwa selama ini perlindungan konsumen terhadap produk yang memiliki kandungan bahan berbahaya masih kurang. Terbukti dengan masih mencuatnya beberapa kasus yang menunjukkan adanya kandungan bahan berbahaya di dalam produk makanan yang beredar di masyarakat. Sesungguhnya sudah sejak lama hak-hak konsumen diabaikan oleh para pelaku usaha, bahkan sejak lahirnya UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kasus mencuat adalah kasus makanan yang mengandung formalin, kasus ini merupakan cerminan bagaimana para pelaku usaha tidak mau memberikan informasi yang cukup dan memadai tentang kandungan dari makanan tersebut. Banyak orang tidak menyadari bagaimana pelanggaran hakhak konsumen dilakukan secara sistematis oleh kalangan pelaku usaha, dan cenderung mengambil sikap tidak ingin terlibat dalam permasalahan. Ditemukannya zat berbahaya seperti Formalin, borak, dan pewarna kain pada makanan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan serta merugikan konsumen dan sangat bertolak belakang dengan adanya undang-undang yang mengatur hak-hak konsumen, yaitu UU No.8 tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen. Lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pada hakikatnya dilandasi oleh pemikiran bahwa konsumen sering sekali berada di posisi yang tidak menguntungkan apabila dihadapkan dengan produsen atau pelaku usaha yang mempunyai orientasi dan kekuasaan yang tidak

6 seimbang dengan konsumen. Perlindungan atas kepentingan konsumen tersebut diperlukan mengingat kenyataan bahwa pada umumnya konsumen selalu berada di pihak yang dirugikan, akibat perbuatan curang produsen/pelaku usaha yang menimbulkan kerugian bagi konsumen seperti makanan/minuman yang tidak memenuhi standar mutu dan gizi pangan, biskuit beracun, makanan yang kadaluarsa dan makanan yang diharamkan, serta ditemukannya bahan-bahan berbahaya didalam makanan seperti, pengawet, pewarna, pengenyal, pemutih, pemanis, dan semacamnya. Berbagai kasus terkait adanya kandungan bahan berbahaya dalam produk makanan telah banyak terjadi di Indonesia. Hampir di setiap tahun terdapat kasus terkait adanya kandungan bahan berbahaya dalam makanan yang muncul di media. Seperti halnya akhir-akhir ini banyak ditayangkan dimedia cetak maupun elektronik tentang pemakaian bahan bahan berbahaya seperti penggunaan formalin, boraks, pewarna tekstil pada makanan dan minuman 2. Beberapa kasus terkhir yang tercatat adalah pada bulan agustus tahun 2011 dimana banyak beredar daging berpewarna tekstil di Jakarta Barat dimana beredar daging ayam busuk yang dimasak ulang serta diberi pewarna tekstil 3. Pada bulan September tahun 2011 juga ditemukan banyaknya makanan kadaluarsa yang kini banyak beredar berupa parcel 4. Selain permasalahan dari produk makanan yang ada di 2 Sutarno, Racun dan Keracunan, Jakarta : Widya Medika, 1999, hal. 83 3 Pernyaataan Kompol A. Yudiswan terkait penangkapan tersangka pengedar daging basi olahan di www.indonesiaindonesia.com diakses 4 januari 2012. 4 Ibid.

7 dalam negeri pada tahun 2008 teradapat permasalahan yaitu beredarnya Produk susu China yang mengandung melamin. Berita yang sempat menghebohkan publik China dan juga Indonesia adalah ditemukannya kandungan melamin di dalam produk-produk susu buatan China 5. Kasus pemakaian bahan-bahan kimia berbahaya itu juga sering ditemukan, terutama pada produk makanan industri rumah tangga. Bermacam bahan pangan baik sayuran, buah-buahan,maupun makanan pokok seperti beras yang ada di Indonesia ternyata masih banyak mengandung bahan berbahaya. Bahan-bahan cemaran itu antara lain residu pestisida, cemaran mikroba, dan kontaminasi Cadmium (Cd) 6. Selain itu menurut Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kasus mengenai kelalaian produsen atas kandungan bahan berbahaya didalam produk tersebut telah melanggar beberapa pasal antara lain pasal 7 mengenai kewajiban pelaku usaha, pasal 8 mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, serta pasal 19 masalah tanggung jawab pelaku usaha 7. a. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah : Ayat 2 : memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan b. Pasal 8, perbuatan yang dilarang menurut bagi pelaku usaha adalah: Ayat1 : Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan 5 www.mediaindonesia.com diakses pada 2 januari 2012. 6 Lusiana Indriasari, Waspadai Bahan Kimia Lain Dalam Makanan,http:// www2.kompas.com/ kesehatan / news/0601/15/113636.htm, diakses 3 Oktober 2011 7 Lihat Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

8 peraturan perundang-undangan Ayat 4 : Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran c. Pasal 19, tanggung jawab pelaku usaha Ayat 1 : Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan Ayat 2 : Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku Ayat 3 : Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi Menurut ketiga ayat diatas, pelaku usaha dilarang memproduksi dan memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar yang disyaratkan. Jika ia terbukti melakukan pelanggaran tersebut, barang tersebut harus ditarik dari peredaran. Menurut ketentuan, khusus untuk produk di bidang obat dan makanan baru dapat diedarkan jika telah diperiksa oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Beberapa fungsi BPOM antara lain adalah untuk melakukan evaluasi produk sebelum diizinkan beredar, post marketing vigilance dalam bentuk pengujian laboratorium. Dengan adanya langkah yang ditempuh oleh pihak yang terkait tersebut, secara tidak langsung dapat meningkatkan harkat pelaku usaha nasional, khususnya pelaku usaha yang mengiklankan produknya melalui iklan televisi. Untuk tujuan itulah, penulis ingin mengkaji dan menelaah lebih jauh mengenai :

9 REGULASI PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP KANDUNGAN BAHAN BERBAHAYA DALAM PRODUK INDUSTRI MAKANAN B. Permasalahan Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan pada penulisan skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakah pengaturan perlindungan hukum terhadap konsumen mengenai produk makanan yang memiliki kandungan bahan-bahan berbahaya? 2. Bagaimana implikasi hukum pengaturan perlindungan hukum bagi konsumen dan pelaku usaha mengenai produk makanan yang memiliki kandungan bahan-bahan berbahaya? C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Pengaturan perlindungan hukum terhadap konsumen mengenai produk makanan yang mengandung bahan-bahan berbahaya. 2. Implikasi hukum pengaturan perlindungan hukum bagi konsumen dan pelaku usaha mengenai produk makanan yang memiliki kandungan bahan-bahan berbahaya.

10 D. Kegunaan Penelitian Dengan diadakannya penelitian terhadap permasalahan regulasi perlindungan hukum terhadap konsumen, diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat yaitu : 1. Segi Teoritis Memeberikan kontribusi pemikiran mengenai hukum perlindungan konsumen khusunya tentang kandungan bahan-bahan berbahaya dalam produk industri makanan. 2. Segi Praktis a. Bagi Pelaku Usaha, yaitu agar pelaku usaha mengetahui dan mengerti mengenai tanggung jawabnya atas produk makanan yang didalamnya terdapat kandungan bahan-bahan berbahaya. b. Bagi Konsumen, yaitu agar konsumen mengetahui dan mengerti atas informasi produk makanan yang didalamnya terkandung bahan-bahan berbahaya selain itu juga paham akan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. 3. Bagi Penulis Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pemahaman penulisan terhadap persoalan tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen mengenai produk makanan yang mengandung bahan-bahan berbahaya.

11 E. Metode Penelitian Di dalam penyusunan skripsi, metode dapat diartikan sebagai prosedur atau rangkaian cara sistematis dalam menganalisa suatu kebenaran, sehingga nantinya dapat dihasilkan suatu penelitian yang mendekati kebenaran optimal. Agar suatu penelitian ilmiah dapat berjalan dengan baik maka perlu menggunakan suatu metode penelitian yang baik dan tepat. Metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan 8. Adapun metode yang digunakan oleh penulis sebagai berikut : 1. Pendekatan Penelitian Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah yuridis normatif. Penelitian hukum normatif ini menurut Soerjono Soekanto merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian ini dapat pula dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan 9. 2. Jenis Bahan Hukum Untuk memperoleh data-data yang diperlukan sesuai dengan tema, maka peneliti menggunakan sumber data dari: a. Bahan hukum primer yaitu data yang diperoleh dari sumber yang diteliti. Data ini diperoleh dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No. 7 Tahun 8 Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta:2007: halaman 7 9 Ibid, hal 13-14

12 1996 Tentang Pangan. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang bukan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa. Beberapa diantaranya adalah melalui literatur berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dan dibahas oleh penulis. Bahan hukum sekunder ini berupa data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal maupun arsip-arsip yang berkesesuaian dengan penelitian yang dilakukan terkait dengan perlindungan terhadap konsumen atas kandungan bahan-bahan berbahaya di dalam produk industri makanan. c. Bahan hukum tersier atau penunjang yaitu bahan-bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berupa kamus bahasa, kamus hukum, dan ensiklopedi. 3. Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum Untuk mengumpulkan data, penulis mempergunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas, serta ditertibkan dalam

13 penelitian 10. Kepustakaan yang dimaksud dalam penulisan ini adalah berupa buku-buku ilmu hukum, artikel hukum, karya ilmiah hukum, jurnal hukum, media cetak dan/atau elektronik yang berkaitan dengan hukum perlindungan konsumen. b. Dokumentasi Teknik pengumpulan data dengan jalan meneliti dan mempelajari dokumen-dokumen atau arsip yang peneliti dapatkan dari literatur, majalah, koran dan peraturan-peraturan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti 11. Data yang diambil terkait dengan pemberitaan maupun uraian mengenai tindakan serta tanggung jawab produsen dalam penyelesaian masalah pelanggaran perlindungan konsumen. 4. Analisa Bahan Hukum Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan menggambarkan atau memaparkan secara jelas kondisi atau kenyataan di lapangan yang selanjutnya disimpulkan dalam suatu uraian 12. Dalam penelitian yuridis normatif, metode analisa deskriptif kualitatif dilakukan dengan menggambarkan segala bentuk perlindungan hukum terkait bahan-bahan berbahaya dalam produksi makanan, dan dianalisa secara 10 Ibid, hal14 11 Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung : Mandar Maju, 1995, hal. 65 12 Soetandyo Wingjosoebroto, Silabus Metode Penelitian Hukum, Progam Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, Hal. 1 dan 3.

14 kualitatif. Dalam penelitian ini akan mendeskripsikan segala pengaturan yang terkait dengan perlindungan terhadap bahan-bahan berbahaya dan setelah itu melihat implikasi hukum dengan adanya peraturan tersebut. Setelah dideskripsikan baik dari segi pengaturan terhadap kandungan bahan-bahan berbahaya dalam produk makanan lalu dianalisa dan disimpulkan kedalam bentuk uraian. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terbagi menjadi 4 bab dan masing-masing bab terdiri dari atas sub bab. Adapun bab-bab tersebut adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Membahas mengenai keadaan umum skripsi yang ditulis, dimulai dari latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Membahas tentang pengertian pelaku usaha, hak dan kewajiban pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha, pengertian konsumen, hak-hak konsumen, kewajiban konsumen, produk pangan/makanan, bahan-bahan berbahaya dalam produk industri makanan, tinjauan tentang perlindungan hukum, pengertian tentang perlindungan hukum, bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen, pengertian tentang perlindungan konsumen, pengaturan sanksi bagi pelaku

15 usaha yang menggunakan bahan-bahan berbahaya dalam produk industri makanan. BAB III : PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan menganalisis permasalahan yang diangkat dimana berkonsentrasi pada bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap konsumen mengenai produk makanan yang memiliki bahan-bahan berbahaya serta implikasi hukum pengaturan perlindungan hukum terhadap konsumen dan pelaku usaha mengenai produk makanan yang memilikki kandungan bahanbahan berbahaya. BAB IV : PENUTUP Berisi kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan pada babbab sebelumnya dan berisi saran-saran yang perlu disampaikan sebagai usaha menjawab dan mencari jalan keluar dari masalah timbul.