MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

2015, No menyelesaikan sengketa yang timbul dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Waliko

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

Panduan Teknis Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

Muchamad Ali Safa at

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 06/PMK/2005 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

- 2 - Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 30 Juli 2012; MEMUTUSKAN :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran N

Prosedur berperkara di Mahkamah Konstitusi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N. Perkara Nomor : 032/PHPU.A-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

2017, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5729); 4. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahu

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 10/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM

2017, No Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG

PUTUSAN NOMOR 85/PHPU.C-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM Pemilihan. Kepala Daerah. Pedoman.

BAB I KETENTUAN UMUM

PROSEDUR BERACARA DI MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PERKARA PHPU KEPALA DAERAH. Oleh : ABDUL FICKAR HADJAR, SH.,MH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N Perkara Nomor : 019/PHPU.A-II/2004

MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN MEMUTUSKAN : : UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA NEGARA. No.1109, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Sengketa Pemilu. Penyelesaian. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

- 4 - BAB I KETENTUAN UMUM

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA PENYELENGGARA PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI GORONTALO NOMOR : 01/Kpts/Pilgub/KPU-Prov-027/2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

Menimbang : a. Mengingat : 1.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; b. bahwa berdasarkan Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dimaksud pemilihan umum adalah termasuk pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; c. bahwa Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 04/PMK/2004 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum perlu disempurnakan dan disesuaikan dengan perubahan undang-undang yang mengatur tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, b, dan c tersebut di atas perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836); Memperhatikan : Hasil Rapat Pleno Mahkamah Konstitusi tanggal 5 Mei 2008. MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH 2

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilu adalah Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2. Presiden adalah Presiden Republik Indonesia. 3. Mahkamah adalah Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 4. DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 5. DPD adalah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. 6. DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 7. DPRA adalah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. 8. DPRK adalah Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota di Aceh. 9. KPU adalah Komisi Pemilihan Umum sebagai Penyelenggara Pemilu. 10. KIP adalah Komisi Independen Pemilihan sebagai Penyelenggara Pemilu DPRA dan DPRK di Aceh. 11. Panwaslu adalah Panitia Pengawas Pemilihan Umum. 12. Bawaslu adalah Badan Pengawas Pemilihan Umum. 13. TPS adalah Tempat Pemungutan Suara. 14. PPK adalah Panitia Pemilihan Kecamatan. 15. PPS adalah Panitia Pemungutan Suara. 16. Peserta Pemilu adalah: a. peserta Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD; b. peserta Pemilu DPRA dan DPRK di Aceh. 17. Perselisihan Hasil Pemilihan Umum adalah: a. perselisihan antara peserta Pemilu dan KPU sebagai penyelenggara Pemilu mengenai penetapan secara nasional perolehan suara hasil Pemilu oleh KPU; b. perselisihan antara peserta Pemilu DPRA dan DPRK di Aceh dan KIP. 18. Panitera adalah Panitera Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Pasal 2 (1) Perselisihan Hasil Pemilu diperiksa dan diputus secara cepat dan sederhana; 3

(2) Putusan perselisihan sebagaimana diatur pada ayat (1) merupakan putusan pada tingkat pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat. BAB II PEMOHON, TERMOHON, DAN MATERI PERMOHONAN Pasal 3 Pemohon adalah: a. Perseorangan calon Anggota DPD Peserta Pemilu; b. Partai Politik Peserta Pemilu; atau c. Partai Politik dan Partai Politik Lokal Peserta Pemilu Anggota DPRA dan DPRK di Aceh. Pasal 4 (1) Termohon adalah KPU; (2) Dalam hal perselisihan hasil penghitungan suara calon anggota DPRD provinsi dan/atau DPRA, KPU provinsi dan/atau KIP Aceh menjadi Turut Termohon; (3) Dalam hal perselisihan hasil penghitungan suara calon anggota DPRD kabupaten/kota dan/atau DPRK di Aceh, KPU kabupaten/kota dan/atau KIP kabupaten/kota di Aceh menjadi Turut Termohon. Pasal 5 Yang menjadi materi permohonan adalah penetapan perolehan suara hasil Pemilu yang telah diumumkan secara nasional oleh KPU yang mempengaruhi: a. terpenuhinya ambang batas perolehan suara 2,5% (dua koma lima perseratus) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD; b. perolehan kursi partai politik peserta Pemilu dan kursi calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari partai politik di suatu daerah pemilihan; c. terpilihnya calon anggota DPD. 4

BAB III TATA CARA MENGAJUKAN PERMOHONAN Pasal 6 (1) Permohonan pembatalan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional oleh KPU hanya dapat diajukan oleh peserta Pemilu dalam jangka waktu paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak KPU mengumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional; (2) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah dalam 12 (dua belas) rangkap setelah ditandatangani oleh: a. Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dari dewan pimpinan pusat atau nama yang sejenisnya dari Partai Politik Peserta Pemilu atau kuasanya; b. Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dari dewan pimpinan atau nama yang sejenisnya dari partai politik lokal atau kuasanya; atau c. calon anggota DPD peserta Pemilu atau kuasanya. (3) Permohonan yang diajukan calon anggota DPD dan/atau partai politik lokal peserta Pemilu DPRA dan DPRK di Aceh dapat dilakukan melalui permohonan online, e-mail, atau faksimili, dengan ketentuan permohonan asli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah harus diterima oleh Mahkamah dalam jangka waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak habisnya tenggat; (4) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat: a. nama dan alamat pemohon, termasuk nomor telepon (kantor, rumah, hand phone), nomor faksimili, dan/atau e-mail; b. uraian yang jelas tentang: 1. kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon; 2. permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon. (5) Pengajuan permohonan harus disertai dengan alat bukti yang mendukung permohonan, seperti sertifikat hasil penghitungan suara, sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan dalam setiap jenjang penghitungan suara, berita acara 5

penghitungan suara beserta berkas pernyataan keberatan peserta Pemilu pada setiap jenjang penghitungan suara, serta dokumen-dokumen tertulis lainnya setelah dibubuhi materai cukup dan dilegalisasi. BAB IV REGISTRASI PERKARA DAN PENJADWALAN SIDANG Pasal 7 (1) Permohonan yang masuk diperiksa persyaratan dan kelengkapannya oleh Panitera; (2) Permohonan yang sudah lengkap dan memenuhi persyaratan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi, sedangkan permohonan yang tidak lengkap dan tidak memenuhi syarat diberitahukan kepada Pemohon untuk diperbaiki dalam tenggat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam; (3) Apabila perbaikan kelengkapan dan syarat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilakukan oleh pemohon, Panitera menerbitkan akta yang menyatakan bahwa permohonan tidak diregistrasi; (4) Panitera mengirimkan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada KPU dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi disertai permintaan keterangan tertulis KPU yang dilengkapi bukti-bukti hasil penghitungan suara yang diperselisihkan; (5) Keterangan tertulis KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus sudah diterima Mahkamah paling lambat satu hari sebelum hari persidangan; (6) Mahkamah menetapkan hari sidang pertama dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi; (7) Penetapan hari sidang pertama diberitahukan kepada pemohon dan KPU paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari persidangan. 6

BAB V PEMERIKSAAN PERMOHONAN Bagian Pertama Pemeriksaan Pendahuluan Pasal 8 (1) Pemeriksaan Pendahuluan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Panel Hakim yang sekurang-kurangnya terdiri atas 3 (tiga) orang hakim konstitusi; (2) Dalam Pemeriksaan Pendahuluan, Panel Hakim memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan wajib memberi nasihat kepada pemohon untuk melengkapi dan/atau memperbaiki permohonan apabila terdapat kekurangan; (3) Pemohon wajib melengkapi dan/atau memperbaiki permohonannya dalam jangka waktu paling lambat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam; (4) Dalam hal pemohon tidak melengkapi dan/atau memperbaiki permohonannya dalam tenggat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kesempatan memperbaiki hanya dapat dilakukan dalam sidang berikutnya. Bagian Kedua Pemeriksaan Persidangan Pasal 9 (1) Pemeriksaan Persidangan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Panel Hakim dan/atau Pleno Hakim; (2) Pemeriksaan Persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan segera setelah selesainya pemeriksaan pendahuluan atau setelah perbaikan permohonan diterima oleh Mahkamah; (3) Pemeriksaan Persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Kewenangan Mahkamah; b. Kedudukan hukum pemohon; c. Pokok permohonan; d. Keterangan KPU; dan e. Alat bukti. 7

(4) Dalam Pemeriksaan Persidangan dapat didengar keterangan pihak-pihak terkait, yaitu peserta Pemilu selain pemohon yang berkepentingan terhadap permohonan yang diajukan oleh pemohon; (5) Untuk kepentingan pembuktian, selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Mahkamah dapat memanggil KPU provinsi dan/atau KIP Aceh, KPU kabupaten/kota dan/atau KIP kabupaten/kota tertentu untuk hadir dan memberi keterangan dalam persidangan; (6) Apabila dipandang perlu, untuk kepentingan Pemeriksaan Persidangan, Mahkamah dapat menetapkan putusan sela dan menunjuk petugas guna menyaksikan hal-hal yang terkait dengan penghitungan suara yang diperintahkan oleh Mahkamah. Bagian Ketiga Alat Bukti Pasal 10 Alat bukti dalam perselisihan hasil Pemilu terdiri atas: a. keterangan para pihak; b. surat atau tulisan; c. keterangan saksi; d. petunjuk; dan e. alat bukti lain berupa informasi dan komunikasi elektronik. Pasal 11 (1) Alat bukti surat atau tulisan terdiri atas: a. berita acara dan salinan pengumuman hasil pemungutan suara partai politik peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD di TPS; b. berita acara dan salinan sertifikat hasil penghitungan suara partai politik peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dari PPS; c. berita acara dan salinan rekapitulasi jumlah suara partai politik peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dari PPK; d. berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara partai politik peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dari KPU kabupaten/kota; 8

e. berita acara dan salinan penetapan hasil penghitungan suara anggota DPRD kabupaten/kota; f. berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU provinsi; g. berita acara dan salinan penetapan hasil penghitungan suara anggota DPRD provinsi; h. berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU; i. berita acara dan salinan penetapan hasil penghitungan suara secara nasional anggota DPR, DPD, dan DPRD dari KPU; j. salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang mempengaruhi perolehan suara partai politik peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; dan k. dokumen tertulis lainnya. (2) Alat bukti surat atau tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah yang memiliki keterkaitan langsung dengan objek perselisihan hasil Pemilu yang dimohonkan ke Mahkamah; (3) Alat bukti surat atau tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibubuhi materai secukupnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 12 (1) Saksi dalam perselisihan hasil Pemilu terdiri atas: a. saksi resmi peserta Pemilu; dan b. saksi pemantau Pemilu yang bersertifikat. (2) Mahkamah karena jabatannya dapat memanggil saksi lain seperti Bawaslu/ Panwaslu dan Kepolisian; (3) Saksi sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) adalah saksi yang melihat, mendengar, atau mengalami sendiri proses penghitungan suara yang diperselisihkan. 9

BAB VI RAPAT PERMUSYAWARATAN HAKIM Pasal 13 (1) Rapat Permusyawaratan Hakim diselenggarakan untuk mengambil putusan setelah Pemeriksaan Persidangan dipandang cukup; (2) Rapat Permusyawaratan Hakim dilakukan secara tertutup oleh Pleno Hakim Konstitusi yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang hakim konstitusi setelah Rapat Panel Hakim; (3) Rapat Permusyawaratan Hakim mendengarkan laporan Panel Hakim disertai rancangan putusan; (4) Pengambilan keputusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim dilakukan secara musyawarah mufakat setelah mendengarkan pendapat hukum para hakim konstitusi; (5) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai mufakat bulat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak; (6) Dalam hal musyawarah Rapat Pleno Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir Ketua Rapat Pleno Hakim Konstitusi menentukan. BAB VII PUTUSAN Pasal 14 (1) Putusan yang telah diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum; (2) Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas perselisihan hasil Pemilu diputuskan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi; (3) Amar Putusan Mahkamah mengenai permohonan pembatalan penghitungan suara hasil Pemilu dapat menyatakan: a. Permohonan tidak dapat diterima apabila pemohon dan/atau permohonan tidak memenuhi syarat; 10

b. Permohonan dikabulkan apabila permohonan terbukti beralasan dan selanjutnya Mahkamah membatalkan hasil penghitungan suara oleh KPU, serta menetapkan hasil penghitungan suara yang benar; c. Permohonan ditolak apabila permohonan terbukti tidak beralasan. (4) Putusan Mahkamah disampaikan kepada pemohon, KPU, dan Presiden; (5) Salinan Putusan Mahkamah dapat disampaikan kepada Pihak Terkait; (6) Putusan Mahkamah bersifat final; (7) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti Putusan Mahkamah. BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 15 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini ditentukan lebih lanjut oleh Rapat Pleno Hakim Konstitusi. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 (1) Dengan berlakunya Peraturan ini, Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 04/PMK/2004 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; (2) Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Juli 2008 Ketua, Jimly Asshiddiqie 11

12