TINJAUAN PUSTAKA Cabai Merah Besar ( Capsicum annum L)

dokumen-dokumen yang mirip
APLIKASI GETAH DUA GENOTIPE PEPAYA BETINA SEBAGAI BIOFUNGISIDA UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT ANTRAKNOSA

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum annum L.) berasal dari Mexico. Sebelum abad ke-15 lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak. dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi. Tanaman cabai dapat tumbuh di berbagai tipe tanah dan tanah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

BAB. I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) termasuk dalam familia Solanaceae, merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

I. PENDAHULUAN. Cabai besar ( Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran tergolong

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm.

I. PENDAHULUAN. Cabai adalah tanaman perdu dari famili terong-terongan ( Solanaceae) yang

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

BAB I PENDAHULUAN. A dan C, minyak atsiri, zat warna kapsantin, karoten. Cabai merah juga mengandung

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan. maupun yang merugikan. Jamur merupakan mikroorganisme yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili

Diagnosa Penyakit Akibat Jamur pada Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Penduduk Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Jawa sebesar ton (Badan Pusat Statistik, 2014).

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

BAB I PENDAHULUAN. Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia,yang

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. Thrips termasuk ke dalam ordo Thysanoptera yang memiliki ciri khusus, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Cabai Merah Besar (Capsicum annum L) Tanaman cabai merah besar sudah dikenal oleh penduduk Mexico sejak zaman Aztek yaitu sekitar 7000 tahun sebelum masehi. Kemudian cabai menyebar dengan cepat melalui perdagangan di Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan India Barat. Pada masa sekarang ini cabai dapat ditemukan di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Mexico, Guatemala, Amerika Selatan, Kepulauan Karibia, India, Indonesia, Thailand, Vietnam, Burma, Malaysia, China, Korea, Turki, dan beberapa di Eropa dan Afrika (Killham 2006). Cabai merah Besar (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk ke dalam genus Capsicum, diantaranya adalah lima spesies yang telah dibudidayakan, yaitu : C. baccatum, C. pubescens, C. annuum, C. chinense dan C. Frutescent (DEPTAN 2004). Tanaman cabai memiliki percabangan berbentuk semak, batangnya berkayu, tipe percabangan tegak atau menyebar dengan karakter yang berbedabeda tergantung spesiesnya. Tinggi tanaman 0-5 m berdaun tunggal dengan helai daun berbentuk ovate atau lanceolate, warna hijau muda atau hijau tua, struktur perakaran tanaman cabai diawali dari akar tunggang yang sangat kuat yang bercabang-cabang ke samping dengan akar-akar rambut, bunga sempurna. Mahkota bunga berwarna putih dengan 5 helaian setiap bunga (Cott 2002). Cabai membutuhkan kelembaban 60-89% untuk pertumbuhannya (Kusandriani & Sumarna 1993). Cabai mengandung berbagai macam senyawa yang berguna bagi kesehatan manusia. Sun et al. (2007) melaporkan cabai mengandung antioksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan radikal bebas. Kandungan terbesar antioksidan ini adalah pada cabai hijau. Cabai juga mengandung L- asparaginase dan Capsaicin yang berperan sebagai zat anti kanker (Kilham 2006; Bano & Sivaramakrishnan 1980). Produktivitas cabai di Indonesia fluktuatif. DEPTAN (2006) melaporkan produktivitas cabai tahun 2000-2004 adalah 4.17, 4.07, 4.21, 6.05, 5.66 ton/ha. Permintaan terhadap cabai selalu meningkat setiap tahunnya seiiring

bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Tabel 1 menunjukkan rata-rata permintaan cabai di Indonesia sampai tahun 2004 adalah 2.76 kg/tahun/kapita dengan konsumsi total 589.395 ton/tahun. Jumlah ini terus meningkat sampai pada tahun 2006 konsumsinya meningkat menjadi 66.304 ton/bulan atau 795.648 ton/tahun. Tabel 1 Permintaan cabai tahun 2002-2004 Tahun Konsumsi Produksi Penduduk (1000 x Orang) Per kapita Total/tahun (Ton) (kg/tahun) (Ton) 2002 635.089 210.736 2.760 581.631 2003 1.066.722 213.550 2.780 593.669 2004 1.100.514 216.381 2.740 592.884 rata-rata 934.108 2.760 589.395 Keterangan : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan hortikultura 2005 Permintaan terhadap cabai tidak hanya dari konsumen rumah tangga tetapi juga dari industri (Soetiarso & Ameriana 1996). Tabel 2 menunjukkan total permintaan cabai dari tahun 1999-2003 meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya permintaan terhadap cabai ini dikarenakan semakin meningkatnya industriindustri yang menggunakan bahan baku cabai. Industri kecap merupakan konsumen industri yang membutuh cabai terbesar diantara yang lainnya dengan konsumsi pada tahun 2003 yaitu sebesar 19.112 ton lebih besar dibandingkan pada tahun 2001 dan 2002 hanya sebesar 9.251 ton dan 9.851 ton. Permintaan terhadap cabai juga datang dari pasar luar negeri dan menunjukkan angka yang fluktuatif. BPS (2004) melaporkan ekspor cabai tahun 1999-2001 selalu meningkat dengan nilai ekspor tertinggi pada tahun 2001 yaitu sebesar 1.001,8 ton dan mengalami penurunan yang drastis pada tahun 2002 yaitu hanya sebesar 450.5 ton (Tabel 3).

Tabel 2 Perkembangan Permintaan Industri Pengolahan Terhadap Cabai Di Indonesia Tahun 1999-2003 Kelompok Industri Pengolahan 1. Industri Pengasinan / Pemanisan Buah-buahan dan sayuran 2. Industri Pelumatan Buah-buahan dan Sayuran 3. Industri Makanan, Mie, Bihun, Soun, Sphagetti dan sejenisnya Permintaan (Ton) 1999 2000 2001 2002 2003 - - - 8 7-1760 11 273 469 46 59 60 108 108 4. Industri kecap - - 9251 9851 19112 5. Industri Makanan dari Kedelai dan kacang-kacangan - - 5-7 6. Industri Kerupuk 16 18 93 110 50 7. Industri Bumbu Masak 9 12 28 3 27 8. Industri Petis dan Terasi 5 9 22 45 91 Total 76 1858 9470 10398 19871 Keterangan : BPS 2004a Tabel 3 Permintaan ekspor cabai merah Indonesia tahun 1999-2004 Tahun Jumlah Ekspor (Ton) 1999 604.4 2000 612.7 2001 1001.8 2002 450.5 2003 466.9 2004 916.6 Keterangan : BPS 2004b

Colletotrichum capsici (Syd.) Bult. Et. Bisby Patogen penyebab penyakit merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman (OPT) yang mempengaruhi fungsi fisiologis tanaman. Fungsi fisiologis tanaman merupakan rangkaian aktifitas pada tanaman untuk melangsungkan hidup salah satunya adalah fotosintesis. Fotosintesis adalah proses pembentukkan energi dari CO 2 dan H 2 O, selanjutnya energi yang dihasilkan digunakan untuk pembentukkan organ tanaman, salah satunya adalah pembentukan buah (Pantastico 1986). Adanya gangguan fungsi fisiologis yang disebabkan oleh organisme pengganggu tanaman menyebabkan tanaman sulit untuk berbuah bahkan sampai tidak menghasilkan buah. Hal ini yang menyebabkan organisme pengganggu tanaman berperan penting dalam dunia pertanian karena dapat mengurangi hasil produksi pertanian (Sinaga 2003). Cendawan merupakan salah satu OPT yang dilaporkan banyak menyerang tanaman hortikultura (Gafur 2003). Cendawan yang menyerang tanaman hortikultura pada umumnya adalah Botryodiplodia sp., Fusarium sp., Chepalosporium sp., dan yang sering menyebabkan penyusutan hasil produksi adalah Colletotrichum sp penyebab penyakit antraknosa yang menyerang baik pada saat prapanen, penyimpanan (di pedagang pengumpul), dan saat pemasaran (di pasar buah dan pasar swalayan) (Prabawati 1991). Penyakit antraknosa pada cabai disebabkan oleh Colletotrichum capsici telah banyak dilaporkan menyebabkan penurunan hasil produksi tanaman cabai baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di Kenya penyakit antraknosa menyebabkan penurunan hasil panen sebesar 75-80 % (Ferreira & Boley tanpa tahun) dan Di Thailand dilaporkan penyakit antraknosa menyerang 9 dari 17 varietas cabai (Widjaya 1991). Penyakit antraknosa di Indonesia menurunkan produksi tanaman cabai sebesar 50-100% (BPH 1993), 75% (Kusandriani & Permadi 1996) dan berdasarkan laporan yang dihimpun oleh Kompas (Januari 2005) ratusan hektar tanaman cabai di Sipiriok, Sulawesi mengalami gagal panen akibat penyakit antraknosa. Penyakit antraknosa yang disebabkan termasuk ke dalam kelas Deuteromycetes ordo Melanconiales. Cendawan ini mempunyai hifa berseptat, konidia berbentuk tabung dengan ujung-ujung yang tumpul, kadang-kadang

berbentuk jorong dengan ujung membulat dan dasar sempit terpancung, hialin, tidak bersekat, bersel satu, berukuran 9-24 x 3-6 µm, terbentuk pada konidiofor yang tidak bersekat, bersel satu, hialin atau cokelat pucat. Cendawan yang termasuk ke dalam kelas Deuteromycetes ini memiliki miselium yang berkembang sempurna dan bercabang. Reproduksi struktur seksual jarang terjadi, bila diketahui dapat bereproduksi seksual maka dimasukkaan kedalam kelas Ascomycetes atau Basidiomycetes (Semangun 2000). Colletotrichum sp. menyebabkan dua tipe gejala pada buah yaitu antraknosa dan bercak cokelat. Pada buah-buah yang menjelang matang terlihat gejala khas yaitu bercak-bercak hitam pada bagian kulit, yang sedikit demi sedikit melekuk dan bersatu kemudian daging buah membusuk cekung ke arah dalam buah (Prabawati et al. 1991). Infeksi C. capsici pada cabai terdiri dari beberapa tahap, dimulai ketika buah masih dalam masa perkembangan di pohon. Infeksi diawali dengan adhesi spora dan hifa pada permukaan buah yang pada umumnya melalui percikan air hujan (Mercure et al. 1994), selain itu cendawan ini juga dapat menyerang melalui batang, ranting, daun, dan Bergstrom and Nicholson (1992) melaporkan bahwa cendawan ini dapat menyerang melalui akar. Setelah melekat, pada umumnya cendawan akan tetap pada periode laten dan belum menunjukan gejala sampai buah mencapai masa klimakterik dan dapat memberikan nutrisi untuk pertumbuhan cendawan selanjutnya (Prabawati et al. 1991), hal ini dikarenakan pada saat buah masih muda mengandung senyawa anti cendawan salah satunya enzim esterase yang terdapat pada permukaan buah cabai yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan cendawan (Ardi 2000; Kim et al. 2001). Setelah buah mengalami pemasakan, spora berkecambah membentuk tabung kecambah dan menempel sangat kuat pada permukaan jaringan tanaman, kemudian pada ujung tabung kecambah terbentuk apresorium (Bailey et al. 1992), kemudian terbentuk hifa penetrasi untuk melakukan penetrasi kedalam jaringan tanaman dan struktur infeksi primer terbentuk setelah hifa penetrasi masuk (Arroyo et al. 2005). Tahap selanjutnya adalah proses pengenalan, pensinyalan, pengembangan hifa infeksi dan haustoria dalam jaringan inang, serta patogenesis dan akhirnya melakukan kolonisasi (Pring et al. 1995).

C. capsici mensekresikan berbagai macam enzim untuk memudahkan proses infeksi pada tanaman. Enzim ini terlibat dalam interaksi eksternal dan internal. Interaksi eksternal adalah interaksi awal patogen menyerang inangnya yaitu pada saat proses penempelan dan perkecambahan spora (Gafur 2003). Patogen mengeluarkan glikoprotein yang berfungsi sebagai pelekat konidia pada inang dan menghambat enzim pelindung tanaman (Nicholson 1992), selain itu enzim-enzim seperti kitin deasetilase (Tsigos & Bouriotis 1995) dan pektat liase (Wei et al. 2002) juga membantu dalam proses penetrasi pada dinding sel inang oleh hifa penetrasi. Selain enzim tenaga fisik berupa tekanan turgor konidia dapat berperan dalam proses infeksi tanaman (Chen et al. 2004). Pengendalian Penyakit Antraknosa Pestisida sintetik adalah bahan-bahan kimia yang bersifat racun yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan, tingkah laku, perkembang biakan, kesehatan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak, dan aktifitas lainnya yang dapat mempengaruhi organisme pengganggu tanaman (Kardinan 2002). Pestisida sintetik masih umum digunakan untuk mengendalikan penyakit antraknosa pada tanaman sayuran (Adiyoga & Soetiarso 1999). Fungisida sintetik banyak digunakan oleh petani karena memiliki periode pengendalian panjang, cepat menurunkan penyakit, mudah dan praktis untuk digunakan, mudah dan praktis disimpan, dan mudah untuk mendapatkannya. Fungisida yang sering digunakan untuk mengendalikan penyakit antraknosa adalah derosol 60 WP yang dicampur dengan dithane 80 WP, fungisida berbahan aktif propineb, zineb, benlate, manzate, benomyl, dan meneb dengan aplikasi pencelupan selama 5-10 menit. Prabawati (1991) dan Prajnanta (2004) melaporkan fungisida prockloraz dan kombinasi benomyl dan mancozeb efektif untuk mengendalikan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C. capsici. Menurut semangun (1996) fungisida berbahan aktif mancozeb merupakan fungisida organik kontak yang mengandung unsur mangan (Mn) dan seng (Zn) yang berperan sebagai agens pengkelat sehingga sintesis protein dan metabolisme didalam sel cendawan terganggu.

Penggunaan fungisida sintetik yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif bagi manusia dan lingkungan (Duriat 1994). Hal ini disebabkan adanya residu yang masih tertinggal setelah perlakuan, sebagai contoh hasil deteksi dipasaran baik di produsen, pasar grosir, pasar eceran tradisional serta pasar swalayan di bogor menunjukkan bahwa pada beberapa jenis sayuran mengandung residu pestisida diatas ambang aman (Harun et al. 1996; Ameriana et al. 2000). Residu pestisida ini menimbulkan gangguan bagi kesehatan manusia, seperti yang dilaporkan Sudibyaningsih (1991) bahwa fungisida dapat menimbulkan gangguan syaraf, ginjal, metabolisme enzim dan efek karsinogenik. Selain itu pada beberapa jenis bahan aktif yang terkandung dalam fungisida dapat tersimpan pada air susu ibu sehingga apabila terkonsumsi oleh balita dapat memperlambat pertumbuhan dan daya kembang otaknya (Kamrin 1997). Getah Pepaya Betina sebagai Alternatif Fungisida Sintetik Meningkatnya perlindungan bagi konsumen rumah tangga dan industri terhadap residu pestisida (Soetiarso dan Majawisastra 1994), adanya permintaan pelabelan produk bebas pestisida di pasaran eropa (Caswell & Modjusca 1996), dan semakin meningkatnya konsumen memilih sayuran bebas pestisida yang didasarkan atas motivasi hidup sehat, risiko keracunan, pengetahuan yang meningkat (Ameriana et al. 2006) diperlukan suatu alternatif pengendalian yang efektif dalam mengendalikan penyakit antraknosa namun aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman biodiversity yang tinggi. Indonesia memiliki lebih dari 350.000 spesies tumbuhan tingkat tinggi yang dapat menghasilkan berbagai produk yang salah satunya adalah metabolit sekunder dengan jumlah 100.000 dari 1.000.000 senyawa kimia. Senyawa kimia tersebut memiliki fungsi adaptif sebagai pertahanan diri, simbiosis, polinasi dan lain-lain (Surjadi 2005). Penggunaan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif penggunaan fungisida sintetik yang sering disebut fungisida nabati atau biofungisida yang ramah lingkungan (Kardinan 2002) karena mudah terdegradasi sehingga tidak menimbulkan residu (Hamijaya 2005). Salah satu contoh manfaat tumbuhan

tingkat tinggi yaitu sebagai penghasil enzim kitinase yang dapat berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan cendawan karena dinding selnya tersusun atas selulosa dan kitin (Agrios 2005). Getah pepaya merupakan salah satu contoh metabolit sekunder yang memiliki potensi dalam mengendalikan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotricum gloeosporioides. Getah pepaya ini mengandung enzim kitinase (enzim pengurai kitin) yang dapat mendegradasikan dinding sel cendawan yang tersusun dari kitin (Azarkan 1997). Getah pepaya berupa cairan kental berwarna putih susu dan lengket dengan berat jenis 1,038 g/cm 3, kadar air 82,02% dan kandungan aktivitas proteolitiknya 307,8 MCU (Sabari et al. 2001a). Getah pepaya mengandung berbagai enzim diantaranya adalah peptidase A, peptidase B, papain, cimo papaine, karikain, glisil hidrolase, glisil endopeptidase (Azarkan et al. 1997), glutamine cyclotransferase (Zerhouni et al. 1998), lipase (Steinke 2001 & Dhuique 2001), glutamine cyclase (Azarkan et al. 2002), dan cysteine protease (Konno 2004). Peranan getah pepaya terhadap Colletotrichum capsici penyebab penyakit antraknosa adalah adanya enzim kitinase yang dapat mendegradasi kitin pada dinding selnya. Dinding hifa Colletotrichum sp. memiliki tekstur mikrofibril yang terbuat dari kitin (β-1,4 N asetilglukosamin). Kitinase dalam getah pepaya tersusun dari rantai ikatan N-asetil-β-D-glukosaminidase. Berdasarkan hal tersebut kitin-glukal yang tersusun dalam dinding sel miselium dan konidia C capsici mengalami kerusakan setelah diberi getah pepaya (Azarkan 1997 & Adikaram et al 1998). Lebih lanjut Karunaratne (1996) melaporkan bahwa dinding sel konidia yang dilarutkan dalam getah pepaya mengalami kerusakan dalam waktu 60 detik dan selanjutnya mengalami kehancuran dalam waktu 10 menit. Kehilangan bentuk terjadi setelah 30 menit. Pepaya memiliki tiga jenis buah yaitu jantan, betina, dan hermafrodit. Pada umumnya buah yang dikonsumsi baik di pasar dalam negeri maupun pasar ekspor adalah yang hermafrodit karena memiliki daging buah yang tebal, dan rasanya enak (Chan 1992; Kurnia 2005). Lebih lanjut hasil laporan PKBT (2004) menunjukkan bahwa sifat-sifat buah yang diinginkan untuk konsumsi segar adalah buah berasal dari bunga hermafrodit, ukuran buah kecil-medium (0.5-1

kg/buah) dan besar (lebih besar 3 kg), warna daging buah jingga-merah, warna kulit buah hijau-merah-jingga diselanya, rongga buah kecil (edible portion tinggi), kulit buah halus, bentuk lonjong, tekstur padat, dan rasa manis dengan aroma yang khas. Buah pepaya betina kurang disukai karena pepaya jenis ini kulitnya tebal, buahnya sedikit, rasanya yang tidak enak, dan tidak laku untuk dijual di supermarket sedangkan jantan tidak menghasilkan buah (Kalie 2000). Perbedaan sumber benih menghasilkan jenis tanaman yang berbeda pula. Buah bagian tengah dan ujung menghasilkan tanaman hermafrodit yang lebih banyak dibandingkan pada bagian pangkal dengan perbandingan 2:1 sampai 3:1 (Arifeni 2002; Maknani 2004). Lebih lanjut Sunarjono (1987) melaporkan bahwa tanaman hermafrodit dapat dihasilkan dari benih yang berasal dari 1/3 ujung sebanyak 75%, 1/3 tengah 65%, dan 1/3 pangkal 50%.