BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam sintesa hemoglobin. Mengkonsumsi tablet Fe sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN. Saya bernama Devi Yunani Nasution adalah mahasiswa di Program Studi S2

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MAKALAH GIZI ZAT BESI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronik yang tidak. umumnya berkembang lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009).

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara

Petunjuk : Dibawah ini terdapat beberapa pertanyaan dengan 4 item jawaban. Berikan tanda (X ) pada salah satu jawaban yang paling benar.

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan (konsepsi) adalah pertemuan antara sel telur dengan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR TABLET TAMBAH DARAH BAGI WANITA USIA SUBUR DAN IBU HAMIL

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif tinggi yaitu 63,5% sedangkan di Amerika 6%. Kekurangan gizi dan

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia. uteri, syok, infeksi (baik intrapartum atau post partum).

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Manuaba (2010),

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

ABSTRAK GAMBARAN KECUKUPAN KONSUMSI MAKANAN PADA SISWI SMP NEGERI 19 KOTA MAKASSAR TAHUN 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kehamilan Resiko Tinggi. Oleh Dokter Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Sackett pada pasien sebagai Sejauh mana perilaku individu

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

Yuliana Salman 1*, Ideris 2, Siti Maryam Muharramah 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a) Pengertian Tablet tambah darah. darah merah (Hemoglobin) (Soebroto, 2009) Menurut Almatsier (2002)

BAB I PENDAHULUAN. Masa kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak Hari Pertama

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB)

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

KUESIONER PENELITIAN

membutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan dan menggambarkan penggunaan obat sesuai dengan petunjuk pada resep serta mencakup penggunaannya pada waktu yang benar (Siregar, 2006). Kepatuhan merupakan suatu hal yang penting agar dapat mengembangkan rutinitas (kebiasaan) yang dapat membantu dalam mengikuti jadwal yang kadang kala rumit dan mengganggu kegiatan sehari-hari. Kepatuhan dapat sangat sulit dan membutuhkan dukungan agar menjadi biasa dengan perubahan. Dengan mengatur, meluangkan waktu dan kesempatan yang dibutuhkan untuk menyesuaikan diri. Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya diikuti dengan benar (Tambayong, 2002). Jenis ketidakpatuhan pada terapi obat, mencakup kegagalan menebus resep, melalaikan dosis, kesalahan dosis, kesalahan dalam waktu

pemberian/konsumsi obat, dan penghentian obat sebelum waktunya. Ketidakpatuhan akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang kurang. Dengan demikian, pasien kehilangan manfaat terapi dan kemungkinan mengakibatkan kondisi secara bertahap memburuk. Ketidakpatuhan juga dapat berakibat dalam penggunaan suatu obat berlebih. Apabila dosis digunakan berlebihan atau apabila obat dikonsumsi lebih sering daripada yang dimaksudkan, terjadi resiko reaksi merugikan yang meningkat. Masalah ini dapat berkembang, misalnya seorang pasien mengetahui bahwa ia lupa satu dosis obat dan menggandakan dosis berikutnya untuk mengisinya (Siregar, 2006). 2. Faktor ketidakpatuhan terhadap pengobatan Menurut Tambayong (2002) dan Siregar (2006), beberapa faktor ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan, antara lain: a. Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan. Alasan utama untuk tidak patuh adalah kurang mengerti tentang pentingnya manfaat terapi obat dan akibat yang mungkin jika obat tidak digunakan sesuai dengan instruksi. b. Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan. c. Sukarnya memperoleh obat diluar rumah sakit.

d.

Mahalnya harga obat. Pasien akan lebih enggan mematuhi instruksi penggunaan obat yang mahal, biaya dan penghentian penggunaan sebelum waktunya sebagai alasan untuk tidak menebus resep. e. Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga, yang mungkin bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat. f. Penyakit Keadaan sakit pada pasien akan menimbulkan ketidakpatuhan, kemampuan untuk bekerjasama dan sikap terhadap pengobatan. Pasien cenderung menjadi putus asa dengan program terapi yang lama dan tidak menghasilkan kesembuhan kondisi. Bahkan apabila kesembuhan dapat diantisipasi dengan terapi jangka panjang, masalah masih dapat timbul dan pasien sering menjadi tidak patuh selama periode pengobatan dilanjutkan. g. Efek merugikan Efek samping suatu obat yang tidak menyenangkan misalnya mual muntah, memungkinkan menghindar dari kepatuhan. h. Penggunaan/Konsumsi obat Seorang pasien mungkin bermaksud secara penuh untuk patuh pada instruksi, ia mungkin kurang hati-hati menerima kuantitas obat yang

salah disebabkan pengukuran obat yang tidak benar atau penggunaan alat ukur yang tidak tepat. 3. Peningkatan kepatuhan a. Identifikasi faktor resiko Semua pasien harus dianggap sebagai seseorang yang mungkin tidak patuh. Langkah pertama dalam upaya maningkatkan kepatuhan adalah mengenal individu yang paling mungkin tidak patuh. b. Pengembangan rencana pengobatan Rencana pengobatan harus didasarkan pada kebutuhan pasien, apabila mungkin pasien harus menjadi partisipan dalam keputusan rencana pengobatan. Untuk membantu ketidaknyamanan dan kelalaian, dosis obat diberikan pada waktu yang sesuai dengan beberapa kegiatan tetap dalam jadwal harian pasien. apabila resep ditulis harus sespesifik mungkin untuk menghindari salah interpretasi. Dalam semua kasus, harus memastikan bahwa pasien mengerti cara menggunakan obatnya. c.

Alat bantu kepatuhan 1) Pemberian label Label tempat obat yang mencantumkan informasi berkaitan dengan penggunaan, perhatian atau penyimpanan obat akan meningkatkan pencapaian kepatuhan 2) Kalender pengobatan dan kartu pengingat obat Berbagai bentuk, seperti kalender pengobatan telah dikembangkan dan didesain untuk membantu pasien dalam mengkonsumsi obatnya sendiri. Dalam membantu pasien mengerti obat yang digunakan dan kapan digunakan, disediakan formulir yang dapat dicek pasien pada kolom yang sesuai untuk tiap dosis obat yang digunakan. d. Pemantauan terapi Jika dokter atau pelayanan kesehatan lain mengetahui bahwa pasien tidak menggunakan obat sebagaimana dimaksudkan, ia harus berupaya memberikan solusi pada setiap masalah. e. Komunikasi efektif Keefektifan komunikasi akan menjadi penentu utama kepatuhan pasien. pasien harus didorong untuk berpartisipasi dalam diskusi dan apabila mungkin, pasien diikutsertakan dalam proses pembuatan

keputusan. Komunikasi antara dokter atau tenaga kesehatan dan pasien tentang penggunaan obat, dapat dilakukan baik verbal maupun tertulis, dan diperkuat oleh instruksi tertulis. Oleh karena itu, libatkan secara langsung pasien dalam komunikasi dua arah serta memberikan kesempatan bagi pasien mengajukan pertanyaan. Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku patuh dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang meliputi faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pendukung (enabling factor), dan faktor pendorong (reinforcing factor). a. Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, kepercayaan, nilai, keyakinan, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam perilaku kesehatan. b. Faktor pendukung (enabling factor) Faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku. Faktor ini meliputi lingkungan fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan. c.

Faktor pendorong (reinforcing factor) Faktor yang memperkuat terjadinya perubahan perilaku. Faktor ini meliputi sikap dan praktik petugas kesehatan maupun tokoh masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Model teori ini dapat digambarkan sebagai berikut: B = f (PF, EF, RF) Dimana: B = Behavior PF = Predisposing factors EF = Enabling factors RF = Reinforcing factors F = fungsi

B. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tau, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Tahapan tingkat pengetahuan mencakup tahu (know), memahami (comprehantion), aplikasi (aplication), analisa (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation) (Notoatmodjo, 2003). 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahasan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. 2. Memahami (comprehantion) Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan mengarahkan materi yang sudah dipelajari pada situasi dan kondisi. 4. Analisa (analysis) Analisa diartikan sebagai kemampuan manjabarkan materi yang ada didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk yang baru atau kemampuan untuk menyusun formula yang ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu tindakan atau objek. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).

C. Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu menerima (receiving) yang diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek), merespon (responding) yang merupakan memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan, menghargai (valuing) dalam hal ini adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah, dan bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek dan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesa, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2003).

D. Tablet Zat Besi Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia. Besi mempunyai beberapa fungsi essensial didalam tubuh: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru kejaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron didalam sel, dan sebagai reaksi enzim didalam jaringan tubuh (Wirakusumah, 1999). Keseimbangan zat besi dalam tubuh harus dipertahankan agar tubuh tidak menderita anemia. Artinya jumlah zat besi yang dikeluarkan harus sama dengan jumlah zat besi yang diperoleh tubuh lewat makanan. Saat kehamilan zat besi yang dibutuhkan tubuh lebih banyak dibandingkan saat tidak hamil (Wirakusumah,1999). Zat besi pada wanita hamil penting bagi pembentukan hemoglobin, yaitu pembentukan sel-sel darah merah yang bertanggung jawab terhadap transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan-jaringan tubuh bagi sang ibu maupun janin (Hall, 2000). Kebutuhan zat besi pada tiap trimester kehamilan, pada trimester pertama, kebutuhan besi justru lebih rendah dari masa sebelum hamil. Ini disebabkan wanita hamil tidak mengalami menstruasi dan janin yang dikandung belum membutuhkan banyak zat besi. Menjelang trimester kedua, kebutuhan zat besi mulai meningkat. Pada saat ini terjadi pertambahan jumlah sel-sel darah merah.

Pada trimester ketiga, jumlah sel darah merah bertambah mencapai 35 %, seiring dengan meningkatnya kebutuhan zat besi sebanyak 450 mg. Pertambahan sel darah merah disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen dari janin (Wirakusumah, 1999). a. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi besi Menurut Almatsier (2002), absorbsi terjadi di bagian atas usus halus (duodenum) dengan bantuan alat angkut protein khusus. Ada dua jenis alat angkut protein didalam sel mukosa usus halus yang membantu penyerapan besi, yaitu transferin dan feritin. Tranferin yaitu protein yang disintesis didalam hati. Diperkirakan hanya 5-15 % besi makanan diabsobsi oleh orang dewasa yang berada dalam status besi baik. Dalam keadaan defisiensi besi absorbsi dapat mencapai 50 %. Banyak faktor berpengaruh terhadap absorbsi besi, antara lain: 1) Bentuk besi Bentuk besi didalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi hem yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat didapat daging hewan yang dapat diserap dua kali lipat daripada besi non hem. Besi non hem terdapat didalam telur, sereal, kacang-kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan.

2) Asam organik Vitamin C sangat membantu penyerapan besi non hem dengan merubah bentuk Feri menjadi Fero. 3) Asam fitat dan asam oksalat didalam sayuran Faktor-faktor ini mengikat besi sehingga menghambat penyerapan besi. Vitamin C dalam jumlah cukup dapat melawan sebagian pengaruh faktor-faktor yang menghambat penyerapan besi. 4) Tanin Tanin terdapat didalam teh, kopi dan beberapa jenis sayuran dan buah yang menghambat absorbsi besi dengan cara mengikatnya. 5) Tingkat keasaman lambung Tingkat keasaman lambung meningkatkan daya larut besi. Penggunaan obat-obatan yang bersifat basa seperti antasid menghalangi absorbsi besi.

6) Faktor intrinsik Faktor intrinsik didalam lambung membantu penyerapan besi, diduga karena hem mempunyai struktur yang sama dengan vitamin B12. 7) Kebutuhan tubuh Kebutuhan tubuh akan besi sangat berpengaruh besar terhadap absorbsi besi. Bila tubuh kekurangan besi atau kebutuhan meningkat pada masa pertumbuhan, absorpsi besi non hem dapat meningkat sampai sepuluh kali, sedangkan besi hem dua kali. b. Fungsi besi Besi menggabungkan protein untuk membentuk hemoglobin yang mengangkut oksigen keseluruh tubuh sehingga membantu dalam kontraksi otot untuk mencegah kelelahan dan sulit bernafas (Thorn, 2004). Zat besi yang masuk kedalam tubuh serta cadangan makanan yang ada pada tubuh wanita hamil, akan sangat berguna untuk aktifitas dan metabolisme ibu, proses pembentukan ASI dan menentukan kualitas ASI (Ma sum, 2007). c. Konsumsi Tablet Zat Besi Tablet Fe adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi Anemia Gizi Besi yang diberikan kepada ibu hamil. Ikatan Profesi Kedokteran

menganjurkan asupan suplemen setiap hari antara 30-60 miligram besi selama hamil guna menjamin penyerapan besi yang dibutuhkan setiap hari (Brock, 2007). Preparat Fe biasanya diberikan dalam bentuk garam (seperti ferrous sulfat, glukonat atau fumarat) atau dalam bentuk gabungan dengan gula (sacharat) diberikan peroral (Yatim, 2003). Besi dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam darah. Selama volume darah meningkat sekitar 45 persen selama kehamilan, maka hemoglobin dan unsur-unsur utama dalam darah harus meningkat (Wheeler, 2004). Setiap hari, ibu hamil membutuhkan tambahan 700-800 mg zat besi. Jika kekurangan, buruk akibatnya, dapat terganggu proses persalinannya, terjadi perdarahan sehabis melahirkan dan mungkin juga terjadi infeksi (Nadesul, 2007). Meskipun dibutuhkan gizi yang baik, suplemen besi mengganggu saluran pencernaan pada sebagian besar orang. Efek samping, misalnya mual-mual, rasa panas pada perut, diare atau sembelit. Untuk memulihkan efek samping yang tidak menyenangkan, dianjurkan untuk mengurangi setiap dosis besi atau mengkonsumsi makanan bersama dengan tablet besi. Makanan yang kaya akan vitamin C memperbanyak serapan besi (Brock, 2007). Kesadaran ibu-ibu hamil agar memeriksakan kehamilannya ketempat-tempat pelayanan kesehatan yang tersedia harus ditingkatkan

dengan cara memberikan motivasi dan penerangan yang terus menerus pula. Dengan demikian kehamilan diluar kurun reproduksi sehat dan kehamilan resiko tinggi lainnya dapat dikurangi (Mochtar, 1998). d. Dampak ibu hamil kekurangan zat besi Adapun dampak dari ibu hamil kekurangan zat besi antara lain: 1) Anemia Gizi Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorbsi. Zat besi yang bersangkutan adalah besi, protein, piridoksin (vitamin B6) yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis hem di dalam molekul hemoglobin, vitamin C yang mempengaruhi absorpsi dan pelepasan besi dari transferin kedalam jaringan tubuh, dan vitamin E yang mempengaruhi stabilitas membran sel darah merah. Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebagian besar anemia gizi adalah anemia gizi besi. Penyebab anemia gizi besi terutama karena makanan yang dimakan kurang mengandung besi, pada wanita karena kehilangan darah karena haid dan persalinan (Almatsier, 2002) 2) Anemia Defisiensi Zat Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh. Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit (Djauzi, 2005). Pada ibu hamil, beberapa faktor risiko yang berperan dalam meningkatkan prevalensi anemia defisiensi zat besi, antara lain : a) Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia. Usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu semakin rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya. Muhilal et al (1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka presentasi anemia semakin besar. b) Pendarahan akut.

c) Pendidikan rendah d) Pekerja berat. e) Konsumsi tablet tambah darah < 90 butir. f) Makan < 3 kali dan kurang mengandung zat besi (Amiruddin, 2007). D. Hipotesa Penelitian Ha: Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang tablet zat besi dengan kepatuhan ibu hamil dalam konsumsi tablet zat besi. Ho: Tidak ada hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang tablet zat besi dengan kepatuhan ibu hamil dalam konsumsi tablet zat besi. E. Kerangka Teori Faktor Predisposisi Pengetahuan Sikap Kepercayaan Nilai Motivasi. Faktor Pendukung Kepatuhan dalam mengkonsumsi Ketersediaan fasilitas tablet zat besi

kesehatan Akses informasi Lingkungan Faktor Pendorong Petugas kesehatan Tokoh masyarakat Kurang informasi Sukarnya memperoleh obat diluar rumah sakit Mahalnya harga obat Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga Penyakit Efek merugikan Penggunaan/konsumsi Gambar: Kerangka teori penelitian model Lawrence W. Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), Tambayong (2002) dan Siregar (2006)

F. Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen - Pengetahuan Kepatuhan ibu hamil dalam - Sikap mengkonsumsi tablet zat besi Gambar: Skema Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kajian terhadap kerangka teori maka dapat disusun kerangka konsep, sebagai berikut: 1. Variabel independen (bebas) Variabel independen meliputi pengetahuan dan sikap 2. Variabel dependen (terikat) Variabel dependennya kepatuhan ibu hamil konsumsi tablet zat besi.