PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

dokumen-dokumen yang mirip
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Alpert dkk., 2000). Menurut Indriyanto (2006), Invasi merupakan proses masuknya

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK

METODE PENELITIAN. Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

BAB IV METODE PENELITIAN

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

Evaluasi Plasma Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Istana Bogor

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. BAHAN DAN METODE

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS POLA PENGGUNAAN RUANG DAN WILAYAH JELAJAH BANTENG (Bos javanicus d Alton, 1832) DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO JAWA TIMUR

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

IV. METODE PENELITIAN

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

LAMPIRAN. Hari ke Total

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DALAM RANGKA MENUNJANG PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU

BAB III. METODE PENELITIAN

Suhadi Department of Biology, State University of Malang

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

IV. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

Ekologi Padang Alang-alang

PENDUGAAN MODEL PERTUMBUHAN DAN BENTUK SEBARAN SPASIAL POPULASI BANTENG (Bos sondaicus d Alton) DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO JAWA TIMUR

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBAR PENGESAHAN. 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM-GT

MANAJEMEN HABITAT DAN POPULASI SATWALIAR LANGKA PASCA BENCANA ALAM ERUPSI DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

BAB III METODE PENELITIAN

APLIKASI CITRA SPOT 7 UNTUK ESTIMASI PRODUKSI HIJAUAN RUMPUT PAKAN DI TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR (Kasus Padang Rumput Bekol)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. suatu organisme tertentu bertahan hidup dan bereproduksi(hall et al, 1997).

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG

Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Jl. Gunung Batu No. 5 PO Box 165; Telp ; Fax Bogor

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

Tim Yayasan Silvagama Dipresentasikan kepada Balai TN Way Kambas Tridatu, 29 Okt Konsorsium ALeRT-UNILA

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROSES SUKSESI VEGETASI GAMBUT DI TAMAN NASIONAL SEBANGAU, KALIMANTAN TENGAH BIDANG KEGIATAN : PKM-AI.

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS

Pengelolaan Kawasan Perlindungan Setempat (KPS)

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016.

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

Transkripsi:

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PERAN TAMAN NASIONAL ALAS PURWO SEBAGAI BENTENG TERAKHIR PELESTARIAN BANTENG (Bos javanicus d Alton) DI BAGIAN TIMUR PULAU JAWA Bidang Kegiatan : PKM Artikel Ilmiah Diusulkan Oleh : Iwan Kurniawan Lina Kristina Dewi Meutia Esti Handini Afroh Manshur E34054347 Angkatan 2005 E34050785 Angkatan 2005 E34052737 Angkatan 2005 E34063555 Angkatan 2006 INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

ii HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan : Peran Taman Nasional Alas Purwo Sebagai Benteng Terakhir Pelestarian Banteng (Bos javanicus d Alton) di Bagian Timur Pulau Jawa. 2. Bidang Kegiatan 3. Bidang Ilmu 4. Ketua Pelaksana Kegiatan : PKM-AI : Pertanian Menyetujui, Ketua Departemen Bogor, 2 April 2009 Ketua Pelaksana, Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 131 411 832 Wakil Rektor Bidang Akademik & Kemahasiswaan, Iwan Kurniawan NIM. E34054347 Dosen Pendamping, Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP. 130 473 999 Dr. Ir. A, Haris Mustari M.Sc. F NIP. 131 955 532

PERAN TAMAN NASIONAL ALAS PURWO SEBAGAI BENTENG TERAKHIR PELESTARIAN BANTENG (Bos javanicus d Alton) DI BAGIAN TIMUR PULAU JAWA Iwan Kurniawan, Lina Kristina Dewi, Meutia Esti Handini dan Afroh Manshur Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) ditetapkan statusnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 283/kpts-II/1992 dengan luas kawasan 43.420 Ha. TNAP dikelola menggunakan sistem menejemen berbasis resort secara intensif. Setiap Taman Nasional memilliki ciri dan keunikan tersendiri. Di Taman Nasional Alas Purwo banteng ditetapkan sebagai salah satu flagship spesies sehingga salah satu konsentrasi pengelolaan yang dilakukan oleh TNAP adalah monitoring populasi dan penyebaran banteng di dalam dan disekitar kawasan serta menejemen habitat banteng di dalam kawasan secara intensif. Sebagai upaya pembinaan populasi satwa, khususnya Banteng (Bos javanicus d Alton) dibuat feeding ground Sadengan. Padang penggembalaan ini merupakan savana buatan yang sengaja dibuat untuk habitat banteng. Pengelolaan banteng di TNAP dilakukan secara intensif dengan terus memonitoring populasi, penyebaran, dan mengelola habitatnya secara intensif. Untuk mengetahui populasi banteng dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan terkonsentrasi,yang dilakukan pagi dan sore hari,dari hasil pengamatan didapatkan data populasi harian banteng di sadengan adalah sekitar 35 ekor, sedangkan untuk mengetahui daya dukung habitat dilakukan metode sampling terutama untuk mengetahuim produktivitas pakan. Padang penggembalaan sadengan memiliki produktivitas 2,159 ton/ Ha dan mampu memberikan daya dukung 23 ekor banteng per hektarnya dengan pola penyebaran yang menyebar merata diseluruh kawasan TNAP, terutama di sungaisungai yang tergenang air, sungai kering yang ditumbuhi rumput dan juga diperbukitan yang ditumbuhi bambu jenis jajang dan wuluh yang diperkirakan sebagai niche dikaji dari kotoran yang terkonsentrasi (jumlah yang banyak dari kotoran baru sampai dengan lama). Kata kunci : Alas Purwo, Banteng, Sadengan PENDAHULUAN Latar Belakang Banteng (Bos javanicus d Alton) termasuk salah satu jenis satwa liar berkuku genap yang termasuk golongan ruminansia besar. Satwa liar ini

2 mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sejak 1000 tahun sebelum masehi sebagai sumber protein, bahan peralatan, kepercayaan, dan alat penutup tubuh. Seiring dengan berkembangnya peradaban manusia banteng banyak dipelihara (didomestikasi) oleh manusia sebagai ternak. Sapi bali merupakan hasil dari domestifikasi banteng yang dilakukan oleh manusia selama jangka waktu yang panjang. Dengan demikian banteng merupakan sumber genetik yang sangat potensial dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia (peternakan) sebagai cadangan plasma nutfah. Menurut Lekagul dan McNeely (1977) dalam Alikodra (1983) penyebaran banteng di Asia Tenggara dan di Indocina erat kaitannya dengan terbentuknya dangkalan Sunda sekitar 18000 tahun yang lalu yang menyatukan Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan serta Palawan dengan daratan Asia. Wilayah penyebaran banteng semakin menyusut akibat dari tekanan perkembangan aktivitas dan pemukiman manusia. Pada jaman dahulu di Pulau Jawa banteng diketahui menyebar hampir merata di beberapa kawasan seperti Ujung Kulon, Sancang, Cikepuh, Meru Betiri, Baluran dan Alas Purwo. Tetapi sekarang penyebaran banteng cenderung berada di ujung Pulau Jawa yang meliputi Ujung Kulon, Meru Betiri, Baluran dan Alas Purwo. Kawasan-kawasan tersebut merupakan harapan terakhir untuk menyelamatkan populasi (minimum viable population) banteng di Pulau Jawa. Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) ditetapkan statusnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 283/kpts-II/1992 dengan luas kawasan 43.420 Ha. TNAP dikelola menggunakan sistem menejemen berbasis resort secara intensif. Banteng ditetapkan sebagai salah satu flagship species TNAP sehingga salah satu konsentrasi pengelolaan yang dilakukan oleh TNAP adalah monitoring populasi dan penyebaran banteng di dalam dan disekitar kawasan serta menejemen habitat banteng di dalam kawasan secara intensif. Sebenarnya jauh sebelum alas purwo ditetapkan sebagai taman nasional masalah pengelolaan habitat satwa liar secara intensif sudah diperhatikan dengan dibukanya wilayah hutan seluas 84 Ha pada tahun 1978 secara sengaja dan terencana untuk dijadikan sebagai padang penggembalaan (feeding ground) berbagai jenis satwa liar seperti banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), dan kijang (Muntiacus muntjak). Feeding ground tersebut disebut sebagai feeding ground Sadengan dan pada perkembangannya ternyata langkah tersebut berhasil karena dapat mempertahankan populasi berbagai jenis satwa liar termasuk banteng. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk melakukan berbagai jenis penelitian untuk memonitoring populasi dan penyebaran banteng di dalam dan sekitar TNAP serta penelitian untuk mengembangkan kualitas habitat banteng khususnya feeding ground Sadengan sebagai habitat utama banteng di TNAP. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah : a. Mengetahui populasi dan penyebaran banteng di dalam dan di sekitar kawasan TNAP b. Menghitung daya dukung padang penggembalaan Sadengan yang merupakan salah satu bagian habitat utama banteng di TNAP.

3 METODE Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 22 Februari-23 Maret 2009 dan berlokasi di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) dengan fokus pengambilan data di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) 1 yaitu di Resort Rowobendo, Resort Grajagan dan Resort Pancur. Gambar 1. Peta lokasi penelitian banteng (Bos javanicus) Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam pengambilan data adalah binokler, kompas, meteran, GPS, kamera digital, tally sheet, alat tulis, alat hitung, timbangan, termometer dry wet, gypsum, tali, buku panduan lapang mamalia dan flora. Sementara bahan yang digunakan adalah banteng dan habitatnya yang berada di kawasan TNAP. Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data populasi harian, populasi bulanan, populasi tahunan banteng dan data persebaran banteng di dalam kawasan TNAP, serta produktivitas rumput di feeding ground Sadengan. Populasi harian banteng diamati dengan menggunakan metode Pengamatan terkonsentrasi (Concentration count). Pengamatan dilakukan terkonsentrasi pada suatu titik yang diduga sebagai tempat dengan peluang perjumpaan satwa tinggi. Misalnya tempat tersediaanya pakan, air untuk minum dan sebagainya. Data yang diambil meliputi nama jenis, jumlah individu, struktur sosial, jenis kelamin, dan luasan lokasi pengamatan untuk menduga kepadatan

4 populasi. Populasi bulanan, tahunan dan data persebaran banteng di dalam kawasan TNAP berupa data sekunder yang didapatkan dari laporan pihak TNAP Metode petak sampling digunakan untuk mempelajari komposisi, komunitas dan produktivitas padang rumput feeding ground Sadengan. Pengambilan petak contoh dilakukan secara purposive sampling. Luasan yang digunakan untuk analisis rumput adalah 1 m2 yang terdiri dari 15 petak contoh. Produktivitas dicari dengan melakukan pemotongan rumput sebanyak 2 kali, pemotongan pertama dilakukan untuk rumput yang mengalami pertumbuhan normal, selanjutnya dilakukan beberapa sekitar 5-10 hari berikutnya. Analisis Data Data yang sudah dikumpulkan dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif. Penghitungan populasi banteng Persamaan penduga ukuran populasi dengan metode penghitungan terkonsentrasi yang digunakan adalah sebagai berikut : P = C. Pi Keterangan : Pj:dugaan ukuran populasi Pi: ukuran populasi pada lokasi konsentrasi ke-i (individu) Xi: jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan ke-i (individu) P: total populasi pada seluruh areal penelitian C: jumlah seluruh lokasi konsentrasi yang diamati n: jumlah ulangan pengamatan Penghitungan produktivitas rumput a. Penghitungan produktivitas rumput seluruh areal Keterangan P: Produksi hijauan seluruh areal (kg) L: Luas seluruh areal (ha) P: Produksi hijauan pada areal contoh (kg) l: Luas areal contoh (ha) b. Penghitungan Produktivitas padang rumput untuk jenis rumput yang dimakan banteng t Keterangan: Ppr: Produktivitas padang rumput untuk jenis rumput yang dimakan banteng (kg/ha) 1/3: Panjang bagian rumput yang biasa dimakan banteng PU: Guna nyata (0,65) untuk daerah datar sampai bergelombang (kemiringan 0o-5o) P: Produksi rata-rata per hari (kg/ha/hari) t: Waktu pertumbuhan rumput yang dimakan banteng untuk mencapai kondisi seperti semula (sebelum dimakan/ 5 hari)

5 c. Penghitungan daya dukung habitat HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Populasi harian banteng Data populasi harian banteng diambil dari tanggal 24 Pebruari 2009 sampai dengan tanggal 19 Maret 2009 selama penulis melakukan Praktek Kerja Lapang dan Profesi (PKLP) di TNAP. Pengambilan data populasi banteng dilakukan pada pagi dan sore hari di feeding ground Sadengan TNAP. Pada grafik populasi harian banteng berikut disajikan jumlah rata-rata individu banteng jantan, betina, dan anak serta jumlah total rata-rata individu banteng yang dijumpai selama pengamatan. Gambar 2. Grafik populasi harian banteng di feeding ground Sadengan TNAP periode 24 Pebruari 2009 sampai dengan 19 Maret 2009 Populasi bulanan banteng Data populasi banteng didapatkan dari laporan tahunan pengelolan banteng oleh TNAP. Data populasi bulanan banteng tersebut dapat memberikan gambaran fluktuasi total rata-rata perjumpaan banteng di feeding ground Sadengan selama periode satu tahun. Berdasrkan data tersebut dapat terlihat juga perbandingan rata-rata populasi banteng pada saat musim hujan dan musim kemarau. Berikut disajikan grafik rata-rata perjumpaan banteng pada bulan Januari sampai dengan Agustus dan Oktober 2008. Data populasi bulan September, November dan Desember tidak penulis tampilkan karena masih dalam tahap pengolahan oleh TNAP.

6 Rata Rata perjumpaan Banteng periode Januari Agustus & Oktober 2008 di feeding Ground SadenganHujan kemarau 39.43 31.04 31.5 28.89 25.24 19.75 17.43 10.96 12.5 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Oktober Sumber : Rencana Pengelolaan Feeding Ground Sadengan oleh TNAP tahun 2008 Gambar 3. Grafik populasi bulanan banteng di feeding ground Sadengan TNAP periode bulan Januari sampai dengan bulan Agustus dan Oktober 2009 Populasi tahunan banteng Selain data harian dan bulanan, penulis juga mencoba menyajikan data fluktuatif jumlah populasi banteng di TNAP selama masa periode 10 tahun terakhir Sumber : Pengelolaan TNAP. Preparasi dalam rangka Rapat Kerja Pemantapan Pembangunan Kehutanan Bidang PHKA oleh Hartono (2008). Gambar 3. Grafik populasi bulanan banteng di feeding ground Sadengan TNAP periode Januari sampai dengan bulan Agustus dan Oktober 2009 bulan Penyebaran banteng di TNAP Data penyebaran banteng di TNAP berupa data sekunder yang didapatkan dari pihak pengelola. Berikut merupakan peta penyebaran banteng di kawasan TNAP.

7 Sumber : Rencana Pengelolaan Feeding Ground Sadengan oleh TNAP tahun 2008 Gambar 4. Peta penyebaran banteng di TNAP Produktivitas rumput Penghitungan produktivitas rumput dilakukan di feeding ground Sadengan karena merupakan salah satu habitat utama banteng di TNAP yang dikelola secara intensif oleh pengelola TNAP. Berikut disajikan data produktivitas rumput seluruh areal feeding ground Sadengan, produktivitas hijauan rumput yang dimakan banteng di feeding ground Sadengan, dan pendugaan daya dukung habitat feeding ground Sadengan terhadap populasi banteng. Luasan Padang Produktivitas Produktivitas Daya dukung Rumput Padang Rumput hijauan rumput yang habitat seluruh areal dimakan banteng 62,804 Ha 337,36ton/62,804 Ha atau 5,37 ton/ha 14,791 Ha 79,45 ton/14,791 Ha atau 5,37 ton/ha 2,159 ton/ Ha 23 banteng/ Ha Pembahasan Sebagai upaya pembinaan populasi satwa, khususnya Banteng (Bos javanicus d Alton), pada tahun 1975 dimulai pembuatan feeding ground di tiga tempat yaitu feeding ground Payaman seluas ±25 Ha, Pancur ±5 Ha dan Sadengan 75 Ha. Feeding ground Payaman ternyata hanya jalur lintas satwa untuk mengasin dan tidak tersedia air minum, sehingga keberadaan satwa sangat jarang. Feeding ground Payaman dihutankan kembali dengan permudaan jambu mente, nangka dan lain sebagainya, setelah dinilai tidak layak. Feeding ground yang

kedua adalah Pancur seluas ±5 Ha. Perkembangannya sama dengan Payaman sehingga difungsikan sebagai camping ground. Sadengan kemudian dibuka sebagai feeding ground seluas 75 Ha menurut SK. Direktorat Jenderal PPA tahun 1978, namun dalam kenyataan dilapangan ditemukan luas ± 84 Ha. Pembukaan feeding ground Sadengan dilakukan dengan sistem tumpang sari melibatkan masyarakat sekitar hutan dan tutup pada tahun 1980. Setelah itu mulai penenaman jenis-jenis rumput; Rumput Balung (Arudinella setosa), Dischantium caricosum, Lamuran (Polytrias amaura) dan Merakan (Heteropgon contortus) yang bibit unggulnya di peroleh dari Taman Nasional Baluran, juga Rumput Gajah (Pennicetum purpureum) yang merupakan jenis introduksi(nurhara dkk,2008) Nurhara, dkk., (2008) menyebutkan berdasarkan survey dan analisis spasial diketahui bahwa luas feeding ground Sadengan ±84,220 Ha. Dari luasan tersebut, penutupan lahan yang terbesar yaitu dari jenis Kerinyu (Eupatorium odoratum); 46,338 Ha (55,02 %), Bungur (Lagerstroemia speciosa); 5,535 Ha (6,57 %), Johar (Casia siamea); 15,881 Ha (18,86 %), Persemaian Rumput luas 0,115 Ha (0,14 %), rumput segar; 0,648 Ha (0,77 %), rumput kering; 14,028 Ha (16,65 %) dan Enceng-enceng (Casia tora) luas 1,675 Ha (1,99 %). Sadengan dialiri oleh tiga sungai dari tiga mata air berbeda; Sungai Basori, Tengah dan Selatan. Sungai Basori memiliki panjang ±0,782 Km dan debit ratarata 2,2 l/s. Panjang Sungai Tengah ±1.716,00 Km dengan debit 5,0 l/s, sedangkan Sungai Selatan memiliki panjang ±1.552,95 dengan debit 3,7 l/s. Kebutuhan air di Sadengan disuplai dari mata air Basori.. Sadengan merupakan feeding ground buatan sehingga secara alamiah selalu terjadi suksesi alam. Pengelolaan intensif sangat dibutuhkan guna mempertahankan ketersediaan sumber pakan yang optimal. Selama ini pengelolaan feeding ground diyakini belum mendapatkan hasil yang sempurna karena masih bersifat trial and error atau dalam tahap mencari format yang sesuai. Belum adanya juklak/juknis pengelolaan feeding ground di kawasan taman nasional di Indonesia menjadi kendala teknis. Hal inipun dapat menjadi peluang riset yang sangat dibutuhkan. Beberapa upaya rehabilitasi untuk tetap mempertahankan luasan dan kondisi Sadengan antara lain yaitu pembabatan Enceng-enceng (Casia tora) dan Kerinyu (Eupatorium odoratum), pembuatan titik air yang berupa sprinkel, pembuatan persemaian rumput, penataan areal feeding ground Sadengan, dan pengolahan tanah. Selama rentang sembilan tahun terakhir (1998-2007), populasi Banteng (Bos javanicus d Alton) di Sadengan memiliki kecenderungan fluktuatif terhadap betina, menurun pada jantan, hampir rata-rata pada anak. Penurunan populasi terus menerus berlangsung dari tahun 1998-2003 dari ±110 ekor menjadi ±17 ekor. Lonjakan signifikan terjadi di tahun 2004 khususnya untuk betina dengan peak 50 ekor. Sampai dengan tahun 2007, populasi rata-rata di Sadengan ±60 ekor. Subrata (2007) dalam Nurhara (2008) menyebutkan bahwa penyebaran Banteng (Bos javanicus d Alton) menyebar merata diseluruh kawasan TNAP, terutama di sungai-sungai yang tergenang air, sungai kering yang ditumbuhi rumput dan juga diperbukitan yang ditumbuhi bambu jenis jajang dan wuluh yang diperkirakan sebagai niche dikaji dari kotoran yang terkonsentrasi (jumlah yang banyak dari kotoran baru sampai dengan lama). 8

9 KESIMPULAN Selama rentang sembilan tahun terakhir (1998-2007), populasi Banteng (Bos javanicus d Alton) di Sadengan memiliki kecenderungan fluktuatif terhadap betina, menurun pada jantan, hampir rata-rata pada anak. Penurunan populasi terus menerus berlangsung dari tahun 1998-2003 dari ±110 ekor menjadi ±17 ekor. Lonjakan signifikan terjadi di tahun 2004 khususnya untuk betina dengan peak 50 ekor. Sampai dengan tahun 2007, populasi rata-rata di Sadengan ±60 ekor. Padang penggembalaan sadengan memiliki produktivitas 2,159 ton/ Ha dan mampu memberikan daya dukung 23 ekor banteng per hektarnya dengan pola penyebaran yang menyebar merata diseluruh kawasan TNAP, terutama di sungaisungai yang tergenang air, sungai kering yang ditumbuhi rumput dan juga diperbukitan yang ditumbuhi bambu jenis jajang dan wuluh yang diperkirakan sebagai niche dikaji dari kotoran yang terkonsentrasi (jumlah yang banyak dari kotoran baru sampai dengan lama). UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc. F atas bantuan dan bimbingannya selama menyusun PKM Artikel Ilmiah ini. Terimakasih juga kepada pihak TNAP yang telah memberi bimbingan selama pengambilan data di lapangan dan kepada seluruh anggota Praktek Kerja Lapang Profesi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB atas kerjasama yang baik. DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H.S. 1983. Ekologi Banteng (Bos javanicus d Alton). Fakultas Pasca Sarjana: Institut Pertanian Bogor. Bogor. Alikodra, H.S. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hartono. 2008. Mencari Bentuk Pengelolaan Taman Nasional Model Sebuah Tinjauan Reflektif Praktek Pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi. Nurhara. B, Margo dan Murdyatmoko Wahyu. 2008. Laporan Kegiatan Penyusunan Rencana Pengelolaan Feeding Ground Sadengan. Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi. Subrata, S.A. 2007. Tingkat Kerusakan Pakan Banteng (Bos javanicus) di Savana Sadengan Taman Nasional Alas Purwo. Kegiatan Penelitian Terpadu Balai Taman Nasional Alas Purwo dan Universitas Gajah Mada. Balai Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi.