Pengaruh Suplementasi Selenium Organik (Se) dan Vitamin E terhadap Performa Itik Pegagan

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

Yosi Fenita, Irma Badarina, Basyarudin Zain, dan Teguh Rafian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

Pemberian Tepung Daun Lamtoro (Leucaena Leucocephala) Dalam Ransum Terhadap Performans Burung Puyuh (Coturnix-coturnix Javonica) Nova Sarah Pardede

Suplementasi Selenium Organik dan Vitamin E dalam Pakan Induk terhadap Performa Anak Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

SURYA AGRITAMA Volume 5 Nomor 1 Maret 2016

MATERI DAN METODE. Materi

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

PENGARUH JENIS BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) DENGAN PEMBERIAN PAKAN KOMERSIAL YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI PERIODE BERTELUR

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

Pemberian Ransum Komplit Berbasis Bahan Baku Lokal Fermentasi terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot Badan, dan Berat Telur Itik Lokal Sumatera Selatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

Level Tepung Kulit Ubi Kayu Fermentasi dalam Ransum terhadap Performa Produksi Puyuh Umur 1-8 minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

PENAMBAHAN GRIT KERANG DAN PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN TERHADAP KUALITAS KERABANG TELUR AYAM ARAB (Silver brakel Kriel)

MASSA PROTEIN DAN KALSIUM DAGING PADA AYAM KEDU AWAL BERTELUR YANG DIBERI RANSUM DENGAN LEVEL PROTEIN BERBEDA SKRIPSI ALIDYA NURRAHMA AKBRIANI

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

AGROVETERINER Vol.5, No.1 Desember 2016

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum

PENAMBAHAN EKSTRAK UMBI UBI JALAR UNGU TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN MASSA PROTEIN DAGING PADA AYAM BROILER DENGAN KEPADATAN KANDANG BERBEDA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN TEPUNG IKAN RUCAH NILA (Oreochromis niloticus) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BURAS

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan tempat asal dari itik ini. Itik Tegal memiliki kelebihan dibanding

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

Performa Ayam Broiler dengan Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Rataan Tebal Cangkang telur puyuh.

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

I. PENDAHULUAN. masyarakat di pedesaan. Ternak itik sangat potensial untuk memproduksi telur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

I. PENDAHULUAN. kebutuhan pakan ternak sehingga diperlukan penggunaan pakan alternatif. Sumber

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERFORMAN PRODUKSI ITIK ALABIO (ANAS PLATHYRYNCHOS BORNEO) YANG DIBERI RANSUM KOMERSIL DENGAN TAMBAHAN KROMIUM (CR) ORGANIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS AWAL PENELURAN BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

3 PERFORMA DAN KUALITAS TELUR PUYUH YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG STEROL DARI TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus) DAN MURBEI (Morus alba)

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telurnya. Jenis puyuh yang biasa diternakkan di Indonesia yaitu jenis Coturnix

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

Peningkatan Indeks Warna Kuning Telur dengan Pemberian Tepung Daun Kaliandra (Calliandra calothyrsus) dan Kepala Udang dalam Pakan Itik

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan jumlah ransum yang tersisa (Fadilah, 2006). Data rataan konsumsi ransum

ISBN: Seminar Nasional Peternakan-Unsyiah 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal

A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

I. PENDAHULUAN. industrialisasi yang sudah dicanangkan dalam program pemerintah. Masyarakat dapat mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumber

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

PENGARUH PEMBERIAN TINGKAT PROTEIN RANSUM PADA FASE GROWER TERHADAP PERTUMBUHAN PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

Transkripsi:

Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 1, Juni 2015, pp. 28-34 ISSN 2303 1093 Pengaruh Suplementasi Selenium Organik (Se) dan Vitamin E terhadap Performa Itik Pegagan F.N.L. Lubis *, R. Alfianty, & E. Sahara Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya Jl. Palembang-Prabumulih KM.32, Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Email: nova_lbs@yahoo.com ABSTRAK Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi telur itik adalah dengan perbaikan kualitas pakan melalui penambahan vitamin dan mineral yang dapat mendukung peningkatan performa itik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan selenium organik dan vitamin E dalam pakan yang menghasilkan performa optimal pada itik pegagan. Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah 48 ekor itik pegagan betina berumur 5 bulan yang dibagi ke dalam 8 perlakuan dengan 3 ulangan, tiap ulangan terdiri dari 2 ekor itik. Perlakuannya adalah 4 level Se (0 ppm, 0.2 ppm, 0.4 ppm dan 0.6 ppm) dan 2 level vitamin E (0 dan 50 ppm). Sebagai kontrol adalah ransum tanpa suplementasi selenium organik dan vitamin E. Ransum yang digunakan pada penelitian ini menggunakan bahan baku pakan lokal yang difermentasi, kemudian disuplementasikan selenium organik dan vitamin E kedalam ransum. Data perlakuan yang diperoleh dari percobaan dianalisa dengan menggunakan analisa ragam (analyses of variance/anova) RAL faktorial dan jika data yang dihasilkan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan. Suplementasi selenium organik, vitamin E serta kombinasinya menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap produksi telur itik pegagan, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi dan konversi ransum. Suplementasi selenium dan vitamin E yang memberikan performa terbaik yaitu pada kombinasi level 0.2 ppm selenium dan 50 ppm vitamin E, kombinasi tersebut mempunyai jumlah produksi telur tertinggi dibanding dengan semua perlakuan yaitu 3.80 kg. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa suplementasi selenium organik dan vitamin E secara keseluruhan memberikan performa yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang tanpa disuplementasi selenium dan vitamin E. Kata kunci : Suplementasi, selenium organik, vitamin E, performa, itik pegagan PENDAHULUAN Ternak itik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial di samping unggas lain. Tujuan utama beternak itik petelur adalah untuk dapat meningkatkan produksi telur secara cepat, ekonomis dan menghasilkan telur yang memiliki gizi tinggi untuk memenuhi permintaan masyarakat. Telur itik merupakan sumber protein yang bermutu tinggi, karena itu pengembangannya diarahkan kepada produksi telur yang tinggi sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen. Upaya untuk meningkatkan produksi telur yaitu dengan melakukan perbaikan sistem pemeliharaan, pengolahan pakan yang berkualitas dan penambahan vitamin dan mineral yang dapat meningkatkan performa itik. Penambahan vitamin dan mineral juga sangat berperan penting bagi ternak walaupun jumlah yang dibutuhkan hanya sedikit. Jika ternak kekurangan vitamin dan mineral maka akan berdampak pada pertumbuhan dan produksinya karena vitamin adalah zat gizi yang dibutuhkan untuk membantu proses pembentukan atau pemecahan zat gizi lain di 28

dalam tubuh. Mineral dibutuhkan untuk membantu pencernaan dan metabolisme dalam sel serta untuk pembentukan kerabang (kulit) telur. Salah satu mineral yang dapat digunakan yaitu selenium (Se). Selenium adalah komponen enzim glutation peroksidase, yang menghancurkan radikal bebas dalam sitoplasma. Fungsi lain selenium adalah sebagai antioksidan untuk komponen/bahan pembentuk enzim dan daya tahan tubuh serta reproduksi ternak. Nutrisi yang sinergis dengan selenium adalah vitamin E. Vitamin E adalah pengikat non-enzim radikal bebas yang berfungsi sebagai antioksidan lipid yang spesifik larut dalam membran sel. Fungsi vitamin E dan Se sebagai antioksidan dalam tubuh, dimana vitamin E akan mempertahankan mineral Se dalam tubuh sehingga tubuh tidak defisiensi Se dan juga mencegah terjadinya rantai oto-oksidasi yang reaktif dalam membran lipid sehingga kombinasi yang sinergis antara Se dan vitamin E dapat bertindak dan melindungi jaringan terhadap kerusakan oksidatif dimana Se dan vitamin E telah terbukti meningkatkan respon imun (Shinde et al., 2007). Selain itu Se dan Vitamin E tidak efektif bila diberikan sendirisendiri (Tulung, 2005). Peningkatan dan perbaikan reproduksi itik perlu dilakukan untuk meningkatkan populasi dan kualitas nutrisi produk itik yang meliputi daging dan telur sehingga memberikan kontribusi besar terhadap konsumsi nutrisi pada manusia. Pemberian pakan sesuai kebutuhan gizi disertai dengan suplementasi antioksidan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan agar itik dapat tumbuh dengan baik. Selain pertumbuhan yang baik, kualitas telur yang dihasilkan diharapkan dapat terpenuhi sesuai dengan kriteria masyarakat. Berdasarkan halhal tersebut maka dilakukan penelitian tentang pemberian selenium organik dan vitamin E dalam pakan terhadap performa itik khususnya itik lokal. BAHAN DAN METODE Materi Penelitian ini menggunakan 48 ekor itik lokal, yang terdiri dari itik betina yang sedang produksi. Itik dibagi ke dalam 8 kelompok perlakuan dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 2 ekor itik. Itik ditempatkan pada 24 unit kandang percobaan (kandang baterai). Sebelum diisi kandang disanitasi terlebih dahulu dengan kapur serta tempat makan dan minum disanitasi dengan antiseptik. Ransum yang digunaakan pada saat penelitian ini adalah ransum fermentasi ditambah selenium organik dan vitamin E serta kombinasi keduanya. Ada 8 kelompok perlakuan yang merupakan kombinasi perlakuan suplementasi 4 level Se (0 ppm, 0.2 ppm, 0.4 ppm, dan 0.6 ppm) dan 2 level vitamin E (0 dan 50 ppm). Satu kelompok sebagai kontrol adalah ransum tanpa suplementasi selenium dan vitamin E. Masingmasing perlakuan dan kontrol terdiri dari 3 ulangan. Metode Penelitian Penelitian ini dimulai dari pemeliharaan itik berproduksi selama 2 bulan. Itik diberi ransum dengan suplementasi Selenium organik dan vitamin E. Tahap ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh suplementasi selenium organik dan vitamin E terhadap 29

konsumsi ransum, produksi telur Hen Day, produksi massa telur dan konversi ransum itik. Selama penelitian itik tersebut akan diberi makan empat kali dalam sehari, jumlah pakan yang diberikan yaitu sebanya 250 gram/ekor/hari. Sisa pakan akan ditimbang setelah dikeringkan hingga kadar airnya sama dengan jumlah kadar air sebelumnya. Pengambilan telur dilakukan setiap pagi lalu diberi label dan langsung ditimbang beratnya per butir telur. Setelah semua data selama penelitian terkumpul maka akan dihitung jumlah konsumsi, produksi telur Hen Day, Produksi massa telur dan konversi ramsum itik tersebut. dan vitamin E dimana Se dan vitamin E ini sendiri tidak mempengaruhi kandungan energi maupun kandungan nutrisi ransum. Itik perlakuan maupun itik kontrol yang diberi ransum dengan Se dan vitamin E atau tanpa Se dan vitamin E, akan sama sama mempunyai energi yang cukup sehingga tidak mempengaruhi kebutuhan konsumsi itik tersebut. Leeson & Summer (2001) mengatakan bahwa konsumsi ransum tergantung pada bangsa, temperatur lingkungan dan kandungan energi ransum. Analisis Data Data perlakuan yang diperoleh dari percobaan dianalisa dengan menggunakan analisa ragam (analyses of variance/anova) RAL faktorial dan jika data yang dihasilkan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum perlakuan selama penelitian yaitu 11928.33 12020 g/ekor (198.80 200.33 g/ekor/hari), konsumsi terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 11928.33 g/ekor. Hal ini terlihat pada Gambar 1. Hasil analisa uji statistik memperlihatkan bahwa suplementasi selenium organik, vitamin E maupun interaksi selenium organik dan vitamin E secara keseluruhan tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini dikarenakan kandungan nutrisi yang sama pada ransum perlakuan maupun kontrol dan yang membedakannya adalah kandungan level Se Ket.: S 0E 0 (Tanpa ), S 0E 1 (0 ppm Se + 50 ppm vit E), S 1E 0 (0,2 ppm Se + 0 ppm vit E), S 1E 1 (0,2 ppm Se + 50 ppm vit E), S 2E 0 (0,4 ppm Se + 0 ppm vit E), S 2E 1 (0,4 ppm Se + 50 ppm vit E), S 3E 0 (0,6 ppm Se + 0 ppm vit E), S 3E 1 (0,6 ppm Se + 50 ppm vit E) Gambar 1. Rataan konsumsi ransum (g) dengan Walaupun mempunyai hasil yang tidak berbeda nyata, tetapi dapat dilihat pada peningkatan level Se dari 0.2 ppm (S1E0), 0.4 ppm (S2E0) hingga 0.6 ppm (S3E0) menunjukkan jumlah konsumsi yang hampir sama, namun mempunyai nilai sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Demikian pula pada peningkatan level Se 0.2 ppm, 0.4 ppm hingga 0.6 ppm yang ditambah 30

dengan 50 ppm vitamin E (S1E1, S2E1, S3E1) juga menunjukkan peningkatan jumlah konsumsi dibanding perlakuan kontrol. Persentase Hen Day Pengambilan data produksi telur itik dimulai dari awal penelitian hingga akhir pemeliharaan. Produksi telur yang diperoleh selama penelitian ini berkisar 61.25%-68.33%. Ket.: S 0E 0 (Tanpa ), S 0E 1 (0 ppm Se + 50 ppm vit E), S 1E 0 (0,2 ppm Se + 0 ppm vit E), S 1E 1 (0,2 ppm Se + 50 ppm vit E), S 2E 0 (0,4 ppm Se + 0 ppm vit E), S 2E 1 (0,4 ppm Se + 50 ppm vit E), S 3E 0 (0,6 ppm Se + 0 ppm vit E), S 3E 1 (0,6 ppm Se + 50 ppm vit E) Gambar 2. Rataan Hen Day (%) dengan Hasil analisa uji statistik memperlihatkan bahwa suplementasi Se, vitamin E dan interaksinya tidak berpengaruh nyata (P>0.05) untuk meningkatkan Hen Day (%). Hen Day tertinggi yaitu 68.33%, terdapat pada perlakuan S1E1 (0,2 ppm Se + 50 ppm vit E) sedangkan yang terendah yaitu 61.25% terdapat pada perlakuan kontrol. Jika dibandingkan dengan kontrol, peningkatan level Se cenderung meningkatkan Hen Day yaitu 64.17% (S1E0), 65.83% (S2E0 dan S3E0) demikian juga dengan level vitamin E 50 ppm (S0E1) yaitu 65%. Pada peningkatan level Se (0.2 ppm, 0.4 ppm hingga 0.6 ppm) yang ditambah dengan 50 ppm vitamin E (S1E1, S2E1, S3E1) justru menunjukkan penurunan persentase Hen Day, namun jika dibanding dengan kontrol maka perlakuan ini tetap menunjukkan persentase Hen Day yang lebih tinggi. Tidak adanya pengaruh yang nyata pada persentase Hen Day ini disebabkan oleh nutrisi yang diperoleh setiap itik sama dan keadaan fisiologis itik juga dalam keadaan yang baik sehingga telur yang dihasilkan juga hampir dalam jumlah yang sama. Selain itu Se dan vitamin E tidak mempengaruhi lama pembentukan telur sehingga kemampuan itik utuk membentuk telur tidak berbeda tergantung pada sifat yang diwariskan oleh induk, nutrisi dan faktor lingkungan. Brand et al. (2003) menyatakan bahwa kemampuan produksi telur itik dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada produktivitas itik adalah ransum. Konsumsi kandungan energi dan protein ransum juga berperan dalam produksi telur, karena pembentukkan telur dihasilkan dari besarnya konsumsi energi dan protein ransum Produksi Telur Rataan produksi telur (g) yang diperoleh selama penelitian ini berkisar 1655,53 gr/ekor 1898,50 gr/ekor (27,59 31,64 gr/ekor/hari). Produksi telur tertinggi yaitu pada perlakuan S1E1 (0.2 ppm Se dan 50 ppm vit E) dengan produksi telur 1898,50 gr/ekor. Hasil analisa uji statistik memperlihatkan bahwa suplementasi selenium organik pada itik lokal berpengaruh nyata 31

(P<0.05) terhadap produksi telur, demikian juga dengan interaksi selenium organik dan vitamin E. Tetapi vitamin E tidak berpengaruh nyata (P>0.05) untuk meningkatkan produksi telur. Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) Ket. S 0E 0 (Tanpa ), S 0E 1 (0 ppm Se + 50 ppm vit E), S 1E 0 (0,2 ppm Se + 0 ppm vit E), S 1E 1 (0,2 ppm Se + 50 ppm vit E), S 2E 0 (0,4 ppm Se + 0 ppm vit E), S 2E 1 (0,4 ppm Se + 50 ppm vit E), S 3E 0 (0,6 ppm Se + 0 ppm vit E), S 3E 1 (0,6 ppm Se + 50 ppm vit E) Gambar 3. Rataan produksi telur (g) dengan Berdasarkan uji Duncan menunjukan bahwa rataan produksi telur tertinggi terlihat pada perlakuan S1E1 (0.2 ppm Se dan 50 ppm vit E) dengan produksi telur 1898.50 gr/ekor dan produksi telur terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 1655.53 gr/ekor. Hal ini disebabkan tidak adanya suplementasi selenium organik maupun vitamin E pada ransumnya dimana selenium dan vitamin E ini dapat mempengaruhi peningkatan produksi telur. Rutz et al. (2003) mengatakan bahwa penambahan selenium memperlihatkan peningkatan produksi telur, berat telur dan berat komponen komponen telur meliputi kerabang, kuning dan putih telur. Peningkatan level 0.2 ppm (S1E0) hingga 0.4 ppm (S2E0), berpengaruh nyata (P<0.05) meningkatan produksi telur dari 1752.47 g/hari menjadi 1819.72 g/hari dan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) pada level 0.6 ppm (S3E0) dimana produksi telur mengalami penurunan yaitu 1780.02 g/ekor. Selanjutnya pengaruh level vitamin E 50 ppm (S0E1) menghasilkan produksi telur lebih tinggi dibanding kontrol yaitu 1748.40 g/ekor. Peningkatan level Se 0.2 ppm hingga 0.4 ppm yang ditambah 50 ppm vit E (S1E1, S2E1) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05) yaitu 1898.50 dan 1819.85 g/ekor, namun pada peningkatan level Se 0.6 ppm dengan jumlah vitamin E yang sama 50 ppm (S3E1) menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) jika dibanding dengan level 0.2 ppm dan 0.4 ppm yang ditambah 50 ppm vitamin E (S1E1, S2E1). Selanjutnya, jika dibandingkan dengan kontrol maka peningkatan level Se 0.2 ppm, 0.4 ppm hingga 0.6 ppm yang ditambah 50 ppm vitamin E (S1E1, S2E1, S3E1) maka menunjukkan jumlah produksi telur yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan hubungan yang sinergis antara Se dan vitamin E dimana kedua antioksidan ini dapat memperbaiki daya tahan tubuh sehingga berdampak pada produksi ternak tersebut. Surai (2003) mengatakan bahwa konsumsi nutrisi antioksidan pada pakan dapat memelihara status antioksidan alami ternak. Kerja Se berhubungan erat dengan antioksidan lainnya terutama vitamin E, manfaat selenium pada dasarnya terbentuk dari interaksi dengan vitamin E. Selanjutnya dijelaskan bahwa penyediaan selenium organik (Se) dengan kombinasi vitamin E yang optimal dapat memperbaiki stres dan daya tahan 32

terhadap penyakit sebagai hasilnya performa produksi dan reproduksi meningkat. Konversi Konversi merupakan ukuran efisiensi penggunaan ransum pada ternak, dalam hal ini pada ternak itik. Semakin rendah nilai konversi menunjukkan semakin efisien penggunaan ransum, karena semakin sedikit jumlah ransum yang dibutuhkan untuk membentuk satu kilogram telur. Konversi ransum dari penelitian ini berkisar antara 6.33 7.21. Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) Ket.: S 0E 0 (Tanpa ), S 0E 1 (0 ppm Se + 50 ppm vit E), S 1E 0 (0,2 ppm Se + 0 ppm vit E), S 1E 1 (0,2 ppm Se + 50 ppm vit E), S 2E 0 (0,4 ppm Se + 0 ppm vit E), S 2E 1 (0,4 ppm Se + 50 ppm vit E), S 3E 0 (0,6 ppm Se + 0 ppm vit E), S 3E 1 (0,6 ppm Se + 50 ppm vit E) Gambar 4. Rataan konversi ransum dengan Hasil analisa uji statistik memperlihatkan bahwa suplementasi selenium organik pada itik lokal berpengaruh secara nyata (P<0.05) terhadap nilai konversi, demikian juga dengan interaksi selenium organik dan vitamin E. Tetapi vitamin E tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap nilai konversi Berdasarkan uji Duncan menunjukan bahwa nilai konversi ransum terendah yaitu pada perlakuan S1E1 (0.2 ppm Se dan 50 ppm vit E) dengan angka konversi sebesar 6.33 sedangkan pada perlakuan kontrol menunjukkan nilai tertinggi yaitu 7.21. Peningkatan level Se 0.2 ppm (S1E0) hingga 0.4 ppm (S2E0) menunjukkan penurunan nilai konversi yaitu 6.84 menjadi 6.58 dan pada level 0.6 ppm (S3E0) terjadi peningkatan nilai konversi yaitu 6.74, namun peningkatan level Se ini mempunyai nilai lebih rendah jika dibanding dengan kontrol. Selanjutnya pengaruh level vitamin E 50 ppm (S0E1) menghasilkan nilai konversi lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol yaitu 6.84. Pada interaksi level 0.2 ppm, 0.4 ppm hingga 0.6 ppm Se yang ditambah 50 ppm vitamin E (S1E1, S2E1, S3E1) menunjukkan nilai konversi yang terus meningkat yaitu 6.33, 6.59 dan 7.09. Tinggi rendahnya angka konversi dipengaruhi oleh produksi telur yang dihasilkan dan hasil yang berbeda nyata tersebut disebabkan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi dan seberapa banyak jumlah telur yang dihasikan, karena kedua hal tersebut berpengaruh terhadap nilai konversi. Subekti (2006) mengatakan bahwa Konversi ransum merupakan ukuran efisiensi dalam penggunaan ransum. Semakin rendah nilai konversi ransum semakin efisien penggunaan dari ransum tersebut, karena semakin sedikit jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan telur dalam jangka waktu tertentu. 33

KESIMPULAN Suplementasi selenium organik, vitamin E serta kombinasinya ternyata berpengaruh terhadap performa itik lokal. Suplementasi selenium dan vitamin E tertinggi terdapat pada perlakuan R3 dengan level 0.2 ppm selenium dan 50 ppm vitamin E, kombinasi tersebut mempunyai jumlah produksi telur tertinggi dibanding dengan semua perlakuan yaitu 1898.50 g/ekor. DAFTAR PUSTAKA Brand, Z., T. S. Brand, & C. R. Brown. 2003. The effect of dietary and protein levels on production in breeding female ostrich. British Poultry Sci. 44 (4): 589-606. Lesson, S. & J. D. Summers. 2001. Nutrition of The Chicken. 4 th Edition. University Book, Ontario. Subekti, S, W.G. Piliang, W. Manalu, & T.B. Murdiati. 2006. Penggunaan tepung daun katuk dan ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) sebagai substitusi ransum yang dapat menghasilkan produk puyuh Jepang rendah kolesterol. JITV 11(2): 254-259. Shinde. V, K. Dhalwal, A.R. Paradkar, & K.R. Mahadik. 2007. Effects Of Human Placental Extract On Age Related Antioxidant Enzyme Status In D- Galactose Treated Mice. Department of Pharmacognosy, Poona College of Pharmacy, Bharati Vidyapeeth University, Erandwane, Pune- 411 038, India Surai, PF. 2003. Natural Antioxidants In Avian Nutrition and Reproduction. Nottingham UK. Nottingham University Press. Tulung, Y.R.L. 2005. Peranan Selenium dan Vitamin E Sebagai Penangkal Radikal Bebas. Suparjo. 2010. Peningkatan Kualitas Nutrisi Kulit Buah Kakao Sebagai Bahan Pakan Ternak Secara Bioproses dengan Kapang Phanerchaete chrysosporiumyang Diperkaya Ion Mn 2+ dan Ca 2+. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor: Svendsen, A. 2000. Lipase protein engineering. Biochim Biophys Acta. Vol. 1543 (2), pp. 34