BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami tahap perkembangan dari masa bayi

dokumen-dokumen yang mirip
2015 EFEKTIVITAS PROBLEM FOCUSED COPING DALAM MEREDUKSI STRES AKADEMIK

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pribadi individu. Secara filosofis dan historis, pendidikan menggambarkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

EFEKTIVITAS STRATEGI COPING SKILLS UNTUK MENGURANGI KEJENUHAN BELAJAR (BURNOUT) SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan investasi kemanusiaan yang menjadi tumpuan harapan

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan kematangan fisik hingga emosi. Kematangan emosi yang dimiliki

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

ABSTRAK Lazarus Folkman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika

BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN. A. Orientasi Kancah Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Khoirunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI COPING PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI JURUSAN BK ANGKATAN 2008 FIP UNJ

BAB I PENDAHULUAN. Stres dalam belajar adalah perasaan yang dihadapi oleh seseorang ketika

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

Abstrak. i Universitas Kristen Maranatha

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon lebih cermat terhadap perubahan-perubahan yang tengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Helmi Rahmat, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar. Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sebutan UN atau Ujian Nasional sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang membuat stres. Dalam hal ini stres adalah perasaan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016

PENINGKATAN SELF EFFICACY PESERTA DIDIK MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK KOGNITIF. Oleh: Andi Riswandi Buana Putra, M.

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan, Desain dan Teknik Pengumpulan Data. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yang dilengkapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu akan mengalami tahap perkembangan dari masa bayi hingga masa dewasa. Menurut Hurlock (1980), perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Manusia tidak pernah statis karena sejak pembuahan hingga kematian selalu mengalami perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun psikologis. Berbagai perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan individu menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana dia hidup. Ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri bisa menjadi sumber stres bagi individu. Selain itu, setiap tahapan perkembangan akan menimbulkan stres tersendiri bagi individu. Stres merupakan persepsi yang dinilai individu dari sebuah situasi atau peristiwa. Sebuah situasi yang sama dapat dinilai positif, netral atau negatif oleh orang yang berbeda. Penilaian ini bersifat subjektif pada setiap individu. Oleh karena itu, individu dapat merasa lebih stres daripada yang lainnya walaupun mengalami kejadian yang sama. Selain itu, semakin banyak kejadian yang dinilai sebagai stresor oleh individu, maka semakin besar kemungkinan individu mengalami stres yang lebih berat.

2 Menurut Selye (2004), stres dapat menguntungkan, akan tetapi stres juga dapat merusak. Stres yang menguntungkan disebut dengan eustress, sedangkan stres yang merusak disebut dengan distress. Stres yang menguntungkan dapat membantu individu untuk tetap siaga dan menghasilkan prestasi yang terbaik. Eustress muncul dalam beragam bentuk, mulai dari peningkatan kewaspadaan, performa, hingga daya pikir individu. Eustress dapat memberikan daya bagi individu untuk berusaha lebih maksimal, lebih semangat, bahkan menjadi lebih kreatif. Distress merujuk pada stres yang merusak atau mengganggu. Stres ini menimbulkan kondisi takut, cemas, terganggu, atau lelah secara mental (fatigue). Studi-studi tentang dampak stres menunjukkan adanya hubungan antara distres dengan gangguan kesehatan individu, termasuk juga produktivitas tiap-tiap individu yang mengalami distress (Cooper, 2001). Gejala yang nampak pada individu yang mengalami distress diantaranya terlihat pada kondisi fisik, pikiran, emosi dan perilaku. Masa remaja merupakan periode kehidupan individu yang disebut sebagai masa penuh dengan stres. Sumber utama yang menyebabkan stres pada masa remaja adalah konflik atau pertentangan antara dominasi, peraturan atau tuntutan orang tua dengan kebutuhan remaja untuk bebas atau independence dari peraturan tersebut. Menurut Hurlock (1980), awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun sampai 16 tahun, dan akhir masa remaja berawal dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun. Masa remaja awal juga biasa disebut sebagai usia belasan yang kadang-kadang tidak menyenangkan.

3 Remaja awal dalam dunia akademik biasanya duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan salah satu tempat bagi siswa untuk belajar. Sebagian besar waktu yang dimiliki oleh siswa dihabiskan di sekolah dan berkaitan dengan kegiatan akademik maupun non akademik. Oleh karena itu, siswa lebih banyak berinteraksi dan mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya di sekolah. Menurut Sri Hastuti (1997), menjadi pelajar merupakan tugas berat karena banyak tuntutan dan tugas yang dibebankan oleh sekolah kepadanya. Selain itu pelajar juga merupakan harapan keluarga dan masyarakat. Tuntutan dan harapan yang terlalu besar dapat berbalik menjadi beban dan stres bagi siswa (Sudiana, 2007: 2). Hal tersebut diperkuat dengan temuan penulis di lapangan melalui penyebaran instrumen berupa angket yang mengungkap stres siswa kelas RSBI di kelas 9-B RSBI SMP Negeri 5 Bandung. Dari angket tersebut penulis menemukan beberapa siswa kelas RSBI yang mengalami stres. Indikator stres yang dialami oleh siswa antara lain frekuensi ketidakhadiran di luar batas toleransi, tidak terselesaikannya pekerjaan rumah (PR), dan rendahnya tingkat keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Permasalahan substantif yang dihadapi siswa di dunia pendidikan dikenal dengan istilah stres akademik. Perwujudan dari stres akademik antara lain adalah siswa enggan dan malas mengerjakan tugas-tugas kurikuler, sering bolos dengan berbagai alasan, dan mencontek atau mencari jalan pintas dalam mengerjakan tugas.

4 Studi Twenge dan tim peneliti dari Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) mengungkap bahwa budaya populer dan faktor ekstenal, seperti kekayaan keluarga, status hingga penampilan mempengaruhi tingkat kesehatan mental para pelajar dan mahasiswa. Penelitian dipimpin Twenge di lima universitas dan melibatkan 77.576 pelajar dan mahasiswa serta membandingkan data tahun 1938 hingga 2007. Secara umum, rata-rata pelajar pada 2007 mengalami tekanan mental lima kali lebih besar daripada pelajar pada usia yang sama di tahun 1938. Penderita hypomania atau keadaan mental yang selalu ketakutan atau sikap optimis berlebihan melonjak secara siginifikan menjadi 31 persen pada 2007. Pada 1938, penderitanya hanya lima persen pelajar. Tingkat depresi yang dialami pelajar meningkat dari satu persen menjadi enam persen (VIVAnews, 2010). Beberapa penelitian terdahulu tentang stres di kota Bandung sendiri yaitu, gambaran umum stres yang paling dominan dialami siswa kelas XII IPA SMA Pasundan 2 Bandung Tahun Ajaran 2008/2009 terletak pada aspek perilaku dan emosi. Aspek perilaku ditunjukkan dengan ketidakmampuan menolong diri sendiri sedangkan aspek emosi ditunjukkan dengan mudah merasakan kecemasan (Arif Nurrakhman, 2009). Secara umum siswa kelas X C SMA Angkasa LANUD Husein Sastranegara Tahun Ajaran 2009/2010 memiliki tingkat gejala stres dengan kategori rendah. Dari 42 orang siswa hanya terdapat tujuh siswa atau sebesar 16,67 % yang termasuk kategori tingkat gejala stres tinggi. Gejala stres siswa tampak pada aspek fisik, perilaku, pikiran, dan emosi (Myrna A Lestari, 2010).

5 Hasil penelitian lainnya membuktikan bahwa siswa-siswi kelas enam di SDN Ujungberung Bandung Tahun Pelajaran 2007/2008 memiliki kondisi stres yang tinggi dan faktor dominan penyebab stres adalah aspek lingkungan sekolah yang tergolong ke dalam faktor eksternal (Euis Mulyani, 2008). Penelitian tentang strategi penganggulangan stres kerja di Divisi Layanan Akademik Direktorat Akademik Universitas Pendidikan Indonesia menunjukkan hasil bahwa staf laki-laki cenderung menggunakan strategi penganggulangan stres kerja yang berpusat pada emosi. Sedangkan staf perempuan cenderung menggunakan strategi penanggulangan stres kerja yang berpusat pada masalah (Alita Ranggi, 2009). Bertolak dari dampak negatif stres yang dialami siswa, penting untuk membantu siswa dalam meningkatkan pengelolaan terhadap stres yang dialami atau disebut dengan istilah coping stress. Menurut Lazarus dan Folkman (1987) coping stress terdiri atas strategi yang bersifat kognitif dan behavioral. Strategi tersebut meliputi strategi yang digunakan untuk mengatasi situasi yang menimbulkan stres (problem focused coping) dan strategi coping untuk mengatasi emosi negatif yang menyertainya (emotion focused coping). Strategi yang bersifat kognitif merupakan usaha untuk mengatur emosi dan kognitif individu. Sedangkan strategi yang bersifat behavioral merupakan strategi dimana individu melakukan perilaku menyesuaikan diri, dengan kata lain individu mempunyai kemampuan atau tingkah laku yang dapat menangani suatu masalah secara tepat dan hasilnya baik. Strategi behavior merupakan pola-pola tingkah laku yang tertata dengan baik melalui beberapa tahapan yang benar,

6 terstruktur dan bermakna. Contohnya apabila seorang mahasiswa membutuhkan sebuah buku dan hanya satu di perpustakaan, dia meminjam untuk difoto copy terlebih dahulu atau mencatat hal yang penting dari buku tersebut. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) individu cenderung untuk menggunakan problem focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut individu tersebut dapat dikontrolnya. Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotion focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit untuk dikontrol. Taylor (1991) berpendapat terkadang individu dapat menggunakan kedua strategi tersebut secara bersamaan, namun tidak semua strategi coping pasti digunakan oleh individu (Reina Wangsadjaja, 2010). Cheng (2001) memberikan contoh mengenai hal tersebut, misalnya saja ketika hubungan pacaran putus, kedua pihak mungkin berusaha mengatasi dengan menghibur diri dan mencari aktivitas lain. Secara umum, kemampuan untuk tetap fleksibel dalam menggunakan strategi coping akan lebih menghasilkan kesuksesan (Taylor, 2009). Strategi coping yang lebih spesifik seperti coping aktif meliputi mencari informasi, merencanakan atau berusaha untuk mendapat bantuan dari orang lain dan metode coping emosi seperti reinterpretasi positif, penerimaan, atau berpaling kepada agama. Coping aktif lebih sering digunakan dan lebih adaktif dalam situasi yang dapat diubah (Park, Armeli, & Tennen, 2004 dalam Taylor, 2009), sedangkan coping emosi mungkin lebih digunakan untuk situasi yang tak dapat diubah (misalnya Vitaliano, De Wolfe, & Katon, 1990 dalam Taylor, 2009). Metode coping penghindaran seperti melepaskan diri secara mental dan behavioral dari kejadian yang menimbulkan stres misalnya saja dengan memakai

7 narkoba merupakan jenis strategi coping yang keliru serta merusak kesehatan fisik dan mental. Layanan bimbingan dan konseling sebagai bagian yang terpadu dan tak terpisahkan dari keseluruhan kegiatan pendidikan baik pendidikan formal, non formal dan informal memungkinkan siswa mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, serta mampu membantu siswa mencapai kemandirian dalam mengambil keputusan yang efektif dan bertanggung jawab. Bimbingan dan konseling merupakan upaya strategi layanan untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal dan memfasilitasi siswa yang mempunyai permasalahan, dalam hal ini lebih difokuskan pada upaya memfasilitasi siswa dalam mengembangkan coping stress yang positif. Hal tersebut dimaksudkan agar stres yang dialami oleh siswa dapat memacu mereka untuk berpikir dan berusaha lebih cepat dan keras sehingga dapat menjawab tantangan hidup sehari-hari khususnya sebagai pelajar. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian difokuskan pada kajian mengenai efektivitas strategi problem focused coping dalam meningkatkan pengelolaan stress siswa. B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Stres merupakan hal yang penting bagi perkembangan siswa. Adanya stres yang dialami siswa dapat memberikan dampak positif (eustress) maupun dampak negatif (distress). Oleh karena itu, penting untuk mengelola stres yang dialami atau yang sering disebut dengan coping stress.

8 Coping stress bisa dilakukan dengan cara yang positif maupun negatif. Coping stress negatif menurut Weiten dan Lloyd bisa berupa giving up (withdraw) melarikan diri dari kenyataan atau situasi stres misalnya sikap apatis, kehilangan semangat, dan meminum minuman keras atau mengkonsumsi obatobatan terlarang; agresif berupa perilaku yang ditujukan untuk menyakiti orang lain baik secara verbal maupun non-verbal; memanjakan diri sendiri (indulging your self) dengan berperilaku konsumerisme yang berlebihan seperti makan yang enak-enak, merokok, dan menghabiskan uang untuk berbelanja; mencela diri sendiri (blaming your self) dengan menilai negatif terhadap diri sendiri sebagai respon terhadap frustrasi atau kegagalan dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan; serta membuat mekanisme pertahanan diri seperti menolak kenyataan dengan carra melindungi diri dari suatu kenyataan yang tidak menyenangkan, berfantasi, dan intelektualisasi (Syamsu Yusuf, 2004). Coping yang konstruktif merupakan upaya-upaya untuk menghadapi situasi stres secara sehat. Coping yang konstruktif ditandai dengan beberapa indikator yaitu menghadapi masalah secara langsung dengan mengevaluasi alternatif secara rasional dalam upaya memecahkan masalah tersebut; menilai atau mempersepsi situasi stres didasarkan pada pertimbangan yang irasional; serta mengendalikan diri (self control) dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Menurut Lazarus dan Folkman, coping terdiri atas strategi yang bersifat kognitif dan behavioral. Strategi tersebut terdiri atas emotion focused coping dan problem focused coping. Problem focused coping merupakan strategi yang digunakan untuk mengatasi situasi yang menimbulkan stres. Ini merupakan

9 strategi dengan cara menyelesaikan masalah yang dihadapi sehingga individu segera terbebas dari masalahnya. Bentuk strategi problem focused coping antara lain planfull problem solving, direct action, assistance seeking dan information seeking. Emotion focused coping merupakan strategi coping untuk mengatasi emosi negatif yang menyertainya, ini merupakan suatu strategi untuk meredakan emosi individu yang ditimbulkan oleh stresor tanpa berusaha untuk mengubah suatu situasi yang menjadi sumber stres secara langsung. Bentuk strategi ini adalah avoidance, denial, self criticsm, dan positive reappraisal. Strategi problem focused coping biasanya lebih sering digunakan dan lebih adaptif dalam situasi yang dapat diubah, sedangkan strategi emotion focused coping lebih digunakan dalam situasi yang tidak dapat diubah. Kedua strategi coping tersebut dapat dilakukan secara bersamaan. Akan tetapi, Cheng (2001) berpendapat bahwa secara umum, kemampuan untuk tetap fleksibel dalam penggunaan stategi coping akan lebih menghasilkan kesuksesan (Taylor S.E., 2009). Sesuai dengan identifikasi masalah yang telah ditetapkan, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian adalah apakah problem focused coping lebih efektif dari emotion focused coping dalam meningkatkan pengelolaan stres siswa kelas IX SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2011/ 2012.

10 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui efektivitas penggunaan strategi problem focesed coping dalam meningkatkan pengelolaan stres siswa kelas IX SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012. Sedangkan tujuan khusus penelitian adalah mendapatkan data empirik tentang. 1. Gambaran umum tingkat stres siswa kelas IX SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2011/ 2012. 2. Efektivitas penggunaan problem focused coping jika dibandingkan dengan emotion focused coping dalam meningkatkan pengelolaan stres siswa kelas IX SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2011/ 2012. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu bimbingan dan konseling, khususnya dalam memberikan alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan penggunaan problem focused coping dalam meningkatkan pengelolaan stres siswa.

11 2. Manfaat Praktis a. Bagi Konselor Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini bagi konselor adalah agar konselor lebih memahami konsep mengenai stres dan coping stress yang positif, khususnya dengan menggunakan problem focused coping dalam meningkatkan pengelolaan stres siswa. Konselor juga dapat mengembangkan program bimbingan mengenai coping stress yang positif dengan menggunakan problem focused coping. b. Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada siswa dalam meningkatkan pengelolaan stres melalui strategi problem focused coping. Dengan demikian, stres yang dialami oleh siswa dapat dikelola dengan baik dan dapat menjadi motivasi untuk terus meningkatkan prestasi. E. Asumsi Penelitian ini bertitik tolak dari beberapa asumsi sebagai berikut. 1. Menjadi siswa akan mengalami banyak tuntutan dan tugas yang dibebankan oleh sekolah kepadanya. Selain itu siswa juga merupakan harapan keluarga dan masyarakat. Tuntutan dan harapan yang terlalu besar dapat berbalik menjadi beban dan stres bagi siswa (Sri Hastuti, 1997). 2. Stres muncul karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya, namun reaksi terhadap stres sangat bergantung pada bagaimana individu

12 tersebut menafsirkan atau menilai (secara sadar atau tidak sadar) arti dari peristiwa yang mengancam atau menantang dirinya (Lazarus, 1976). 3. Coping kejadian yang menekan adalah proses yang dinamis. Ini dimulai dengan penilaian terhadap situasi yang harus mereka atasi. Menilai kejadian sebagai tantangan bisa menghasilkan upaya coping yang penuh percaya diri dan emosi positif, sedangkan menganggap kejadian stresor sebagai ancaman dapat menurunkan kepercayaan diri dalam melakukan coping dan menimbulkan emosi negatif (Skinner & Brewer, 2002). 4. Individu cenderung untuk menggunakan problem focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut individu tersebut dapat dikontrolnya. Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotion focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit untuk dikontrol (Lazarus dan Folkman dalam Reina Wangsadjaja, 2010). F. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah strategi problem focused coping lebih efektif dalam meningkatkan pengelolaan stres siswa dibandingkan strategi emotion focused coping.

13 G. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Quasi Eksperiment (eksperimen semu) dengan desain Non-Equivalent Pretest Posttest Control Group. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket untuk mengetahui gambaran umum tingkat stres siswa serta hasil pretes dan postes sebelum dan sesudah memperoleh perlakuan. Populasi penelitian adalah siswa SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui efektivitas treatment problem focused coping dan emotion focused coping menggunakan teknik statistik yaitu menguji kesamaan dua rata-rata dengan uji satu pihak (One Tail Test).