BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kelayakan

dokumen-dokumen yang mirip
Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Banyaknya Pengunjung obyek-obyek wisata pantai di Gunung Kidul Mancanegara (Man) dan Nusantara (Nus)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN kunjungan, mengalami penurunan sebesar 3,56 persen dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah di Indonesia memperoleh hak untuk melakukan otonomi daerah

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah pegunungan, pantai, waduk, cagar alam, hutan maupun. dalam hayati maupun sosio kultural menjadikan daya tarik yang kuat bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara

HOTEL RESORT DI KAWASAN WISATA SARANGAN

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JULI 2011

BAB I PENDAHULUAN. Jumat, 28 Agustus 2009, 17:22:07. 1 Perkembangan Pariwisata Indonesia,

Cara Pemesanan: Spesifikasi: Customer Support: Harga : Rp

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari migas, pajak, non pajak. Dana yang berasal dari rakyat dengan jalan

STUDI KINERJA INDUSTRI PARIWISATA Pertumbuhan Wisatawan, Perhotelan, Perjalanan Wisata, dan Transportasi

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JANUARI , 39 %

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI DESEMBER 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI FEBRUARI 2016

Hotel Resort Bintang 3 di Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Penekanan Desain pada Arsitektur Hemat Energi BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terbentuklah Kabupaten Natuna dengan kota Ranai sebagai pusat

Perkembangan Pariwisata

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI APRIL 2016

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.program pengembangan dan

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI APRIL 2017

HOTEL RESORT DI PARANGTRITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JUNI 2011

BAB I PENDAHULUAN. proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JULI 2015

Perkembangan Pariwisata Sulawesi Utara Bulan September 2017

HOTEL RESORT BINTANG III DI KAWASAN PEGUNUNGAN RANTEPAO TANA TORAJA SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul Hotel Resort Pantai Wedi Ombo Gunung Kidul dengan pendekatan arsitektur tropis.

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI MEI 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI AGUSTUS 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN JULI 2016

Perkembangan Pariwisata Bali

HOTEL RESORT DI KAWASAN WISATA CIPANAS GARUT

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN APRIL 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN MARET 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JULI 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI MARET 2017

HOTEL RESOR BERKONSEP BUTIK DI KAWASAN CANDI BOROBUDUR Dengan Penekanan Desain Arsitektur Organik

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN MEI 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JUNI 2008

BAB I PENDAHULUAN. alam dan manusia dengan sebaik-baiknya, dengan memanfaatkan kekayaan alam

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN MEI 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN JANUARI 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Peta Wisata Kabupaten Sleman Sumber : diakses Maret Diakses tanggal 7 Maret 2013, 15.

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN APRIL 2015

MILIK UKDW PENDAHULUAN BAB 1

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN JULI 2017

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN [TYPE HERE] [TYPE HERE]

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JULI 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN APRIL 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JANUARI 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JUNI 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI NOVEMBER 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI NOPEMBER 2007

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI NOPEMBER 2013

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN SEPTEMBER 2016

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG KEADAAN KOTA YOGYAKARTA

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN JUNI 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI MEI 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN OKTOBER 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI APRIL 2014

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN MEI 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JUNI 2015

BAB I LATAR BELAKANG

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JUNI 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Sapta Nirwandar selaku Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Menuju kemandirian ( Bandung, 1995 ), p. III-1

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI APRIL 2015

BAB I PENDAHULUAN I.1.LATAR BELAKANG. I.1.1.Latar Belakang Pengadaan Proyek

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SULAWESI UTARA BULAN DESEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh pemerintah

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI MARET 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI SEPTEMBER 2010

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa terbesar di bawah minyak dan gas bumi, batu bara, minyak

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI DESEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Eksistensi Proyek

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelayakan 1.1.1. Kondisi Pariwisata Indonesia Dalam bidang kepariwisataan, wilayah-wilayah di Indonesia menawarkan banyak sekali potensi yang dapat menarik wisatawan mancanegara. Pariwisata sendiri merupakan industri yang mempunyai bentuk produk berupa pengalaman dan pengetahuan, yang sensitif terhadap perubahan kwalitas kehidupan. Saat negara Indonesia keadaannya menjadi tidak kondusif, sektor pariwisata juga terkena imbasannya. Jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung mengalami penurunan. Bahkan dalam tahun-tahun selanjutnya mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga negara Indonesia menjadi salah satu negara tujuan wisata yang mulai terhindari. Walaupun pariwisata kurang menunjukan peranannya, namun pengembangan ekonomi global dan regional masa depan akan mendorong mobilitas orang untuk melakukan perjalanan antar benua yang secara otomatis akan melintasi Indonesia. Letak geografis Indonesia yang berada diantara dua benua dan dua samudra yang terletak di Asia- Pasifik, menjadikan Indonesia menjadi salah satu tujuan kujungan, baik kunjungan bisnis maupun berlibur. Didasari oleh keinginan yang kuat bagi terciptanya pertumbuhan kepariwisataan, maka sangat diharapkan adanya satu pertumbuhan wisata di Indonesia yang dapat diandalkan dimasa yang akan datang. Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan ketetapan No. II / MPR / 1993 mengenai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), dengan menetapkan pembangunan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan. Kebijakan ini dapat meningkatkan lapangan pekerjaan, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah dan negara. Manifestasi dari kebijakan ini berarti sektor pariwisata diharapkan dapat meningkatkan devisa daerah dan Negara. 1

1.1.2. Kepariwisataan di Daerah Istimewa Yogyakarta Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan Propinsi yang mempunyai status sebagai Daerah Istimewa. Status Daerah Istimewa ini diberikan berkaitan dengan sejarah terbentuknya Popinsi ini pada tahun 1945. Luas Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta kurang lebih 3.186 km2 dengan jumlah penduduk 3.278.599 jiwa (data Desember 1995) yang terbagi menjadi 5 Daerah Tingkat II, yakni: - Kotamadya Yogyakarta, yang merupakan ibu kota Propinsi. - Kabupaten Sleman. - Kabupaten Bantul. - Kabupaten Kulonprogo. - Kabupaten Gunungkidul. Secara umum keadaan geografis Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri daerah dataran tinggi yang berada pada kaki gunung Merapi, dan lahan yang ada mempunyai kemiringan tertentu kearah Selatan sampai di daerah pantai Samudra Indonesia. Pada bagian Utara terdapat pegunungan di lereng gunung Merapi, pegunungan Menoreh di bagian Barat, dan pegunungan Selatan (Gunung Kidul) di bagian sebelah Tenggara yang disebut dengan Pegunungan Seribu. Yogyakarta merupakan daerah tujuan wisata kedua setelah Bali. Selain itu Yogyakarta juga menyandang predikat sebagai kota pelajar dan pendidikan, kota perjuangan dan daerah pusat kebudayaan, dan sebagai tujuan wisata, kota Yogyakarta ditunjang dengan panorama alamnya yang indah. 1 Keadaan ini telah mengangkat Yogyakarta sebagai Daerah yang menarik dan mempesona untuk dikunjungi. Sebagai Kota Pelajar dan Kota Budaya, Yogyakarta memberikan inspirasi bagi pelestarian budaya dan berkembangnya budaya baru, perpaduan seni tradisional dan seni kontemporer. Dengan banyaknya Pusat Kerajinan, Museum, Cagar Budaya, Situs, Perguruan Tinggi dan didukung dengan panorama alam yang mempesona, 1 Analisis Daerah Operasi, Badan Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, 2006. 2

maka wilayah Sleman merupakan kawasan wisata potensial yang menarik untuk dikunjungi. Selain obyek wisata yang beraneka ragam dengan jarak tempuh yang tidak terlalu jauh, fasilitas akomodasi untuk wisatawan juga tersedia mulai dari camping ground, desa wisata, pondok wisata hingga hotel berbintang dan dilengkapi dengan sarana atau jasa pendukung lainnya. Sampai tahun 2006 obyek wisata di Daerah istimewa Yogyakarta sebanyak 237 obyek wisata, yang terdiri dari 26 wisata alam, 73 wisata budaya dan 138 minat khusus. Berdasarkan Statistik Kepariwisataan Yogyakarta, jumlah wisatawan mancangara yang berkeunjung ke Yogyakarta mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan adanya pemberitaan di media masa bahwa di Indonesia tidak aman. Akibatnya beberapa pemerintah negara lain melarang warganya untuk berkunjung ke Indonesia. Pada saat tersebut kota Yogyakarta sedang mengalami bencana alam gempa bumi yang terjadi di Kabupaten Bantul. Bencana alam yang terjadi pada tahun 2005 banyak merusakan bangunan dan memakan korban jiwa. Letusan Gunung Merapi yang terjadi di Kabupaten Sleman pada tahun 2005 menambah turunnya wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Tabel I-1. Sepuluh Besar Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2004-2006 No Negara 2004 2005 2006 1 Belanda 16.441 24.040 15.726 2 Jepang 15.706 16.858 10.669 3 Perancis 7.366 7.473 4.236 4 Jerman 7.013 7.871 4.475 5 Malaysia 5.132 5.547 5.390 6 Amerika Serikat 4.015 5.370 5.310 7 Singapura 3.387 3.832 3.021 8 Australia 2.241 4.594 3.414 9 Korea Selatan 3.220 2.593 2.596 10 Inggris 3.092 2.862 2.213 Total 67.583 81.040 57.050 Sumber : Statistik Kepariwisataan Yogyakarta Tahun 2006 Badan Pariwisata Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dari data statistik kepariwisataan, Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006, wisatawan mancanega dan nusantara yang berkunjung ke Sleman tercatat sebanyak 1.093.018 jiwa. 2 Dari sub sektor Pariwisata, Kabupaten Sleman berada pada peringkat 2 Data wisatawan yayng berkunjung ke Sleman, Statistik Kepariwisataan DIY, 2006. 3

kedua setelah Kotamadya Yogyakarta, dengan jumlah total pendapatan sebesar Rp 31.699.102.015,- selama tahun 2006. Tabel 1-2. Jumlah Pendapatan Sub Sektor Pariwisata Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2006 Tahun 2006 Jumlah Kota 49.152.815.870 Sleman 31.699.102.015 Bantul 1.381.654.975 Kulon Progo 262.106.600 Gunung Kidul 6.774.724.256 Total 89.270.403.716 Sumber : Statistik Kepariwisataan Yogyakarta Tahun 2006 Badan Pariwisata Daerah Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta 1.1.3. Hotel Sebagai Akomodasi Kepariwisataan di Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan rencana induk pengembangan pariwisata di Daerah Tingkat II Yogyakarta tahap dua, kebutuhan kamar hotel masih diperlukan sebagai salah satu fasilitas penunjang pariwisata kota Yogyakarta. Table I-3. Jumlah Wisatawan yang Menggunakan Jasa Akomodasi Hotel di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2002-2006 Tahun Wisatawan Akomodasi Hotel Melati Hotel Bintang Jumlah 2002 Mancanegara 15.748 75.029 90.777 Nusantara 464.689 423.671 888.360 2003 Mancanegara 452.721 83.561 95.629 Nusantara 452.271 686.340 1.139.061 2004 Mancanegara 8.838 95.013 1.792.000 Nusantara 440.754 1.249..845 1.688.599 2005 Mancanegara 11.215 92.273 103.683 Nusantara 428.147 1.319.195 1.747.195 2006 Mancanegara 10.492 67.653 78.145 Nusantara 337.991 498.682 836.682 Sumber : Statistik Kepariwisataan Yogyakarta Tahun 2006 Badan Pariwisata Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Total Jumlah 979.137 1.234.690 1.792.000 1.850.683 914.827 4

Tabel 1-4. Perkembangan Jumlah Akomodasi di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2004-2006 Akomodasi Jml Akm Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Kmr Akm Kmr Akm Kmr Akm Kmr Akm Jml Kmr Hotel Melati 479 7.728 479 7.728 378 6.728 376 6.728 358 6.691 Hotel 38 3.783 38 3.783 35 3.363 35 3.363 35 3.363 Bintang Jumlah 517 11.511 517 11.511 411 10.091 411 10.091 420 10.054 Sumber: Statistik Kepariwisataan Yogyakarta Tahun 2006 Badan Pariwisata Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasar tabel diatas menunjukan perkembangan jumlah akomodasi masih cukup tinggi dari tahun ketahun, maka Yogyakarta masih memerlukan fasilitas hotel. Hotel sebagai salah satu akomodasi bagi wisatawan, mendapat bagian yang strategis dalam bidang kepariwisataan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terlihat dari jumlah akomodasi hotel-hotel di Yogyakarta. Tingkat hunian kamar merupkan salah satu alat yang penting untuk melihat produktivitas suatu hotel. 1.1.4. Hotel Bintang III di Daerah Istimewa Yogyakarta Kriteria lain untuk menunjukan produktivitas adalah berapa lama tamu menginap dan sebarapa banyak tamu yang menetap setiap malam. Sehingga tingkat penhuninya dapat diperkirakan dengan banyaknya tempat tidur yang digunakan dan banyaknya tempat tidur yang tersedia. Tabel I-5. Daftar Hotel Bintang III di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2006 No Nama Hotel Alamat Jml Kmr 1 Brongto Jl. Suryodiwingratan 26 62 2 Ibis Malioboro Jl. Maliboro 52 148 3 Mutiara Jl. Maliboro 18 119 4 Puri Arta Jl. Cendrawasih 36 70 5 Puri Arta Kidul (the queen of south) Jelok, Girijati, Purwosari, Gn Kidul 38 6 Sejahtera Jl Pringgodani 22 Demangan Baru 60 Sumber: Statistik Kepariwisataan Yogyakarta Tahun 2006 Badan Pariwisata Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 5

1.2. Rumusan Masalah Bagaimana merancang Hotel Resort Bintang III di Cangkringan Yogyakarta, yang dapat memberikan fasilitas menginap bagi wisatawan di Cangkringan, dengan arsitektur lokal sebagai acuan desain. 1.3. Tujuan Merancang Hotel Resort Bintang III di Cangkringan Yogyakarta, yang dapat memberikan fasilitas menginap bagi wisatawan di Cangkringan, dengan arsitektur lokal sebagai acuan desain. 1.4. Sasaran - Melakukan studi tentang fasilitas menginap - Melakukan studi tentang Hotel Resort Bintang III - Melakukan studi tentang Yogyakarta - Melakukan studi tentang Cangkringan -Melakukan studi tentang bahan material, gubahan masa, ornamen, cara membangun. 1.5. Lingkup - Fasilitas menginap dibatasi pada bangunan Hotel Bintang III - Hotel dibatasi pada Hotel Resort Bintang III - Yogyakarta dibatasi pada hal yang berhubungan dengan pemilihan site untuk bangunan tersebut. - Cangkringan dibatasi pada jarak radius aman dari bencana Gunung Merapi. - Prinsip-prinsip arsitektur lokal dibatasi pada bangunan tradisional Jawa, bahan material, ornamen dan gubahan masa. 1.6. Metode - Wawancara Ditujukan kepada wisatawan atau pengelola hotel di Yogyakarta, Kantor Badan Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, pengelompokan hotel di Yogyakarta. 6

- Kuesioner Diberikan pada pengelola hotel di Yogyakarta. - Observasi Mengamati langsung pada hotel Ibis Malioboro di Yogyakarta. - Studi Pustaka/Literatur Mepelajari tentang hotel, dan arsitektur lokal Jawa. - Studi Banding Melihat langsung bangunan sejenis yang ada di Yogyakarta, serta dari pustaka. 1.6.1. Metode Menganalisis Data - Kuantitatif: temuan-temuan dikomunikasikan dengan angka-angka. Misalnya: tabel wisatawan macanegara yang berkunjung ke Yogyakarta, yang menggunakan jasa akomodasi hotel di Yogyakarta. - Kualitatif: temuan-temuan dikomunikasikan secara naratif. Misalnya: dari data pengunjung Mertapi Golf tahun 2006 banyak pengunjungnya, sehingga Hotel Resort Bintang III di Cangkringan perlu. 1.6.2. Metode Merancang Merancang bangunan Hotel Resort Bintang III, yang berada di Cangkringan, dengan bangunan tradisional Jawa dengan bahan material, ornamen, gubahan masa dan lainnya, yang akan diterapkan kedalam bangunan. 1.7. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Mengungkapkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup, metode dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Teoritis Hotel Resort Bintang III di Cangkringan Yogyakarta. Mengungkapkan tinjauan teori tentang pengertian hotel resort bintang tiga, jenis dan fasilitas yang ada. 7

Bab III Tinjauan Teoritis Tentang Arsitekur Lokal Sebagai Acuan Desain. Mengungkapkan pendekatan teory tentang arsitektur lokal yang kontekstual dengan lingkungan sekitar. Serta mempelajari karakterristik lingkungan setempat dengan masalah-masalh umum pada bangunan. Bab IV Analisis Menuju Konsep Perencanaan dan Perncangan Hotel Resort Bintang III. Mengungkapkan proses untuk menemukan ide-ide konsep perencanan dan perancangan hotel resort bintang tiga melalui metode-metode tertentu yang diaplikasikan pada lokasi atau site tertentu. Bab V Konsep Perencanaan dan Perancangan Hotel Resort Bintang III. Mengungkapkan konsep-konsep yang akan ditransformasikan kedalam rancangan fisik arsitektural. 8