BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007).

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB I PENDAHULUAN. saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. antar daerah dan struktur perekonomian yang seimbang (Sukirno, 2005).

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian kota Binjai dilihat dari struktur PDRB riil kota Binjai yang menunjukkan karakteristik sebagai berikut : 2

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dikatakan baik apabila terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan di

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih tinggi. Di lain segi istilah tersebut bertujuan untuk menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

PERTUMBUHAN EKONOMI SERDANG BEDAGAI TAHUN 2015

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( )

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. terbukanya perdagangan dunia, ketidakmampuan dalam meningkatkan daya saing

5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT

BAB IV GAMBARAN UMUM Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Gambar 4.1).

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk

PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 KABUPATEN BANGKA SELATAN

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN. Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

BAB I PENDAHULUAN. (Adrimas,1993). Tujuannya untuk mencapai ekonomi yang cukup tinggi, menjaga

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan tersebut dapat diimplementasikan melalui pembangunan ekonomi untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Sampai sekarang pembangunan ekonomi belum banyak tersentuh sehingga perlu untuk ditingkatkan. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Dinamika perekonomian Indonesia telah melewati berbagai proses yang begitu kompleks. Semenjak merdeka, Indonesia berusaha membangun perekonomiannya sendiri dengan semangat nasionalisme sampai pada penerapan berbagai kebijakan dan strategi yang mulai mengkompromikan liberalisme guna menghadapi arus globalisasi yang makin deras mendera setiap sistem perekonomian Indonesia. Sistem perekonomian Indonesia yang terbuka membuat kondisi perekonomian global sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Industrialisasi telah mengakibatkan terjadinya transformasi struktural dibanyak negara. Proses transformasi struktural ini terlihat dari adanya penurunan kontribusi sektor primer (sektor pertanian dan sektor pertambangan), sementara kontribusi sektor sekunder dan tersier cenderung meningkat. Perkembangan 1

2 industri yang cepat dan menjadi pemicu transformasi struktural ternyata terjadi secara merata di semua daerah dalam suatu negara. PERTANIAN 491561,4 253881,7 2005 INDUSTRI PENGOLAHAN 514100,3 538084,6 557764,4 262402,8 271509,3 284619,1 2006 2007 569784,9 295933,7 595313,1 304406,2 2008 2009 2010 Gambar 1.1 Pendapatan Domestik Bruto Indonesia ADHK 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) Sumber : BPS, Provinsi Sumatera Utara Dari gambar diatas pola pertumbuhan ekonomi secara sektoral di Indonesia sejalan dengan kecenderungan proses transformasi struktural yang terjadi diberbagai negara. Pada sektor pertanian dalam komposisi PDB Indonesia tahun 2005 yaitu sebesar 253.881,7 miliar rupiah dan tahun 2010 mengalami kenaikan menjadi 304.406,2 miliar rupiah. Apabila dibandingkan dengan sektor primer, sektor sekunder (sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air minum, dan sektor bangunan) terus cenderung mengalami kenaikan. Seperti peranan sektor industri pengolahan (manufacturing) tahun 2005 terus mengalami peningkatan dari 491.561,4 menjadi 595.313,1 di tahun 2010. Dengan demikian sektor industri di Indonesia berkembang melampaui sektor-sektor lainnya. Kecenderungan industrialisasi telah mengakibatkan proses transformasi struktural di Sumatera Utara sejalan dengan yang terjadi pada umumnya. Pada

3 tahun 2005, sektor industri menyumbang Produk Domestik Bruto Sumatera Utara yaitu sebesar 4,76 persen, sementara tahun 2010 memberikan sumbangan sebesar 4,52 persen. Secara umum, persentase sumbangan sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto Sumatera Utara mengalami penurunan diakibatkan oleh krisis ekonomi yang diawali oleh kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 yang telah menggerus daya beli masyarakat dan menimbulkan tekanan inflasi yang tinggi. Namun, relatif lebih baik bila dibandingkan dengan nasional. Perkembangan perekonomian tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 mengalami kenaikan terutama pada sektor industri di Sumatera Utara. Bila dilihat dari mulai kondusifnya iklim investasi. Dengan demikian sektor industri mengalami kenaikan sumbangan terhadap PDRB. Perekonomian regional dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi regional akan mendorong peningkatan pendapatan masyarakat. Dari tabel 1.1 terlihat laju pertumbuhan ekonomi ADHK menurut lapangan usaha di Sumatera Utara tahun 2005 sebesar 5,48 persen dan mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar 6,35 persen. Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2000 menurut Lapangan Usaha Sumatera Utara Tahun 2005-2010 (Persen) No. Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1. Pertanian 3,38 2,40 4,98 6,05 4,85 5,08 2. Industri Pengolahan 4,76 5,47 5,09 2,92 2,76 4,52 Sumatera Utara 5,48 6,20 6,90 6,39 5,07 6,35 Sumber : BPS, Provinsi Sumatera Utara

4 7 6 5 4 3 2 1 2005 0 2006 2007 Pertanian Industri Pengolahan 2008 2009 2010 Gambar 1.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara menurut Lapangan Usaha ADHK 2000 dalam Persen 2005-2010 Sumber : BPS, Provinsi Sumatera Utara Persebaran sumber daya yang tidak merata menimbulkan disparitas dalam laju pertumbuhan ekonomi antar daerah. Ketidakmerataan sumber daya ini tercermin pada konsentrasi kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah tertentu saja. Daerah-daerah dimana konsentrasi ekonomi terjadi memperoleh manfaat disebut dengan ekonomi aglomerasi (agglomeration economies). Ekonomi aglomerasi merupakan eksternalitas yang dihasilkan dari kedekatan geografis dengan kegiatan ekonomi. Sebagai akibatnya daerah-daerah yang termasuk dalam aglomerasi pada umumnya mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang bukan aglomerasi. Aglomerasi bukan saja menguntungkan produsen karena penghematan aglomerasi maupun urbanisasi,

5 konsumen juga dapat meminimalisasi biaya opportunities dalam membandingkan jenis barang yang sama di tempat yang berbeda yang saling berdekatan. Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) dibalik urbanisasi di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980-an. Berbeda dalam kasus industri berbasis sumber daya (resource-based-industries), industri manufaktur cenderung berlokasi didalam dan disekitar kota. Pertanian dan industri berdampingan, bahkan kadang berebut lahan di seputar pusat-pusat kota yang pada gilirannya mengaburkan perbedaan bahan baku antara desa dan kota. 10256 11514 13042 12982 1990 2000 2008 2010 Sumatera Utara Gambar 1.3 Jumlah Penduduk Sumatera Utara dalam Ribu Jiwa 1990-2010 Sumber : BPS, Statistik Indonesia Dari gambar diatas proses urbanisasi juga dialami oleh Sumatera Utara. Dimana dari tahun 1990 sampai tahun 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara terus mengalami peningkatan, ini mengindikasikan adanya gejala aglomerasi kegiatan ekonomi. Tahun 1990 jumlah penduduk Sumatera Utara sebanyak 10.256.027 jiwa dan terus mengalami peningkatan tahun 2010 sebanyak 12.982.204 jiwa. Oleh karena itu penghematan aglomerasi yang mendorong terkonsentrasinya para produsen dan konsumen kelokasi-lokasi tertentu

6 merupakan salah satu penyebab terciptanya kota. Pertumbuhan kota perlu dibatasi, agar tidak terjebak kepada kondisi kelebihan penduduk (over populated). Untuk itu pembangunan bidang transportasi di suatu wilayah perlu diimbangi dengan pembangunan perekonomian di wilayah pedesaan dan kota-kota kecil dan menengah. Tujuannya adalah untuk memelihara pendapatan rata-rata penduduk wilayah (antara penduduk kota dan desa) relatif seimbang. Adanya penghematan aglomerasi ini mendorong peningkatan produksi dari perekonomian kota secara keseluruhan yang akan membawa dampak kepada peningkatan pendapatan masyarakat sehingga meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Masalah ketenagakerjaan di Sumatera Utara merupakan permasalahan dan isu yang komplek serta terus berkembang. Indikasi ini terlihat disamping pertambahan penduduk usia kerja setiap tahunnya yang terus meningkat sebagai implikasi dari jumlah penduduk yang cukup besar disertai struktur umur yang cenderung mengelompok pada usia muda juga masih tingginya angka pengangguran terutama pengangguran terbuka yang dianggap paling serius untuk diatasi. Karena sangat disadari bahwa semakin tinggi penggangguran akan berakibat pada meningkatnya kerawanan sosial. Konsep pembangunan manusia berbeda dengan pembangunan yang memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi, dengan diasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan menguntungkan manusia. Fakta menunjukkan banyak daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup baik namun memiliki kualitas pembangunan manusia yang rendah. Hal ini mungkin terjadi karena tingkat PDRB yang tinggi disuatu daerah tersebut belum tentu dinikmati langsung oleh masyarakatnya.

7 87897,79 93347,40 99792,27 106172,36 111559,22 118640,90 PDRB ADHK 2000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Gambar 1.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara Tahun 2005-2010 ADHK 2000 (Milyar Rupiah) 2005-2010 Sumber : BPS, Provinsi Sumatera Utara Dari tabel diatas, tahun 2005 PDRB ADHK 2000 Sumatera Utara sebesar Rp 87.897,79 Milyar meningkat menjadi Rp 118.640,90 milyar di tahun 2010. Ini merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu daerah dilihat dari pertumbuhan ekonomi regional yang akan mendorong peningkatan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Hubungan positif antara geografis dari kegiatan-kegiatan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi telah banyak dibuktikan. Aglomerasi menghasilkan perbedaan spasial dalam tingkat pendapatan. Semakin teraglomerasi secara spasial suatu perekonomian maka akan semakin meningkatkan pertumbuhannya. Daerah-daerah yang banyak industri pengolahan tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah-daerah yang hanya mempunyai sedikit industri pengolahan. Alasannya adalah daerah-daerah yang mempunyai industri pengolahan lebih banyak mempunyai akumulasi modal. Dengan kata lain, daerahdaerah dengan konsentrasi industri pengolahan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan daerah yang tidak punya konsentrasi industri.

8 Dengan adanya kenyataan diatas maka penelitian ini berjudul Analisis Pengaruh Aglomerasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara. 1.2. Rumusan Masalah Dari uraian-uraian tersebut, penulis merumuskan masalah-masalah sebagai berikut : Bagaimana pengaruh Indeks Balassa Aglomerasi, Indeks Pembangunan Manusia dan Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh Indeks Balassa Aglomerasi, Indeks Pembangunan Manusia dan Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian Memberikan informasi sebagai bahan acuan kepada mereka yang akan meneliti dan sekaligus ikut memperkaya kepustakaan tentang aglomerasi dan pertumbuhan ekonomi regional serta memberikan informasi bagi pengembangan ilmu ekonomi dan memberikan tambahan informasi kepada pemerintah dan pihak yang terkait dalam pengambilan kebijaksanaan khususnya mengenai pengelolaan aglomerasi dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara.