Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan Interpretasi Data

dokumen-dokumen yang mirip
Bab V Korelasi Hasil-Hasil Penelitian Geolistrik Tahanan Jenis dengan Data Pendukung

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN

PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU

III. METODE PENELITIAN

Penyelidikan daerah rawan gerakan tanah dengan metode geolistrik tahanan jenis (studi kasus : longsoran di desa cikukun)

STUDI BIDANG GELINCIR SEBAGAI LANGKAH AWAL MITIGASI BENCANA LONGSOR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data secara langsung (primer)

METODE EKSPERIMEN Tujuan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 2, April 2013 ISSN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. nilai resistivitas di bawah permukaan. Data primer yang didapat adalah data

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA

BAB III DATA dan PENGOLAHAN DATA

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 18, Nomor 2, Agustus 2014

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Interpretasi Bawah Permukaan. (Aditya Yoga Purnama) 99. Oleh: Aditya Yoga Purnama 1*), Denny Darmawan 1, Nugroho Budi Wibowo 2 1

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman ISSN:

IDENTIFIKASI ZONA SESAR OPAK DI DAERAH BANTUL YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BUMI DANGKAL DENGAN MENGGUNAKAN METODA GEOLISTRIK TAHANAN JENIS 2D TESIS

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor

PENENTUAN SEBARAN DAN KANDUNGAN UNSUR KIMIA KONTAMINASI LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN DI TPA CAHAYA KENCANA, KABUPATEN BANJAR

BAB III METODELOGI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pemodelan fisik menunjukkan bahwa konfigurasi elektroda yang sensitif

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 2 DIMENSI UNTUK MENENTUKAN PERSEBARAN AIR TANAH DI DESA GUNUNGJATI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR ZONA RAWAN LONGSOR MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE DI PAYUNG KOTA BATU

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Data geolistrik dan GPS (akusisi data oleh Pusat Survei Geologi)

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

INVESTIGASI BAWAH PERMUKAAN DAERAH RAWAN GERAKAN TANAH JALUR LINTAS BENGKULU-CURUP KEPAHIYANG. HENNY JOHAN, S.Si

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab II Metoda Geolistrik Tahanan Jenis 2D

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Optimalisasi Desain Parameter Lapangan Untuk Data Resistivitas Pseudo 3D

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 6, No.2, (2017) ( X Print) B-29

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

3.2 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam akuisisi data adalah seperangkat alat geolistrik supersting R8/IP, yang terdiri dari:

APLIKASI METODE GEOLISTRIK DALAM SURVEY POTENSI HIDROTHERMAL (STUDI KASUS: SEKITAR SUMBER AIR PANAS KASINAN PESANGGRAHAN BATU)

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Alur Penelitian Pada bagian ini akan dipaparkan langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

Gambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

INVESTIGASI GERAKAN TANAH DAN AKUIFER MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY DI SEKITAR LERENG BGG JATINANGOR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB IV STUDI LONGSORAN

Interpretasi Kondisi Geologi Bawah Permukaan Dengan Metode Geolistrik

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN JALUR SESAR DI DUSUN PATEN DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

SURVEI SEBARAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI KELURAHAN BONTO RAYA KECAMATAN BATANG KABUPATEN JENEPONTO

Analisis Aliran Rembesan (Seepage) Menggunakan Pemodelan 3D Metode Resistivitas Konfigurasi Wenner

APLIKASI GEOLISTRIK 2D UNTUK IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR STUDI KASUS DAERAH LERENG NGLAJO, CEPU

Identifikasi Zona Bidang Gelincir Daerah Rawan Longsor Cihideung Kabupaten Bandung Barat dengan Menggunakan Metode Resistivitas Konfigurasi Wenner

PENERAPAN METODE RESISTIVITAS UNTUK IDENTIFIKASI PENYEBAB RAWAN LONGSOR PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DENGAN METODE TAHANAN JENIS KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE DAERAH BAMBANKEREP NGALIYAN SEMARANG

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE UNTUK IDENTIVIKASI POTENSI SEBARAN GALENA (PBS) DAERAH-X, KABUPATEN WONOGIRI

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

IDENTIFIKASI POLA AKUIFER DI SEKITAR DANAU MATANO SOROAKO KAB. LUWU TIMUR Zulfikar, Drs. Hasanuddin M.Si, Syamsuddin, S.Si, MT

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751)

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

Gambar III.1. Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN LONGSOR MENGGUNAKAN GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER DI DESA SUMBERBRANTAS KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU

Identifikasi Pola Persebaran Sumber Lumpur Bawah Tanah Pada Mud Volcano Gunung Anyar Rungkut Surabaya Menggunakan Metode Geolistrik

Jurnal Einstein 4 (3) (2016): Jurnal Einstein. Available online

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data

Modul Pelatihan Geolistrik 2013 Aryadi Nurfalaq, S.Si., MT

PENDUGAAN RESERVOIR DAERAH POTENSI PANAS BUMI PENCONG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

UNIVERSITAS DIPONEGORO

Penyelidikan Struktur Pondasi Jembatan Lamnyong Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner-Schlumberger

ISSN: Indonesian Journal of Applied Physics (2016) Vol. 6 No. 02 Halaman 88 Oktober 2016

Penentuan Lapisan Bawah Permukaan di Tempat Pengolahan Akhir Sampah (TPAS) Banjarbaru dengan Metode Geolistrik

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

PENETROMETER TEST (DCPT) DI JALAN ARTERI

Metode Geolistrik (Tahanan Jenis)

Angelia Rajagukguk, Riad Syech, Retno Agung

Transkripsi:

Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan Interpretasi Data IV.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di daerah Kampung Kondang dan Cirikip, Desa Cinyasag, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat (Km. ±158 dari Bandung atau Km. ±38 dari Kota Ciamis). Daerah pemantauan terletak pada koordinat: 108 22 15 BT dan 07 5 55 LS. Luas daerah yang tercakup di dalam penelitian ini ± 100.000 m 2. Gambar IV.1. Peta Lokasi Penelitian (Pusat vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Bandung, 2005) Sebelum melakukan pengambilan data di lapangan, terlebih dahulu dilakukan persiapan seperti birokrasi perizinan dan persiapan peralatan. Persiapan ini dilaksanakan selama ±1 bulan, sedangkan pengambilan data di lapangan dilaksanakan selama ±1 minggu. Pengukuran dimulai pada tanggal 14 Mei hingga 20 Mei 2006. 44

IV.2 Peralatan Dalam penelitian ini dibutuhkan peralatan sebagai berikut: a. Resistivity meter McOHM Model 2115A/ MARK VER. 4-02 b. Baterai/Accu sebagai sumber arus DC c. Elektroda (arus dan potensial) d. Kabel-kabel rol sebagai penghubung arus dan potensial e. Kit connector multi-channels h. Meteran f. Kompas dan Palu Geologi i. Peta Lokasi g. GPS Portable dan Altimeter j. Tabel Data dan alat tulis Gambar IV.2. (a) (b) (c) Alat yang dibutuhkan; (a) Resistivity meter McOHM, (b) GPS portable, (c) Kit connector multi channels IV.3 Teknik Pengambilan Data Resistivity Metoda geofisika yang digunakan dalam pengambilan data resistivitas adalah Metoda Geolistrik Tahanan Jenis Profiling (2D). Konfigurasi yang digunakan adalah Wenner Alpha (α) dan Wenner Beta (β). Hal ini dimaksudkan untuk membandingkan keunggulan dan kekurangan di antara kedua konfigurasi elektroda tersebut. Jumlah lintasan pengukuran sebanyak 7 buah yang tersebar di dua lokasi yang berbeda, yaitu empat lintasan di kampung Kondang dan tiga lintasan kampung Cirikip. Adapun alasan memilih kedua lokasi tersebut karena dari hasil pengamatan lapangan terdapat gejala gerakan tanah berupa nendatannendatan, pepohonan yang miring, jalan berundulasi dan bahkan terjadi retakan pada dinding-dinding rumah masyarakan di sekitarnya. Dengan menggunakan fasilitas Kit Connector Multi Channel sebagai terminal, kedua konfigurasi yang digunakan dapat dilakukan tanpa mengubah posisi 45

elektroda di lapangan. Pengaturan pasangan elektroda cukup dilakukan dengan memasukkan ujung-ujung kabel kedalam terminal yang tersedia (Gambar IV.2c). 2 1 a c b Gambar IV.3. Peta lokasi penelitian di dua kampung (a), yaitu Kampung Kondang (b) dan Kampung Cirikip (c). (Peta Geologi dibuat oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Bandung, edisi tahun 2005) Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu dilakukan tinjau lokasi atau survei jalur lintasan yang akan diukur. Arah lintasan dan penentuan titik-titik elektroda ditentukan dengan menggunakan kompas dan GPS portable. Agar posisi titik tidak hilang, ditandai dengan patok kayu atau bambu. 46

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk pengambilan data resistivitas adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan sebelum berangkat ke lapangan. 2. Survei lintasan sekaligus memasang patok-patok kayu/bambu sebagai tanda posisi elektroda. 3. Memasang elektroda di semua titik dalam satu lintasan dan mengatur posisi alat (resistivity meter, aki dan kit) di pertengahan lintasan. 4. Kabel-kabel diulur ke posisi patok/elektroda dan memasang ujungnya pada tiap-tiap elektroda dengan mencatat urutan warna dan gulungan kabel, kemudian ujung yang lain dipasang pada salah satu sisi kit (Gambar IV.4a,b). 5. Accu (aki) dihubungkan dengan resistivity meter, dan resistivity meter dihubungkan dengan terminal (kit) pada sisi yang lain (Gambar IV.4c). (a) (b) (c) Gambar IV.4. (a) Patok kayu dan elektroda yang telah dipasangkan kabel, (b) Kit connector dihubungkan dengan kabel dari elektroda, (c) Kit connector dihubungkan dengan resistivity meter 6. Setelah dipastikan semua kabel terhubung dengan baik dan elektroda tertancap dengan baik, maka dilakukanlah pengukuran resistivitas. 7. Pengukuran yang konfigurasi Wenner Alpha dapat dimulai dengan mengatur komposisi arus dan potensial pada kit. Peralatan disusun seperti tertera pada Gambar IV.5a dengan interval atau elektroda spasi (a) = 5m. Resistivity meter dinyalakan lalu mengatur arus, dan ukur. Untuk akurasi data dan stabilitas alat, dilakukan pengukuran berulang. 8. Posisi C 1, P 1, P 2, dan C 2 dipindahkan berturut-turut ke patok 2, 3, 4, 5, dan seterusnya. Pengukuran dilakukan sampai C 2 di patok terakhir. 47

9. Poin (7) dan (8) diulang untuk spasi 2 x a (= 10 m), dan seterusnya seperti terlihat Gambar IV.5c. 10. Dengan prosedur yang sama seperti yang dijelaskan pada tahap (7) sampai dengan (9), pengukuran dengan konfigurasi Wenner Beta dilaksanakan. (a) (b) Gambar IV.5. (c) (a) Urutan elektroda untuk Wenner Alpha, (b) Urutan elektroda untuk Wenner, dan (c) Pseudosection untuk konfigurasi Wenner Alpha. (Loke, 2004) Lintasan pengukuran yang telah dilakukan dapat dilihat pada Gambar IV.6 yang menunjukkan lintasan pengukuran per 20 meteran pada kedua lokasi pengukuran. Titik 20 meteran merupakan jarak yang diukur koordinatnya, kemudian dibagi lagi menjadi jarak 5 meter yang digunakan sebagai jarak terkecil dari spasi elektroda. Sebagaimana terlihat pada Gambar IV.6a, pengukuran yang dilakukan pada kampung kondang adalah empat lintasan yang memiliki panjang lintasan 120 meter. Dua lintasan (L-1 dan L-3) memiliki bentangan searah dengan gawir dan memotong dua lintasan lainnya (L-3 dan L-4) yang berpotongan dengan gawir. 48

Sementara itu, Gambar IV.6b menunjukkan tiga lintasan pengukuran yang dilakukan di kampung Cirikip, dimana dua diantaranya memiliki panjang lintasan 180 meter (lintasan L-5 dan L-6) sedangkan yang lain panjangnya hanya 90 m karena dibatasi oleh rumah-rumah penduduk dan persawahan yang berair. Gambar IV.6. Posisi patok 20 meteran (a) Lintasan L-1 s/d L4 di Kondang, (b) Lintasan L-5 s/d L-7 di Cirikip 49

Adapun data yang diperoleh berupa koordinat (x, y, z) dari GPS portable dan altimeter. Sedangkan data dari Resistivity meter adalah berupa nilai arus (I) yang diinjeksikan, potensial (V) yang dibangkitkan, dan tahanan (R) sebagai hambatan akibat adanya sifat anisotrofis bawah permukaan. IV.4 Pengolahan Data Pengolahan data geolistrik tahanan jenis dalam penelitian ini diawali dengan pengolahan data lapangan. Metoda yang digunakan dalam hal ini adalah perhitungan secara matematis dengan menggunakan persamaan (2.13), untuk mendapatkan tahanan jenis semu. Dalam rangka untuk mengetahui model penyebaran resistivitas di sekitar bidang gelincir (kondisi bawah permukaan di daerah penelitian) dilakukan pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak RES2DINV versi 3.54.44. Parameter input program ini adalah resistivitas semu yang telah dihasilkan dari perhitungan data lapangan ditambah dengan datadata pendukung seperti spasi elektroda dan koordinat. Hasil inversi dengan menggunakan perangkat lunak RES2DINV berupa profil penampang 2D secara vertikal yang dapat menunjukkan kedalaman dan sebaran resistivitas sebenarnya. Keluaran RES2DINV dari hasil inversi juga dapat berupa angka/nilai dalam bentuk data koordinat (x, y, z). Data yang dimaksud terdiri atas akumulasi jarak elektroda dari elektroda pertama, kedalaman penetrasi, nilai resistivitas sebenarnya (true resistivity) dan konduktivitas material bawah permukaan. Data koordinat (x, y, z) ini dapat dijadikan sebagai data masukan untuk proses pemodelan kubus/balok resistivitas (3D). Program yang digunakan dalam pemrosesan ini adalah perangkat lunak Rock Works 2004, yang dimaksudkan untuk menggambarkan profil tiga dimensi dari hasil ekstrapolasi beberapa penampang 2D yang telah dihasilkan. Dengan menggunakan program ini, dapat pula dibuat sayatan-sayatan, baik ke arah vertikal (arah z) maupun ke arah horisontal (arah x dan y). 50

Bagan alir penelitian ini yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar IV.7. Persiapan Data Pendukung Akuisisi Data Data Pendukung Data Geologi Data Resistivity Data GPS & GPR Pengolahan Data Lapangan Resistivity Semu (ρ a ) Res2Dinv Profil 2D RockWorks Profil 3D Analisis dan Interpretasi Hasil Gambar IV.7. Diagram Alir Penelitian IV.5 Interpretasi Data Resistivitas Berdasarkan hasil penelitian geolistrik di sekitar lokasi penelitian oleh Badan Mitigasi Bencana Geologi Bandung tahun 2005 bahwa bagian atas lapisan tanah/batuan di desa Cinyasag adalah berbagai bahan rombakan (hasil pelapukan batuan). Di bawahnya adalah lapisan lempung yang diperkirakan sebagai bidang gelincir atau bidang longsoran (ditunjukkan pada Gambar IV.8). 51

Gambar IV.8. Penampang lintasan geolistrik serta interpretasinya pada daerah persawahan di desa Cinyasag, kec. Panawangan, Ciamis Jawa Barat. (Darso A, 2005) Hasil inversi yang diperoleh dari penelitian ini, menunjukkan adanya perbedaan resistivitas yang tinggi antara kelompok jenis tanah atau batuan yang satu dengan kelompok yang lain. Hasil inversi yang diperoleh berupa profil 2D dapat diinterpretasikan sebagai berikut: IV.5.1 Empat Lintasan Pertama di Kampung Kondang Lintasan L-1 Lintasan L-1 diambil searah dengan kontur atau memotong arah gerakan tanah, dan diperkirakan berada pada bagian tanah yang massif. Pada lintasan ini belum tampak adanya perbedaan kelompok batuan/tanah, seperti terlihat pada Gambar IV.9. Hasil inversi Wenner Alpha (Gambar IV.9a), menunjukkan keseragaman nilai resistivitas yang rendah (hampir semua warna biru/hijau dengan nilai resistivitas di bawah 86 Ωm). Sementara pada Gambar IV.9b yang merupakan hasil inversi Wenner Beta, terlihat ada variasi nilai resitivitas dan di bagian bawah dengan harga resistivitas yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena kepekaan Wenner Beta secara vertikal rendah. Secara umum lintasan L-1 diperkirakan berada pada litologi massif yang mudah tersaturasi air permukaan atau sudah mengalami pergerakan, sehingga memiliki resistivitas batuan relatif rendah. 52

Infiltrasi (a) (b) Gambar IV.9. Profil 2D hasil inverse data geolistrik lintasan 1 di Kampung Kondang, Cinyasag, Kec. Panawangan, Ciamis Jawa Barat. (a) Inversi Wenner Alpha, (b) Inversi Wenner Beta Lintasan L-2 Lintasan L-2 yang memotong kontur atau searah dengan arah gerakan tanah, memperlihatkan adanya bidang batas antara kelompok material yang memiliki resistivitas rendah (ρ < 86 Ωm) dengan material yang memiliki resistivitas tinggi (ρ > 86 Ωm). Bidang batas yang dihasilkan diperkirakan sebagai batas antara Formasi Cijulang dengan Hasil Gunungapi G. Sawal. Walaupun kedua Formasi ini memiliki litologi yang sama, yaitu breksi vulkanik. namun memiliki umur dan sifat fisik yang berbeda. Hasil inversi menunjukkan bahwa litologi pada Formasi Cijulang memiliki tersistivitas yang lebih tinggi daripada resistivitas litologi Hasil Gunungapi G. Sawal. Hal ini disebabkan karena breksi pada Formasi Cijulang lebih terkompaksi (relatif lebih tua) sehingga porositasnya jelek, sementara breksi G. Sawal (relatif lebih mudah) memiliki porositas yang baik sehingga mudah menyimpan air pada musim hujan. 53

Infiltrasi Bidang Batas (a) Infiltrasi Bidang Batas (b) Gambar IV.10. Profil 2D hasil inverse data geolistrik lintasan 2 di Kampung Kondang, Cinyasag, Kec. Panawangan, Ciamis Jawa Barat (a) Inversi Wenner Alpha, (b) Inversi Wenner Beta Lintasan L-3 Lintasan ini arahnya sama dengan lintasan L-1 yaitu sejajar dengan gawir, sehingga tidak memperlihatkan perbedaan resistivitas batuan yang menyolok. Hampir semuanya warna merah, yang menggambarkan kisaran resistivitas lebih besar dari 86 Ωm. Di bagian atas hasil inversi Wenner Beta, terdapat lapisan yang mempunyai resistivitas agak rendah (kebiru-biruan) yang menunjukkan adanya hasil pelapukan. Hasil inversi dari kedua konfigurasi ini secara umum 54

menunjukkan bahwa lintasan L-3 ini berada pada kelompok batuan yang lebih kompak, yaitu berada pada Formasi Cijulang dengan breksi yang lebih kompak. (a) (b) Gambar IV.11. Profil 2D hasil inverse data geolistrik lintasan 3 di Kampung Kondang, Cinyasag, Kec. Panawangan, Ciamis Jawa Barat (a) Inversi Wenner Alpha, (b) Inversi Wenner Beta Lintasan L-4 Lintasan L-4 yaitu searah dengan arah gerakan tanah sehingga jelas terlihat adanya perbedaan resistivitas yang tinggi. Seperti halnya dengan lintasan L-2, L-4 ini berada pada dua kelompok litologi yang memiliki sifat fisik berbeda. Pada stasiun/titik 70-75m bidang batas yang ditandai oleh warna kuning hingga hijau muda dengan kisaran nilai resistivitas antara 60-86 Ωm diperkirakan sebagai bidang gelincir longsornya. Bidang batas ini juga merepresentasi adanya kontask antara breksi pada Formasi Cijulang yang lebih tua dengan breksi Hasil Gunungapi G. Sawal yang relatif lebih muda. Kemudian di bagian bawah titik 90m terdapat nilai resistivitas yang rendah (hijau ρ 60 Ωm), yang terjadi karena adanya satusari air pada batuan berpori akibat rembesan air dari saluran irigasi. 55

Infiltrasi Bidang batas 2 kelompok batuan (a) Akibat rembesan air irigasi Infiltrasi Bidang batas 2 kelompok batuan Akibat rembesan air irigasi (b) Gambar IV.12. Profil 2D hasil inverse data geolistrik lintasan 4 di Kampung Kondang, Cinyasag, Kec. Panawangan, Ciamis Jawa Barat (a) Inversi Wenner Alpha, (b) Inversi Wenner Beta IV.5.2 Tiga Lintasan Berikutnya di Kampung Cirikip Lintasan L-5 Lintasan L-5 ini berorientasi timurlaut baratdaya yang relatif memotong kontur atau cenderung searah dengan arah gerakan tanah. Hasil inversi seperti yang terlihat pada Gambar IV.13, zona lemah terjadi pada titik 85-90m dengan nilai resistivitas 90 Ωm ke bawah (warna coklat untuk Wenner α) dan pada titik 90-100m (warna hijau muda untuk Wenner β). Zona ini dianggap sebagai bidang 56

longsoran lokal, sebagaiman hasil pengamatan langsung di lapangan, di sekitar titik 40-90m terdapat timbunan yang terdiri atas berbagai jenis bahan rombakan. Sementara itu di sekitar titik 120m terdapat air yang kelur dari dalam tanah, sehingga diasumsikan bahwa harga resistivitas rendah (warna biru 5 Ωm ke bawah) pada titik tersebut merupakan air tanah material yang tersaturasi dengan sempurna. Gambar IV.13. Profil 2D hasil inverse data geolistrik lintasan 5 di Kampung Cirikip, Cinyasag, Kec. Panawangan, Ciamis Jawa Barat. (a) Inversi Wenner Alpha, (b) Inversi Wenner Beta Lintasan L-6 Lintasan L-6 berorientasi utara selatan dengan morfologi yang bergelombang seperti terlihat pada Gambar IV.14. Bidang gelincir pada lintasan ini tidak terlalu kentara karena arah lintasan memotong arah gerakan tanah. Namun demikian dari hasil pengamatan di lapangan, terdapat gawir/nendata di sekitar stasiun 60m, 57

sehingga dapat ditarik suatu garis kemeneruan dalam penampang 2D. Garis ini dapat pula dianggap sebagai batas antara breksi Formasi Cijulang dengan breksi Hasil Gunungapi G. Sawal. Sedangkan mulai dari saluran air sampai unjung lintasan ini dalam kondisi labil karena di atasanya ada genangan air berupa kolamkolam ikan. Warna biru (ρ 20 Ωm) di kedua gambar diperkirakan sebagai rembesan dari saluran air dan dari resapan air kolam ikan masyarakat setempat. Gambar IV.14. Profil 2D hasil inverse data geolistrik lintasan 6 di Kampung Cirikip, Cinyasag, Kec. Panawangan, Ciamis Jawa Barat. (a) Inversi Wenner Alpha, (b) Inversi Wenner Beta Lintasan L-7 Lintasan L-7 memotong kontur berorientasi barat timur. Panjang lintasan hanya 90m karena di puncak pemukiman penduduk dan di lembah pesawahan. Mulai dari titik 0-60m merupakan daerah yang sangat labil, setiap saat bergerak dengan 58

tipe gerakan rayapan. Pada Gambar IV.15a memperlihatkan nilai resistivitas yang bervariasi, tidak jelas posisi bidang longsor, tetapi pada Gambar IV.15b pada kedalaman 3-7m didominasi resistivitas rendah, yaitu sekitar 90 Ωm ke bawah. Hal ini diperkirakan bahwa breksi di daerah ini memiliki porositas baik sehingga konsentrasi fluida menjadi tinggi. Batuan yang mendominasi pada lintasan ini adalah Breksi Gunungapi Muda, yang diperkuat dengan adanya fragmen-fragmen berupa tufa, batuan beku dan lempung. Infiltasi (a) Infiltasi (b) Gambar IV.15. Profil 2D hasil inverse data geolistrik lintasan 7 di kampung Cirikip, Cinyasag, kec. Panawangan, Ciamis Jawa Barat. (a) Inversi Wenner Alpha, (b) Inversi Wenner Beta Hasil inversi selengkapnya yang memperlihatkan resistivitas semu hasil pengambilan data dan hasil Forward Modeling dari model sintetik dapat dilihat lampiran B2. 59

Penggabungan beberapa penampang 2D dalam program RockWorks digunakan untuk memperoleh model kotak resistivitas 3D dengan prinsip ekstrapolasi. Empat penampang 2D dari kampung Kondang digabungkan dalam program RockWorks untuk mendapatkan model 3D seperti terlihat pada Gambar IV.16 (Wenner Alpha) dan Gambar IV.17 (Wenner Beta). PROFIL 3D WENNER ALPHA (LINTASAN L-1 S/D L-4) Gambar IV.16. Profil 3D Lintasan L1 L4 di Kampung Kondang dengan konfigurasi Wenner Alpha (α) PROFIL 3D WENNER BETA (LINTASAN L-1 S/D L-4) Gambar IV.17. Profil 3D Lintasan L1 L4 di kampung Kondang dengan konfigurasi Wenner Beta (β) Walaupun model ini merupakan hasil ekstrapolasi, namun cukup memberikan informasi yang jelas tentang batas antara kelompok batuan/jenis tanah yang 60

memiliki resistivitas tinggi dan yang rendah. Pada gambar IV.16 warna coklat sampai ungu memiliki nilai resistivitas tinggi (> 40 Ωm) yang menandakan bahwa batuan ini memiliki porositas jelek terpisah dengan jelas dengan kelompok batuan yang memiliki porositas baik dengan harga resistivitas rendah sekitar 40 Ωm ke bawah (warna hijau). Begitu pula pada gambar IV.17, terlihat dengan jelas pemisah antara batuan di sebelah timur yang memiliki resistivitas rendah ( < 40 Ωm) dengan yang tinggi di sebelah barat. SAYATAN VERTIKAL ARAH TIMUR-BARAT SAYATAN VERTIKAL ARAH UTARA-SELATAN (a) Gambar IV.18. Sayatan vertical profil 3D Lintasan L1 L4 untuk konfigurasi Wenner α. (a) Sayatan arah Timur-Barat, (b) sayatan arah Utara- Selatan (b) 61

Apabila Gambar IV.16 disayat secara vertikal arah timur-barat (memotong bidang gelincir) dan arah utara-selatan (sejajar bidang longsoran), maka akan terlihat kontras yang jelas seperti pada Gambar IV.18. Dan sayatan vertikal profil 3D untuk konfigurasi Wenner Beta dari Gambar IV.17 juga dapat dibuat memotong dan sejajar dengan bidang longsoran, seperti Gambar IV.19. SAYATAN VERTIKAL ARAH TIMUR-BARAT SAYATAN VERTIKAL ARAH UTARA-SELATAN (b) Gambar IV.19. Sayatan vertical profil 3D Lintasan L1 L4 untuk konfigurasi Wenner β. (a) Sayatan arah Timur-Barat, (b) sayatan arah Utara- Selatan (b) Kita dapat melihat kembali peta geologi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Bandung tahun 2005, yang menggambarkan adanya sesar naik 62

dengan jurus ke arah selatan menenggara di sekitar daerah penelitian. Berdasarkan hal tersebut, kita dapat mengatakan bahwa daerah penelitian ini merupakan jalur sesar yang dapat dikategorikan sebagai zona lemah. Walaupun kemiringan perlapisan batuan memotong kemiringan lereng, namun pengaruh sesar naik dan saturasi air pada batuan sangat besar. Terlebih lagi adanya kantong-kantong air berupa kolam ikan tawar mempercepat terjadinya pelapukan. Dari morfologi daerah penelitian yang melandai menyebabkan pergerakan material sangat lambat dan secara pelan-pelan, sebagaimana terlihat di lapangan adanya gawir atau nendatan bertingkat. Jenis gerakan tanah yang terjadi pada daerah penelitian adalah rayapan atau aliran. 63