BAB 1 PENDAHULUAN. Usia dini adalah usia yang sangat penting bagi perkembangan anak,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Anak adalah makhluk sosial sama seperti dengan orang dewasa. Anak

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA SISWA PRESCHOOL MONTESSORI

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan yang sangat pesat. Di usia ini sangat penting untuk meletakkan

BAB I PENDAHULUAN. yang di miliki. Di dalam diri mereka telah melekat harkat dan martabat sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bellanita Maryadi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional). Masa kanak-kanak adalah masa Golden

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI PEMBELAJARAN TARI KREASI BALI

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 : 14).

BAB 1 PENDAHULUAN. ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan anak karena merupakan masa peka dalam kehidupan anak. Masa

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya kemampuan bahasa bagi kehidupan manusia, tidak terkecuali bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden age)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Albert Bandura (dalam Ashord & LeCroy, 2010) dikembangkan dari social learning theory menjadi Social Cognitive Theory

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden age)

BAB I PENDAHULUAN. dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu, pendidikan. sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa. Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam perkembangannya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup sehingga pendidikan bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. jamak (multiple intelegence) maupun kecerdasan spiritual. yaitu usia 1-6 tahun merupakan masa keemasan (golden age), yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke

I. PENDAHULUAN. mencerdaskan dan meningkatkan taraf hidup suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia

UPAYA MENINGKATKAN DAYA PIKIR ANAK MELALUI PERMAINAN EDUKATIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pembangunan dibidang pendidikan. dalam satu program kegiatan belajar dalam rangka kegiatan belajar dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, non formal dan informal. Taman Kanak-kanak adalah. pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal.

BAB I PENDAHULUAN. ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh. yang mencakup aspek fisik dan nonfisik dengan memberikan rangsangan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan (daya pikir, daya cipta), sosioal-emosional, bahasa dan komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Molly Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan masa keemasan (golden age), oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik, akal

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik

PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) UNTUK ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini dijadikan sebagai cermin untuk melihat

BAB I PENDAHULUAN. sejajar atau menyeluruh agar dapat menghasilkan insan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Erni Nurfauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah Tunas harapan bangsa. Mereka ibarat bunga yang tengah

BAB 1 PENDAHULUAN. (tumbuh dan kembang) terjadi bersama dengan golden age (masa peka).

BAB I PENDAHULUAN. anak menentukan perkembangan anak selanjutnya. Anak usia dini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, motorik, kognitif, sosial emosi serta perkembangan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lain. Usia dini merupakan awal dari pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UPI Kampus Serang Yeni, 2016

BAB 1 PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak

BAB I PENDAHULUAN. (Abdulhak, 2007 : 52). Kualitas pendidikan anak usia dini inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. usia kanak-kanak mulai dari 0-6 tahun adalah masa the golden age atau masa usia. sehingga potensi yang dimilikinya semakin terasah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak Usia Dini (AUD) merupakan kelompok usia yang berada dalam. proses perkembangan unik, karena proses perkembangannya (tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul merupakan aset yang paling berharga

Pendidik. Pengertian. Pendidik. Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON. Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. penting karena Pendidikan Anak Usia Dini merupakan fondasi dasar. Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0486/UI/1992 tentang Taman Kanak-

SURAKARTAA. SKRIPSI persyaratan. Sarjana S-1. Disusun Oleh : DWI A USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan kegiatan universal dalam kegiatan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pengembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional,

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini merupakan manusia kecil pada rentang usia 0-6 tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat bagi kehidupan serta organisasi yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul sehingga nantinya akan

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP)

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah Taman Kanak-Kanak (TK). Undang-undang tentang. sistem Pendidikan Nasional Pasal 28 Ayat (3) menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa anak usia dini disebut juga masa awal kanak-kanak yang memiliki

I. PENDAHULUAN. anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek gerakan,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai usaha mengoptimalkan potensi-potensi luar biasa anak yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 0-

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut. (Pasal 1 ayat 14 menurut UU No. 20 Tahun 2003)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan. Pada rentang usia ini anak mengalami the golden years yang. perkembangannya, termasuk perkembangan fisik-motoriknya.

BAB I PENDAHULUAN. anak diri anak yang bersangkutan dan lingkungan sekitaranya. Perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak dini dengan layak. Oleh karena itu, anak memerlukan program

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kecerdasan serta dasar-dasar perilaku seseorang telah mulai terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hal tersebut, salah satu usaha yang dilakukan adalah mendidik anak

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan kognitif ini berisikan akal, pikiran, dan lain-lainnya seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MEMBENTUK BUAH HATI MENJADI PRIBADI TANGGUH DAN PERCAYA DIRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) atau masa usia dini merupakan masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membantu mengembangkan seluruh potensi dan kemampuan fisik,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia dini adalah usia yang sangat penting bagi perkembangan anak, sehingga disebut golden age. Masa usia dini merupakan masa yang perlu mendapat penanganan sedini mungkin, masa ini dimana otak anak mengalami perkembangan paling cepat sepanjang sejarah kehidupannya. Periode ini dimulai sejak janin dalam kandungan hingga usia 6 tahun. Awal masa anak-anak berlangsung dari usia 3 6 tahun. Pada masa ini menurut Osborn, White, dan Bloom (dalam Apriana, 2009) bahwa perkembangan kognitif anak telah mencapai 50% ketika anak berusia 4 tahun, 80% ketika anak berusia 8 tahun, dan genap 100% ketika anak berusia 18 tahun. Studi tersebut makin menguatkan pendapat para ahli sebelumnya, tentang keberadaan masa peka atau masa emas (golden age) pada anak-anak usia dini. Masa emas perkembangan anak yang hanya datang sekali seumur hidup ini tidak boleh disia-siakan. Hal tersebut menurut Martini (2006) mendukung anggapan bahwa sesungguhnya pendidikan yang dimulai setelah usia sekolah dasar tidaklah benar. Pendidikan harus sudah dimulai sejak usia dini supaya tidak terlambat. Sehingga penting bagi anak untuk mendapatkan pendidikan anak usia dini. Lebih lanjut menurut ahli perkembangan, Bredcamp dkk (dalam Widaningsih, 2010) mengungkapkan bahwa pendidikan anak usia dini penting dalam membangun sumber daya manusia, sehingga salah satu cara memanfaatkan periode ini adalah memberikan berbagai stimulasi dan merangsang pertumbuhan otak anak. Menurut Kartadinata (dalam Susanto, 2003) menyebutkan bahwa perkembangan struktur otak anak tumbuh terus setelah lahir dan menunjukkan bahwa pengalaman usia dini,

imajinasi yang terjadi, bahasa yang didengar, buku yang ditunjukkan, akan turut membentuk jaringan otak. Dengan demikian, melalui pengembangan kognitif, fungsi pikir dapat digunakan dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi untuk memecahkan suatu masalah. Merujuk pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 28 ayat 4 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lanjut. Lebih lanjut menurut Berk (2005) menunjukkan bahwa tahun-tahun pertama dalam kehidupan seorang anak akan mempengaruhi fase perkembangan selanjutnya. Perkembangan anak meliputi empat aspek perkembangan, yaitu perkembangan psikomotorik, sosial emosi, bahasa dan kognitif. Pendidikan anak usia dini juga memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan berbagai kegiatan sehingga dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya (Theo & Martin, 2004). Menyadari pentingnya stimulasi dini bagi perkembangan anak, banyak metode yang diterapkan untuk mendidik anak di masa ini. Salah satu metode yang saat ini sedang berkembang di masyarakat Indonesia yaitu metode Montessori. Metode Montessori adalah pendidikan bagi anak usia dini yang dalam penyusunannya berdasarkan teori perkembangan anak. Sejalan dengan pandangan Lillard (2005) mengenai penggunaan metode Montessori untuk perkembangan anak, metode ini akan mendukung perkembangan pembelajaran di sepanjang hidupnya. Karakteristik dari metode ini adalah menekankan dalam aktivitas yang dimunculkan oleh diri anak.

Tujuan pendidikan Montessori adalah mengoptimalkan seluruh kemampuan anak melalui stimulasi material yang telah tersedia di sekolah Montessori. Seperti penelitian Handayani (2013) menunjukkan Metode Montessori dapat meningkatkan penguasaan kosakata pada siswa sekolah dasar pada semua aspek: arti, pengucapan, pelafalan, dan penggunaannya. Kondisi kelas sangat kondusif dan menyenangkan untuk anak-anak untuk mempelajari kosakata. Siswa termotivasi untuk mempelajari kosakata. Selama pengimplementasian penelitian, beliau menyimpulkan bahwa siswa dapat meningkatkan konsentrasi, motivasi, dan minat, pekerjaan, mental disiplin, kepercayaan diri, dan partisipasi. Selebihnya, siswa yang gaduh dan pemalu merespon dengan lebih baik setiap instruksi kosakata yang diberikan. Hal ini seperti yang peneliti lihat atau dapatkan ketika praktek magang di pre-school Montessori pada tahun 2012, siswa terlihat yakin saat mengenakan kaos kaki dan sepatu tanpa bantuan pengajar, dan siswa dengan sendirinya merapikan material dan mainan yang sudah di gunakan, dan mengembalikan kembali ke tempat asalnya. Dan saat akan makan siang siswa terlihat langsung mencuci tangan dengan sabun tanpa di beri arahan. Setelah makan siang siswa kembali merapikan alat makan yang sudah digunakan dan membersihkan meja apabila terdapat makanan yang berantakan. Hal ini terlihat berbeda dengan sekolah yang tidak menggunakan metode Montessori dalam pembelajaran, penulis menyempatkan untuk melihat salah satu sekolah yang dalam pembelajaran menggunakan metode regular atau tradisional yang masih membatasi siswa dalam melakukan beberapa hal, seperti dalam menggunakan sepatu siswa masih di bantu oleh pengajar bahkan ada suster yang memasangkan sepatu siswa tanpa memberikan kesempatan siswa untuk mencoba terlebih dahulu untuk menggunakan sepatu sendiri. Dalam penyampaian materi terlihat satu arah hanya dari pengajar yang berdiri di depan kelas, dan hanya beberapa siswa yang aktif menjawab

pertanyaan pengajar tersebut. Untuk anak yang pemalu dan tidak banyak bicara hanya mengikuti pelajaran secara pasif. Hal ini menurut Montessori (dalam Gestwicki, 2007) setiap anak itu unik dan berbeda-beda sehingga pendidik dalam memberikan pelayanan harus secara individual agar lebih membantu siswa yang kurang aktif. Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu pendidik harus menghargai anak sebagai individu yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Penghargaan diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang tidak menyamaratakan kemampuan anak. Perencanaan pembelajaran yang dibuat boleh sama, tetapi tidak memaksa anak untuk dapat menyelesaikan tugas pembelajaran tersebut di waktu yang bersamaan. Pembelajaran metode Montessori menggabungkan anak dari berbagai usia dan kemampuan menjadi satu kelas. Lingkungan pembelajaran juga diatur sesuai ukuran tubuh anak, materi bermain yang berurut dari sederhana menuju komplek, menyiapkan pengalaman langsung dalam setiap aktivitas anak dengan melibatkan anak secara aktif, dan pengajar bertindak membimbing dan mengamati proses perkembangan anak daripada memberikan instruksi. Pengajar diharapkan menyiapkan suatu lingkungan yang dapat memunculkan keinginan anak untuk mempelajari banyak hal. Lingkungan yang disiapkan harus dirancang untuk menfasilitasi kebutuhan dan minat anak. Lingkungan ditata dengan berbagai setting sehingga anak tidak bergantung dengan orang dewasa. Lingkungan yang disiapkan ini membuat anak bebas untuk bergerak, bermain dan bekerja. Dengan lingkungan yang disiapkan oleh pengajar, memungkinkan anak dapat bereksplorasi, berekspresi, mencipta tanpa dibantu oleh orang dewasa. Menurut Seldin (2007)

kebebasan anak dalam bereksplorasi, berekspresi memberikan kesempatan anak untuk meningkatkan kemandirian. Kemandirian anak ini dipengaruhi oleh kepercayaan diri sehingga dapat dikatakan bahwa menjadi anak yang mandiri tergantung pada seberapa besar keyakinan anak terhadap kemampuan diri sendiri. Sebagaimana telah disebutkan di atas, Zimmerman (2009) menyatakan bahwa anak yang mandiri yaitu anak yang mempunyai keyakinan diri. Keyakinan diri anak ini biasa disebut selfefficacy. Menurut Bandura (1997 dalam Santrock, 2001) self-efficacy adalah keyakinan yang dimiliki seseorang tentang kemampuan yang dimilikinya untuk menghadapi tugas atau situasi tertentu. Self-efficacy yang tinggi akan membuat seseorang akan berusaha semakin giat, di berbagai penelitian menunjukan kualitas individu akan meningkat seiring pertumbuhan self-efficacy. Individu yang mempunyai self-efficacy yang tinggi tentunya akan mempunyai prestasi akademik yang tinggi pula Penelitian tersebut di dukung dengan penelitian Warsito (2004) menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausal positif signifikan antara self-efficacy dengan prestasi akademik (r = 0,472). Hasil selanjutnya juga menemukan bahwa self-efficacy berhubungan kausal baik secara langsung (r5 = 0,222), maupun secara tak langsung (r5 = 0,154) dengan prestasi akademik. Sejalan dengan penelitian Siegel dkk (dalam Wahyu, 2002) menyatakan bahwa self-efficacy mempunyai nilai tinggi untuk memprediksi prestasi belajar matematika siswa. Penelitian diatas menunjukan bahwa self-efficacy memiliki hubungan dengan prestasi akademik dan prestasi belajar matematika. Matematika sendiri merupakan salah satu kemampuan yang berkaitan dengan perkembangan kognitif. Dalam penggunaan metode Montessori yang telah dijelaskan sebelumnya keyakinan anak (self-efficacy)

muncul dikarenakan anak merasa di percaya dan mampu untuk menyelesaikan kegiatan atau tugas yang mereka pilih sendiri. Hal ini menarik bagi peneliti untuk meneliti apakah terdapat hubungan antara self-efficacy dengan perkembangan kognitif siswa pre-school yang menggunakan metode Montessori sebagai metode pembelajaran. 1.2 Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis merumuskan masalah sebagai berikut apakah terdapat hubungan antara self-efficacy dengan perkembangan kognitif pada siswa pre-school Montessori? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-efficacy dengan perkembangan kognitif pada siswa pre-school Montessori