BAB I PENDAHULUAN. pasar terorganisasi (Hart Keith, 1971). Richardson (1984) menyatakan bahwa di sebagian besar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

STUDI KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHA DAGANG BAJU (STUDI KASUS PEDAGANG BAJU BALI MENETAP DAN SEMI MENETAP DI DAERAH KUTA)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur yang bertumpu pada sektor industri. Salah satunya industri kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Pemerintah daerah hendaknya

Abstrak. Kata Kunci: tingkat upah, teknologi, produktivitas kerja, penyerapan tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. lain untuk tetap bertahan hidup di perkotaan. Sektor informal menjadi pilihan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016

I. PENDAHULUAN. permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ruko (rumah toko) sehingga diseluruh pelosok Surabaya tidak menutup

BAB I PENDAHULUAN. dampak positif juga memberi dampak negatif terutama ditunjukkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang bergerak dibidang perdagangan eceran (retail) yang berbentuk toko,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia yang turut serta menjadi pundi pundi devisa terbesar setelah migas.

I. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011

BAB I PENDAHULUAN. pemasukan bagi negara. Pariwisata memiliki peranan penting dalam membawa

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas yang mempunyai peran penting dalam pembangunan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN

BPS PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Daerah No.10 Tahun 1998, pedagang di sektor informal adalah

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

I. PENDAHULUAN. Jenis Wisatawan Domestik Asing Jumlah Domestik Asing Jumlah Domestik Asing

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN. penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor. sektor Migas, sektor Batubara, dan Kelapa Sawit.

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2013

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. dan mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah industri kecil merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

PENDAHULUAN. peranan penting dalam rangkaian pemasaran dan merupakan penghubung atau

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari atau disebut masyarakat miskin dan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan.

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA, FEBRUARI 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,09 PERSEN

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 45.

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. menyempit membuat petani berpikir bekerja dibidang lain yaitu industri dan

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan tercapai kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv

BPS PROVINSI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT AGUSTUS 2016

Keadaan Ketenagakerjaan Bali Agustus 2017

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu aspek penting dalam suatu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kondisi perekonomian negara tidak stabil, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tempat. Pemerintah sedang giat-giatnya untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era modern seperti sekarang ini, padatnya rutinitas kegiatan atau

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Pembangunan telah mengantarkan negara-negara sedang berkembang

melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya yang ada.

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai luas daratan ± 5.632,86 Km². Bali dibagi menjadi 8 kabupaten dan 1 Kota

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016

I. PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Indonesia merupakan negara yang

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,16 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. Pada sebuah pembangunan dapat mendatangkan dampak berupa manfaat yang

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor informal digambarkan sebagai bagian angkatan kerja kota yang berada di luar pasar terorganisasi (Hart Keith, 1971). Richardson (1984) menyatakan bahwa di sebagian besar negara berkembang, sektor informal merupakan tumpuan hidup dari masyarakat marjinal di kota karena sektor informal cukup banyak menyerap tenaga kerja. Menurut Muchdarsyah Sinungan (2006) bahwa tenaga kerja ditentukan oleh permintaan terhadap tenaga kerja tersebut (employment as a derived demand), maka dari itu di sektor informal adanya penciptaan kesempatan kerja yang didorong oleh penawaran jasa tenaga kerja (supply induced employment creation). Yustika (2000) mengatakan bahwa sektor informal itu dicirikan sebagai produsen skala kecil yang menggunakan tenaga kerja sendiri untuk produksi barang dan selalu ada dalam kegiatan bisnis. Karakteristik dari sektor informal menurut Cahyono (1983) yakni tenaga kerja mudah keluar masuk pasar, tidak memiliki keterampilan yang memadai, biasanya tidak atau sedikit memiliki pendidikan formal dan biasanya tenaga kerja merangkap produsen dengan dibantu tenaga kerja keluarga. Peran sektor informal pada bidang ekonomi secara esensial ada dua yaitu yang pertama adalah adanya pekerjaan untuk sejumlah besar penduduk. Peran ini sangat vital di negara dengan pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi. Sejumlah 80 persen dari pekerjaan baru diciptakan oleh perusahaan perusahaan yang tenaga kerjanya kurang dari 100 orang. Kedua, sektor informal mensuplai jenis barang dan jasa yang tidak diproduksi sektor formal. Jenis barang yang diproduksi sektor formal misalnya tekstil, rokok dan minuman yang memiliki pasar massal dalam arti bahwa produk tersebut bisa dibeli di desa yang sangat terpencil tetapi sektor

informal mampu menyediakan barang barang dan jasa tambahan yang tidak diproduksi oleh perusahaan - perusahaan besar (Hakim, 2002). Gambar 1.1 Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Bali pada tahun 2012 Sumber : Sakernas Agustus 2012 Terlihat dalam Gambar 1.1 bahwa sektor informal khususnya perdagangan mendominasi jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 625.302 orang atau 27,56 persen dalam kurun waktu 2011 dan 2012. Pada urutan kedua ditempati oleh sektor pertanian dimana persentase penduduk yang bekerja pada sektor ini mencapai 25,24 persen atau sebanyak 572.685 orang. Sektor jasa menduduki urutan ketiga dalam lapangan pekerjaan di sektor informal sebanyak 390.161 orang atau sebesar 17,20 persen. Berdasarkan status pekerjaannya pada tahun 2013 jumlah pekerja formal di Provinsi Bali mencapai 1.094.890 orang atau sekitar 48,15 persen sedangkan jumlah pekerja informalnya

adalah sebesar 1.179.007 orang atau sebesar 51,85 persen, dimana sebagian disumbangkan oleh status pekerjaan yang dibantu buruh tidak tetap sebesar 15,33 persen, pekerja keluarga 13,57 persen, dan berusaha sendiri 13,73 persen ( BPS, 2013) Aktivitas sektor informal mencakup berbagai sub sektor seperti sub sektor pertambangan, pertanian, manufaktur, listrik, konstruksi, perdagangan, transportasi dan lain - lain. Sub sektor perdagangan adalah sub sektor yang paling mendominasi atau paling besar menurut Badan Pusat Statistika (1990). Perdagangan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan pengumpulan dan penjualan kembali tanpa adanya perubahan bentuk pada barang tersebut dimana yang dijual barang baru maupun barang bekas. Pengertian dari pedagang menurut Klasifikasi Buku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yaitu suatu badan usaha atau perorangan yang melakukan suatu kegiatan perniagaan atau perdagangan secara terus menerus dengan tujuan adanya pendapatan yang setinggi - tingginya, tingkat efisiensi yang tinggi serta keuntungan yang maksimal. Pendapatan merupakan arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas norma entitas selama suatu periode dan arus masuk tersebut akan mengakibatkan kenaikan ekuitas tetapi tidak berasal dari kontribusi penanaman modal (Kieso, Weygandt dan Warfield, 2001). Pendapatan menunjukkan seluruh uang yang diterima seseorang dalam jangka waktu tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi. Terlihat dari beberapa data yang dipaparkan dan dalam gambar 1.1 bahwa sektor informal khususnya perdagangan yang sangat mendominasi penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali. Menurut Tjiptono Fandy (2008) pedagang eceran atau usaha ritel merupakan semua kegiatan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga. Pedagang eceran memegang peranan penting dari segi konsumen maupun produsen. Pedagang eceran dari segi konsumen bertindak sebagai agen yang membeli sedangkan

dari segi produsen bertindak sebagai penjual produk perusahaan. Usaha ritel yang berfokus pada penjualan barang terbagi menjadi dua yaitu usaha ritel tradisional dan usaha ritel modern. Usaha ritel tradisional adalah memiliki tempat yang sederhana, tempatnya tidak terlalu luas, barang yang dijual tidak terlalu banyak jenisnya, sistem pengelolaan masih sederhana, tidak menawarkan kenyamanan berbelanja dan masih ada proses tawar-menawar harga dengan pedagang, serta produk yang dijual tidak dipajang secara terbuka sehingga pelanggan tidak mengetahui apakah peritel memiliki barang yang dicari atau tidak. Usaha ritel modern adalah sebaliknya menawarkan tempat yang luas, barang yang dijual banyak jenisnya, sistem manajemen terkelola dengan baik, menawarkan kenyamanan berbelanja, harga jual sudah tetap sehingga tidak ada proses tawar-menawar dan adanya sistem swalayan/pelayanan mandiri, serta pemajangan produk pada rak terbuka sehingga pelanggan bisa melihat, memilih, bahkan mencoba produk terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli. Pelaku usaha ritel menginginkan adanya tingkat efisiensi dalam usahanya karena ketika semakin tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi tingkat efisiensi yang dicapai dan keuntungan yang dicapai oleh pelaku usaha ritel semakin tinggi pula. Secara sederhana menurut Nopirin (1997) efisiensi dapat berarti tidak adanya pemborosan. Usaha ritel yang berfokus pada penjualan kebutuhan wisatawan biasanya banyak dijumpai di daerah pariwisata. Bali merupakan tujuan utama wisata di Indonesia. Pulau Bali memiliki ragam adat istiadat yang menarik minat para wisatawan, selain itu Pulau Bali dijuluki sebagai The Last Paradise. Menurut Saputra (2010) sektor pariwisata di Bali berperan sebagai leading sector atau sektor berbasis penopang perekonomian Bali. Perkembangan industri pariwisata menjadi sektor yang diunggulkan dalam pembangunan nasional karena sektor industri pariwisata ini menjadi penyebab laju pertumbuhan perekonomian yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan,

taraf hidup dan penyebab timbulnya laju pertumbuhan ekonomi dalam hal pendapatan negara atau mendatangkan devisa bagi negara. Keberadaan objek wisata yang ada di Bali khususnya Kabupaten Badung tidak hanya menguntungkan pemerintah daerah tetapi juga bagi masyarakat di sekitar kawasan objek wisata tersebut (Apriliani, 2012). Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Bali yang memiliki potensi wisata yang sangat unggul dan strategis. Hal ini karena Kabupaten Badung memiliki obyek wisata pantai yang indah. Pantai yang ada di Kabupaten Badung mampu menjadi pusat daya tarik para wisatawan yang berkunjung dan dapat menciptakan peluang sektor-sektor informal yang dapat menyerap tenaga kerja. Peluang dari terciptanya lapangan kerja disektor informal ini disebabkan oleh adanya aktivitas pariwisata yang menjadi perhatian khusus bagi para pencari kerja lokal maupun pendatang (Saputra, 2010). Pusat dari industri pariwisata berada di Kuta yang membawa dampak sangat besar bagi penduduk bahkan para pendatang. Sektor informal dipandang sebagai sektor yang melakukan perubahan sosial menuju kehidupan yang modern menurut Hauster dan Gardener (1982). Banyak dari penduduk asli Kuta bahkan pendatang yang menggantungkan hidupnya dari industri pariwisata. Sektor informal dan kaitannya dengan usaha dagang ritel yang berada di daerah Kuta dimana Kuta merupakan daerah yang terkenal dengan daerah pariwisata. Daerah Kuta sangat dipadati oleh wisatawan mancanegara. Wisatawan biasanya akan menghabiskan waktunya untuk berbelanja diseputaran Kuta dan menikmati keindahan pantai Kuta. Masyarakat yang tidak memiliki modal banyak melihat peluang untuk membuka usaha ritel tradisional di daerah Kuta. Dimana usaha dagang ritel yang dimiliki oleh masyarakat yang ada di daerah Kuta diatur oleh Desa Adat Kuta dimana pedagang tersebut diberikan tempat atau wilayah untuk berdagang.

Jumlah dan jenis pedagang usaha ritel tradisional yang berada di pinggir Pantai Kuta ditunjukan pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Jumlah dan Jenis Pedagang Sepanjang Pantai Kuta NO Jenis Dagangan Jumlah (orang) 1 Soft Drink 138 2 Baju Bali 120 3 Patung 132 4 Kutek Kuku 165 5 Perak 25 6 Makanan 40 7 Buah/Manisan 20 8 Sumpitan 21 9 Jam 24 10 Gambaran 4 11 Layangan 6 12 Sandal 3 13 Kaca Mata 16 15 Kerang 16 16 Rokok 14 17 Tikar 31 18 Kelapa Muda 8 Jumlah 783 Sumber : Data dari unit Pengelola Pantai Kuta Desa Adat Kuta 2015 Terlihat dalam Tabel 1.1 bahwa di pinggiran pantai Kuta dipadati oleh bermacam macam pedagang. Desa Adat Kuta mengenakan biaya retribusi bagi masyarakat yang berdagang di pinggir Pantai Kuta sebesar Rp 75.000/bulan. Pada Tabel 1.1 terlihat pada jenis dagangan adanya pedagang yang menjual baju Bali sebanyak 120 orang yang berada di pinggiran Pantai Kuta. Terlihat dari tabel bahwa banyak pedagang yang lebih tertarik menjual baju Bali dibandingkan dengan menjual makanan maupun minuman. Hal itu desebabkan karena wisatawan yang

berkunjung ke daerah Kuta khususnya wisatawan mancanegara sangat menyukai baju Bali dan sangat menghargai baju Bali. Maka masyarakat lebih memilih untuk menjual baju Bali. Selain di pinggir Pantai Kuta, Desa Adat Kuta juga mengelola pasar Seni Kuta yang menjual kebutuhan wisatawan khususnya baju Bali yang berlokasi di seputaran Jalan Bakungsari. Jumlah kios yang ada di Pasar Seni tersebut yaitu sebanyak 220 kios dimana para pedagang di pasar Seni membayar sewa kios kepada Desa Adat sebesar Rp 350.000/bulan. Data tersebut menunjukkan bahwa rata - rata pedagang yang berjualan di pinggir pantai bahkan pedagang yang memiliki kios lebih banyak memilih berjualan baju khas Bali dan sangat mendominasi. Pedagang menawarkan harga Baju khas Bali bervariasi dari harga termurah yaitu Rp 25.000,00 hingga Rp 75.000,00. Pedagang baju Bali mampu bertahan dalam persaingan berdagang di Kuta, walaupun, biaya sewa kios dan biaya peralatan berdagang sangat tinggi selain itu persaingan antar pedagang/ usaha ritel yang satu jenis barang cukup tinggi. Di antara persaingan pedagang tersebut adanya pemilihan tempat atau cara berdagang yang berbeda. Perbedaan adanya pemilihan tempat layanan yang dipilih oleh para pedagang usaha ritel tersebut yaitu pedagang yang memilih tempat layanan menetap atau pedagang yang memiliki kios rela mengeluarkan biaya cukup tinggi untuk menarik perhatian pembeli dan lebih banyak pilihan baju yang dapat dijual sedangkan pedagang yang lebih memilih tempat layanan berpindah - pindah yang memang sudah ditetapkan hanya dapat berjualan di sepanjang pinggir pantai Kuta dan pedagang yang memilih tempat di pinggir pantai Kuta untuk berjualan biasanya mengeluarkan biaya cukup rendah. Tidak mudah berjualan dengan persaingan yang tinggi di sepanjang pantai Kuta, karena pedagang yang berjualan baju Bali di sepanjang pinggiran pantai kuta sebanyak 120 pedagang. Pedagang yang memilih tempat layanan menetap maupun berpindah - pindah memiliki pendapatan dan biaya yang dikeluarkan berbeda. Terlihat dari

uraian di atas adanya ketimpangan antara pendapatan dan biaya yang dikeluarkan oleh pedagang baju Bali menetap dan semi menetap. Pedagang yang memilih tempat layanan menetap maupun yang memilih tempat layanan semi menetap mengeluarkan biaya yang berbeda serta adanya pendapatan yang berbeda pula, maka akan terlihat tingkat efisiensi dari pedagang baju Bali menetap dan semi menetap. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis pendapatan dan efisiensi usaha dagang baju Bali menetap dan semi menetap di daerah Kuta. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas mengenai maka ada beberapa hal yang dapat dirumuskan sebagai permasalahan yaitu: 1) Apakah ada perbedaan pendapatan dari pedagang baju Bali antara yang menetap dan semi menetap? 2) Apakah ada perbedaan efisiensi usaha dagang Baju bali antara yang menetap dan semi menetap? 1.3 Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk menganalisis pendapatan dari pedagang baju Bali antara yang menetap dan semi menetap 2. Untuk menganalisis tingkat perbedaan efisiensi usaha dagang baju Bali antara yang menetap dan semi menetap 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai para pedagang yang memilih tempat layanan menetap maupun semi menetap di daerah Kuta yaitu :

1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman dan mampu mengaplikasikan teori teori ekonomi mengenai ketenagakerjaan dan sektor informal khususnya yang terkait dengan pendapatan dan efisiensi pedagang baju Bali di daerah Kuta. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah pusat maupun daerah dalam mengambil suatu kebijakan yang berkaitan dengan pedagang di sektor informal pada industri pariwisata serta diharapkan mampu mengembangkan kekuatan ekonomi masyarakat bawah yang tidak memiliki modal.