JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

dokumen-dokumen yang mirip
APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK...

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT.

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero)

Pendekatan Konsep Lean untuk Mengidentifikasi Resiko pada Proyek Konstruksi Pembangunan Gedung SMUN 1 Giri Banyuwangi

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Factors Influencing Contractor Performance in Indonesia: A Study of Non Value-Adding Activities

Penerapan Metode Lean Construction dan Penjadwalan Critical Chain Project Management

PENINGKATAN EFISIENSI PELAYANAN PASIEN INSTALASI RAWAT JALAN DENGAN PENDEKATAN LEAN THINKING DAN TIME BASED PROCESS (STUDY KASUS DI RSU HAJI SURABAYA)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada Proyek Pemasangan 3 (tiga) unit Lift Barang di

TINJAUAN PUSTAKA. produk akhir bagi pihak pengguna jasa konstruksi (Formoso et al, 2002).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping. material dalam sistem secara keseluruhan. Value Stream Mapping yang digambarkan

IMPLEMENTASI LEAN THINKING DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN GANGGUAN SPEEDY DI PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk. (TELKOM) DIVISI REGIONAL-V

BAB III LANDASAN TEORI. A. Manajemen Proyek

PENERAPAN METODE LEAN PROJECT MANAGEMENT DALAM PROYEK KONSTRUKSI PADA PEMBANGUNAN GEDUNG DPRD KABUPATEN OGAN ILIR

BAB III LANDASAN TEORI

SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V)

PROSES ELIMINASI WASTE DENGAN METODE WASTE ASSESSMENT MODEL & PROCESS ACTIVITY MAPPING PADA DISPENSING

PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING

PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Manajemen Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste

MANAJEMEN PROYEK. Pembelajaran Daring Indonesia Terbuka & Terpadu

Lean Thinking dan Lean Manufacturing

BAB III LANDASAN TEORI. A. Manajemen Proyek

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA

Pengertian Manajemen Proyek

PERBAIKAN PROSES PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

PENERAPAN METODE LEAN PROJECT MANAGEMENT DALAM PERENCANAAN PROYEK KONSTRUKSI (STUDI KASUS: PEMBANGUNAN GEDUNG MANTOS TAHAP III)

MANAJEMEN PROYEK Konsep & Implementasi

Disusun Oleh : Itqan Archia NRP Dosen Pembimbing: Prof.Ir. Moses L.Singgih,M.Sc,PhD. NIP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Oleh : RATIH INDRI HAPSARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tahap pertama merupakan penentuan hubungan tiap kegiatan

KATA PENGANTAR. persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas

Pertemuan 3. Manajemen Proyek Perangkat Lunak. Proses Dalam Manajemen PL

Penerapan Lean Manufacturing untuk Mengidentifikasi dan Meminimasi Waste Pada Pt. Mutiara Dewi Jayanti

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil evaluasi penerapan manajemen pengendalian proyek South

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Manajemen Proyek

BAB III LANDASAN TEORI. mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya untuk

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISA LEAN SERVICE DALAM MEMINIMALKAN WASTE PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM BANYUWANGI

PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE)

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015

Reduksi Waste pada Proses Produksi Kacang Garing Medium Grade dengan Pendekatan Lean Six Sigma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING

BAB III LANDASAN TEORI. A. Manajemen Proyek

BAB III LANDASAN TEORI. A. Manajemen Proyek

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURE DENGAN METODE VSM UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI KAPAL (Studi Kasus PT. PAL Divisi Kaprang)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian.

Praktek Perencanaan dan Pengendalian Proyek pada Kontraktor Kecil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. perusahaan selain manajemen sumber daya manusia, manajemen pemasaran dan

MATERI 8 MEMULAI USAHA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. proyek ini adalah metode kontrak umum (generally contract method), dengan

Project Time Management adalah suatu kegiatan yang mencakup semua proses dan

Analisa Perbaikan Penjadwalan Perakitan Panel Listrik Dengan Metode CPM dan PERT (Studi Kasus : PT. Mega Karya Engineering) ABSTRAK

OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: A-530

BAB I PENDAHULUAN. Pada pelaksanaan proyek biasanya terjadi berbagai kendala, baik kendala

Analisa Risiko Pelaksanaan Proyek Apartemen Puncak Kertajaya Surabaya

PROJECT PLANNING AND CONTROL. Program Studi Teknik Industri Universitas Brawijaya

PENENTUAN BUFFER SIZING DALAM PENERAPAN CRITICAL CHAIN PROJECT MANAGEMENT PADA SEBUAH PROYEK KONSTRUKSI

Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil Azizi Start

3.11. Program Microsoft Project BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Tahap dan Prosedur Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemui berbagai macam proyek

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UPAYA PENGURANGAN PEMBOROSAN DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KEWIRAUSAHAAN III. Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III. Endang Duparman. Modul ke: Arissetyanto. Fakultas SISTIM INFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat persaingan di dunia industri dewasa ini semakin ketat, sehingga

REKAYASA SISTEM BAB I PENDAHULUAN

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Sistem Informasi Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil 2006 / 2007

Designing Work Standards to Reduce Lead Time Delivery using Value Stream Mapping Method: A Case Study

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Perencanaan dan Pengendalian Proyek Periklanan menggunakan Lean Critical Chain Project Management dan S-Curve Monitoring Dominggo Bayu Baskara dan Bustanul Arifin Noer Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 E-mail: dominggobayu@yahoo.com ; bustanul@ie.its.ac.id Abstrak Mengiklankan produk layanan ataupun program terbaru merupakan aktivitas yang wajib dilakukan oleh perusahaan begitu pula dengan Bank JATIM yang mempercayakan pengerjaan proyek tersebut kepada agensi periklanan PT Kompakindo Media Dewata. Pada pengerjaan proyek periklanan terdapat berbagai macam waste yang dapat menghambat performansi penyelesaian proyek. Perencanaan dan pengendalian jadwal proyek yang efektif juga menjadi kebutuhan penting dalam pengerjaan proyek. Penelitian ini menerapkan metode identifikasi waste dengan pendekatan Lean Thinking serta langkah apa saja yang dapat diambil untuk memitigasinya. Dilakukan pula penyusunan ulang jadwal pengerjaan proyek menggunakan metode Critical Chain Project Management (CCPM) dan S-Curve Monitoring untuk meningkatkan performansi melalui pemotongan durasi proyek dengan tetap meminimalisasi risiko keterlambatan melalui pemindahan waktu penyangga di akhir proyek. Dari hasil penelitian didapatkan waktu penyangga berjumlah 7 hari kerja. Apabila waktu penyangga tidak terpakai maka durasi proyek menjadi 27 hari kerja dari sebelumnya 34 hari kerja. Hal ini dapat dicapai dengan meminimalisasi waste dimana teridentifikasi terdapat delapan waste pada proyek periklanan dan dua waste kritis yang dijadikan fokus penelitian yaitu unsatisfied design dan waiting. Gambaran perencanaan proyek dalam penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan pada setiap tahapan pengelolaan proyek-proyek periklanan mendatang. P Kata Kunci Periklanan, Lean Project, Waste, Critical Chain I. PENDAHULUAN ADA 2 dekade terakhir, industri periklanan kreatif mengalami peningkatan performa secara signifikan. Faktor utama dalam hal tersebut adalah perkembangan teknologi media dan komunikasi digital. Sehingga saat ini aktifitas periklanan mejadi semakin kreatif karena media yang tersedia juga semakin bervariatif. Aktifitas periklanan menjadi lebih kompleks karena dituntut dapat menggunakan semua media yang tersedia baik cetak, televisi, radio, dan internet. Diversifikasi media ini membuat manajemen perusahaan periklanan harus melakukan efisiensi dalam berproduksi. Besarnya biaya yang dikeluarkan suatu perusahaan dalam menjalankan periklanan menjadikan biaya periklanan sebagai salah satu penyumbang biaya yang sangat besar pada industri. Secara umum proyek periklanan pada suatu perusahaan tidak dilaksanakan sendiri melainkan diserahkan kepada agensi periklanan yang akan menyusun strategi periklanan, pemilihan media komunikasi, serta proses kreatif. Manajemen perusahaan periklanan dituntut untuk mampu mengatur aktifitas mereka dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal sehingga dapat memberikan kepuasan kepada perusahaan pengguna jasa periklanan. Keberadaan sistem manajemen produksi proyek periklanan yang terstruktur akan dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan agensi periklanan. Filosofi produksi yang terstruktur salah satunya dengan mengimplementasikan konsep Lean Production, yaitu suatu konsep produksi yang bersih dari waste sehingga aktifitas yang dijalankan menjadi lebih efektif dan efisien. Konsep lean yang diimplementasikan dalam suatu proyek atau yang biasa dikenal sebagai lean project management diharapkan mampu mengoptimalkan kemampuan manajemen pada proyek periklanan saat ini. Proyek yang menjadi pengamatan pada penelitian ini adalah proyek periklanan Bank Jatim untuk kuartal II tahun 2012. Sebagai bank yang dimiliki oleh pemerintah daerah, sangatlah penting agar program-program yang dimiliki oleh Bank Jatim diketahui oleh masyarakat luas. Didasari dari hal tersebut, maka secara berkala Bank Jatim membuat proyek periklanan dengan memanfaatkan berbagai media yang ada, diantaranya: TV Lokal, radio, papan reklame, serta website. Karena banyaknya media yang dipergunakan maka nilai proyek untuk merealisasikan hal tersebut mencapai puluhan juta rupiah serta melibatkan banyak tenaga profesional kreatif. Untuk memastikan kelancaran proses produksi, durasi proyek dimulai dari tahap inisiasi hingga serah terima mencapai lebih dari satu bulan. Proyek periklanan ini dikerjakan oleh PT. Kompakindo Media Dewata sebagai agensi periklanan dan kontraktor pelaksana proyek. Begitu pula pada proyek ini membutuhkan penyusunan strategi yang efektif dalam melakukan penajdwalan an pengendalian proyek agar biaya yang diekeluarkan optimal. Metode yang digunakan untuk mengoptimalkan pegerjaan proyek yaitu dengan pendekatan lean. Lean project management memiliki beberapa teknik yang dapat diterapkan pada penjadwalan suatu proyek diantaranya Critical Chain dan S-Curve Monitoring dengan harapan metode-metode ini dapat menjadi standarisasi baru untuk pelaksanaan proyek di waktu mendatang. Dengan mengaplikasikan konsep Lean, perusahaan periklanan dapat meningkatkan kemampuan untuk mengatasi kondisi ketidakpastian yang terjadi pada suatu proyek, dan dapat memberikan value atau nilai tambah lebih kepada

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 2 konsumen dan pihak tim proyek. Penjadwalan baru akan disusun dengan menggunakan Critical Chain Project Management (CCPM) sebagai upaya untuk mengoptimalkan waktu yang ada dengan terlebih dahulu mengidentifikasi potensi waste yang dapat terjadi.. Untuk pengendalian dari segi biaya akan dipergunakan metode S-Curve Monitoring sehingga penjadwalan proyek akan menjadi lebih terukur A. Lean Project Management II. METODE PENELITIAN Filosofi Lean pertama kali diterapkan oleh perusahaan otomotif asal Jepang (Toyota). Konsep ini meyakini bahwa dengan mengidentifikasi dan mengeliminasi waste bersamaan dengan mengefisiensikan proses dapat mencapai suatu fase dimana customer value terpenuhi. Salah satu tahapan penting dalam pendekatan lean adalah identifikasi aktivitas-aktivitas mana yang memberikan nilai tambah dan tidak. Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah sebaiknya dikurangi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan. Dalam konteks ini, tipe aktivitas dalam organisasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu (Hines dan Taylor,2000) : 1. Value adding activity (VA), aktivitas ini memberikan nilai tambah terhadap proses, baik pada aliran informasi dan aliran fisik proses. Misalnya pada proses pengecoran. 2. Non-value adding activity (NVA), aktivitas ini tidak memberikan nilai tambah terhadap produk. Aktivitas ini dapat dikategorikan sebagai waste yang dapat menyebabkan proses tidak berjalan secara efisien. 3. Non-value adding but necessary activity (NNVA) yakni aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah akan tetapi tetap dibutuhkan untuk menjalankan seluruh rangkaian proses Aktivitas ini tidak dapat dihilangkan dan hanya bisa diminamilisir. Misalnya adalah waktu set-up mesin. Womack et al. (1996) mengidentifikasi delapan waste yang terdapat dalam sebuah proyek. Definisi waste yang dikembangkan oleh Womack menambah satu macam waste dari definisi yang sudah ada sebelumnya dimana pendefinisian waste sebelumnya terbagi menjadi seven waste (Ohno, 1988). Yang membedakan antara seven waste dengan eight waste Womack adalah penambahan waste baru yaitu design of goods and services that do not satisfy customer needs.. Berikut ini adalah penjabaran dari eight waste : 1. Defects in production 2. Overproduction of items no one wants 3. Inventory waiting to be processed. 4. Unneeded processing 5. Unnecessary transport of goods 6. Unnecessary movement of people 7. People waiting for input to work on 8. Design of goods and services that do not satisfy customer needs B. Critical Chain Project Management (CCPM) Penjadawalan critical chain project management bertujuan untuk menghindari masalah-masalah yang mungkin terjadi seperti student s syndrome, parkinson law dan keterbatasan sumberdaya yang dapat mengakibatkan keterlambatan proyek. Pada penjadwalan yang dibuat oleh pihak perusahaan saat ini, waktu cadangan ditempatkan pada masing-masing aktivitas sehingga dapat menyebabkan terjadinya student s syndrome. Perbedaan mendasar antara metode critical chain project management dengan Critical Path Method (CPM) dan Program Evaluation and Review Technique (PERT) adalah waktu penyanggga (buffer time) yang dialokasikan diakhir proyek (Steyn,2000). Pada CPM dan PERT tiap aktivitas memiliki waktu penyangga sedangkan pada CCPM waktu penyangga dialokasikan diakhir proyek. Untuk proyek periklanan yang banyak melibatkan faktor manusia dibandingkan mesin, metode CCPM lebih tepat diterapkan untuk mengantisipasi gejala student syndrome pada proyek. C. S-Curve Monitoring Kurva-S atau S-Curve adalah salah satu metode perencanaan dan kendali waktu pelaksanaan proyek yang populer dalam perencanaan dan monitoring jadwal pelaksanaan di proyek. Hampir sebagian besar proyek mensyaratkan dan telah lama menggunakan kurva-s baik pada proyek pemerintah maupun Swasta. Kurva-S merupakan bentuk grafik hubungan antara waktu pelaksanaan proyek dengan nilai akumulasi progres pelaksanaan proyek mulai dari awal hingga proyek selesai. Kurva-S secara sederhana akan terdiri atas dua grafik yaitu grafik yang merupakan rencana dan grafik yang merupakan realisasi pelaksanaan. Perbedaan garis grafik pada suatu waktu yang diberikan merupakan deviasi yang dapat berupa Ahead (realisasi pelaksanaan lebih cepat dari rencana) dan Delay (realisasi pelaksanaan lebih lambat dari rencana). (Cioffi, 2004) A. Lean Project Management III. HASIL DAN DISKUSI Melalui proses diskusi dan wawancara dengan pimpinan proyek yaitu bapak Aries Widodo dilakukan klasifikasi tipe aktivitas dalam organisasi (Hines dan taylor, 2000) untuk mengetahui aktifitas apa saja yang tergolong value adding (VA), necessary but non value adding (NNVA), dan non value adding (NVA). Dari hasil klasifikasi aktifitas tersebut diperoleh bahwa keseluruhan aktivitas pengerjaan proyek yang dilakukan 78% merupakan value adding activity, 22% tergolong necessary but non value adding activity, dan 0% merupakan non value adding activity Aktivitas non value adding (waste) akan teridentifikasi pada saat pelaksanaan proyek di lapangan, dimana aktivitas tersebut terjadi apabila pelaksanaan tidak sesuai dengan perencanaan. Identifikasi waste proyek turut juga dilakukan berdasarkan wawancara dan kuesioner bersama pimpinan proyek serta observasi lapangan penulis. Berikut ini merupakan waste yang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 3 terjadi selama tahap implementasi proyek, dimana waste yang terjadi diklasifikasikan berdasarkan konsep 8 waste (Womack, 1996). 1. Defect in production Kondisi pada material atau dokumen yang masih dibutuhkan namun mengalami kerusakan, diantaranya : a. file data korup, b. layout yang tidak jelas, c. properti rusak d. kesalahan pembuatan yang tidak sesuai spesifikasi 2. Overproduction Menyediakan dan memproduksi material yang melebihi kebutuhan, sehingga material tersebut tidak dipergunakan secara optimal, antara lain : a. Layout yang dibuat terlalu banyak walaupun tidak semua dipakai b. Adanya alternatif script yang tidak terpakai karena keterbatasan durasi c. Animasi yang dibuat melebihi kebutuhan 3. Inventory waiting to be processed Adanya material yang belum dapat dipergunakan karena masih harus menunggu material lain yang masih diproduksi, misalnya musik pengiring video iklan yang selesai terlebih dahulu karena masih ada pengambilan gambar, berlaku sebaliknya 4. Unneeded processing Proses yang tidak diperlukan serta tidak produktif. Misal: a. pengambilan gambar yang diulang karena adanya kesalahan b. Terlalu banyak rapat c. Pembelian ulang karena properti/wardrobe yang cacat 5. Unnecessary transport of goods Pergerakan aliran fisik dan informasi yang berlebihan pada proses pengerjaan yang menyebabkan pemborosan waktu, tenaga dan biaya, seperti pemindahan perlengkapan pengambilan gambar/video dari satu lokasi ke lokasi lain 6. Unnecessary movement of people Dapat diartikan sebagai pergerakan pekerja yang tidak produktif (berpindah, mencari, dan berjalan) seperti kru produksi melakukan gerakan-gerakan yang tidak diperlukan seperti mondar-mandir atau bersenda gurau 7. People waiting for input to work on Adanya waktu yang tidak efektif yang membuat tertundanya pekerjaan. Misalnya: a. Adanya pihak yang datang terlambat b. Kiriman alat-alat produksi yang terlambat c. Penyelesaian pekerjaan yang molor sehingga pekerjaan lain ikut menunggu d. Menunggu perijinan 8. Design of goods and services do not satisfy customer needs Rancangan konsep yang tidak sesuai dengan harapan konsumen ataupun desain iklan yang terlalu sulit untuk dibuat sehingga menyebabkan adanya pengerjaan ulang atau rework Tabel 1. Hasil identifikasi critical waste pada proyek dengan kuisioner No. Jenis Waste Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 Rangking Bobot 1 Defect 0 0 1 1 1 1 1 0 15 0.107143 2 Overproduction 0 2 1 0 1 0 0 1 20 0.142857 3 Inventory waiting 0 0 1 0 2 2 0 0 15 0.107143 4 Unneeded process 0 0 1 3 0 1 0 0 19 0.135714 5 Unnecessary transportation 0 0 0 0 0 0 3 2 3 0.021429 6 Unnecessary movement 0 0 0 1 0 1 1 2 7 0.05 7 Waiting 1 2 1 0 1 0 0 0 27 0.192857 8 Unsatisfied design 4 1 0 0 0 0 0 0 34 0.242857 Bobot 7 6 5 4 3 2 1 0 140 Setelah didapatkan klasifikasi waste, langkah selanjutnya adalah mencari waste yang paling berpengaruh (critical waste) melalui penyebaran kuisioner kepada 5 responden yang terlibat dalam produksi proyek periklanan, terdiri atas : creative director, fotografer, music director, sutradara, dan perwakilan pemilik proyek. Didapatkan hasil seperti pada Tabel 1, dimana Unsatisfied design menempati peringkat pertama disusul dengan waiting sebagai critical waste. Kurang komunikasi & pengawasan Beban kerja manajer proyek Terlalu besar Pekerjaan tidak sesuai spesifikasi Environment Man Desain tidak dapat dipahami Desain terlalu sulit direalisasikan Perubahan keinginan kekurangan informasi Dalam riset Pekerjaan kurang detail Method Machine Gambar. 2. RCA critical waste unsatisfied design. Pengiriman terlambat Kesalahan memperkirakan lingkungan Environment Pekerja kurang terampil Pekerja terlambat Man Desain terlalu sulit direalisasikan Perubahan keinginan kekurangan informasi Dalam riset Metode yang terlalu lama Gambar. 2. RCA critical waste waiting. Method Machine Material Shortage material Pengiriman material terlambat Material Unsatisfied Design Waiting Setelah waste yang paling berpengaruh (critical waste) telah teridentifikasi maka selanjutnya dilakukan langkah identifikasi akar penyebabnya. Proses Identifikasi tersebut menggunakan metode RCA dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 untuk masing-masing critical waste. Dengan mengetahui akar permasalahan maka akan dapat diidentifikasi langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya waste tersebut. Untuk itulah dilakukan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 4 pengembangan respon teknis bila gejala-gejala waste mulai terindikasi. Beberapa solusi mitigasi yang dapat diterapkan oleh perusahaan untuk mengurangi waste dan meningkatkan efisiensi adalah penggunaan teknologi komunikasi, standarisasi pembuatan layout dan script, standarisasi aktivitas survey lokasi, peningkatan pengawasan, pemberian sanksi keterlambatan, membangun kemitraan jangka panjang dengan supplier, dan proses riasan model dilakukan di tempat terpisah. B. Critical Chain Project Management (CCPM) Identifikasi waste pada pengolahan data sebelumnya bertujuan untuk mengetahui tingkat dampak waste khususnya unsatisfied design dan waiting, yang keduanya adalah waste yang paling berpengaruh, terhadap durasi waktu pekerjaan proyek. Dengan mengetahui dampak tersebut, maka akan dibuat rekomendasi perbaikan melalui penjadwalan proyek yang menggunakan metode Critical Chain(CCPM), khususnya dalam menentukan ukuran project buffernya serta lokasi penempatan feeding buffer. Sebelum melakukan penjadwalan dengan metode critical chain project management, pertama-tama dimulai dengan melihat penjadwalan awal proyek. Dari kondisi penjadwalan awal proyek, diketahui bahwa durasi proyek yang direncanakan berjumlah 34 hari kerja atau 46 hari kalender dan berada pada rentang waktu 13 Februari 2012 sampai dengan 30 Maret 2012. Dari penjadwalan tersebut juga disusun gantt chart umum dan WBS proyek berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) proyek untuk mengetahui lintasan kritis proyek. Lintasan kritis adalah aktifitas yang memiliki total float (waktu tunda) = 0. Melalui pendekatan lean, identifikasi lintasan kritis apat membantu pihak manajemen proyek untuk memonitor rangkaian pekerjaan mana yang harus lebih diperhatikan karena apabila rangkaian pekerjaan tersebut mengalami kemunduran, maka akan berakibat pada kemunduruan penyelesaian proyek. Penjadwalan awal diidentifikasi masih menerapkan metode penjadwalan CPM (Critical Path Method). Dimana berbeda dari kondisi aktual pelaksanaan, waktu pengerjaan beberapa aktifitas berlangsung lebih cepat. Hal ini sebenarnya juga telah diprediksi agensi periklanan sebagai kontraktor pelaksana proyek. Tetapi dengan sengaja melebihkan waktu cadangan untuk menghindari resiko keterlambatan. Kelemahan-kelemahan dari metode penjadwalan awal yang berbasis CPM diantaranya ialah adanya pemberian waktu cadangan di tiap aktivitas, yang pada umumnya berupa konversi ke dalam kapasitas atau produktivitas kerja, sehingga sumber daya cenderung untuk menghabiskan waktu yang ada, padahal pekerjaan bisa dilakukan lebih cepat dari itu. Proyek periklanan yang sebagian besar didominasi aktivitas jasa, kecenderungan kejadian Student s Syndrome sangat tinggi. Student s syndrome ialah kebiasaan manusia untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan ketika sudah mendekati deadline sehingga pengumpulan aktivitas terjadi di periode akhir. Penelitian ini pada dasarnya memberikan rekomendasi penjadwalan dengan pendekatan Critical Chain atau biasa dikenal dengan metode CCPM (Critical Chain Project Management). Metode penjadwalan CCPM merupakan pengembangan dari metode CPM. Perbedaan secara teoritis terletak pada penentuan letak waktu cadangan dan resource allocation. Dimana CCPM memindahkan waktu cadangan atau time buffer pada periode akhir proyek. Sehingga dapat mempercepat pengerjaan proyek sejumlah banyaknya waktu cadangan, tentunya dengan asumsi bahwa waktu cadangan tersebut tidak terpakai. Miinimasi waste dapat memperkecil peluang pemakaian waktu cadangan. Penentuan ukuran buffer didapatkan melalui perhitungan. Perhitungan yang lebih dianjurkan ialah dengan dihitung berdasarkan metode penjumlahan akar pangkat dua atau Square Root Of The Sum Of The Squares (SSQ) (Herroelen, 2001). Metode ini menggunakan dua parameter waktu yakni waktu standar rata-rata yang diasumsikan sebagai waktu yang masih menyimpan waktu cadangan (S) dan waktu tercepat (A) yang diasumsikan tanpa waktu cadangan. Besar buffer dapat dihitung menggunakan persamaan Hasil perhitungan menggunakan rumus SSQ didapatkan ukuran dan alokasi buffer time yang terdiri atas project buffer sebesar 7 hari dengan feeding buffer sebanyak 2 hari yang diletakkan sebelum WBS 1.3.1 yaitu pekerjaan pembuatan desain iklan yang teridentifikasi memiliki peluang menimbulkan waste sehingga memerlukan buffer untuk meminimasi risiko tersebut. Feeding buffer dalam proyek periklanan Bank Jatim, diletakkan sebelum pekerjaan pembuatan script dimulai, hal ini untuk melindungi pekerjaan pembuatan script yang merupakan pekerjaan kritis. Penentuan sifat pekerjaan tersebut, merupakan hasil diskusi dengan pihak pelaksana proyek. Selain itu, data pengukuran critical waste juga melihat besarnya pengaruh pembuatan desain (script dan layout) pada proyek yang mana tergolong sebagai waste unsatisfied design. Didasari hal tersebut, perlu dialokasikan feeding buffer dengan tujuan agar variasi dari pekerjaan tersebut tidak menggangu pekerjaan kritis. Project buffer dapat dikonsumsi oleh rantai kritis lain yang tidak mendapatkan feeding buffer. Walaupun peluang kejadian penggunaan project buffer sebaiknya dapat diminimalkan untuk mencapai performansi kesuksesan pelaksanaan proyek yang lebih baik. Upaya tersebut dapat diraih melalui identifikasi langkah-langkah untuk mereduksi waste, sebab kejadian waste pada proyek memiliki dampak-dampak yang memaksa tim pelaksana proyek harus menggunakan project buffer tersebut. Setelah kedua nilai buffer time didapatkan maka disusun penjadwalan CCPM dengan memasukkan buffer time ke dalam jadwal baru. Durasi penyelesaian proyek apabila project buffer terkonsumsi secara keseluruhan adalah 34 hari kerja, atau sama dengan jumlah durasi awal. Apabila buffer time tidak dipergunakan maka penghematan yang dapat dicapai sebanyak 7 hari kerja yaitu penurunan total durasi menjadi 27 hari kerja. Dari sisi perusahaan, percepatan penyelesaian proyek dapat berdampak positif yaitu berkurangnya biaya, salah satunya biaya tenaga kerja. Mengingat jenis proyek periklanan merupakan jenis proyek jasa maka tenaga yang dipergunakan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 5 adalah tenaga profesional terlatih berkeahlian khusus. Umumnya tenaga profesional ini tidak dibayar berdasarkan perhitungan jumlah hari. Akan tetapi tenaga profesional ini dibantu oleh pekerja tak terampil yang memiliki kemampuan yang lebih umum. Tenaga tak terampil ini contohnya kru produksi, pembantu umum, perlengkapan, sopir, dan lain sebagainya. Berikut merupakan estimasi rata-rata biaya tenaga kerja yang dapat dihemat perusahaan. Proses perhitungannya menggunakan asumsi. Apabila diasumsikan rata-rata jumlah minimal pekerja tak terampil yang dipakai di tiap departemen produksi (kreatif, fotografi, radio, dan video) berjumlah 3. Sehingga rata-rata total tenaga kerja tak terampil per hari berjumlah 12 orang (namun tentu saja komposisi dan jumlah pekerja tiap harinya berbeda-beda.) dengan rata-rata penerimaan gaji per hari sebesar Rp 40.000,00 per orang. Sedangkan durasi penyelesaian proyek dengan asumsi project buffer tidak terkonsumsi adalah 27 hari kerja, atau selisih 7 hari kerja dari penjadwalan saat ini. Maka besar penghematan dapat dihitung dengan mengkalikan nilai upah rata-rata per hari dengan jumlah hari kerja dan dengan jumlah tenaga kerja. Hasilnya nilai dalam rupiah yang dapat dihemat adalah sebesar Rp 40.000,00 X 12 X 7 = Rp 3.360.000,00 Identifikasi waktu akibat potensi timbulnya waste akan berujung pada penggunaan durasi project buffer yang didesain sebagai waktu aman pengerjaan proyek. Kejadian ini sesungguhnya tidaklah diharapkan karena hal ini dapat secara langsung memperbesar beban biaya proyek melalui pertambahan durasi. Untuk itu dibutuhkan alat pengendalian penjadwalan yang mampu melibatkan faktor ketidakpastian. Dimana pada metode CCPM, alat tersebut berupa buffer management yang berfungsi mengawasi konsumsi buffer time. Konsumsi buffer time tersebut akan menentukan kapan pihak pelaksana proyek melakukan tindakan berdasarkan pemetaan jumlah buffer time yang dikonsumsi. Pihak pelaksana perlu mengontrol untuk mengambil tindakan terkait dengan penggunaan durasi project buffer, yakni dengan melihat seberapa besar durasi yang termakan,. Tabel 2 menguraikan analisa perhitungan zona konsumsi Project Buffer. Tabel 2. Zona konsumsi buffer time Zona pemakaian buffer Project Buffer Durasi yang telah terpakai (hari) 0%-33% 7 0-2 34%-66% 7 3-5 67%-100% 7 >5 Saat konsumsi buffer baru mencapai durasi terpakai sebesar 0-2 hari, maka posisi pemakaian durasi tersebut masih berada pada zona hijau yang berarti belum ada yang harus dilakukan. Namun, bilamana konsumsi buffer berada mencapai zona kuning, maka pihak pelaksana sudah harus merencanakan langkah-langkah mitigasi yang harus ditempuh agar buffer tidak terpakai seluruhnya. Langkah-langkah tersebut akan diimplementasikan ketika pemakaian buffer berada pada zona merah. Karena pada saat buffer telah terpakai hingga lebih dari 5 hari, maka peluang kejadian proyek untuk terlambat dari jadwal yang telah disepakati pada kontrak akan sangat tinggi. C. S-Curve Monitoring Kurva-S atau S-Curve adalah salah satu metode perencanaan dan kendali waktu pelaksanaan proyek yang populer dalam perencanaan dan monitoring jadwal pelaksanaan di proyek. Hampir sebagian besar proyek mensyaratkan dan telah lama menggunakan kurva-s baik pada proyek pemerintah maupun Swasta. Sayangnya saat ini, berdasarkan hasil pengamatan penulis, hampir jarang ditemui pemakaian kurva S dalam proyek periklanan. Seperti halnya pada proyek periklanan Bank Jatim, juga tidak menerapkan penggunaan kurva S sebagai alat bantu kontrol proyek. Untuk itu dalam penelitian ini mencoba membangun kurva- S tersebut menggunakan perbandingan antara total biaya tiap pekerjaan dengan total biaya proyek. Nilai bobot yang digabungkan dengan gantt chart penjadwalan proyek akan membentuk Kurva-S untuk masing- masing penjadwalan. Hasilnya seperti pada Gambar 3 didapatkan perbandingan Kurva-S antara penjadwalan awal dengan penjadwalan CCPM. Gambar. 3. Perbandingan Kurva-S yang menunjukkan perbedaan pencapaian proyek. Selain memberikan hasil perbandingan, Gambar 3 juga memberikan gambaran kondisi pelaksanaan proyek apabila kondisi ideal tercapai. Kondisi ideal yang dimaksudkan adalah buffer time tidak ada yang terpakai dan tidak terjadi waste pada proyek. Apabila dimisalkan, hasil penjadwalan metode CCPM sebagai kondisi perencanaan proyek (kondisi ideal), dan penjadwalan awal sebagai kondisi kritis karena seluruh buffer time terpakai, maka akan didapatkan visualisasi sederhana bagaimana kurva S melakukan peran pengendalian pada proyek. Dimisalkan pada mulanya proyek berjalan secara ideal, hingga mulai tanggal 22 Februari pencapaian aktual tidak sesuai dengan perencanaan akibat adanya waste. Bila waste tersebut tidak segera tertangani, maka akan terjadi keterlambatan dan selisih pencapaian dengan kondisi ideal semakin jauh. Apabila waste tidak berhasil ditangani dan pergerakan kurva pencapaian aktual bergerak bahkan di bawah proggress awal (kondisi kritis) atau di bawah garis hijau, maka dapat dipastikan proyek akan terlambat dari perjanjian pada kontrak. Melihat hasil visualisasi sederhana ini disimpulkan bahwa kontaktor dapat memanfaatkan kurva S sebagai alat pengendali jadwal dan biaya untuk proyek periklanan.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 6 IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Fungsi utama dari pengerjaan proyek adalah untuk mencapai hasil yang telah disepakati dalam kontrak dan memenuhi 3 tujuan pengerjaan proyek yaitu biaya yang minimal, waktu yang optimal dan kualitas yang memenuhi kepuasan konsumen. Dengan menerapkan aplikasi penjadwalan dengan pendekatan lean thinking maka hal tersebut terbukti mampu memenuhi tujuan pengerjaan proyek. Untuk membangun penjadwalan berbasis lean, maka terlebih dahulu melakukan identifikasi waste pada proyek. waste yang telah teridentifikasi dan diketahui langkah mitigasi akan memperkecil pelang keterlambatan proyek. Dengan melakukan penggabungan metode penjadwalan CCPM dengan metode evaluasi pencapaian dari S-Curve Monitoring akan menghasilkan penjadwalan dan pengeluaran biaya yang efektif. Waste yang sering terjadi (waste kritis) pada proyek periklanan adalah unsatisfied design dan waiting yang didapat berdasarkan hasil kuesioner dengan pihak kontraktor pelaksana proyek dan sub-contractor produksi. Rekomendasi respon teknis atau solusi mitigasi yang dapat dipergunakan untuk mencegah potensi risiko timbulnya waste adalah penggunaan teknologi komunikasi, standarisasi pembuatan layout dan script, standarisasi aktivitas survey lokasi, peningkatan pengawasan, pemberian sanksi keterlambatan, membangun kemitraan jangka panjang dengan supplier, dan proses riasan model dilakukan di tempat terpisah. Hasil perhitungan penjadwalan menggunakan metode CCPM, didapatkan waktu penyangga sebesar 7 hari sehingga estimasi durasi penyelesaian proyek apabila waktu penyangga atau buffer time tidak terkonsumsi adalah 27 hari. Besarnya nilai penghematan biaya tenaga kerja melalui penjadwalan menggunakan metode CCPM dengan kondisi waktu penyangga tidak terpakai ialah sebesar Rp 3.360.000,00 DAFTAR PUSTAKA [1] Hines, P. & Taylor, D. 2000. Going Lean. Lean Enterprise research Center Cardiff Business School, USA.Moubray, J., Reliability Centered Maintenance (RCM) II, 2nd Ed. New York: Industrial Press (1997) [2] Womack, J. & Jones, D. 1996. Lean Thinking: Banish Waste And Create Wealth in Your Corporation, Simon and Schuster, New York [3] Ohno, T. 1988. Toyota Production System: Beyond Large-Scale Production, Productivity Press, Portland [4] Steyn, Herman. 2000. An investigation into the fundamentals of critical chain project scheduling. International Journal of Project Management, 19, 363 369 [5] Cioffi, D. F. 2005. A tool for managing projects: an analytic parameterization of the S-curve. International Journal of Project Management, 23, 215 222.