1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan dan ketakukan adalah sinyal peringatan dan bertindak sebagai peringatan atas ancaman dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Kecemasan dapat dikonsepkan sebagai respon normal dan adaptif yang memiliki kualitas penyelamatan diri dan peringatan terhadap ancaman kerusakan tubuh seperti nyeri, kemungkinan hukuman, atau frustasi (Sadock dan Sadock, 2009). Menurut Fernandes et al. (dalam Comer dan Olfson, 2010), di Amerika Serikat hampir 30% orang Amerika memenuhi kriteria diagnostik untuk setidaknya satu gangguan kecemasan di hidup mereka. Survei Epidemiologi secara konsisten mencatat bahwa gangguan kecemasan adalah gangguan kejiwaan yang paling umum terjadi di masyarakat. Ganggguan kecemasan lebih sering terjadi pada wanita, orang yang berusia dibawah 45 tahun, orang yang bercerai atau berpisah dan orang dengan status sosioekonomi rendah (Videbeck, 2011). Prevalensi gangguan kecemasan pada wanita sekitar dua kali lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki. Onset
2 gangguan kecemasan biasanya terjadi pada remaja awal dan dewasa muda. Berdasarkan recall dari suatu komunitas masyarakat, phobia spesifik dan gangguan kecemasan karena perpisahan memiliki onset awal pada usia 7 tahun, gangguan kecemasan sosial pada usia 13 tahun, gangguan panik dan agoraphobia pada usia 21 tahun, dan gangguan kecemasan umum pada awal 30 tahun (Comer dan Olfson,2010). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008), keluarga merupakan tempat memberi rasa aman dan terlindung bagi anak. Kekhawatiran dan kecemasan yang terlihat pada orang dewasa dan remaja bila ditelusuri merupakan akibat dari peristiwa yang berkaitan dengan hilangnya rasa aman pada usia muda. Hubungan antara orang tua dan anak terkadang menghasilkan stress psikologik, seperti kecemasan, kekecewaan, dan rasa salah. Setiap anak mempunyai tempat yang unik dalam keluarga karena mereka menduduki posisi tertentu. Dalam keluarga kita mengenal adanya istilah anak sulung, anak bungsu, anak tengah, ataupun anak tunggal (Gunarsa dan Gunarsa, 2008). Setiap posisi anak dalam keluarga akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dari orang tuanya, sehingga akan mempengaruhi sifat dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan ciri umum antara anak
3 sulung dan anak bungsu merupakan faktor kuat dalam perbedaan penyesuaian pribadi dan sosial sepanjang rentang kehidupannya. Hal ini sangat berhubungan dengan penyesuaian terhadap stressor. Jika stressor tidak dapat diatasi dengan kemampuan penyesuaian diri maka akan timbul suatu konflik yang bermanifestasi sebagai kecemasan. Terdapat perbedaan cara orangtua dalam mendidik anak sulung dan anak bungsu. Pada anak sulung, orangtua memberikan beban yang terlalu banyak mulai dari penanaman kedisiplinan, norma-norma tertentu, prestasi hingga soal tanggung jawab terhadap adik-adiknya. Pemberian beban yang berlebih ini akan menimbulkan beban psikologis, terlebih bila sang anak tidak bisa mewujudkan harapan orang tuanya. Berbeda dengan anak sulung, anak bungsu cenderung dimanjakan oleh orangtuanya. Anak bungsu dianggap tidak mampu mengemban tugas dan kepercayaan besar, sikap inilah yang membuat anak bungsu merasa frustasi. Selain itu, anak bungsu sering dibanding-bandingkan dengan kakaknya sehingga akan timbul beban psikologis (Santrock, 2002). Karena perkembangan yang sangat dinamis, remaja seringkali dihadapkan pada stressor yang dapat menimbulkan kecemasan, konflik dan frustasi. Stressor
4 ini diatasi dengan strategi penyesuaian diri terhadap kecemasan, konflik, dan frustasi melalui mekanisme yang oleh Sigmund Freud disebut dengan mekanisme pertahanan diri (Ali dan Asrori, 2004). Siswa tingkat Sekolah Menengah Atas dipilih sebagai sampel penelitian karena seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa onset gangguan kecemasan biasanya terjadi pada remaja awal dan dewasa muda. Selain itu, pada masa remaja mulai timbul banyak stressor dari lingkungannya, misalnya perubahan kurikulum, persaingan yang tinggi antar siswa di sekolah favorit, hubungan sosial, dan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Stressor tersebut dapat menimbulkan kecemasan yang berdampak pada permasalahan akademik, gangguan pada proses berpikir, penurunan konsentrasi belajar, persepsi dan akan mempengaruhi prestasi di sekolah. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Teladan dipilih sebagai lokasi penelitian sebab merupakan salah satu sekolah unggulan di Yogyakarta, sehingga stressor yang ada akan lebih tinggi dibandingkan sekolah lain. Selain itu, jumlah siswa yang banyak akan memudahkan peneliti memenuhi kriteria jumlah sampel yang dibutuhkan.
5 Berdasarkan urutan kelahirannya, setiap anak akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dari orang tua. Perbedaan perlakuan tersebut dapat mempengaruhi kepribadian anak. Dari latar belakang di atas, maka penulis ingin meneliti tentang kecemasan pada individu dari dua posisi berbeda dalam keluarga yaitu anak sulung dan anak bungsu siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Teladan Yogyakarta. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat perbedaan proporsi kecemasan antara anak sulung dan anak bungsu pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Teladan Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: Mengetahui perbedaan proporsi kecemasan antara anak sulung dan anak bungsu pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Teladan Yogyakarta. 1.4 Keaslian Penelitian Perbedaan proporsi kecemasan antara anak sulung dan anak bungsu pada siswa SMA Negeri 1 Teladan Yogyakarta
6 belum pernah diteliti sebelumnya. Namun, melalui penelusuran kepustakaan, terdapat beberapa penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Debt et al. (2010) dengan penelitiannya yang berjudul Anxiety among high school student in India: comparisons across gender, school type, social strata and perceptions of quality time with parents. Penelitian ini melibatkan 460 remaja (220 remaja laki-laki dan 240 remaja perempuan) berusia 13-17 tahun dengan teknik multi stage sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner semi terstrukur dan tes psikologi terstandarisasi (State-Trait Anxiety Inventory). Penelitian ini membandingkan kecemasan berdasarkan jenis kelamin, jenis sekolah, latar belakang sosio-ekonomi, dan status pekerjaan ibu. Selain itu, peneliti juga meneliti persepsi remaja mengenai waktu berkualitas mereka dengan orang tuanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ditemukan adanya kecemasan yang tinggi pada sampel dengan prevalensi pada laki-laki sebesar 20,1% dan perempuan sebesar 17,9%. Berdasarkan jenis kelamin, remaja laki-laki lebih cemas daripada remaja perempuan (p<0.01). Berdasarkan jenis sekolahnya, remaja yang berasal dari Sekolah Menengah Bengali lebih cemas dibandingkan remaja yang berasal dari Sekolah
7 Menengah Inggris (p<0.01). Berdasarkan latar belakang sosio-ekonomi, remaja dari kelompok sosio-ekonomi menengah lebih cemas dibandingkan remaja dari kelompok sosio-ekonomi atas dan bawah (p<0.01). Sedangkan berdasakan status pekerjaan ibu, remaja dengan ibu yang bekerja memiliki kecemasan yang lebih tinggi (p<0.01). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar dari remaja tidak menerima waktu yang berkualitas dengan ayah (32.1%) dan ibu (21.3%). Sebagian besar dari remaja tersebut merasa tidak nyaman untuk berbagi masalah pribadi mereka dengan orang tuanya, 60% merasa tidak nyaman berbagi dengan ayah dan 40% merasa tidak nyaman berbagi dengan ibu. Ernawati (2012) dengan penelitiannya yang berjudul Perbedaan Tingkat Kecemasan Anak Sulung dan Anak Bungsu pada Santri Perempuan MTs Pondok Pesantren Assalaam. Penelitian ini merupakan deskriptif analitik dengan pendekatan metode cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive random sampling dengan jumlah sampel 60, terdiri dari 30 sampel santri perempuan anak sulung dan 30 sampel santri perempuan anak bungsu. Instrumen penelitian menggunakan Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS) dan Lie Minessota Multriphrasic Personality Inventory (L-MMPI), sedangkan analisis data
8 dilakukan dengan menggunakan uji statistik t tidak berpasangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa santri perempuan anak sulung lebih cemas daripada santri perempuan anak bungsu di MTs Pondok Pesantren Assalaam. Hasianna et al. (2014) dengan penelitiannya yang berjudul Gambaran Tingkat Kecemasan pada Mahasiswa Semester Satu di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan studi potong lintang. Subjek penelitian adalah mahasiswa semester satu Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha tahun 2014, menggunakan instrumen penelitian Zung Self-Rating Anxiety Scale. Hasil penelitian menunjukkan dari 170 mahasiswa terdapat 43 mahasiswa (25,29%) yang mengalami kecemasan, dengan tingkat ringan-sedang pada 38 subjek (22,35%), sedang-berat pada 3 subjek (1,76%), dan berat sekali/panik pada 2 subjek (1,18%). Sebanyak 26,32% dari total 57 pria mengalami cemas, sedangkan wanita sebanyak 24,78% dari total 113 wanita. Mahasiswa yang paling banyak mengalami kecemasan adalah yang bertempat tinggal di rumah saudara (33,33%) dan kost (25,53%). Berdasarkan jumlah saudara kandung, mahasiswa dengan jumlah saudara kandung 3-5 memiliki kecemasan yang tinggi (31,40%). Usia, suku bangsa, kota asal, dan riwayat gangguan
9 kecemasan dalam keluarga memberikan gambaran yang bervariasi dalam kecemasan. Pada penelitian ini, peneliti membandingkan proporsi kecemasan antara anak sulung dan anak bungsu pada remaja di SMA favorit. Proporsi kecemasan dikategorikan menjadi cemas dan tidak cemas. Sampel penelitian adalah siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Teladan Yogyakarta dengan jumlah sampel minimal 54 anak sulung dan 54 anak bungsu. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan untuk memperoleh data adalah Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS) dan Lie Minessota Multriphrasic Personality Inventory (L-MMPI). Data dianalisi menggunakan software SPSS versi 21. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya: 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan mengenai perbedaan proporsi kecemasan antara anak sulung dengan anak bungsu pada remaja tingkat Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta serta menjadi salah satu referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.
10 2. Bagi Tenaga Kesehatan a. Dapat menambah pemahaman mengenai perbedaan proporsi kecemasan antara anak sulung dengan anak bungsu pada remaja tingkat Sekolah Menengah Atas b. Menjadi sumber referensi sehingga dapat memberikan edukasi yang tepat bagi orang tua dalam mendidik anaknya agar terhindar dari kecemasan. 3. Bagi Peneliti Dapat meningkatkan pemahaman peneliti mengenai kecemasan pada remaja berdasarkan posisi anak dalam keluarga serta memberikan pengalaman dalam melakukan penelitian.