PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh:

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak )

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ARTIKEL. Diajukan Oleh : DODY PEBRI CAHYONO

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu sosialisasi yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

1. Pengertian. 2. Peraturan Pembiayaan Konsumen. 3. Manfaat Pembiayaan Konsumen. PEMBIAYAAN KONSUMEN (Consumer Finance) 30-Oct-16

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya.

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada

BAB III KARAKTERISTIK DAN BENTUK HUBUNGAN PERJANJIAN KONSINYASI. A. Karakteristik Hukum Kontrak Kerjasama Konsinyasi Distro Dan

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

El Zahra Aulia Faradita, Suharnoko. Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok,

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT. Oleh : Ida Bagus Gde Surya Pradnyana I Nengah Suharta

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan,

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. adalah Perjanjian Sewa Beli. Perjanjian ini timbul dalam praktek karena adanya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth

BAB I PENDAHULUAN. 1 Oetarid Sadino, Pengatar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hlm. 52.

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus

TINJAUAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SETELAH TERBENTUKNYA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

Transkripsi:

PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN Elvi Zahara Lubis Dosen Fakultas Hukum Medan Area ABSTRACT Alasan pembenar dan pemaaf dalam suatu perjanjian yang memberikan alasan kepada debitor untuk tidak memberikan penggantian biaya rugi dan bunga dalam hal debitor tidak dapat memenuhi prestasinya. Namun deditor diwajibkan untuk menyelesaikan prestasinya. Kata Kunci : Alasan Pembenar dan Pemaaf, Pembiayaan Konsumen A. TENTANG PRESTASI DALAM PERJANJIAN Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah prestasi dari satu orang atau lebih kepada satu orang atau lebih yang berhak atas prestasi tersebut dan prestasi ini harus dipenuhi. Konsekuensi hukum dari rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut bahwa dalam perjanjian ada dua pihak, satu pihak merupakan pihak yang wajib melaksanakan sesuatu yang disebut prestasi adalah pihak debitor sedangkan pihak lainnya merupakan pihak yang berhak atas sesuatu adalah pihak kreditor. Prestasi adalah objek hukum. Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan. Kemampuan suatu pihak untuk melaksanakan prestasi dapat berbeda antara yang satu dengan yang lain. Mengenai kemampuan untuk melaksanakan prestasi ini dapat dibedakan atas dua yakni kemampuan objektif dan kemampuan subjektif. Kemampuan objektif merupakan kemampuan untuk melaksanakan prestasi tanpa memperhatikan pihak yang melaksanakan prestasi tersebut. Kemampuan subjektif merupakan kemampuan yang melekat pada diri debitor yang wajib untuk melaksanakan prestasi tertentu. Pada perikatan untuk melaksanakan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan oleh manusia sebagai pihak dalam perikatan adalah batal. Apabila debitor tidak dapat melaksanakan prestasinya dalam suatu perikatan tidaklah membatalkan perikatan tersebut, tetapi debitor harus memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga kepada pihak kreditor. Ditinjau dari sifat prestasi yang harus dilakukan, secara teoritis dikenal dua macam prestasi, yakni prestasi yang hanya dapat dilaksanakan oleh debitor sendiri dan prestasi yang pelaksanaannya dapat dilakukan tanpa kehadiran debitor atau prestasi yang tidak perlu dilaksanakan sendiri oleh debitor. Prestasi yang pertama adalah prestasi yang lahir dari perikatan untuk melakukan sesuatu yang timbul karena keahlian diri pribadi debitor. Misalnya perikatan yang lahir dari kesepakatan untuk membuat lukisan yang dibuat karena keahlian debitor. Prestasi yang kedua adalah prestasi yang keberadaannya bergantung pada keberadaan debitor tertentu, tetapi pelaksanaannya dapat dilakukan tanpa kehadiran atau tanpa bantuan debitor sendiri. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu misalnya dalam perjanjian jual beli,

kewajiban pembayaran oleh pembeli tidak harus dilakukan sendiri oleh pembeli, melainkan dapat dilakukan oleh pihak lain untuk kepentingan dan dan atas nama pembeli. Pembayaran yang telah dilakukan oleh pihak lain tersebut demi hukum menghapuskan kewajiban pembeli untuk melakukan pembayaran kembali kepada penjual. Dalam perjanjian untuk tidak melakukan sesuatu sudah ditentukan dalam Pasal 1241 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata bahwa apabila perikatan itu tidak dilaksanakannya, kreditor boleh juga dikuasakan supaya dia sendirilah yang mengusahakan pelaksanaannya atas biaya debitor. B. TENTANG PEMBIAYAAN KONSUMEN Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 1ayat ( 7 ) ditentukan bahwa Pembiayaan Konsumen ( Consumer Finance ) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian pembiayaan konsumen sebagai berikut : 1. Subjek adalah pihak-pihak yang terkait dalam hubungan hukum pembiayaan konsumen, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen ( kreditor ), konsumen ( debitor ), dan penyedia barang ( pemasok, supplier ). 2. Objek adalah kendaraan bermotor, alat-alat rumah tangga, barangbarang elektronik, serta perumahan. 3. Perjanjian, yaitu perbuatan persetujuan pembiayaan yang diadakan antara perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen, serta jual beli antara pemasok dan konsumen. Perjanjian ini didukung oleh dokumen-dokumen. 4. Hubungan hak dan kewajiban, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen wajib membiayai harga pembelian barang yang diperlukan konsumen dan membayarnya secara tunai kepada pemasok. Konsumen wajib membayar secara angsuran kepada perusahaan pembiayaan konsumen, dan pemasok wajib menyerahkan barang kepada konsumen. 5. Jaminan, yaitu terdiri atas jaminan utama, jaminan pokok, dan jaminan tambahan. Jaminan utama berupa kepercayaan terhadap konsumen ( debitor ) bahwa konsumen dapat dipercaya untuk membayar angsurannya sampai selesai. Jaminan pokok secara fidusia berupa barang yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan konsumen dimana semua dokumen kepemilikan barang dikuasai oleh perusahaan pembiayaan konsumen ( fiduciary transfer of ownership ) sampai angsuran terakhir dilunasi. Adapun jaminan tambahan berupa pengakuan hutang ( promissory notes ) dari konsumen. Adapun karakteristik dari pembiayaan konsumen antara lain : 1. Sasaran pembiayaan jelas, yaitu konsumen yang membutuhkan barang-barang konsumsi. 2. Objek pembiayaan berupa barangbarang untuk kebutuhan atau konsumsi konsumen. 3. Besarnya pembiayaan yan diberikan oleh perusahaan pembiayaan konsumen kepada masing-masing konsumen relatif kecil. 4. Risiko pembiayaan relatif lebih aman karena pembiayaan tersebar pada banyak knsumen. 5. Pembayaran kembali oleh konsumen kepada perusahaan

pembiayaan konsumen dilakukan secara angsuran. Dalam transaksi pembiayaan konsumen ada tiga pihak, yakni perusahaan pembiayaan konsumen, konsumen dan pemasok ( supplier ). 1. Pihak Perusahaan Pembiayaan Konumen adalah badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran. Perusahaan pembiayaan ini sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 6 harus berbentuk badan hukum, yaitu Perseroan Terbatas dan Koperasi. Dalam transaksi pembiayaan konsumen, perusahaan pembiayaan konsumen berkedudukan sebagai kreditor, yaitu pihak pemberi biaya konsumen. 2. Konsumen adalah pembeli barang yang dananya dibiayai oleh perusahaan pembiayan konsumen. Dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tidak ditentukan tentang status konsumen. Dengan demikian, konsumen tersebut dapat berstatus perseorangan dapat juga berstatus badan usaha. Dalam transaksi pembiayaan konsumen, konsumen berkedudukan sebagai debitor, yaitu pihak penerima biaya dari perusahaan pembiayaan konsumen. 3. Pemasok ( supplier ) adalah penjual, yaitu perusahaan atau pihak-pihak yang menjual atau menyediakan barang-barang yang dibutuhkan konsumen dalam rangka pembiayaan konsumen. Barangbarang yang di jual atau disediakan oleh pemasok ( supplier ) merupakan barang-barang konsumsi yang menurut ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan Pasal 6 ayat ( 2 ) antara lain kendaraan bermotor, alat-alat rumah tangga, barang-barang elektronik serta perumahan. Pembayaran atas harga barang-barang yang dibutuhkan konsumen tersebut dilakukan oleh perusahaan pembiayaan konsumen kepada pemasok ( supplier ). Hubungan hukum dalam pembiayaan konsumen : 1. Hubungan antara perusahaan pembiayaan konsumendan konsumen. Hubungan ini didasarkan pada kontrak pembiayaan konsumen. Atas dasar kontrak yang sudah mereka tanda tangani, maka secara yuridis para pihak terikat akan hak dan kewajiban masing-masing yang harus dilaksanakan dengan iktikad baik dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Kewajiban perusahaan pembiayaan konsumen adalah menyediakan dana ( kredit ) kepada konsumen sejumlah uang yang dibayarkan secara tunai kepada pemasok atas pembelian barang yang dibutuhkan konsumen. Adapun kewajiban konsumen adalah membayar kembali dana ( kredit ) secara angsuran sampai lunas kepada perusahaan pembiayaan konsumen. Apabila dana ( kredit ) sudah dicairkan dan barang sudah diserahkan oleh pemasok kepada konsumen, maka barang tersebut langsung menjadi milik konsumen. Akan tetapi, jika sampai angsuran terakhir belum dibayar lunas, maka barang tersebut menjadi jaminan utang secara fidusia. Dengan demikian, hubungan kontraktual antara perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen sejenis dengan perjanjian kredit pada

umumnya. Dalam hal ini ketentuan-ketentuan tentang perjanjian dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata berlaku sepanjang tidak ditentukan lain. Hak perusahaan pembiayaan konsumen adalah menerima pembayaran kembali dana ( kredit ) secara angsuran sampai lunas dari konsumen. Hak konsumen adalah menerima pembiayaan dalam bentuk dana ( kredit ) sejumlah uang yang dibayarkan secara tunai kepada pemasok ( supplier ) untuk pembelian barang yang dibutuhkan konsumen. 2. Hubungan antara perusahaan pembiayaan konsumen dan pemasok ( supplier ). Didalam hubungan antara perusahaan pembiayaan konsumen dan pemasok tidak ada hubungan kontraktual. Antara perusahaan pembiayaan konsumen dan pemasok tidak ada hubungan hukum yang khusus, tetapi bagi perusahaan pembiayaan konsumen sebagai pihak ketiga yang disyaratkan melakukan pembayaran atas barang-barang yang dibeli konsumen dari pemasok. Sehubungan dengan persyaratan tersebut, apabila perusahaan pembiayaan konsumen melakukan wanprestasi, sementara kontrak jual beli dan kontrak pembiayaan konsumensudah selesai dilakukan, maka jual beli bersyarat yang terjadi antara pemasok dan konsumen tersebut dapat dibatalkan oleh pemasok. Selanjutnya konsumen dapat menggugat perusahaan pembiayaan konsumen karena telah melakukan wanprestasi. 3. Hubungan antara Konsumen dan Pemasok ( supplier ) Konsumen untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan akan menghubungi perusahaan pembiayaan konsumen guna memperoleh pembiayaan berupa dana ( kre dit ) dan menghubungi pemasok ( supplier ) sebagai penjual atau penyedia barang.. Dalam transaksi pembiayaan konsumen ada 2 hubungan kontraktual, yaitu : a. perjanjian pembiayaan konsumen antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen; b. perjanjian jual beli antara pemasok ( supplier ) dengan konsumen. Hubungan antara konsumen dan pemasok ( supplier ) terjadi karena adanya perjanjian jual beli bersyarat, dimana pemasok ( supplier ) sebagai penjual menetapkan syarat bahwa pembayaran atas harga barang akan dilakukan oleh pihak ketiga, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen Dengan demikian, apapun alasannya apabila pihak ketiga, yaitu perusahan pembiayaan konsumen melakukan wanprestasi, sehingga tidak melakukan pembayaran secara tunai kepada pemasok ( supplier ), maka jual beli antara pemasok ( supplier ) dengan konsumen akan dibatalkan. Semua ketentuan tentang jual beli berlaku dalam pembiayaan konsumen sepanjang relevan dan/atau tidak ditentukan lain, misalnya tentang ketentuan kewajiban menanggung dari pihak pemasok ( supplier ) bahwa barang tidak ada cacat tersembunyi dan kewajiban purna jual.

C. TENTANG ALASAN PEMAAF dan PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR Dalam Bagian Keempat Bab Kesatu Buku Ketiga Kitab Undang Undang Hukum Perdata ada dua pasal yang memberikan alasan pembenar bagi debitor yang tidak dapat melaksanakan prestasinya sesuai dengan kewajiban yang telah ditentukan dan pada saat yang ditetapkan. Kedua pasal tersebut adalah Pasal 1244 dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa jika ada alasan untuk itu, debitor harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga, apabila ia tidak dapat membuktikan bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang tidak terduga pun tak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, kesemuanya itupun jika iktikad buruk tidaklah ada pada pihaknya. Menurut ketentuan ini berarti debitor tidak dapat diwajibkan untuk penggantian biaya, kerugian dan bunga kepada kreditor, meskipun debitor telah lalai melaksanakan kewajibannya berdasarkan suatu perikatan pokok/asal selama dan sepanjang terjadi hal-hal sebagai berikut: 1. Ada suatu hal yang tidak terduga sebelumnya pada saat perikatan dilahirkan, yang tidak memungkinkan dilaksanakannya perikatan pada saat yang telah ditentukan atau yang sama sekali tidak memungkinkan pelaksanaan dari perikatan tersebut. Hal ini mengakibatkan debitor berada dalam keadaan cidera janji, tanpa membatalkan perikatan itu sendiri. 2. Hal yang tidak terduga tersebut merupakan suatu peristiwa yang berada diluar tanggung jawab debitor. Ini merupakan hal wajar mengingat bahwa suatu perikatan yang pelaksanaannya digantungkan pada kehendak debitor adalah batal demi hukum. Perikatan tersebut dianggap tidak pernah ada. Kitab Undang- Undang Hukum Perdata memberikan beban pembuktian pada pihak debitor. Hanya dalam hal debitor dapat membuktikan bahwa peristiwa yang terjadi, yang menyebabkan dirinya tidak dapat melaksanakan perikatan merupakan peristiwa yang belum terduga sebelumnya dan bahwa peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, atau dengan kata lain, tidak berada dibawah kekuasaannya untuk mencegah terjadinya peristiwa tersebut atau peristiwa tersebut bukanlah sesuatu yang dikehendaki atau direncanakan oleh debitor yang telah berada dalam keadaan cidera janji. 3. Debitor tidak memiliki iktikad buruk untuk tidak melaksanakan kewajiban yang telah dibebankan kepadanya berdasarkan perikatan yang telah ada diantara debitor dengan kreditor. Dengan rumusan yang menyatakan bahwa selama tidak ada iktikad buruk padanya, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bermaksud menyatakan bahwa cukup debitor berada dalam keadaan netral saja dan tidak perlu berlebihan dalam menyikapi terjadinya peristiwa yang tidak terduga tersebut, yang tidak berada dibawah tanggung jawabnya yang menyebabkan debitor tidak dapat melaksanakan kewajibannya berdasarkan perikatan yang sudah ada. Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa tidaklah biaya, rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tidak disengaja, debitor berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang

diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang. Sesuai dengan rumusan yang diberikan oleh kedua pasal tersebut dapat diketahui bahwa : 1. Alasan pemaaf dan alasan pembenar merupakan alasan yang mengakibatkan debitor yang tidak melaksanakan kewajibannya sesuai perikatan pokok/asal, tidak diwajibkan untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. 2. Alasan pembenar merupakan alasan yang berhubung dengan ketidakmampuan objektif untuk memenuhi perikatan yang ada sedangkan alasan pemaaf merupakan alasan yang berhubungan dengan ketidakmampuan subjektif dalam memenuhi perikatan. 3. Alasan pemaaf dan alasan pembenar yang diperbolehkan tersebut bersifat limitatif dengan pengertian bahwa selain yang disebutkan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tidak dimungkinkan bagi debitor untuk mengajukan alasan lain yang dapat membebaskannya dari bunga dalam hal debitor telah cidera janji. Hal ini harus dibedakan dari suatu keadaan dimana kreditor tidak menuntut pelaksanaan penggantian biaya, kerugian dan bunga dari debitor yang telah cidera janji. 4. Alasan pembenar yang diperbolehkan adalah suatu keadaan memaksa atau yang kejadian tidak disengaja yang mengakibatkan debitor terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya. Keadaan memaksa atau kejadian yang tidak disengaja ini merupakan suatu alasan yang bersifat objektif yan dalam pandangan setiap orang, tidak hanya debitor secara pribadi dengan terjadinya peristiwa memaksa atau tidak terduga tersebut, tidak mungkin dapat melaksanakan perikatan yang telah ditetapkan. 5. Alasan pemaaf yang dapat dijadikan alasan adalah terjadinya suatu hal yang tidak terduga, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya selama tidak ada iktikad buruk. Sehubungan dengan alasan pemaaf ini, unsur tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitor memegang peranan yang sangat penting karena alasan ini bergantung pada kemampuan subjektif dari debitor tersebut. Dengan demikian, apabila debitor masih dapat dipertanggungjawabkan atas tidak dapat dipenuhinya kewajiban atau prestasi yang wajib dipenuhinya tersebut, debitor berkewajiban untuk membayar ganti rugi, biaya dan bunga. D. ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN Dalam putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor : 79/PEN/BPSK-MDN/2012. Adapun yang menjadi pertimbangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam perkara ini konsumen yang bernama David Hermansyah Panjaitan membeli satu unit mobil type Mercedes Benz C-180 MT BK 333FJ dengan nomor mesin 111920.60.082357 dan nomor rangka MHL202018.OL021567 secara kredit dengan cicilan perbulan sebesar Rp. 2.593.000,- selama 24 bulan, kemudian pada pembayaran cicilan ke 7, 8 dan 9 menunggak karena alasan terjadinya hal yang diluar kemampuannyadan dengan iktikad baik, dimana konsumen

menyerahkan mobil tersebut dengan cara menitipkan mobil tersebut kepada PT. Sinar Mas Multifinance sebagai perusahaan pembiayaan konsumen dan akan membayar tunggakannya pada tanggal 25 November 2012 beserta administrasinya. Bahwa sesuai dengan surat pernyataan tanggal 26 November 2012 konsumen datang untuk membayar tunggakannya, namun tidak memperoleh kepastian dan harus membayar semua cicilan sebesar Rp. 47.662.734,- Bahwa berdasarkan bukti-bukti K 1 s/d K 6 bahwa konsumen telah beriktikad baik untuk melanjutkan cicilannya sesuai pernyataanya, dimana pelaku usaha tidak beriktikad baik dalam menjalankan usahanya dan juga tidak pernah hadir dipersidangan setelah dipanggil dengan patut,maka beban pembuktian yang seharusnya dilakukan oleh pelaku usaha, menurut Pasal 22 Kepmen Perindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, maka pelaku usaha telah nyata tidak dapat membuktikan kesalahan konsumen. Bahwa serah terima kendaraan secara baik dengan dibarengi surat pernyataan dan sesuai dengan waktunya tanggal 26 November 2012, tetapi mobil tersebut tidak diserahkan oleh pelaku usaha kembali kepada konsumen dan perjanjian atas mobil tersebut tidak dijamin dengan fidusia apalagi dicatatkan. Berdasarkan hal ini pelaku usaha dengan semena-mena telah melanggar hak konsumen dan pelaku usaha telah tidak memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur sesuai dengan kewajiban pelaku usaha yang diatur Pasal 7 Undang Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Bahwa mobil tersebut tidak diikat dengan fidusia, maka konsumen berhak kembali melanjutkan kredit tersebut dan pelaku usaha harus mengembalikan mobil Mercedes Benz C-180 MT BK 333 FJ dan jika terjadi pelelangan adalah perbuatan melawan hukum dan lelang itu batal demi hukum, pelaku usaha telah melanggar perbuatan yang dilarang oleh Pasal 8 dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pasal ini mengatur tentang azas Undang Undang Perlindungan Konsumen, yaitu azas keadilan, keseimbangan, keamanan serta kepastian hukum. Bahwa peraturan yang berlaku dalam suatu kredit, apabila konsumen berhenti membayar,maka prioritas untuk membeli adalah konsumen, dengan demikian tanpa sepengetahuan konsumen, mobil tersebut dilelang adalah perbuatan semena-mena dan fiddusia dalam perjanjian pembiayaan tersebut tidak terbukti ada apalagi didaftarkan dikantor Hukum dan Ham RI, dengan tidak didaftarkannya fidusia tersebut maka membeli secara kredit adalah domein hutang piutang dan pelaku usaha melelang mobil tersebut tanpa prosedur yang jelas adalah perbuatan melawan hukum, dengan demikian lelang yang dilakukan oleh pelaku usaha adalah cacat hukum, dan sampai pengaduan ini diajukan konsumen, pelaku usaha tidak ada menunjukkan bukti bahwa mobil tersebut telah dilelangnya, pelaku usaha telah melanggar hak konsumen yaitu Pasal 4 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Bahwa pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu untuk mendapatkan/ meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaigus mendapatkan barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pedagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. Bahwa isi perjanjian pembiayaan bersama dengan penyerahan milik secara fidusia dimaksud seyogianya tidak dapat diberlakukan kepada konsumen.karen berasarkan penjelasan Pasal 18 ayat (1) dilarang membuat dan mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen,

dapun larangan tersebut dicantumkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak, maka dengan demikian sesuai dengan Kepmen Perindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2000 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK Pasal 3 ayat (c) dan ayat (k). Bahwa merujuk pada Pasal 19 ayat (1)Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa tanggung jawab pelaku usaha memberikan ganti rugi kepada konsumen baik berupa pengembalian mobil dan/atau jasa yaitu berupa pengembalian barang yaitu mobil Type Mercedes Benz C-180 MT BK 333 FJ Nomor Mesin 111920.60.082357 dan Nomor Rangka MHL202018.OL.021567sepantasnya dikembalikan kepada konsumen, sesuai dengan perjanjian kredit yang ditanda tangani oleh pelaku usaha dan konsumen. Jo Pasal 12 ayat (2) Kepmen Peridag RI No.350/MPP/Kep/12/2000Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK Jo.Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Pasal 19 ayat (2) sebagaiimana dimaksud diatas, sehingga majelis berpendapat ada kerugian dipihak konsumen. Menimbang, pelaku usaha telah dipanggil secara patut, namun tidak pernah hadir, maka sesuai dengan Pasal 52 butir (a), (c), (g), (k)dari Undang -Undang Nomor 8 Tahun 1999 Jo. Pasal 36 ayat (3) Kepmen Perindag RI No, 350/MPP/Kep/12/2000, yang ber bunyi : Bila mana pada persidangan kedua, konsumen tidak hadir, maka gugatannya gugur demi hukum. Sebaliknya jika pelaku usaha yang tidak hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan, sehingga majelis berpendapat gugatan konsumen patut dikabulkan seluruhnya. E. KESIMPULAN Debitor yang tidak beriktikad buruk tidak dapat diwajibkan untuk memberikan penggantian berupa biaya, kerugian, dan bunga kepada kreditor, meskipun debitor telah lalai melaksanakan kewajibannya berdaasarkan suatu perikatan pokok, karena suatu hal yang tidak terduga sebelumnya pada saat perikatan dilahirkan,yang tidak memungkinkan dilaksanakannya perikatan pada saat yang telah ditentukan atau yang sama sekali tidak memungkinkan pelaksanaan dari perikatan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, 1990, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. --------------------------------, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan pembiayaan,2004, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen jika dirugikan, Visimedia, Jakarta 2008. Harahap, M.Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, 1986, Alumni, Khotibul Umam, Hukum Lembaga Pembiayaan Hak Dan Kewajiban Nasabah Pengguna Jasa Lembaga Pembiayaan,2010, Pustaka Yustisia, Yogyakarta. Mariam Darus Badrulzaman,1983, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung. Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, 2008, Sinar Grafika, Jakarta.