MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU JENIS-JENIS TANAMAN PENGHASIL GAHARU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kehutanan yang bernilai ekonomi tinggi. Gaharu digunakan sebagai bahan baku

PEDOMAN PENGUNDUHAN BENIH PADA PANEN RAYA DIPTEROKARPA 2010

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

PERTUMBUHAN ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI TIGA POPULASI DI PERSEMAIAN. C. Andriyani Prasetyawati *

Oleh : Iskandar Z. Siregar

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara.

Oleh : Iskandar Z. Siregar

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERBANYAKAN BIBIT POHON UNTUK REVEGETASI LAHAN PASCA TAMBANG

ISBN : MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU SHOREA PENGHASIL TENGKAWANG

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENYEMPURNAAN SISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN HUTAN LEBIH BAIK

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

PROPAGASI BIBIT POHON

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN

PERSIAPAN BAHAN TANAM TEH

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

TEKNIK BUDIDAYA GAHARU SERTA PERAN NYATA PENYULUH KEHUTANAN DALAM BUDIDAYA GAHARU

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

Pembuatan Pembibitan Tanaman

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EKSPLORASI ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DI TIGA KABUPATEN DI SULAWESI SELATAN. C. Andriyani Prasetyawati dan Edi Kurniawan

PENDAHULUAN. tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Silvikultur intensif jenis rotan penghasil jernang (bibit, pola tanam, pemeliharaan)

SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG

PENYELAMATAN SUMBERDAYA GENETIK JENIS CENDANA

TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan

Teknik Pembenihan Acacia Spp. (Akasia) Bebas Penyakit

Budidaya Tanaman Obat. Elvira Syamsir

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

Diro Eko Pramono I. PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Teknik Budidaya Tanaman Pepaya Ramah Lingkungan Berbasis Teknologi Bio~FOB

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

UJI PROVENANSI EBONI (Diospyros celebica Bakh) FASE ANAKAN

Cara Menanam Cabe di Polybag

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

PENAMPILAN TANAMAN KONSERVASIEX-SITU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Budi Santoso dan Chairil Anwar Balai Penelitian Kehutanan, Ujung Pandang

MENGENAL KELAPA DALAM UNGGUL LOKAL ASAL SULAWESI UTARA (Cocos nucifera. L) Eko Purdyaningsih,SP PBT Ahli Muda BBPPTPSurabaya

STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

E U C A L Y P T U S A.

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

Pemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula.

PEMBANGUNAN KEBUN BENIH SEMAI SENGON (Falcataria moluccana) Establihsment of Sengon (Falcataria moluccana) Seedling Seed Orchard

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

Oleh : Sri Wilarso Budi R

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

Penanganan bibit Acacia mangium (mangium) dengan perbanyakan generatif (biji)

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih

Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

PEMBANGUNAN NURSERY UNTUK PERBANYAKAN BIBIT

BAGIAN KESEMBILAN PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN DENGAN SISTIM SILVIKULTUR INTENSIF GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Demplot sumber benih unggulan lokal

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

PEMBANGUNAN KEBUN PANGKAS RAMIN (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) DI KHDTK TUMBANG NUSA, KALTENG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

PENGELOLAAN KEBUN PANGKAS HIBRID ACACIA (A. mangium x A. auriculiformis) Sri Sunarti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan laboratoriun lapangan terpadu

III. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PERBANYAKAN VEGETATIF. Oleh : Danu dan Agus Astho Pramono

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

PRODUKSI BENIH PISANG DARI RUMPUN IN SITU

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman

Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan. Deden Djaenudin Puspijak 2012

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah

Transkripsi:

MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU JENIS-JENIS TANAMAN PENGHASIL GAHARU Oleh: Lukman Hakim Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Bekerja sama dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) CITES Phase II Project Bogor Indonesia, 2014

MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU JENIS-JENIS TANAMAN PENGHASIL GAHARU Penyusun: Lukman Hakim Editor: Atok Subiakto Tajudin Edy Komar Erdy Santoso Desain Cover: Agustina Dwi Setyowati Copyright 2014 Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) CITES Phase II Project ISBN: 978-602-1681-23-7 Diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi International Tropical Timber Organization (ITTO) CITES Phase II Project Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Indonesia Telp. +62-251-8633234, Fax. +62-251-8638111 Dicetak oleh: IPB Press Bogor, Desember 2014 This work was made possible by a grant from ITTO under its collaborative program with CITES 'Support to ITTO: CITES Implementation for Tree Species and Trade/Market Transparency (TMT)'. Donors to this collaborative program include the EU (primary donor), the USA, Germany, the Netherlands and Norway. The project was implemented by Center for Conservation and Rehabilitation Research and Development.

KATA PENGANTAR Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah sehingga salah satu keluaran dari Project ITTO CITES PHASE II, Promoting Conservation of Plant Genetic Resources of Aquilaria and Gyrinops Species in Indonesia adalah berupa Manual Pembangunan Plot Konservasi Ex-Situ Jenis-jenis Tanaman Penghasil Gaharu. Sudah menjadi rahasia umum bahwa exploitasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu di alam yang tidak diimbangi dengan upaya budidaya dapat menyebabkan kepunahan. Pada pertemuan CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) ke- IX di Florida, Amerika Serikat pada tahun 1994, jenis Aquilaria malaccensis yang merupakan salah satu tanaman penghasil gaharu di Indonesia telah dimasukkan ke dalam Appendix II. Master Plan Penelitian dan Pengembangan Gaharu tahun 2013-2023 sudah disusun, dan konservasi merupakan bagian dari aspek yang penting dalam menjawab tantangan kepunahan jenis-jenis ini. Sampai saat ini hasil-hasil penelitian dari aspek konservasi masih sangat terbatas. Manual ini yang bersifat praktis diharapkan dapat sebagai pedoman dalam pembangunan plot konservasi ex-situ jenis-jenis tanaman penghasil gaharu di tingkat lapangan. Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada penulis dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Manual Pembangunan Plot Konservasi Ex-Situ Jenis-jenis Tanaman Penghasil Gaharu. Semoga karya ini dapat berkonstribusi dalam upaya penyelamatan jenis- iii

jenis tanaman penghasil gaharu di Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi, namun di alamnya sudah terancam punah. Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Ttd. Ir. Adi Susmianto, M.Sc. NIP 19571221 198203 1 002 iv

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix I. PENDAHULUAN... 1 II. TAHAPAN KEGIATAN... 3 2.1. Penentuan Lokasi Eksplorasi... 3 2.2. Pengumpulan Materi Genetik... 4 2.3. Pembuatan dan Pemeliharaan Bibit di Persemaian... 6 2.4. Penentuan Lokasi Penanaman... 10 2.5. Penyiapan Lahan Penanaman... 10 2.6. Penanaman Bibit di Lapangan... 13 2.7. Pemeliharaan, Pengamanan, dan Evaluasi Tanaman di Lapangan... 15 III. PENUTUP... 16 DAFTAR PUSTAKA... 17 v

DAFTAR TABEL Tabel 1. Rincian kebutuhan bibit dan luas lahan... 14 vii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kegiatan pengumpulan dan penanganan anakan di lapangan... 6 Gambar 2. Sungkup KOFFCO untuk benih dan sungkup plastik untuk anakan... 7 Gambar 3. Bibit yang sudah siap dikeluarkan dari sungkup... 8 Gambar 4. Pemisahan bibit di persemaian untuk memperluas keragaman genetik... 9 Gambar 5. Pemisahan bibit di persemaian untukmempertahankan struktur genetik dari masing-masing jenis atau populasi... 9 Gambar 6. Kegiatan pembukaan lahan dan pembuatan lubang tanam... 11 Gambar 7. Gambar 8. Rancangan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu untuk memperluas keragaman genetik... 12 Rancangan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu untuk mempertahankan struktur genetik... 12 Gambar 9. Papan nama penanaman... 13 Gambar 10. Kegiatan penanaman di lapangan... 14 Gambar 11. Kegiatan pengukuran tanaman... 15 ix

I. PENDAHULUAN Kegiatan eksploitasi hutan alam yang bersifat ekstraktif dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang tidak memperhatikan azas kelestarian menyebabkan kemerosotan secara kualitas maupun kuantitas hutan pada level genetik, jenis, maupun ekosistem. Konsesi pengusahaan hutan alam, perkebunan, pertambangan, pemukiman dan transmigrasi, serta kelemahan birokrasi merupakan beberapa faktor yang menyebabkan angka fragmentasi dan degradasi hutan alam tropis Indonesia semakin tidak dapat dikendalikan (Curran et al., 2004). Degradasi hutan akan mengarah pada kemungkinan kepunahan suatu jenis, atau pengurangan jumlah individu penyusun vegetasi di areal yang hilang. Program konservasi dapat dilakukan bagi jenis-jenis yang terancam di hutan tropis. Pemilihan prioritas jenis didasarkan pada pentingnya suatu populasi, jenis atau kelompok jenis, dan tingkat keterancaman dari sumberdaya genetik tersebut. Jenis-jenis prioritas dipilih untuk dikonservasi karena memegang peran kunci dalam ekosistem (keystone species) atau memiliki prospek secara ekonomis yang tinggi (Finkeldey, 2005). Menurut laporan Siran dan Turjaman (2010), Indonesia memiliki sekitar 27 jenis tanaman penghasil gaharu antara lain Aquilaria spp., Aetoxylontallum spp., Gyrinops spp., dan Gonystylus spp., yang tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia. Jenis-jenis Aquilaria spp. tersebar di Sumatera dan Kalimantan, sedangkan untuk jenis-jenis Gyrinops spp. tersebar di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Keberadaan Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. tersebut semakin langka di populasi alamnya. Kelangkaan ini dikarenakan oleh eksploitasi yang tidak mengindahkan kelestariannya sehingga menyebabkan penurunan potensi dan keragaman genetiknya. Untuk melindungi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu terutama dari genus Aquilaria dan Gyrinops dari kepunahan di alamnya, maka komisi CITES sejak tahun 2004 telah menetapkan larangan dan atau pembatasan pemungutan gaharu alam dengan memasukannya dalam daftar tumbuhan Appendix II CITES (CITES, 2005). Kondisi ini mengharuskan segera dilakukan tindakan konservasi genetik. Menurut Leksono dan Widyatmoko (2012), kegiatan penelitian konservasi genetik dan pemuliaan pohon gaharu belum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu penelitian aspek ini sangat diperlukan agar dapat mendukung upaya

penyelamatan materi genetik di sebaran alam yang masih ada dan sekaligus dapat mendukung program pemuliaan untuk menghasilkan bibit unggul jenis-jenis tanaman atau pohon penghasil gaharu. Strategi konservasi sumberdaya genetik terdiri atas konservasi in-situ dan ex-situ, dimana menurut Cohen et al. (1991) kedua strategi tersebut saling melengkapi. Konservasi ex-situ merupakan back-up bagi konservasi in-situ, apalagi jika jenis target di sebaran alamnya terancam punah. Materi genetik yang dikoleksi dari areal konservasi in-situ dapat berfungsi ganda yaitu selain sebagai sumber materi pembangunan konservasi ex-situ juga dapat sekaligus dimanfaatkan untuk keperluan program pemuliaan. Menurut Zobel dan Talbert (1984); Graudal et al. (1997), ada lima langkah dalam kegiatan konservasi sumber daya genetik ex-situ, yaitu: a). Penetapan jenis tanaman prioritas, b). Pemetaan sebaran populasi, c). Pengumpulan materi genetik, d). Penyiapan lokasi penanaman, dan e). Pengembangan kebun persilangan. Berkaitan dengan uraian di atas, kegiatan yang didanai oleh ITTO CITES PHASE II, Promoting Conservation of Plant Genetic Resources of Aquilaria and Gyrinops Species in Indonesia bertujuan untuk membangun Plot Konservasi Eks-Situ dengan target jenis dari genus Aquilaria dan Gyrinops pada activity 2.3. Initial establishment of Aquilaria and Gyrinops conservation gardens. Untuk mendukung kegiatan tersebut, disusun buku manual yang diharapkan dapat digunakan sebagai panduan dalam kegiatan pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ. Manual ini meliputi penentuan lokasi eksplorasi (lokasi pengumpulan materi genetik), kegiatan pengumpulan materi genetik, pembuatan bibit di persemaian, penentuan lokasi penanaman, penyiapan lahan penanaman, penanaman bibit di lapangan, pemeliharaan dan pengamanan tanaman di lapangan. 2

II. TAHAPAN KEGIATAN 2.1. Penentuan Lokasi Eksplorasi Menurut Siran dan Turjaman (2010), sebaran alam jenis Aquilaria spp. tersebar di Sumatera dan Kalimantan, sedangkan jenis Gyrinops spp. tersebar di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Lokasi eksplorasi dan pengumpulan materi genetik dapat berupa benih atau anakan alam/buatan harus dipelajari dengan cermat lokasi, aksesibilitas dan kendaraan yang tersedia, tempat penginapan serta tenaga kerja yang dibutuhkan. Bila harus mengumpulkan materi genetik berupa biji, maka informasi tentang musim masak buah yang siap diambil sangat penting. Untuk jenis Aquilaria spp., ada yang tersebar pada populasi yang sama (dalam 1 populasi lebih dari 1 jenis) dan ada pula yang 1 jenis pada 1 populasi. Informasi ini perlu diketahui sebelum melakukan eksplorasi untuk lebih mengefisienkan waktu dan biaya. Populasi yang pertama dipilih adalah yang di dalamnya terdapat lebih dari 1 jenis. Untuk Gyrinops spp., pada umumnya 1 populasi hanya terdapat 1 jenis sehingga pemilihan populasi didasarkan pada sebaran alam dari jenis tersebut. Pemilihan populasi perlu memperhatikan keseluruhan sebaran alam dari masing-masing jenis, sehingga materi yang dikumpulkan bisa mewakili sebaran keragaman genetik dari masing-masing jenis. Untuk jenis Aquilaria spp. yang sebarannya di Sumatera dan Kalimantan, sebaiknya masing-masing pulau diwakili oleh minimal 2 populasi. Semakin banyak populasi yang dikumpulkan akan semakin baik dengan tetap mempertimbangkan jarak geografis dari populasi-populasi tersebut. Demikian juga untuk jenis Gyrinop spp. Jumlah populasi dengan memperhatikan jarak geografis akan sangat menentukan variasi genetik yang akan dikumpulkan. Pemilihan populasi pada sebaran alam, selain memperhatikan jarak geografisnya, juga perlu memperhatikan potensi yang dimiliki oleh masing-masing populasi (jumlah jenis dan jumlah individu per-jenis). 3

Penentuan lokasi eksplorasi ini merupakan kegiatan awal yang sangat penting karena akan sangat menentukan keragaman genetik yang akan dikumpulkan. Informasi-informasi mengenai sebaran dan potensi dari masing-masing populasi perlu dikumpulkan sebelum dilakukan eksplorasi. Oleh karena itu, perlu adanya contact person dari calon lokasi kegiatan eksplorasi. 2.2. Pengumpulan Materi Genetik Setelah diketahui lokasi eksplorasi dan pengumpulan materi genetik, musim buah masak, dan informasi penting lainnya maka dilakukan kegiatan eksplorasi dan pengumpulan materi genetik berupa benih atau anakan alam/buatan. Hal pertama yang dilakukan adalah survey potensi yang terdapat pada populasi tersebut untuk menentukan lokasi dari pohon induk yang dipilih untuk mewakili keseluruhan sebaran pada populasi tersebut. Beberapa data yang perlu diambil antara lain posisi koordinat lokasi eksplorasi, ketinggian tempat dan kondisi lingkungan. Jumlah pohon induk setiap populasi minimal 20 yang terdistribusi secara merata dan mewakili semua karakter individu yang ada di populasi tersebut. Jarak antar pohon 50-100 meter yang diasumsikan tidak terjadi perkawinan antar pohon induk yang dikoleksi materi genetiknya. Jika materi genetik berupa benih, diusahakan dari pohon induk yang paling dewasa yang sudah beberapa kali berbuah serta untuk meminimalkan pengumpulan materi genetik dari keturunan yang sama (induk dan turunannya). Sebagian dari jenis Aquilaria hanya dapat dibedakan berdasarkan bunga dan buah, sehingga saat eksplorasi yang paling tepat adalah saat buah masak agar identifikasi jenis dapat lebih akurat. Bila memungkinkan, benih dikumpulkan per pohon agar desain pembangunan plot konservasi lebih leluasa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Apabila tidak memungkinkan untuk mengetahui induknya, maka pengambilan cabutan harus merata di keseluruhan populasi. Pengambilan materi genetik dari pohon induk yang posisinya merata di populasi tersebut dapat mewakili karakter individu pohon induk di seluruh populasi tersebut. Kegiatan eksplorasi dan pengumpulan materi genetik berupa benih dan anakan menggunakan prosedur standar baku survei. Alat yang dibutuhkan antara lain GPS, kamera, dan gunting stek. 4

Sedangkan bahan meliputi styrofoam, kantong plastik, sabut kelapa, kertas koran, dan kardus. Tahapan kegiatan eksplorasi dan pengumpulan materi genetik adalah sebagai berikut: a. Pengumpulan materi genetik berupa benih Menggunakan GPS untuk mengetahui posisi koordinat lokasi pengumpulan benih, Pengumpulan buah dengan memanjat pohon dan memetik buah yang matang dan mengumpulkan dalam plastik yang telah diberi label, Setelah sampai penginapan dimasukan ke dalam kotak styrofoam. b. Pengumpulan materi genetik berupa anakan Menggunakan GPS untuk mengetahui posisi koordinat lokasi pengumpulan anakan, Mencabut anakan dengan tinggi antara 10-15 cm yang ada di sekitar pohon induk dan sudah diketahui jenisnya serta sedapat mungkin akarnya tidak putus. Setelah terkumpul, dibungkus koran yang akarnya dilapisi tanah dan diberi label setiap pohon induk, Daun dikurangi dan dipotong setengah untuk mengurangi penguapan dan dibasahi air untuk menjaga kesegaran sampai di penginapan, Sesampai di penginapan, daun yang belum dipotong setengah daun dan tanah yang menyelimuti akar diganti dengan sabut kelapa, Masing-masing anakan dari pohon induk diberi label dan dimasukan ke dalam kotak styrofoam. 5

Gambar 1. Kegiatan pengumpulan dan penanganan anakan di lapangan 2.3. Pembuatan dan Pemeliharaan Bibit di Persemaian Benih jenis-jenis tanaman penghasil gaharu bersifat rekalsitran (Hou, 1960), tidak dapat disimpan lama sehingga harus cepat disemaikan di persemaian. Materi genetik dari beberapa popolasi dipisahpisahkan dalam bedeng semai berdasarkan jenis dan asal populasi. Kegiatan penanganan materi genetik dari lapangan setelah sampai di persemaian adalah sebagai berikut: a. Benih Persen kecambah terbaik diperoleh dari benih yang langsung dikecambahkan setelah pengunduhan, Benih yang masih di dalam buah harus dikeluarkan dengan cara dibuka buahnya, Benih lalu disemaikan dalam bak tabur (sungkup KOFFCO) yang medianya berupa serbuk kelapa dan pasir yang telah disterilkan, Setelah benih berkecambah dan menghasilkan daun sejumlah 4-6 daun dipindahkan ke polybag, Bibit dipelihara sampai siap tanam di persemaian. b. Anakan 6

Penanaman bibit cabutan menggunakan sungkup lebih baik persen tumbuhnya dibanding tanpa sungkup, Anakan yang dikemas dengan baik perlu dicelupkan ke zat perangsang akar (Rootone F) dan ditanam ke polybag, Untuk mengatur suhu dan kelembaban, anakan yang telah dimasukan ke polybag dimasukan ke dalam sungkup plastik sampai bibit menghasilkan daun dan akar, (Gambar 2) Setelah menghasilkan daun dan perakaran yang cukup kuat, bibit dikeluarkan dari sungkup, (Gambar 3) Bibit dipelihara sampai siap tanam di persemaian. Gambar 2. Sungkup KOFFCO untuk benih dan sungkup plastik untuk anakan 7

Gambar 3. Bibit yang sudah siap dikeluarkan dari sungkup Kegiatan pemeliharaan bibit di persemaian sampai dengan bibit siap tanam di lapangan yang dilakukan secara rutin meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan, pemupukan, dan penanganan serangan hama dan penyakit. Sedangkan kegiatan seleksi bibit dilakukan untuk mengetahui jumlah bibit siap tanam dengan tinggi bibit minimal 30 cm dan sudah bercabang dua. Rancangan bedeng di persemaian tergantung dari tujuan pembangunan plot konservasi ex-situ. Jika untuk keperluan memperluas keragaman genetik suatu jenis dari beberapa populasi/provenan dalam satu bedeng dan dapat dirancang seperti pada Gambar 4. Sedangkan untuk mempertahankan struktur genetik dari masing-masing populasi maka setiap jenis dan populasi dalam 1 bedeng atau dipisahkan dengan yang lainnya seperti pada Gambar 5. 8

Jenis A dari beberapa populasi Jenis B dari beberapa populasi Jenis C dari beberapa populasi Gambar 4. Pemisahan bibit di persemaian untuk memperluas keragaman genetik Jenis A dari populasi A Jenis A dari populasi B Jenis A dari populasi C Gambar 5. Pemisahan bibit di persemaian untuk mempertahankan struktur genetik dari masingmasing jenis atau populasi 9

2.4. Penentuan Lokasi Penanaman Menurut Sumarna (2009), dalam pembudidayaan jenis-jenis pohon penghasil gaharu perlu memperhatikan sifat fisiologis tumbuhan, edafis lahan dan ekologis tempat tumbuh sesuai dengan habitat alamnya. Beberapa kriteria utama penentuan lokasi pembangunan Plot Konservasi jenis-jenis pohon penghasil gaharu dari genus Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. secara umum sebagai berikut: a. Lingkungan fisik seperti iklim dan tanah mendukung daya hidup dan pertumbuhan dari genus Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. yang sudah ditentukan sebagai jenis target, b. Luas mencukupi dan berstatus hukum jelas dan aman sehingga pada masa yang akan datang tidak dikonversi untuk peruntukan lain, c. Lokasi mudah dijangkau oleh kendaraan sehingga memudahkan dalam kegiatan pemeliharaan, pengawasan dan pengamanan, d. Lokasi dekat dengan sumber air untuk penyiraman, terutama pada musim kemarau, e. Lokasi aman dari serangan hama dan penyakit serta diusahakan tidak monokultur, karena menurut laporan Ragil dkk (2009) penanaman monokultur menyebabkan rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang adalah hama daun jenis Heortio vitessoides. 2.5. Penyiapan Lahan Penanaman Setelah lokasi penanaman ditetapkan, maka dilakukan kegiatan pengukuran lahan dan penentuan luas areal yang akan digunakan sesuai dengan rancangan yang akan digunakan. Plot Konservasi jenisjenis tanaman penghasil gaharu, masing-masing jenis dari beberapa populasi harus dipisahkan dengan jarak yang cukup (50-100 meter) agar tidak terjadi saling kawin antar jenis atau antar populasi (provenan). Pemisahan lokasi untuk masing-masing jenis tumbuhan penghasil gaharu sangatlah perlu mengingat mudahnya terjadi hibridisasi antar jenis. Untuk satu jenis, perlu tidaknya pemisahan antar populasi tergantung pada tujuan pembangunan plot konservasi. Apabila tujuannya adalah selain melakukan konservasi juga untuk menghasilkan benih, maka tidak perlu dilakukan pemisahan lokasi 10

antar populasi. Tetapi apabila ingin tetap mempertahankan struktur genetik dari masing-masing populasi yang kemungkinan mempunyai jarak genetik yang cukup tinggi, maka antar populasi sebaiknya dipisah dengan jarak yang cukup (50-100 m). Keragaman genetik dari masing-masing jenis ini diharapkan luas karena berasal dari banyak populasi. Keragaman genetik dapat diketahui melalui analisis DNA dan jika memiliki keragaman genetik yang tinggi maka dapat digunakan sebagai materi dasar untuk mendukung program pemuliaan. Gambar 6. Kegiatan pembukaan lahan dan pembuatan lubang tanam Setelah kegiatan pengukuran selesai sesuai rancangan dan tujuan konservasi, maka kegiatan berikutnya adalah pembersihan lahan, pemasangan ajir tanaman, pembuatan lubang tanam dan pemberian pupuk dasar (pupuk organik). Persiapan pada lahan semak belukar dan hutan bekas tebangan dilakukan secara jalur selebar 1-2 meter. Tumbuhan di sepanjang jalur dibersihkan, sedangkan tumbuhan di luar jalur dipertahankan untuk naungan jenis-jenis tanaman penghasil gaharu yang bersifat semi toleran. Sedangkan pada lahan yang terbuka, perlu ditanami tanaman peneduh atau peneduh buatan berdasarkan jarak tanam. Tanaman peneduh yang digunakan adalah jenis yang cepat tumbuh, tidak mengeluarkan zat alelopati dan tidak bersaing dalam mendapatkan unsur hara. 11

Rancangan Plot Konservasi ex-situ jika untuk keperluan memperluas keragaman genetik suatu jenis dari beberapa populasi dapat dirancang seperti pada Gambar 7. Rancangan ini dapat menjadi populasi dasar untuk program pemuliaan dengan keragaman genetik yang luas. Sedangkan jika untuk mempertahankan struktur genetic dari masing-masing populasi maka seperti Gambar 8. Rancangan ini merupakan back-up dari materi genetik yang ada di populasi alamnya dan bisa juga menjadi sumber materi genetik untuk program pemuliaan jika di populasi alamnya sudah rusak. Jenis A dari beberapa populasi Jenis lain sebagai jalur pemisah Jenis B dari beberapa populasi Jenis lain sebagai jalur pemisah Jenis C dari beberapa populasi Gambar 7. Rancangan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu untuk memperluas keragaman genetik Jenis A dari populasi A Jenis lain sebagai jalur pemisah Jenis A dari populasi B Jenis lain sebagai jalur pemisah Jenis A dari populasi C Gambar 8. Rancangan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu untuk mempertahankan struktur genetik 12

2.6. Penanaman Bibit di Lapangan Sebelum dilakukan penanaman, bibit perlu dipersiapkan sebaik mungkin dengan label yang jelas jenis dan asal populasinya. Bibit yang akan ditanam sehat dan memenuhi syarat untuk ditanam, jumlah yang sudah ditentukan serta telah didistribusikan pada setiap ajir yang sudah dipasang di lubang tanam yang telah diberi pupuk dasar beberapa hari sebelumnya. Penanaman dilakukan dengan melepas polybag dan akar tanaman tidak tertekuk, jika ada akar yang telah menerobos polybag sebaiknya dipotong dan bibit ditanam secara tegak sedalam leher akar (Gambar 10). Tanah untuk mengisi lubang hendaknya gembur dan jika perlu bibit diikat dengan ajir agar tetap tegak. Setelah penanaman perlu dibuat peta penanaman dan papan nama Plot Konservasi ex-situ dengan data sebagai berikut: nama plot, jenis tanaman, asal benih, jarak tanam, luas plot, waktu penanaman, dan instansi pembangun plot. Gambar 9. Papan nama penanaman 13

Sebagai contoh pembangunan Plot Konservasi ex-situ jenis-jenis tanaman penghasil gaharu dari 3 jenis yaitu jenis A, jenis B, dan jenis C dengan jarak tanam 3 x 3 meter. Maka jumlah bibit siap tanam yang harus disiapkan untuk kebutuhan penanaman dan penyulaman, masing-masing jenis berjumlah 1.111 + 222 = 1.333 bibit dengan asumsi 20% untuk penyulaman untuk luas masing-masing jenis 1 ha. Contoh tersebut dapat dilihat seperti pada data Tabel 1. Tabel 1. Rincian kebutuhan bibit dan luas lahan No. Plot Konservasi Jenis Jarak tanam (m) Jumlah Bibit Bibit sulaman (20%) Jumlah bibit total 1. Jenis A 3 x 3 1.111 222 1.333 1 2. Jenis B 3 x 3 1.111 222 1.333 1 3. Jenis C 3 x 3 1.111 222 1.333 1 Luas (ha) 14 Gambar 10. Kegiatan penanaman di lapangan

2.7. Pemeliharaan, Pengamanan, dan Evaluasi Tanaman di Lapangan Pemeliharaan tanaman dilakukan untuk memberikan pertumbuhan tanaman yang maksimal. Beberapa kegiatan pemeliharaan seperti penyiangan, pendangiran, pemupukan, penyulaman dan menjaga tanaman dari gangguan manusia, hewan, gulma, hama dan penyakit. Keamanan dan kepastian areal sangat penting, karena jenis-jenis tanaman penghasil gaharu memiliki nilai yang sangat tinggi dan di alam sudah pada kondisi terancam punah. Tanaman yang ada di Plot Konservasi ex-situ ini merupakan koleksi genetik sehingga tidak akan diinokulasi dan ditebang. Kegiatan evaluasi tanaman di lapangan dilakukan dengan mengukur pertumbuhan diameter, tinggi, dan persen tumbuh minimal setiap 6 bulan sekali (Gambar 11). Gambar 11. Kegiatan pengukuran tanaman atau pohon 15

III. PENUTUP Konservasi jenis-jenis tanaman atau pohon penghasil gaharu dari genus Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. merupakan hal yang sangat mendesak untuk dilakukan. Manual pembangunan Plot Konservasi ex-stu jenis-jenis tanaman penghasil gaharu dari genus Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. dapat menjadi panduan yang mudah dibaca dan dipraktekkan di lapangan. Semoga dengan manual ini dapat membantu kegiatan pembangunan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu di indonesia yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi namun di alamnya sudah terancam punah. 16

DAFTAR PUSTAKA Curran, L.M., Trigg, S.N., McDonald, A.K., Astiano, D., Hardiono, Y.M., Siregar, P., Caniago,I., Kasischke. 2004. Lowland forest loss in protected areals of Indonesia Borneo. SCIENCE, Vol. 303. International Scientific Publications Workshop for Forest Researcher. Bogor. Indonesia. CITES. 2005. Conservation on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. Appendice I, II, and III of CITES. UNEP. 48 pp. Cohen, J.I., Williams, J.T. Pluncknett, D.L.and Shands, H. 1991. Ex-Situ Conservation of Plant Genetic Resoursce: Global Development and Enviromental Concern. Science: 253: 866-872. Finkeldey, R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Alih bahasa oleh Djamhuri, E., Siregar, I.Z., Siregar, U.J., Kertadikara, A.W. Intitut Pertanian Bogor. Bogor. Graudal, L., Kjaer, E., Agnete, Thomsen, and Larsen, A.B. 1997. Planning National Programmes for Conservation of Forest Genetic Resourses. Technical Note No. 48. December 1997. Danida Forest Seed Centre. Denmark. Hou, D. 1960. Thymelaceae. In : Flora Malesiana (Van Steenis, C.G.G.J., ed) Series I, Vol. 6. Walter- Noodhoff, Groningen. The Netherland. P. 1-15. Leksono, B. dan Widyatmoko, A.Y.P.B.C. 2012. Master Plan Penelitian dan Pengembangan Gaharu Tahun 2013-2023. Percetakan IPB. Bogor. Ragil SBI, Erdy Santoso, Maman Turjaman, dan Irnayuli R.S. 2009. Hama pada Tanaman Penghasil Gaharu. Makalah Workshop Pengembangan Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan. Bogor. 17

Siran, S.A., dan Turjaman, M. (2010). Pengembangan Teknologi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Subiakto, A. 2013. Budidaya Gaharu Dengan Silvikultur Intensif. Rekam Jejak Gaharu Inokulasi Teknologi Badan Litbang Kehutanan. Forda Press. Bogor. 2013. Sumarna, Y. 2009. Teknik Budidaya Tumbuhan Penghasil Gaharu. Makalah pada Gelar Teknologi Hasil- Hasil Penelitian di Tanjung Pandan. Zobel, B. and J. Talbert. 1984. Applied Forest Tree Improvement. John Wiley and Sons. Inc. 18