Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

UNIVERSITAS ESA UNGGUL Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

BAB III LANDASAN TEORI

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

2015, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 5587); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BEST PRACTICE FORUM TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN DUNIA USAHA ( TSLDU ) DI PROVINSI DKI JAKARTA

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

2015, No RITJ yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran N

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT

GREEN TRANSPORTATION

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998).

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 20/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI KABUPATEN/KOTA

OSWAR MUNGKASA DIREKTUR TATA RUANG DAN PERTANAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sarana dan Prasarana Transportasi di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transportasi pada zaman sekarang ini bukanlah sesuatu hal yang

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM. Nomor : 11 /PRT/M/2010 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN LAIK FUNGSI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk

Standar Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir Citra Kania Laras Sakti

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

Penerapan Manajemen Pelayanan Inklusif Abstrak

BAB 5 KESIMPULAN dan SARAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 18 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDUNG TAHUN

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG PERLINTASAN KERETA API KALIGAWE DENGAN U GIRDER

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1. Kerangka Peraturan Perundangan 2. Dasar Hukum 3. Uji Publik Rencana Kerjasama KPBU Di BPTJ 2018

BAB II TINJAU PUSTAKA

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

IDENTIFIKASI PELUANG JALUR SEPEDA DI SEKELILING RAYA BOGOR ABSTRAK

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Transkripsi:

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Direktur Perkotaan 26 Oktober 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

Outline Pentingnya Jalur Pejalan Kaki Gambaran Kondisi Jalur Pejalan Kaki di Indonesia Peraturan Perundangan terkait Jalur Pejalan Kaki Kendala dalam Mewujudkan Peraturan Perundangan Terkait Perlunya Pedoman Kedudukan Pedoman Tujuan Pedoman Konsep-Konsep Penting dalam Pedoman

Pentingnya jalur pejalan kaki Jalur pejalan kaki diperlukan sebagai komponen penting yang harus disediakan untuk meningkatkan keefektifan mobilitas warga di perkotaan. Saat ini ketersediaan jaringan pejalan kaki yang aman, nyaman, dan manusiawi di kawasan perkotaan belum dapat memenuhi kebutuhan warga baik dari segi jumlah maupun standar penyediaannya. Selain itu keterpaduan antarjalur pejalan kaki dengan tata bangunan, aksesibilitas antarlingkungan, dan sistem transportasi masih belum terwujud.

Gambaran Kondisi Jalur Pejalan Kaki di Indonesia (1) DKI Jakarta Kota Surabaya Kota Semarang Kota Medan

Gambaran Kondisi Jalur Pejalan Kaki di Indonesia (2) Dimanfaatkan oleh PKL Kondisi jalur rusak Jalur diserobot pengendara motor Dimanfaatkan sbg tempat parkir

Peraturan Perundangan terkait Jalur Pejalan Kaki* Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan; Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota; dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota *) list peraturan lebih lengkap dapat dilihat di bagian akhir paparan ini.

Peraturan Perundangan terkait Jalur Pejalan Kaki UU Nomor 26 / 2007 Pasal 28 huruf c rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah Pasal tersebut menunjukkan perlunya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana jaringan pejalan kaki.

Kendala dalam Mewujudkan Peraturan Perundangan Terkait Kesadaran dan rasa kepemilikan masyarakat terhadap keberadaan jalur pejalan kaki masih kurang. Komitmen seluruh stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat) terhadap penyediaan sarana prasarana jalur pejalan kaki masih belum kuat. Selain itu, acuan lengkap untuk merencanakan, menyediakan, dan memanfaatkan sarana prasarana pejalan kaki belum tersedia.

Pentingnya Pedoman Berkaitan dengan hal tersebut, maka Direktorat Perkotaan Ditjen Penataan Ruang Kementerian PU telah menyusun peraturan baru yaitu Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki. Pedoman tersebut hingga saat ini sedang dalam proses legalisasi.

UU 26/2007 Undang-Undang terkait Spt. UU 38/2004 dan UU 22/2009 Rencana Umum RTRW Nasional - Peraturan/Kebijakan terkait (PP, Keppres, Permen, Kepmen) - Standar - Literatur Lainnya RTRW Provinsi RTRW Kabupaten Pedoman Perencanaan Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki Pedoman Perancangan (Kementerian Perhubungan, Kementerian PU Ditjen Binamarga) RTRW Kota Rencana Rinci RTR Kawasan Strategis RDTR Kabupaten/Kota Perencanaan, Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan RTBL/Rencana Teknis Lainnya DED (Detailed Engineering Design) Kedudukan Pedoman

Tujuan Pedoman mewujudkan jaringan pejalan kaki di kawasan perkotaan yang aman, nyaman, dan manusiawi sehingga mampu mendorong masyarakat untuk lebih senang berjalan kaki dan menggunakan transportasi publik. Fokus Pedoman pedoman ini lebih merupakan Pedoman Perencanaan bukan Pedoman Perancangan (design standard/guideline) Akan tetapi, pedoman tidak hanya memuat aspek perencanaan, namun sekaligus juga aspek penyediaan, dan pemanfaatannya.

Ketentuan Perencanaan Sarana Prasarana Jaringan Pejalan Kaki Perencanaan = proses untuk menentukan penyediaan dan pemanfaatan Pertimbangan penentuan kriteria perencanaan adalah kepekaan pejalan kaki dengan berdasar pada aspekaspek normatif : keamanan kenyamanan keselamatan

Prinsip perencanaan : 1. memudahkan pejalan kaki mencapai tujuan dengan jarak sedekat mungkin; 2. menghubungkan satu tempat ke tempat lain dengan adanya konektivitas dan kontinuitas; 3. menjamin keterpaduan, baik dari aspek penataan bangunan dan lingkungan, aksesilibitas antarlingkungan dan kawasan, maupun sistem transportasi; 4. mempunyai sarana ruang pejalan kaki untuk seluruh pengguna termasuk pejalan kaki dengan berbagai keterbatasan fisik; 5. mempunyai kemiringan yang cukup landai dan permukaan jalan rata tidak naik turun;

6. memberikan kondisi aman, nyaman, ramah lingkungan, dan mudah untuk digunakan secara mandiri; 7. mempunyai nilai tambah baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan bagi pejalan kaki; 8. mendorong terciptanya ruang publik yang mendukung aktivitas sosial, seperti olahraga, interaksi sosial, dan rekreasi; dan 9. menyesuaikan karakter fisik dengan kondisi sosial dan budaya setempat, seperti kebiasaan dan gaya hidup, kepadatan penduduk, serta warisan dan nilai yang dianut terhadap lingkungan

Dalam perencanaan prasarana jaringan pejalan kaki perlu memperhatikan kebutuhan ruang jalur pejalan kaki, antara lain berdasarkan: - dimensi tubuh manusia - jarak minimum jalur pejalan kaki dengan bangunan - kemiringan jalur pejalan kaki, dan - ruang jalur pejalan kaki berkebutuhan khusus (bagi pejalan kaki yang mempunyai keterbatasan fisik (difabel)

Kebutuhan Ruang Gerak Minimum Pejalan Kaki berkebutuhan Khusus Jalur pada Ruas Pejalan Kaki

Ketentuan Penyediaan Sarana Prasarana Jaringan Pejalan Kaki penyediaan = Pengadaan dan/atau perwujudan Penyediaan berdasarkan karakteristik sistem transportasi dan pergantian moda serta pusat-pusat kegiatan harus memperhatikan pola perjalanan pejalan kaki dan lokasi. pengembangan dapat berupa : kawasan transit atau Transit Oriented Development (TOD); dan/atau pengembangan kawasan khusus pejalan kaki (pedestrian mall). Pedestrian mall umumnya dilakukan di kawasan yang memiliki tingkat arus pejalan yang tinggi (kawasan perdagangan) untuk revitalisasi kawasan

TOD & Rencana Pedestrian Mall Jenis Pedestrian Mall: Enclosed mall, transit mall, semi mall, full mall

Ketentuan standar pelayanan jalur pejalan kaki STANDAR D para pejalan kaki dapat berjalan dengan arus normal, namun harus sering berganti posisi dan merubah kecepatan karena arus berlawanan pejalan kaki memiliki potensi untuk dapat menimbulkan konflik. STANDAR E para pejalan kaki dapat berjalan dengan kecepatan yang sama, namun pergerakan akan relatif lambat dan tidak teratur ketika banyaknya pejalan kaki yang berbalik arah atau berhenti.

Ilustrasi Rencana Penyediaan Prasarana Jaringan Pejalan Kaki Penyediaan Prasarana Pejalan Kaki Berdasarkan Fungsi Jalan dan Penggunaan Lahan Jaringan Pejalan Kaki

Perspektif Ruas Pejalan Kaki di Sisi Jalan Perspektif Ruas Pejalan Kaki di Tepi Air

Ketentuan Pemanfaatan Sarana Prasarana Ketentuan Jaringan Pemanfaatan Pejalan Kaki Pemanfaatan = aktivitas penggunaan Prinsip pemanfaatan: tidak menggangu fungsi utama prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki tingkat pelayanan jalur pejalan minimal C pemanfaatan selain untuk berjalan kaki diperkenankan selama tidak mengganggu fungsi utama pemanfaatan harus mempertimbangkan: Keselamatan, Keamanan, Kenyamanan, Aksesibilitas, Keindahan, dan Interaksi sosial pola pemanfaatan mengacu pada kebijakan formal yang telah dikeluarkan setiap pemanfaatan ruang pejalan kaki diatur berdasarkan jenis kegiatan, waktu pemanfaatan, jumlah pengguna, dan ketentuan teknis yang harus dipenuhi

Ketentuan Pemanfaatan Prasarana Jaringan Pejalan Kaki untuk Bersepeda

Ketentuan untuk KUKF (Kegiatan Usaha Kecil Formal) Ketentuan untuk Kegiatan Pameran di Ruang Terbuka

Terima Kasih

Peraturan Perundangan Terkait Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan; Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan; Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota; dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.