BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. lambang yang formal, sebab matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural

dokumen-dokumen yang mirip
Kata kunci : Metode Problem Solving, Penguasaan Matematika.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. semester ganjil tahun pelajaran pada mata pelajaran matematika,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat dan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan matematika sebagai pelajaran yang sulit bukanlah hal baru dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengembangkan cara berfikir. Sehingga matematika sangat diperlukan baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan Queen and Servant of Science, maksudnya

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Erman Suherman (dalam Apriyani, 2010) Pemecahan masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa melalui model matematika. sebagai produk yang siap pakai. Selain itu guru-guru tidak mengetahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang dihadapi manusia, suatu cara yang menggunakan informasi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. aktif mengungkapkan gagasan dan ide-ide secara individual maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan nasional menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai ke perguruan tinggi. Belajar matematika di sekolah dasar tentunya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari zaman dahulu hingga sekarang, manusia akan selalu berhubungan dengan matematika.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memajukan daya pikir manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa secara optimal baik pada aspek kognitif, efektif maupun

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

BAB II PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI PERSEGI PANJANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat komunikasi sangat dibutuhkan untuk beraktivitas. Seseorang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia pendidikan di negara kita semakin mendapat tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi dengan cepat, melimpah dan mudah. Siswa sebagai

pikir manusia. Astuti (2009:1) mengemukakan bahwa perkembangan pesat di bidang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari tidak dipungkiri selalu digunakan aplikasi matematika. Saat

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya, baik pada dimensi intelektual moral maupun

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

Transkripsi:

7 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Penguasaan Matematika Menurut Mazhab (dalam Uno, 2011 : 126) matematika adalah sebagai sistem lambang yang formal, sebab matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural dari simbol-simbol melalui berbagai sasaran yang menjadi objek matematika. Bilangan-bilangan misalnya, dipandang sebagai sifat-sifat struktural paling abstrak yang dilepaskan dari suatu arti tertentu dan hanya menunjukkan bentuknya saja. Begitu juga yang dikemukakan oleh Kitcher bahwa matematika terdiri dari komponen bahasa yang biasanya diwujudkan dalam bentuk lambang atau simbol yang memiliki makna tersendiri. Menurut Syarif (dalam Amir, 2011 : 14) bahwa matematika adalah (1) studi pola dan hubungan dengan demikian masing-masing topik itu akan saling berjalinan satu dengan yang lain yang membentuknya, (2) cara berpikir yaitu memberikan strategi untuk mengatur, menganalisis dan mensintesa data atau semua yang ditemui dalam sehari-hari, (3) suatu seni yaitu ditandai dengan adanya urutan dan konsistensi internal, dan (4) sebagai bahasa dipergunakan secara hati-hati dan didefinisikan dalam term dan simbol yang akan meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi akan matematika, keadaan kehidupan riil, dan matematika itu sendiri, serta (5)

8 sebagai alat yang dipergunakan oleh setiap orang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Russel (dalam Uno, 2011 : 129) bahwa matematika adalah suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tak dikenal. Arah yang dikenal tersusun baik (konstruktif) secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks). Hal ini juga dipertegas oleh Soedjadi bahwa matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang mempelajari jumlah-jumlah yang diketahui melalui proses perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angka-angka atau simbolsimbol. Objek dasar yang dipelajari dalam matematika adalah abstrak dan sering disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran. Menurut Suherman dkk (2001: 9), Objek dasar itu meliputi fakta, konsep, operasi dan prinsip. Dari objek dasar inilah dapat disusun suatu pola dan struktur matematika. Pada tahap awal, matematika terbentuk dari pengalaman manusia kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran didalam struktur kognitif sehingga sampailah pada penguasaan matematika. Pengalaman yang diperoleh merupakan hal-hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran yang disebut dengan fakta. Fakta dalam matematika yang dimaksudkan adalah fakta berupa konvensikonvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Dari fakta yang diperoleh akan

9 mewujudkan pengertian-pengertian baru yang dapat timbul sebagai hasil pemikiran. Hasil pemikiran ini akan melahirkan suatu konsep. Menurut Suherman dkk (2001: 10), Konsep merupakan ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan sekumpulan objek. Konsep diperlukan untuk memperoleh dan mengkomunikasikan pengetahuan. Konsep dinyatakan dalam definisi, yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh melalui pengalaman dan menggeneralisasi. Konsep matematika sebagai ilmu mengenai struktur akan mencakup tentang pola umum bentuk/model matematika. Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi, orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang didefinisikan sehingga menjadi jelas apa yang dimaksud konsep tertentu. Begitu juga dengan operasi. Dalam matematika tidaklah asing dengan kata operasi. Operasi yang dimaksud ini adalah pengerjaan hitung. Unsur-unsur yang dioperasikan berupa abstrak. Menurut Suherman dkk (2001: 11), Pada dasarnya operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Dari beberapa fakta dan beberapa konsep yang dikaitkan oleh operasi akan melahirkan suatu prinsip. Jadi prinsip adalah objek matematika yang terdiri atas beberapa fakta dan konsep yang dikaitkan oleh operasi. Prinsip dalam matematika dapat berupa aksioma, teorema, dalil, sifat, dan sebagainya.

10 Jika seorang siswa mampu menerapkan keempat objek abstrak matematika diatas, pasti siswa tersebut dapat menguasai materi-materi yang diajarkan. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa penguasaan matematika adalah suatu tingkat kemampuan pemahaman peserta didik dalam memahami materi dalam pembelajaran. Untuk mengukur tingkat pemahaman siswa dapat diperoleh dari pemberian suatu tes ulangan yang diberikan oleh guru dengan memperhatikan indikator yang ingin capai pada suatu materi. 2.1.2 Metode Problem Solving 2.1.2.1 Pengertian Metode Problem Solving Menurut Djamarah (2010: 91), metode problem solving (pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan. Selanjutnya Usman (dalam Anis, 2011: 17), mengemukakan bahwa metode problem solving (pemecahan masalah) adalah suatu cara penyajian pelajaran dengan cara siswa dihadapkan pada satu masalah yang harus dipecahkan atau diselesaikan, baik secara individual maupun kelompok. Metode ini baik untuk melatih kesanggupan siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan demikian metode problem solving adalah suatu cara penyajian pelajaran yang melatih siswa berpikir dalam memecahkan masalah yang dimulai dengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan.

11 Menurut Sabri (dalam Anis, 2011: 17), Ciri-ciri utama pembelajaran berdasarkan metode pemecahan masalah adalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah dan memusatkan keterkaitan antar disiplin. Belajar memecahkan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Menurut Usman (dalam Anis, 2011 : 17), tujuan dan manfaat dari metode pemecahan masalah yaitu : 1) Mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah-masalah serta mengambil keputusan secara objektif dan rasional, 2) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis, analitis, 3) Mengembangkan sikap toleransi terhadap pendapat orang lain serta sikap hatihati dalam pemecahan masalah. Krismanto (dalam Iyabu, 2011: 23) mengungkapkan bahwa sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab dan direspon. Mereka juga mengatakan bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui pelaku. Menurut Iyabu (2011 : 24) pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu kegiatan yang didesain oleh guru dalam rangka memberi tantangan kepada peserta didik melalui penugasan atau pertanyaan matematika. Fungsi guru dalam kegiatan itu adalah memotivasi peserta didik agar mau menerima tantangan dan membimbingnya

12 dalam proses pemecahan masalah. Masalah yang diberikan harus masalah yang pemecahannya terjangkau oleh kemampuan peserta didik. Masalah matematika dapat dipecahkan dengan efektif dan efisien dengan kemampuan membaca dan bernalar. Pemecahan masalah dimulai dengan merumuskan, mengumpulkan informasi, mencari gagasan, merumuskan gagasan dalam langkah tindakan, memeriksa setiap langkah, menuliskan solusi dan menafsirkan hasil yang diperoleh. Pemecahan masalah dapat membangun sifat ulet, rasa ingin tahu dan percaya diri. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode pemecahan masalah adalah suatu cara penyajian pelajaran berupa permasalahan yang diberikan pada siswa dan akan dipecahkan atau diselesaikan baik secara individu maupun kelompok melalui pendekatan berpikir logis, analisis, sistematis dan teliti. 2.1.2.2 Langkah-Langkah Pelaksanaan Metode Problem Solving Pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini dalah langkahlangkah yang dikemukakan oleh Polya. Keempat langkah dalam pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut (Anis, 2011 :19) : Langkah 1 : Memahami Masalah Pada tahap kegiatan ini, kegiatan pemecahan masalah apa yang diketahui pada permasalahan dan apa yang ditanyakan. Beberapa pertanyaan perlu

13 dimunculkan kepada peserta didik untuk membantunya dalam memahami masalah ini, pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain : a. Apakah yang diketahui dari soal? b. Apakah yang ditanyakan dari soal? c. Apakah saja informasi yang diperlukan? d. Bagaimana akan menyelesaikan soal? Berdasarkan pertanyaan- pertanyaan diatas diharapkan peserta didik dapat lebih mudah mengidentifikasi unsur yang diketahui dan ditanyakan soal. Dalam hal ini, strategi mengidentifikasi informasi yang diinginkan, diberikan dan diperlukan akan sangat membantu peserta didik melaksanakan tahap ini. Langkah 2 : Merencanakan Penyelesaian Metode pemecahan masalah tidak akan berhasil tanpa perencanaan yang baik. Dalam perencanaan pemecahan masalah, peserta didik diarahkan untuk dapat mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah yang sesuai untuk menyelesaikan masalah. Dalam mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah ini hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah apakah startegi tersebut berkaitan dengan pemecahan masalah yang akan dipecahkan. Langkah 3 : Menyelesaikan Masalah Sesuai Rencana Jika peserta didik telah memahami permasalahan dengan baik dan sudah menentukan strategi pemecahannya, langkah selanjutnya adalah melaksanakan penyelesaian soal sesuai dengan yang telah direncanakan. Kemampuan peserta didik memahami subtansi materi dan keterampilan peserta didik melakukan perhitungan-

14 perhitungan matematika akan sangat membantu peserta didik melaksanakan tahap berikutnya. Langkah 4 : Melakukan Pengecekan Kembali Langkah memeriksa ulang jawaban yang diperoleh merupakan langkah terakhir dari metode pemecahan masalah matematika. Langkah ini penting dilakukan untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak terjadi kontradiksi dengan yang ditanyakan. Ada empat langkah penting yang dapat dijadikan pedoman untuk melaksanakan langkah ini yaitu : a. Mencocokkan hasil yang diperoleh dengan hal yang ditanyakan b. Mengintrepretasi jawaban yang diperoleh c. Mengidentifikasi adalah cara lain untuk mendapatkan penyelesaian masalah d. Mengidentifikasi adakah jawaban atau hasil lain yang memenuhi 2.1.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem Solving Menurut Ambarjaya (2012: 108-109) metode problem solving mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut: a) Kelebihan Metode Problem Solving 1) Teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran. 2) Menantang kemampuan siswa serta memberikan siswa kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

15 3) Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. 4) Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. 5) Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. 6) Bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa,bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja. 7) Dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. 8) Dapat mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 9) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 10) Mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar, sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. b) Kekurangan Metode Problem Solving 1) Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah, dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru.

16 2) Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak. 3) Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai komponen pendukung belajar. Dalam konteks ini hal tersebut merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa. 2.1.3 Metode Pembelajaran Konvensional Menurut Bito (2009: 48), Pembelajaran konvensional diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang biasa dilakukan oleh guru setiap hari di mana sifatnya berpusat pada guru sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar. Maksudnya bahwa pembelajaran konvensional pada umumnya tidak/kurang memperhatikan ketuntasan belajar siswa secara individual. Ruseffendi (2006: 74), mengemukakan bahwa pembelajaran secara konvensional pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hasil daripada proses dan pembelajarannya berpusat pada guru. Sedangkan menurut Pangeribuan yang dikuti oleh Ramayanti (2009: 35) bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan kebiasaan, dimana pembelajaran ini merupakan pembelajaran tradisional yang mempersiapkan peserta didik untuk belajar secara individu dan kompetitif untuk

17 memahami pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstuktur yang berasal dari pengajar sebagai pusat pembelajaran. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah proses pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah dengan pola guru menjelaskan materi yang diselingi tanya jawab, memberikan contoh soal serta cara menyelesaikannya. Dalam hal ini guru aktif memberikan informasi sedangkan siswa hanya mencatat informasi yang diberikan guru, menjawab pertanyaan yang diberikan guru dan mengerjakan soal yang diberikan. 2.1.3.1 Langkah-langkah Metode Pembelajaran Konvensional 1) Memulai pelajaran dengan meninjau kembali pelajaran yang telah lewat. 2) Dilanjutkan dengan menerangkan tujuan pembelajaran secara singkat. 3) Mengajarkan materi tahap demi setahap dimana diberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih pada setiap tahap tersebut, selanjutnya tahaptahap tersebut digabungkan sehingga siswa dapat melihat keseluruhan proses. 4) Memberi intruksi dan keterangan dengan jelas dan rinci. 5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkan pengetahuan yang dipelajari. 6) Memberikan pertanyaan dan mengecek pemahaman siswa lewat respon mereka terhadap berbagai pertanyaan. 7) Memberikan umpan balik

18 2.1.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Konvensional a) Kelebihan Metode Pembelajaran Konvenisonal 1) Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mendengarkan penjelasan guru. 2) Memungkinkan untuk dilaksanakan pada kelas dengan siswa yang cukup banyak. 3) Waktu yang diperlukan untuk membahas suatu topik relatif tidak terlalu banyak, sehingga materi dapat diselesaikan dengan mudah. b) Kekurangan Metode Pembelajaran Konvenisonal 1) Kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kreativitas, sikap kritis dan kemndirian siswa. 2) Cenderung menumbuhkan sikap pasif siswa karena biasa menerima. 3) Kurang menumbuhkan rasa solidaritas diantara siswa, sehingga pada akhirnya dapat menurunkan motivasi siswa dalam belajar matematika. (dalam Bito, 2009 : 49-51) 2.1.4 Tinjauan Materi Dimensi Tiga a. Jarak antara Dua Buah Titik Jarak antar dua titik ditentukan oleh panjang ruas garis yang menghubungkan kedua titik tersebut (Abdurrahman, 2007:163). Perhatikan gambar berikut. B A AB = jarak titik A pada B

19 b. Jarak antara Titik dengan Garis Jarak titik P ke garis g adalah panjang garis tegak lurus titik P ke garis g atau panjang garis lurus dari titik P ke titik proyeksinya pada garis g (Abdurrahman, 2007 : 163). Pada gambar dibawah, jarak titik P ke garis g panjang garis PP. Cara mencari jarak titik ke garis, kita gunakan rumus trigonometri pada segitiga yang dibentuk oleh titik yang diproyeksikan dan dua titik lain pada garis. c. Jarak antara Titik dengan Bidang Jarak antara titik P ke bidang v adalah panjang garis tegak lurus dari titik P ke bidang v (Abdurrahman, 2007 : 163). Perhatikan gambar dibawah ini. Titik P terletak diluar bidang v. Dari titik P ditarik garis l tegak lurus terhadap bidang v dan memotong bidang v di titik P. Titik P merupakan proyeksi titik P pada bidang v. Panjang ruas garis PP adalah jarak titik P pada bidang v.

20 d. Jarak antara Dua Buah Garis Jarak antara dua garis sejajar atau bersilangan adalah panjang ruas garis yang tegak lurus terhadap kedua garis tersebut. Pada gambar dibawah ini jarak antara garis g dan garis h adalah panjang ruas garis PQ yang tegak lurus dengan garis g maupun garis h, yaitu d. g P g β d P k g d Q h Q h (jarak dua garis sejajar) α (Jarak dua garis bersilangan) e. Jarak antara Garis dengan Bidang Jarak antara garis dan bidang yang saling sejajar adalah panjang dua garis yang tegak lurus dengan garis dan bidang tersebut. Pada gambar antara garis g dengan bidang V adalah panjang ruas garis PQ yang tegak lurus garis g dan bidang V, yaitu d P g d V Q

21 f. Jarak antara Dua Buah Bidang Jarak antara dua bidang adalah panjang ruas garis yang tegak lurus terhadap dua bidang tersebut. Pada gambar, jarak antar bidang V dengan bidang W adalah panjang ruas garis PQ yang tegak lurus pada bidang V dan bidang W, yaitu d P V d W Q 2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan Sulistiani (2012) dengan judul penelitian Penerapan metode problem solving pada materi dimensi tiga terhadap hasil belajar siswa. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa : Metode problem solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa, membuat siswa lebih terbiasa untuk menyelesaikan soal yang memerlukan pemecahan masalah dan metode problem solving menciptakan ketertarikan siswa dan tidak merasa bosan pada materi dimensi tiga. Amir Latif (2011) dengan judul penelitian Meningkatkan Penguasaan Konsep Matematika Dan Minat Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Segitiga Dan Persegi Melalui Penemuan Terbimbing Di Kelas V SDN 3 Hunggaluwa Kecamatan Limboto

22 Kabupaten Gorontalo. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa : Penguasaan konsep matematika pada pokok bahasan segitiga dan persegi pada siswa kelas V di SDN 3 Hunggaluwa Kabupaten Gorontalo dapat ditingkatkan melalui metode penemuan terbimbing yang ditunjukkan oleh peningkatan jumlah siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan dari siklus I ke siklus II yaitu sebanyak 14 orang atau 43% dan rata-rata peningkatan penguasaan konsep segitiga dan persegi siswa juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 19%. Anis (2011) dengan judul penelitian Pengaruh Pendekatan Problem Solving Dan Kemampuan Awal Terhadap Hasil Belajar Matematika Di SMA Negeri 1 Gorontalo. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa : Hasil belajar matematika antara peserta didik yang diberikan pendekatan problem solving secara kelompok lebih tinggi dari pada peserta didik yang diberikan pendekatan problem solving secara individual, dimana hasil belajar peserta didik yang mengikuti pembelajaran pendekatan problem solving secara kelompok tergolong dalam klasifikasi baik, sedangkan yang mengikuti pendekatan problem solving secara individual tergolong klasifikasi sedang. Perbedaan antara penelitian Sulistiani, Amir Latif dan Anis dengan penelitian ini adalah lokasi penelitian, jumlah sampel penelitian dan metode pembanding. 2.3 Kerangka Berpikir Penguasaan matematika merupakan hal yang paling utama dalam proses belajar karena penguasaan matematika sangat menentukan tingkat pemahaman siswa pada

23 materi yang diajar. Dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi dimensi tiga penguasaan matematika siswa masih rendah. Salah satu faktor penyebab rendahnya penguasaan matematika ini adalah guru yang kurang kreatif dan inovatif dalam memilih suatu metode pembelajaran dalam menyajikan materi. Biasanya guru mengajarkan materi Dimensi Tiga dengan menggunakan pembelajaran konvensional yang disertai dengan pemberian tugas. Tanpa melibatkan siswa pada saat pembelajaran berlangsung, sehingganya siswa menjadi fakum dan tidak merasa tertantang untuk memecahkah masalah yang terkait dengan indikator materi yang diajarkan, sehingga materi yang disampaikan guru tidak terserap sepenuhnya oleh siswa. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan suatu alternatif metode yang relevan dengan seiringnya perkembangan siswa. Metode problem solving merupakan salah satu metode pembelajaran yang melatih cara berpikir siswa. Pada metode problem solving, materi pembelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam metode ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Oleh karenanya penulis menduga bahwa dengan penggunaan metode pembelajaran problem solving pada materi dimensi tiga, siswa akan memperoleh penguasaan matematika yang lebih tinggi. Terkait dengan metode yang akan digunakan, maka untuk mengetahui perbedaan metode tersebut yakni dengan cara memberikan pembanding agar terlihat adanya perbedaan penguasaan matematika. Perbedaan yang dimaksudkan adalah

24 perbedaan penguasaan matematika siswa yang diajarkan menggunakan metode problem solving dan yang diajarkan menggunakan metode pembelajaran konvensional. 2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah Terdapat perbedaan penguasaan matematika siswa yang diajar menggunakan metode problem solving dengan yang diajar menggunakan metode pembelajaran konvensional.