BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based business) saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat telah mengalami empat fase ekonomi-sosial sepanjang sejarah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada publik atau yang

BAB I PENDAHULUAN. intelektual pada perusahaan jasa dan manufaktur di Indonesia. Modal intelektual merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pada kepemilikan aktiva berwujud, tetapi lebih pada inovasi, sistem informasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan maka menggambarkan

BAB I. memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar tersebut, seringkali dana yang

BAB I PENDAHULUAN. saing yang lebih tinggi, dan pertumbuhan inovasi yang luar biasa mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Efek) saham perusahaan yang akan go public terlebih dahulu dijual di pasar

BAB I PENDAHULUAN. keuangan) ke ekonomi berbasis pengetahuan telah terjadi selama dua abad

BAB I PENDAHULUAN. Setelah era efisiensi pada tahun 1950-an dan 1960-an, era kualitas pada

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan kepada publik atau sering dikenal dengan go public di pasar modal.

BAB I PENDAHULUAN. Knowledge-based economyditandai dengan kemajuan di bidang teknologi

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat

Judul : Pengaruh Variabel Keuangan, Non Keuangan dan Ekonomi Makro terhadap Underpricing

BAB 1 PENDAHULUAN. mengharuskan perusahaan-perusahaan mengubah cara mereka menjalankan

harga, yaitu penentuan harga saham saat IPO secara signifikan lebih rendah

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang terjadi saat ini tidak dapat dihindari oleh perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesaing. Dalam upaya pertahanan diri, perusahaan berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan inovasi secara terus-menerus. Dalam rangka untuk dapat bertahan

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. untuk dunia usaha dan investasi untuk investor. Setiap perusahaan tentu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyedia sumber pendanaan selain perbankkan. Dana yang

BAB I PENDAHULUAN. zaman globalisasi saat ini lalu berbagai inovasi yang dilakukan dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. memutuskan untuk go public untuk yang pertama kalinya, saham dilepas terlebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bisnisnya yang sebelumnya berdasarkan pada tenaga kerja (labor-based business)

BAB I PENDAHULUAN. mampu bersaing dalam mencapai tingkat kompetitif jangka panjang. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mengubah cara berbinis mereka. Kemampuan bersaing tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. di pasar modal atau disebut juga dengan go public. Adapun tujuan perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. tenaga kerja menjadi bisnis yang berdasarkan pengetahuan. menerapkan sistem manajemen pengetahuan (knowledge management) maka

BAB I PENDAHULUAN. kompetitornya, baik pada pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. pesat. Kecenderungan kesuksesan perusahaan perbankan secara umum senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara kompetitif untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. mewujudkannya dengan kebutuhan dana yang semakin besar pula.

BAB I PENDAHULUAN. global, dimana perkembangan pada sektor perekonomian telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. berdampak dalam dunia bisnis saat ini. Perusahaan berada dalam lingkungan

Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Return On Assets (ROA) Terhadap Tingkat Underpricing Saham pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI)

BAB 1 PENDAHULUAN. obligasi dan instrumen derivatif lainnya. Pasar modal merupakan sarana yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990 an, perhatian terhadap praktik pengelolan asset tidak

BAB I PENDAHULUAN. Penawaran umum saham perdana dikenal dengan istilah Initial Public

BAB I PENDAHULUAN. memperjualbelikan sekuritas, atau secara formal pasar modal dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. initial return dari hasil kegiatan tersebut (Handayani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. signifikan pada keberhasilan dan kelangsungan hidup suatu organisasi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yaitu, melalui penambahan jumlah kepemilikan saham dengan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk menarik investor dari luar dalam hal pendanaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. physical capital ke paradigma baru yang memfokuskan pada intellectual capital.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. strategi bisnis dari bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja (laborbased business)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebesar $878 juta. Keadaan ekonomi yang baik ini dapat. persaingan pasar yang semakin kompetitif. Kinerja perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. tambahan dana dalam rangka mengembangkan usahanya yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. disini sudah barang pasti akan berbeda dengan pasar komoditas dan pasar

BAB I PENDAHULUAN. dan membuat inovasi-inovasi baru di dalam menghadapi persaingan usaha.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal dalam bentuk konkrit berupa Bursa Efek (securities / stock

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari banyaknya perusahaan yang melakukan Initial Public Offering

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hadirnya World Trade Organization (WTO) pada tingkat global dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis dalam era globalisasi saat ini diindikasikan oleh

2 intelektual dan manajemen modal adalah kunci keberhasilan dianggap di bidang lingkungan yang bergejolak dan menantang akhir-akhir ini. Laporan keuan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yang semakin banyak ditempuh perusahaan dalam rangka pendanaan usaha.

BAB I PENDAHULUAN. underpricing tidak menguntungkan bagi perusahaan yang melakukan go public, pihak menguntungkan para investor (Johnson,2011).

BAB I PENDAHULUAN. usahanya adalah dengan cara melakukan go public. Dana yang diperoleh dalam go

BAB I PENDAHULUAN. Perusahan sebagai suati entitas bisnis bertujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Banyak definisi mengenai modal intelektual menurut peneliti dan kalangan bisnis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1 (butir 2) tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang

BAB I PENDAHULUAN. (value of firm) atau memaksimalkan kekayaan pemegang saham (stockholder s

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini didukung dengan kemajuan di bidang teknologi dan komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan maka kewajiban akan pendanaan juga semakin besar jumlahnya. Hal

BAB I PENDAHULUAN. teknologi informasi memiliki dampak yang luas terutama pada bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Initial public offering (IPO), dapat juga disebut dengan istilah go public, adalah

BAB I PENDAHULUAN. modal semakin besar seiring dengan perkembangan perusahaan. Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan dari luar perusahaan adalah melalui mekanisme penyertaan yang

PENGARUH VARIABEL-VARIABEL KEUANGAN DAN SIGNALING TERHADAP PENENTUAN HARGA PASAR SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA

PENGARUH VARIABEL-VARIABEL KEUANGAN TERHADAP HARGA PASAR SAHAM SETELAH INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK JAKARTA PERIODESASI

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan diharuskan tetap bugar untuk bertahan dalam menjalankan ekspansi

BAB I PENDAHULUAN. iklim persaingan semakin ketat sehingga setiap perusahaan akan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya merupakan suatu indikasi bahwa terdapat faktor lain di dalam

Repositori STIE Ekuitas

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING PERUSAHAAN YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Fenomena pergeseran tipe masyarakat dari masyarakat industrialis dan

BAB I PENDAHULUAN. (private) menjadi perusahaan publik atau sering dikenal dengan istilah go public

Disusun oleh : Karina Dewi Puspitasari B

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Suatu perusahaan dalam melakukan transformasi bisnis dari suatu entitas

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain yang mau ikut menanamkan modalnya pada perusahaan. Hal ini

PERBANDINGAN UNDERPRICING PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA PERUSAHAAN KEUANGAN DAN NON-KEUANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. pasar modal adalah untuk memperoleh capital gain. Menurut Darmadji dan

PENGARUH INFORMASI AKUNTANSI PROSPEKTUS IPO TERHADAP TINGKAT UNDERPRICED DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal sekarang ini dijadikan alternatif pendanaan yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia, pajak merupakan suatu sumber dana terbesar pada

BAB I PENDAHULUAN. Beredarnya saham perusahaan ditangan publik atau masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam perusahaan selalu mempunyai masalah-masalah yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Untuk mencapai tujuan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. modal, dan tenaga kerja terampil di kawasan Asia Tenggara. Sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring telah dibukanya kerjasama perdagangan internasional seperti saat

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan ekonomi yang didorong oleh informasi dan pengetahuan menyebabkan meningkatnya perhatian terhadap modal intelektual (Petty and Guthrie,2000;Bontis,2001). Modal intelektual menjadi penting karena perekonomian dunia di era ini dipicu oleh pentingnya informasi dan pengetahuan (knowledge), serta kehebatan sumber daya manusia dalam suatu organisasi, dan bukan hanya oleh aset fisik semata, seperti di era masa lalu (Petty and Guthrie,2000; Bontis,2001). Pergeseran era industrial economy ke era knowledge economy yang pada prinsipnya berfokus pada informasi dan pengetahuan juga telah menarik sejumlah akademisi maupun praktisi atas modal intelektual yang diyakini menjadi penentu nilai dari perusahaan (Bontis,2001; Lev dan Feng,2001; Guthrie,2000 dalam Tan et al.,2007). Beberapa peneliti juga meyakini bahwa modal intelektual sebagai pendorong dan kontributor terhadap keunggulan kompetitif perusahaan (Abeysekera, 2008; Stewart, 1997; Young and Tsai, 2006 dalam Chen dan Hsieh, 2013). Hal ini menjadikan pengembangan sumber daya manusia beserta ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi faktor yang sangat penting dalam

2 menopang kemajuan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan bangsa secara berkelanjutan. Di beberapa negara maju, modal intelektual telah diyakini menjadi suatu senjata kompetitif yang kuat, hingga pada akhirnya menghasilkan value added yang berkesinambungan bagi badan usaha, sebagai contoh Amerika Serikat dan Finlandia yang tingkat investasi atas modal intelektualnya justru melebihi tingkat investasi yang dilakukan atas physical dan financial capital pada tahun 2002. Investasi Amerika Serikat pada knowledge sebesar 7% dari GDP, sementara pada machinery dan equipment sebesar 6% dari GDP. Investasi knowledge di Finlandia sebesar 6% dari GDP, sementara investasi pada machinery dan equipment 5,5% dari GDP (OECD, 2007 dalam Zeghal dan Maaloul,2010). Investasi modal intelektual di antara negara-negara OECD semakin besar dan terus bertumbuh. Pada tahun 2002, investasi pada research and development, software dan pendidikan berkisar antara 2% sampai 7% dari PDB dan ratarata sebesar 5% dari PDB. Pertumbuhan investasi pada intangible asset dibandingkan tangible asset tumbuh lebih cepat antara 1994 hingga 2002 (OECD, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa kesuksesan perusahaan tidak lagi hanya dipengaruhi oleh aset berwujud saja, namun justru lebih ke

3 arah modal intelektual yang pada dasarnya merupakan intangible asset. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh The Brooking Institution pada perusahaan S&P 500, pada tahun 1982, aset berwujud mewakili 62% dari nilai pasar perusahaan. Kemudian pada tahun 1992, angka tersebut turun menjadi 38%, sementara aset tidak berwujud mewakili 62% nilai pasar perusahaan.sementara itu, hasil penelitian Kaplan dan Norton tahun 2002 menunjukkan bahwa lebih dari 80% nilai pasar ekuitas korporasi digerakkan oleh intangible asset (Weatherly, 2003). 120% 100% 80% 60% 62% 38% 80% Intangible Assets Tangible Assets 40% 20% 0% 62% 38% 20% 1982 1992 2002 Gambar 1.1 The Source of Value Has Shifted from Tangible to Intangible Assets (%t to market value)

4 Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran paradigma dalam menjelaskan daya saing suatu perusahaan, pada dua dekade terakhir lebih memberikan penekanan pada pentingnya intangible asset daripada tangible assets. Hal ini berarti sumber daya manusia yang cerdas serta kekayaan intelektual menjadi aset yang lebih penting dibandingkan aset fisik ataupun aset finansial yang dimiliki perusahaan. Bagaimana mungkin Coca Cola Company mampu menjual sahamnya dengan nilai pasar $ 42,65 pada September 2015 dengan nilai buku dari saham tersebut yang hanya sebesar $ 6,00? Hal ini membuktikan adanya aset yang tidak tampak yang membuat nilai perusahaan lebih besar dibanding nilai modal atau nilai aset yang tampak. Penelitian Chen et al. (2005) menyatakan bahwa investor memberikan penilaian yang lebih tinggi terhadap perusahaan yang memiliki modal intelektual yang tinggi. Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan akuntansi dalam mengungkap intangible asset dalam penyajian laporan keuangan. Ketidakmampuan laporan keuangan dalam mengungkap modal intelektual merupakan penyebab dari asimetri informasi (Aboody dan Lev, 2000; Lev, 2001 dalam Istianingsih dan Sidharta, 2015). Sullivan (2000) mengatakan bahwa pengungkapan modal intelektual menjadi faktor yang

5 penting dalam beberapa tahun terakhir. Modal intelektual dilihat sebagai kunci kinerja dan kesuksesan perusahaan di masa depan. Penelitian pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) menjadi penting karena tingkat asimetri informasi antara pemilik perusahaan dengan calon investor lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang sudah go public (Hartono, 2006). Pada proses IPO, investor mendapatkan informasi dari IPO prospektus dimana penilaian investor akan bergantung pada seberapa banyak informasi dan bagaimana informasi tersebut dapat mencerminkan kinerja perusahaan di masa yang akan datang (Bukh et al., 2005). Semakin tinggi asimetri informasi maka semakin tinggi underpricing yang dialami perusahaan (Ritter dan Welch, 2002). Underpricing adalah suatu fenomena yang menunjukkan pada saat perusahaan melakukan go public harga saham di pasar sekunder lebih tinggi dibandingkan harga penawaran sehingga diperoleh initial return yang positif. Underpricing merugikan pihak perusahaan (emiten) karena mengindikasikan dana yang diperoleh perusahaan dari publik tidak maksimum(takarini dan Kustini, 2007). Dari 138 perusahaan yang IPO antara tahun 2009 sampai dengan 2014 terdapat 106 perusahaan yang mengalami

6 underpricing dan 27 perusahaan yang mengalami overpricing sedangkan sisanya sebanyak 5 perusahaan memberikan initial return nol. Pada tahun 2009 dari 13 perusahaan yang IPO ada 6 perusahaan yang mengalami underpricingatau sebesar 46,15% dari jumlah keseluruhan perusahaan yang IPO. Namun pada tahun 2010 dan 2012 persentase perusahaan yang underpricing berada pada level 91,3% dan 91,3% hampir mendekati jumlah keseluruhan perusahaan yang melakukan IPO pada tahun tersebut, meskipun pada tahun 2011 perusahaan yang mengalami underpricing hanya 16 perusahaan dari 25 perusahaan yang melakukan IPO atau setara dengan 64%. Sementara itu pada tahun 2013 dan 2014 persentase perusahaan yang mengalami underpricing berada pada level 70% dan 87,5%. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa fenomena underpricing melekat pada perusahaan yang akan melakukan IPO. Semakin tinggi asimetri informasi maka semakin tinggi underpricing yang dialami perusahaan (Ritter dan Welch, 2002). Pengungkapan modal intelektual dalam IPO prospektus akan mengurangi asimetri informasi dan ketidakpastian dalam menentukan nilai perusahaan di masa yang akan datang dan hal tersebut akan menurunkan kemungkinan terjadinya underpricing (Edvinsson and Malone et al., 1997 dalam Chen

7 dan Hsieh, 2013). Penelitian mengenai topik underpricing IPO telah dilakukan di lebih dari 40 negara (Engelen dan Van Essen, 2010). Mayoritas penelitian sebelumnya mengadopsi teori asimetri informasi dalam menjelaskan isu underpricing. Penelitian Chen dan Hsieh (2013) yang dilakukan pada perusahaan yang melakukan IPO di Taiwan menunjukkan bahwa pengungkapan empat dimensi modal intelektual yaitu human capital, process capital, innovation capital, dan customer capital berkorelasi negatif dengan tingkat underpricing. Penelitian lain yang dilakukan oleh Singh dan Van der Zahn (2007) terhadap perusahaan yang melakukan IPO di Singapore Stock Exchange (SGX) pada periode 1997-2004 menemukan adanya hubungan positif antara pengungkapan modal intelektual di dalam prospektus terhadap underpricing. Sementara itu, hasil penelitian Ardhianto (2011) di Indonesia menunjukkan bahwa variabel pengungkapan modal intelektual memiliki pengaruh positif yang tidak signfikan terhadap tingkat underpricing. Hasil penelitian yang sering tidak konsisten baik antara hasil satu penelitian dengan penelitian lainnya maupun dengan teori-teori yang dikembangkan sebelumnya, mendorong penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pengungkapan

modal intelektual yang terdapat pada IPO Prospektus perusahaan terhadap underpricing saham. 8 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Apakah pengungkapan modal intelektual berpengaruh terhadap tingkat underpricing saham perusahaan yang melakukan IPO di BEI periode 2009 sampai dengan 2014? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk menganalisis pengaruh pengungkapan modal intelektual terhadap underpricing saham perusahaan yang melakukan IPO di BEI periode 2009 sampai dengan 2014. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian pengaruh pengungkapan modal intelektual terhadap underpricing saham pada perusahaan yang IPO ini mempunyai manfaat lebih dalam:

9 1. Bagi pengembangan keilmuan Penelitian ini akan memberikan sebuah hasil yang bisa digunakan untuk mengembangkan pengetahuan mengenai modal intelektual. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. 2. Bagi investor Penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi investor yang akan melakukan investasi di badan usaha. Informasi tersebut mengenai modal intelektual yang dapat digunakan untuk menilai kinerja badan dan competitive advantage perusahaan tersebut. 3. Bagi emiten Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada emiten untuk mengetahui sejauh mana pengaruh modal intelektual menjadi bahan pertimbangan untuk mengelola sumber daya intelektual untuk dapat menciptakan nilai bagi perusahaan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Untuk memfokuskan permasalahan, maka ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada kajian dan pembahasan mengenai pengaruh pengungkapan modal intelektual terhadap

10 underpricing. Hal tersebut dikarenakan fenomena underpricing melekat pada perusahaan yang akan melakukan IPO di Indonesia. Perusahaan yang dijadikan sampel adalah seluruh perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan 2014 yang mengalami underpricing, yaitu perusahaan yang memiliki harga penawaran perdana saham lebih rendah dibandingkan harga penutupan saham pada hari pertama di pasar sekunder. 1.6 Sistematika Penulisan Untuk menjelaskan secara terperinci bagian pada masing masing bab, diperlukan sebuah organisasi penulisan yang menjelaskan tentang : BAB 1 : PENDAHULUAN Bab pendahuluan berisi latar belakang yang mendasari penelitian dengan topik modal intelektual, rumusan masalah, tujuan dan manfaat studi, ruang lingkup data, dan sistematika penulisan. Tujuan penulisan bab ini adalah memberikan gambaran umum tentang alasan ketertarikan dan pemilihan topik, mengapa topik ini dianggap penting, fenomena yang terkait dengan topik, kondisi obyek penelitian, dan pembatasan terhadap pembahasan penelitian.

11 BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA Bab kedua ini berisi ulasan konsep atau teori yang mendasari penelitian ini serta penelitian terdahulu. Teori dan konsep yang ada tersebut digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam bentuk hipotesis hipotesis. BAB 3 : METODE PENELITIAN Bab tiga berisi tentang metode penelitian yang digunakan selama melakukan penelitian, seperti rancangan penelitian, variabel, dan definisi operasional variabel, sumber data,karakteristik populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, prosedur pengambilan data, dan teknik analisis data. BAB 4 : HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN Bab empat berisi tentang proses pengolahan data, analisis data yang telah diperoleh, pembahasan hasil penelitian, serta pernyataan apakah research question dalam bentuk hipotesis hipotesis yang ada dalam penelitian ini diterima atau tidak. BAB 5 : SIMPULAN DAN SARAN Bab lima berisi kesimpulan akhir tentang hasil penelitian, implikasi dan saran untuk penelitian selanjutnya.