1
Pengaruh Model Pembelaran Scaffolded Reading Terhadap Kemampuan Membaca Intensif Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Pandan Nauli Kab. Tapanuli Tengah Tahun Pembelajaran 2013/2014 Oleh Nunung Susilowaty Mara Untung Ritonga, S.S., M.Hum., Ph.D. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Scaffolded Reading terhadap kemampuan membaca intensif siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pandan Nauli kabupaten tapanuli tengah tahun pembelajaran 2013/2014 yang berjumlah 160 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes essay. Sampel penelitian ini adalah sampel yang langsung ditetapkan dari seluruh jumlah populasi yang ada yaitu sebanyak 30 orang siswa. Penelitian ini bersifat eksperimen dengan model one group pretest postest design. Dari pengolahan data diperoleh hasil pretest dengan rata-rata 67,6, standar deviasi 6,97, dengan berkategori baik 46,6 %, berkategori cukup 53,3%; Sedangkan hasil postest diperoleh rata-rata 79,3, standar deviasi 6,63, dengan berkategori sangat baik 36,6%, berkategori baik 43,3%, dan berkategori cukup 20%. Dari uji homogenitas didapat bahwa sampel penelitian ini berasal dari populasi yang homogen. Setelah uji normalitas dan homogenitas, diperoleh t o sebesar 5.90, setelah t o diketahui, kemudian dikonsultasikan dengan t tabel pada taraf signifikasi 5% dengan dk = (N1 + N2) 2 = (30+30) 2 = 58, dari df= 29 diperoleh taraf signifikan 5% = 2.04 dan taraf signifikan 1% = 2.71. karena t o yang diperoleh lebih besar dari t tabel yaitu 2.71<5,09>2.04, hipotesis alternatif (H a ) diterima. Berdasarkan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Scaffolded Reading berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kemampuan membaca intensif siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun Pembelajaran 2013/2014 Kata Kunci : Scaffolded Reading, Membaca Intensif, Pengaruh, Model Pembelajaran. PENDAHULUAN Peran media saat ini sangat penting. Media menyajikan beragam informasi yang dibutuhkan masyarakat. Melalui media cetak kita dapat menyerap berbagai 2
informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, yakni dengan membaca surat kabar atau berlangganan surat kabar. Ada faktor yang menyebabkan minat membaca siswa masih rendah diantaranya, (1) pada umumnya mereka atau orang tua tidak berlangganan koran, (2) model pembelajaran yang diterapkan khususnya materi pembelajaran tidak bervariasi, (3) tidak memanfaatkan media cetak, (4) guru tidak menerapkan bermacam latihan membaca, dan beberapa faktor eksternal lainnya. Untuk menumbuhkan keterampilan membaca pada siswa dapat ditempuh dengan memberikan tugas atau soal yang penyelesaiannya dapat dicari di bukubuku bacaan. Dengan demikian, diharapkan siswa akan terdorong untuk melakukan perbuatan membaca dan dalam rangka menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, sehingga akan menyebabkan mereka aktif untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Adapun rendahnya keterampilan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi dalam membaca intensif untuk menemukan informasi bahan diskusi antara lain : (1) siswa sulit menemukan wacana, (2) siswa sulit menemukan ide pokok dalam teks wacana, (3) siswa kurang mengetahui isi wacana dengan baik, (4) siswa kurang latihan dalam membaca secara intensif, (5) siswa dalam membaca cenderung ramai, (6) siswa dalam mendiskusikan teks bacaan secara intensif cenderung pasrah mengandalkan teman dan kurang percaya diri, (7) siswa cenderung pasif mengemukakan pendapat untuk menemukan informasi bahan diskusi dalam berdiskusi, (8) dalam menemukan informasi bahan diskusi teks bacaan, siswa cenderung tidak merangkum teks bacaan yang telah disediakan oleh guru, tetapi ditulis bagian-bagian teks bacaan yang terpenting saja, (9) siswa cenderung bosan dalam membaca, (10) siswa kurang cermat dan teliti dalam membaca. Di samping itu pula, rendahnya keterampilan membaca intensif disebabkan karena siswa cenderung membaca sekilas tidak secara intensif sehingga pemahaman yang didapatkan kurang maksimal. Rendahnya tingkat kemampuan membaca intensif disebabkan katena penggunaan metode ataupun teknik guru yang hanya bersifat satu arah. Artinya hanya guru yang aktif berceramah, sedangkan siswa sebagai peserta didik menjadi pasif. Siswa hanya 3
menstransfer pengetahuan dari guru sehingga siswa cenderung tidak melakukan kegiatan. Disamping itu pula, siswa sulit untuk memecahkan permasalahan bahan bacaan (khususnya bahan bacaan yang mengandung istilah yang sulit dipahami) untuk dijadikan bahan diskusi, akan tetapi siswa tidak mau untk berdiskusi untuk memecahkan masalah tersebut. Kegiatan menemukan informasi untuk bahan diskusi dapat meningkatkan kemampuan membaca. Namun, berdasarkan observasi ketika peneliti melakukan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP N 1 Lima Puluh menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dalam materi membaca intensif masih rendah dengan dilihat dari nilai hasil belajar siswa yang masih banyak belum mencapai nilai KKM yaitu 72. Dilihat dari salah satu kelas yang peneliti jadikan contoh yaitu kelas IX-F menunjukkan bahwa hanya 11 siswa yang menunjukkan 32,35% dari 34 siswa yang nilai ulangan membacanya lebih dari atau sama dengan batas ketuntasan yang ditentukan sekolah (KKM:72) dan yang belum tuntas mencapai 23 siswa atau 67,24% dari 34 siswa yang ada. Berdasarkan wawancara dengan salah satu guru di sekolah yang akan peneliti untuk melakukan peneitian, peneliti menyimpulkan bahwa keterampilan membaca intensif beberapa bahan bacaan siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pandan Nauli yang dijadikan bahan diskusi masih rendah. Standar kompetensi pada pembelajaran pembaca diharapkan siswa mampu memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif,intensif, dan membaca nyaring. Salah satunya adalah membaca intensif. Indikator pencapaian hasil belajar dalam membaca intensif diharapkan siswa dapat membaca intensif sebuah bacaan menemukan informasi bahan diskusi. Akan tetapi, kenyataannya siswa kelas VIII belum mampu membaca intensif dengan baik dan seksama dalam membaca sebuah bacaan untuk menemukan informasi bahan diskusi. Model Pembelajaran Scaffolded Reading memungkinkan peserta didik untuk mendapatkan bantuan melalui keterampilan baru atau di luar kemampuannya. Sani (2013:21) menjelaskan bahwa Scaffolded Reading berupa bimbingan yang diberikan kepada peserta didik dengan tugas-tugas yang kompleks, sulit, dan realistis untuk kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut. 4
Abidin (2012:170) menyatakan bahwa: Scaffolded Reading pada dasarnya merupakan model pembelajaran yang menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan membaca siswa melalui penyusunan aktivitas membaca secara bertahap. Selanjutnya dinyatakan bahwa tujuan utama metode ini adalah mendorong siswa agar mampu memiliki kemampuan membaca yang optimal. Dorongan yang bertujuan untuk membangun kemampuan membaca siswa secara bertahap mulai dari tahap pemahaman, tahap kritis, hingga tahap kreatif. PEMBAHASAN Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus diberikan pada pengajaran bahasa Indonesia selain keterampilan menulis, berbicara, dan menyimak. Agar dapat mengikuti semua proses pendidikan, seseorang siswa harus menguasai terampilan membaca. Tarigan (1989: 7) mengatakan bahwa membaca merupakan sesuatu yang unik. Bagi sebagian orang, membaca merupakan kegiatan yang nikmat dan bermanfaat. Bagi sebagian yang lain, membaca merupakan pekerjaan yang menyiksa dan mubadzir. Pengertian membaca menurut Hodgson (dalam Tarigan,2005:7) adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Menurut Harjasujana Ahmad,dkk (1988:1.3) mengatakan bahwa membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata-mata. Bermacam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca agar dia mampu memahami materi yang dibacanya. Selanjutnya ia mengatakan bahwa membaca merupakan interaksi atara pembaca dan penulis. Interaksi tersebut tidak langsung namun bersifat komunikatif. Komunikasi antara pembaca dan penulis akan semakin baik jika pembaca mempunyai kemampuan yang lebih baik. Menurut banyak pakar psikologi kognitif Scaffolding is the assistance (parameters, rulers, or suggestion) a teacher gives a student in a learning situation. Scaffolding adalah bantuan (parameter, aturan, atau saran) pembelajar memberikan peserta didik dalam situasi belajar. Selanjutnya ia menjelaskan 5
bahwa Scaffolding allows the student to have help with only the skills that are new or beyond her ability. Menurut Poerwadarminta (dalam Yamin, 2013:152). Scaffolding diartikan ke dalam bahasa Indonesia Perancah, yaitu bambu (balok dsb) yang dipasang untuk tumpuan ketika hendak mendirikan rumah, membuat tembok, dan sebagainya. Pengertian istilah Scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan kerangka sementara atau penyangga (biasanya terbuat dari bambu, kayu, atau batang besi). Pendapat di atas didukung oleh Larkin (dalam Yamin : 2002) yang mengatakan bahwa Scaffolding adalah bimbingan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dengan persoalan persoalan terfokus dan interaksi yang bersifat positif. Selanjutnya ia mengatakan bahwa, Scaffolding adalah bimbingan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dengan persoalan persoalan terfokus dan interaksi yang bersifat positif. Teori Scaffolding pertama kali diperkenalkan di akhir 1950-an oleh Jerome Bruner, seorang psikologi kognitif. Dia menggunakan istilah yang menggambarkan anak-anak muda dalam akuisi bahasa. Anak-anak pertama kali mulai berbicara melalui bantuan orang tua mereka, secara naluriah anak-anak telah memiliki struktur untuk belajar berbahasa. Yamin (2013:153) menjelaskan bahwa Scaffolding merupakan interaksi antara orang-orang dewasa dan anak-anak yang memungkinkan anak-anak untuk melaksanakan sesuatu di luar usaha mandirinya. Hal ini dipertegas oleh Cazden (dalam Yamin, 2013:153) bahwa Scaffolding sebagai kerangka kerja sementara untuk aktivitas dalam penyelesaian. Selanjutnya ia mengatakan bahwa kontruksi Scaffoolding terjadi pada peserta didik yang tidak dapat mengartikulasikan atau menjelajahi belajar secara mandiri. Scaffolding dipersiapkan oleh guru untuk tidak mengubah sifat atau tingkat kesulitan dari tugas, melainkan dengan Scaffolding yang disediakan memungkinkan peserta didik untuk berhasil menyiapkan tugas. METODOLOGI PENELITIAN Metode memegang peranan penting dalam suatu penelitian, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai, maka metode yang digunakan harus jelas. 6
Penentuan suatu metode harus disesuaikan dengan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar Pengaruh Model Pembelajaran Scaffolded Reading terhadap kemampuan membaca intensif siswa. Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Metode eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh tertentu terhadap yang lain dalan kondisi yang terkendalikan (Sugiono, 2008:107). Dengan demikian, penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan model One group pretest dan posttest design. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kemampuanmembca intensif siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pandan Nauli Kab. Tapanuli Tengah Tahun Pembelajaran 2013/2014. Adapun jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 30 siswa. Oleh karena itu, data kemampuan membaca intensif dinyatakan telah meningkat setelah penggunaan Model Pembelajaran Scaffolded Reading. Data yang diperoleh menjelaskan bahwa nilai tertinggi yang dicapai siswa dalam membaca intensif sebelum menggunakan Model Pembelajaran Scaffolded Reading (Pre-test) adalah 80 dan nilai terendah 55 dengan rata-rata atau Mean 67,6 yang memiliki kategori cukup. Sedangkan Nilai tertinggi yang dicapai siswa dalam membaca intensif setelah menggunakan Model Pembelajaran Scaffolded Reading (Post-test) adalah 90 dan nilai terendahnya adalah 66 dengan rata-rata atau Mean 79,3 yang memiliki kategori baik.hasil pre-test kemampuan membaca intensif dalam artikel termasuk kategori baik sebanyak 14 orang atau 46,66 % kategori cukup sebanyak 16 siswa atau 53,33 % cukup. Identifikasi hasil pre-test kemampuan membaca intensif dalam artikel di atas dalam kategori tidak normal dan tidak wajar. hasil post-test pembelajaran membaca intensif sebanyak 11 siswa atau 36,6% kategori sangat baik dan sebanyak 13 siswa atau 43,3% kategori baik 7
dan 6 siswa atau 20% kategori cukup. Identifikasi hasil posttest pembelajaran membaca intensif yang paling banyak adalah kategori baik. Di bawah ini akan diterangkan satu persatu temuan penelitian berdasarkan rumusan masalah, yaitu sebagai berikut: 1. Pembelajaran membaca intensif tanpa menggunakan model pembelajaran Scaffolded Reading pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pandan Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun Pembelajaran 2013/2014 (pre-test). Di bawah ini akan diterangkan satu persatu hasil yang dicapai siswa sesuai indikator penilaian pembelajaran membaca intensif dalam artikel. a. Mampu menemukan informasi yang problematik dan atau kontradiktif dari teks bacaan Hasil penelitian pada indikator menemukan informasi yang problematik dan atau kontradiktif dari teks bacaan yaitu 10 siswa (33,33%) dalam kategori sangat baik dalam kemampuan menemukan informasi yang problematik dan atau kontradiktif dalam membaca intensif. Selanjutnya 16 orang (53,33%) dalam kategori baik dalam kemampuan menemukan informasi yang problematik dan atau kontradiktif dalam membaca intensif. Selanjutnya ada 4 siswa (13,33%) dalam kategori cukup dalam kemampuan menemukan informasi yang problematik dan atau kontradiktif dalam membaca intensif. b. Mampu menemukan masalah dari data yang diperoleh untuk diskusi Hasil penilaian pada indikator menemukan masalah dari data yang diperoleh untuk diskusi dari teks bacaan yaitu 3 siswa (10%) dalam kategori sangat baik dalam menemukan masalah dari data yang diperoleh untuk diskusi dalam membaca intensif. Selanjutnya 17 siswa (56,66%) dalam kategori baik dalam menemukan masalah dari data yang diperoleh untuk diskusi dalam membaca intensif. Selanjutnya 10 siswa (33,33%) dalam kategori cukup dalam menemukan masalah dari data yang diperoleh untuk diskusi dalam membaca intensif. 8
2. Pembelajaran membaca intensif dalam artikel dengan menggunakan model pembelajaran Scaffolded Reading pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pandan Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun Pembelajaran 2013/2014 (Post-Test). Di bawah ini akan diterangkan satu persatu hasil yang dicapai siswa sesuai dengan indikator penilaian pembelajaran membaca intensif dalam artikel. a. Mampu menemukan informasi yang problematik dan atau kontradiktif dari teks bacaan Hasil penelitian pada indikator menemukan informasi yang problematik dan atau kontradiktif dari teks bacaan yaitu 18 siswa (60%) dalam kategori sangat baik dalam kemampuan menemukan informasi yang problematik dan atau kontradiktif dalam membaca intensif. Selanjutnya 11 orang (36,66%) dalam kategori baik dalam kemampuan menemukan informasi yang problematik dan atau kontradiktif dalam membaca intensif. Selanjutnya ada 1 siswa (3,33%) dalam kategori cukup dalam kemampuan menemukan informasi yang problematik dan atau kontradiktif dalam membaca intensif. b. Mampu menemukan masalah dari data yang diperoleh untuk diskusi Hasil penilaian pada indikator menemukan masalah dari data yang diperoleh untuk diskusi dari teks bacaan yaitu 20 siswa (66,66%) dalam kategori sangat baik dalam menemukan masalah dari data yang diperoleh untuk diskusi dalam membaca intensif. Selanjutnya 10 siswa (33,33%) dalam kategori baik dalam menemukan masalah dari data yang diperoleh untuk diskusi dalam membaca intensif. Selanjutnya 0 siswa (0%) dalam kategori cukup dalam menemukan masalah dari data yang diperoleh untuk diskusi dalam membaca intensif. PERBEDAAN SKOR PRETEST DAN POSTTEST Indikator Kelompok Selisih Pre test Post test Sampel % Sampel % Sampel % 1. Mampu menemukan 10 33.33% 18 60% 8 26,66% 9
informasi yang problematik dan atau kontradiktif dari teks bacaan 2. Mampu menemukan masalah dari data yang diperoleh untuk bahan diskusi 3 10% 20 66,66% 17 56,66% Siswa yang menjadi sampel dalam kelas eksperimen yang dikenai perlakuan (post test) dan yang tidak dikenai perlakuan (pre test) 30 siswa. Pada kelompok pre test, jumlah siswa yang memperoleh skor tertinggi atau yang memperoleh kategori sangat baik setiap indikatornya adalah sebagai berikut: indikator mampu menemukan informasi yang problematik dan atau kontradiktif dari teks bacaan sebanyak 10 siswa, indikator mampu menemukan masalah dari data yang diperoleh untuk bahan diskusi adalah 3 orang. Berbeda dengan data di atas, pada kelompok post test jumlah siswa yang memperoleh skor tertinggi atau yang memperoleh kategori sangat baik setiap indikatornya adalah sebagai berikut: indikator mampu menemukan informasi yang problematik dan atau kontradiktif dari teks bacaan sebanyak 18 siswa, indikator mampu menemukan masalah dari data yang diperoleh untuk bahan diskusi adalah 20 orang. Berdasarkan data di atas dapat dilihat peningkatan kualitas siswa dari satu kelas perlakuan. Dalam setiap indikator, terlihat bahwa siswa dalam kelompok post-test lebih unggul daripada kelompok pre-test. Yang Hal ini bisa dilihat dari jumlah selisih yang merupakan penanda keunggulan siswa dalam kelompok post-test setelah mendapat perlakuan yakni penerapan model pembelajaran membaca Scaffolded Reading. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Scaffolded Reading mempunyai pengaruh yang 10
signifikan dalam meningkatkan kemampuan siswa membaca intensif dalam artikel. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa menggunakan model pembelajaran Scaffolded Reading lebih baik daripada sebelum menggunakan model pembelajaran Scaffolded Reading. Hal ini menunjukkan hasil yang positif. Dengan menggunakan model pembelajaran Scaffolded Reading ini siswa dilatih untuk membaca secara benar dan terarah sehingga mampu menemukan informasi dan menemukan permasalahan yang ada di dalam di dalam teks bacan ataupun artikel. Dengan kemampuan membaca yang baik sangat cocok jika penerapan model pembeljaran Scaffolded Reading ini diterapkan sehingga mampu mendukung siswa untuk mengembangkan kemampuan membaca melalui teknik membaca intensif yang baik. Jika sudah memiliki kemampuan membaca intensif yang baik seperti ini siswa dapat bertukar informasi kepada teman sehingga bisa terjalin hubungan sosial yang baik dan pastinya akan memperoleh informasi yang lebih banyak lagi. Dari hasil pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Scaffolded Reading diketahui bahwa nilai rata-rata siswa lebih tinggi dibandingkan hasil pembelajaran sebelum menggunakan model pembelajaran Scaffolded Reading. nilai rata-rata siswa sebelum menggunakan model pembelajaran Scaffolded Reading adalah 65,53 sedangkan nilai rata-rata siswa setelah diterapkan model pembelajaran Scaffolded Reading adalah 79,33. Maka secara keseluruhan, pengajaran menggunakan model pembelajaran Scaffolded Reading memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar membaca intensif siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pandan Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun Pembelajaran 2013/2014. 11
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung :Refika Aditama. Slamet. A. Harjasujana, Yetti Mulyani. Materi Pokok Membaca.1988. Jakarta:Karunika. Sani, Abdullah Ridwan. Inovasi Pembelajaran. 2013. Jakarta : Bumi Aksara. Tampubolon. 1987. Kemampuan Membaca. Bandung : Angkasa. Tarigan, Hendri Guntur. 2007. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.Bandung : Angkasa. Yamin, Martinis. 2013. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Referensi. 12