BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Peraturan Bupati Jepara Nomor 29 Tahun Pengertian Pengetahuan

dokumen-dokumen yang mirip
PERENCANAAN PARTISIPATIF

PERENCANAAN PARTISIPATIF. Oleh : Bella Ardhy Wijaya Masry ( )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2006 SERI : E.4

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Blitar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

BUPATI JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN JEMBER TAHUN

RKPD Tahun 2015 Pendahuluan I -1

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PASURUAN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Ngawi Tahun BAB I - 1

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN REMBANG TAHUN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Bekasi Tahun Revisi BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN I - 1

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 134 TAHUN : 2011 SERI : E

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2011 TANGGAL 6 JUNI LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PEMERINTAH KOTA BATU

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATACARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2017 TANGGAL : 20 November 2017 BAB I PENDAHULUAN

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengetahuan Peraturan Bupati Jepara Nomor 29 Tahun 2007 2.1.1.1. Pengertian Pengetahuan Secara umum, pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1994). Jadi dapat diartikan bahwa pengetahuan merupakan segala informasi yang tersimpan dalam ingatan seseorang setelah diperoleh dari nara sumber. Pengertian pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). 7

8 2.1.1.2. Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda secara garis besarnya dibagi dalam tingkatan pengetahuan yaitu : a. Tahu (Know) Diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. b. Memahami (Comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut. Tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. d. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. 8

9 e. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007). 2.1.1.3. Peraturan Bupati Jepara Nomor 29 Tahun 2007 Menurut Peraturan Bupati Jepara Nomor 29 Tahun 2007 menyatakan : Pasal 1 : Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jepara merupakan salah satu dokumen perencanaan pembangunan Kabupaten Jepara serta sebagai landasan dan pedoman operasional bagi penyusunan rencana pembangunan di Kabupaten Jepara dari tingkat desa sampai dengan tingkat kabupaten. Pasal 2 : Sistematika Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jepara adalah : BAB I BAB II : Pendahuluan : Pembangunan Jangka Panjang Daerah 9

10 BAB III : Pembangunan Jangka Menengah Daerah BAB IV : Pembangunan Tahunan Daerah BAB V : Perencanaan Pembangunan Desa BAB VI : Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) BAB VII : Partisipasi Masyarakat BAB VIII: Penutup Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jepara disusun dengan tujuan untuk : a. Memberikan arah dan pedoman dalam penyusunan dokumen perencanaan baik bersifat makro maupun spasial. b. Memberikan arah dan pedoman dalam proses penjaringan aspirasi masyarakat terkait dalam perencanaan pembangunan daerah. c. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar wilayah, antar ruang, antar waktu maupun antar fungsi dan urusan Satuan Kerja Perangkat Daerah, maupun antar kebijakan pusat dan kebijakan daerah. d. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. 10

11 e. Memberikan arah dalam pelaksanaan Musrenbang Tingkat Desa, Kecamatan dan Kabupaten. f. Memberikan arah dan pedoman dalam menentukan skala prioritas pembangunan. 2.1.1.4. Terciptanya Pengetahuan Masyarakat tentang Peraturan Bupati Jepara Nomor 29 Tahun 2007 Untuk menciptakan pengetahuan masyarakat tentang Peraturan Bupati Jepara Nomor 29 Tahun 2007 yaitu melalui sosialisasi Musrenbang. Adapun diskripsi aturan Musrenbang Kabupaten Jepara, dapat dijelaskan bahwa mekanisme perencanaan pembangunan tahunan pada tahun rencana 2007, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen perencanaan Jangka Panjang Daerah, Dokumen Jangka Menengah Daerah yang secara khusus diatur melalui Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional SPPN, dimana dalam rangka pelaksanaan RPJMD pemerintah daerah wajib menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD, dengan mengkoordinasikan antar instasi dan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat, sedangkan aturan teknis sebagaimana Surat Edaran Bersama SEB Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor 11

12 0008/M.PPN/01/2007.050/264A/SJ: perihal Pedoman pelaksanaan Forum Musrenbang dan Perencanaan Partisipatif Daerah, mengatur tentang : a. Pelaksanaan Forum Musyawarah perencanaan Pembangunan Tingkat Pusat. b. Pelaksanaan Forum Musrenbang tingkat Nasional Musrenbangnas. c. Forum perencanaan Pembangunan Tingkat Daerah yang dirinci sebagai berikut : 1. Forum Musrenbang Propinsi 2. Forum Musrenbang Kabupaten / Kota 3. Forum Musrenbang Tingkat Kecamatan 4. Forum Musrenbang Tingkat Desa/kelurahan Untuk Musrenbang tingkat desa/kelurahan pemerintah kabupaten mengangkat seorang pendamping atau fasilitator desa, dimana selama ini yang menjadi pendamping atau fasilitator desa adalah NGO dan LSM. SEB tersebut juga mengatur sampai pada jadwal pelaksanaan Musrenbang dari tingkat Desa atau Kelurahan sampai tingkat Pusat, dan pengorganisasian pelaksanaannya, pelibatan stakeholders dan komposisi keterlibatan. 12

13 Konsekwensi dari SEB tersebut harus dilaksanakan sebagaimana mekanisme dan tahapan yang telah ditentukan, Pemerintah Kabupaten Jepara menindaklanjuti dengan Surat Edaran (SE) Bupati Jepara Nomor 050/0068/2007 perihal Pedoman Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jepara, yang ditujukan kepada, seluruh Kepala SKPD, dan seluruh Camat di Kabupaten Jepara, untuk segera melaksanakan musyawarah perencanaan dengan melibatkan stakeholders terkait sebagaimana yang telah ditetapkan dalam kalender perencanaan daerah, dengan pokok-pokok sebagai berikut : a. Camat berkewajiban melaksanakan Musrenbang Kecamatan sebagaimana kalender perencanaan yang telah ditetapkan. b. Camat berkewajiban mensosialisasikan kepada desa atau kelurahan perihal mekanisme dan jadwal pelaksanaan Musrenbang desa atau kelurahan. c. Kepala SKPD berkewajiban melaksanakan Forum SKPD sebagaimana kelender perencanaan dengan melibatkan stekeholders terkait SKPD. d. Pelaksanaan Musrenbang Kabupaten dilaksanakan sebagaimana kalender perencanaan dengan melibatkan stakeholders yang lebih luas. 13

14 2.1.2. Perencanaan Pembangunan Daerah 2.1.2.1. Pengertian Perencanaan Perencanaan memiliki banyak makna sesuai dengan pandangan masing-masing ahli dan belum terdapat batasan yang dapat diterima secara umum. Pengertian atau batasan perencanaan tersebut antara lain : a. Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu pada hakekatnya terdapat pada setiap jenis usaha manusia (Khairuddin, 1992 : 47). b. Perencanaan adalah merupakan suatu upaya penyusunan program baik program yang sifatnya umum maupun yang spesifik, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Sa id & Intan, 2001 : 44). c. Perencanaan sebagai Analisis Kebijakan (Planning as Policy Analysis) yaitu, merupakan tradisi yang diilhami oleh logika-logika berpikir ilmu manajemen, administrasi publik, kebangkitan kembali ekonomi neoklasik, dan teknologi informasi yang disebut sibernetika (Aristo, 2004). Perencanaan, meskipun mengandung pengertian masa depan, bukanlah hipotesis yang dibuat tanpa perhitungan. 14

15 Hipotesis dalam perencanaan selalu didasarkan atas datadata dan perkiraan yang telah tercapai, dan juga memperhitungkan sumber daya yang ada dan akan dapat dihimpun. Dengan demikian, perencanaan berfungsi sebagai pedoman sekaligus ukuran untuk menentukan perencanaan berikutnya. Mosher (1965 : 191) menyatakan bahwa, seringkali perencanaan hanya meliputi kegiatankegiatan baru, atau alokasi keuangan untuk kegiatankegiatan lama, tanpa menilai kembali kualitasnya secara kritis. Seringkali lebih banyak sumbangan dapat diberikan kepada pembangunan dengan memperbaiki kualitas kegiatan yang sedang dalam pelaksanaan daripada memulai yang baru. Perencanaan pada dasarnya adalah penetapan alternatif, yaitu menentukan bidang-bidang dan langkahlangkah perencanaan yang akan diambil dari berbagai kemungkinan bidang dan langkah yang ada. Bidang dan langkah yang diambil ini tentu saja dipandang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, sumber daya yang tersedia dan mempunyai resiko yang sekecil-kecilnya. Oleh sebab itu, dalam penentuannya timbul berbagai bentuk perencanaan yang merupakan alternatif-alternatif ditinjau 15

16 dari berbagai sudut, seperti yang dijelaskan oleh Westra (1980) dalam Khairuddin (1992 : 48), antara lain : a. Dari segi jangka waktu, perencanaan pembangunan dapat dibedakan : (Perbup. No. 29 tahun 2007, Bab II dan Bab III) 1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah visi, misi dan arah pembangunan daerah yang akan diacu dan dipedomani dalam penyusunan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan dalam kurun waktu 20 tahun. 2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah merupakan penjabaran visi, misi dan program Kepala Daerah terpilih yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah serta memperhatikan RPJM Daerah Provinsi. RPJM Daerah memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan 16

17 program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. b. Dari segi luas lingkupnya, perencanaan dapat dibedakan antara lain : 1. Perencanaan nasional (umumnya untuk mengejar keterbelakangan suatu bangsa dalam berbagai bidang). 2. Perencanaan regional (untuk menggali potensi suatu wilayah dan mengembangkan kehidupan masyarakat wilayah itu) 3. Perencanaan lokal, misalnya; perencanaan kota (untuk mengatur pertumbuhan kota, menertibkan penggunaan tempat dan memperindah corak kota) dan perencanaan desa (untuk menggali potensi suatu desa serta mengembangkan masyarakat desa tersebut). c. Dari segi bidang kerja yang dicakup, dapat dikemukakan antara lain : industrialisasi, agraria (pertanahan), pendidikan, kesehatan, pertanian, pertahanan dan keamanan, dan lain sebagainya. 17

18 d. Dari segi tata jenjang organisasi dan tingkat kedudukan manajer, perencanaan dapat dibedakan : perencanaan haluan policy planning, perencanaan program (program planning), dan perencanaan langkah operational planning. 2.1.2.2. Pengertian Perencanaan Pembangunan Istilah perencanaan pembangunan (khususnya pembangunan ekonomi) sudah sangat umum didengar dalam pembicaraan sehari-hari. Namun demikian dalam berbagai literatur tentang perencanaan memberikan pengertian berbeda-beda tentang pengertian tersebut. Conyers & Hills (1994) mendefinisikan perencanaan sebagai suatu proses yang bersinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Berdasarkan definisi tersebut berarti ada 4 elemen dasar perencanaan yakni : a. Merencanakan berarti memilih, definisi ini dikenalkan oleh Yulius Nyerere (mantan Presiden Tanzania) ketika menyampaikan pidato Repelita II Tanzania pada tahun 1969. Perencanaan merupakan proses memilih di antara berbagai kegiatan yang diinginkan karena tidak semua yang diinginkan tersebut dapat dilakukan dan tercapai 18

19 secara simultan. Hal ini menyiratkan bahwa hubungan antara perencanaan dengan proses pengambilan keputusan sangat erat sehingga banyak literatur perencanaan membahas pendekatan-pendekatan alternatif proses pengambilan keputusan, terutama berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan dan urut-urutan tindakan di dalam proses pengambilan keputusan. b. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya. Penggunaan istilah "sumber daya" di sini menunjukkan segala sesuatu yang dianggap berguna dalam pencapaian suatu tujuan tertentu. Sumber daya di sini mencakup sumber daya alam (tanah, air. hasil tambang, dan sebagainya), sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keuangan. Perencanaan mencakup proses pengambilan keputusan tentang bagaimana penggunaan sumber daya yang tersedia sebaik-baiknya. Oleh karena itu, kuantitas dan kualitas sumber daya tersebut berpengaruh sangat penting dalam proses memilih di antara berbagai pilihan tindakantindakan yang ada. c. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Konsep perencanaan sebagai alat pencapaian tujuan 19

20 muncul berkenaan dengan sifat dan proses penetapan tujuan. Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh seorang perencana adalah bahwa tujuan-tujuan mereka kurang dapat diartikulasikan secara tepat. Seringkali tujuan-tujuan tersebut didefinisikan secara kurang tegas, karena kadang kala tujuan-tujuan tersebut ditetapkan oleh pihak lain. d. Perencanaan untuk masa depan. Salah satu elemen penting dalam perencanaan adalah elemen waktu. Tujuan-tujuan perencanaan dirancang untuk dicapai pada masa yang akan datang dan oleh karena itu perencanaan berkaitan dengan masa depan. 2.1.2.3. Perencanaan Pembangunan Masyarakat Soetomo (2006 : 56) menjelaskan bahwa, pembangunan masyarakat dilihat dari mekanisme perubahan dalam rangka mencapai tujuannya, kegiatan pembangunan masyarakat ada yang mengutamakan dan memberikan penekanan pada bagaimana prosesnya sampai suatu hasil pembangunan dapat terwujud, dan adapula yang lebih menekankan pada hasil material, dalam pengertian proses dan mekanisme perubahan untuk mencapai suatu hasil material tidak begitu dipersoalkan, yang penting dalam waktu relatif singkat dapat dilihat hasilnya secara 20

21 fisik. Pendekatan yang pertama seringkali disebut sebagai pendekatan yang mengutamakan proses dan lebih menekankan pada aspek manusianya, sedangkan pendekatan yang kedua disebut sebagai pendekatan yang mengutamakan hasil-hasil material dan lebih menekankan pada target. Secara umum community development adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan berikutnya. Dengan dasar itulah maka pembangunan masyarakat secara umum ruang lingkup program-programnya dapat dibagi berdasarkan kategori sebagai berikut : (1) community service, (2) community empowering, dan (3) community relation (Rudito & Budimanta, 2003 : 29, 33). Solihin (2006), mengungkapkan tiga tahapan perencanaan pembangunan yaitu : (1) perumusan dan penentuan tujuan, (2) pengujian atau analisis opsi atau pilihan yang tersedia, dan (3) pemilihan rangkaian tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan telah disepakati bersama. Dari ketiga tahapan 21

22 perencanaan tersebut dapat didefenisikan perencanaan pembangunan wilayah atau daerah sebagai berikut yaitu : suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku (aktor) baik umum (publik) atau pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat stakeholder lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial, ekonomi dan aspek lingkungan lainnya. Selanjutnya Adi (2003 : 81-82), pada perencanaan sosial tidak ada asumsi yang pervasif mengenai tingkat intraktabilitas ataupun konflik kepentingan. Dalam perencanaan sosial klien lebih dilihat sebagai konsumen dari suatu layanan (service), dan mereka akan menerima serta memanfaatkan program dan layanan sebagai hasil dari proses perencanaan. Suzetta (2007) menjelaskan bahwa, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah dijabarkan lebih lanjut ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 dan No. 40 Tahun 2006. Sistem perencanaan ini diharapkan dapat mengkoordinasikan seluruh upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai pelaku pembangunan sehingga menghasilkan sinergi yang optimal dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka Proses perubahan sosial (atau 22

23 pembangunan ) tersebut perlu dilakukan secara terencana, terkoordinasi, konsisten, dan berkelanjutan, melalui peran pemerintah bersama masyarakat dengan memperhatikan kondisi ekonomi, perubahan-perubahan sosio-politik, perkembangan sosial-budaya yang ada, perkembangan ilmu dan teknologi, dan perkembangan dunia internasional atau globalisasi. 2.1.3. Partisipasi Masyarakat 2.1.3.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat Istilah partisipasi sekarang ini menjadi kata kunci dalam setiap program pengembangan masyarakat dimanamana, seolah-olah menjadi lebel baru yang harus melekat pada setiap rumusan kebijakan dan proposal proyek. Dalam perkembangannya seringkali diucapkan dan ditulis berulang-ulang tetapi kurang dipraktekkan, sehingga cenderung kehilangan makna. Partisipasi sepadan dengan arti peran serta, ikut serta, keterlibatan, atau proses belajar bersama saling memahami, menganalisis, merencanakan dan melakukan tindakan oleh sejumlah anggota masyarakat. Menurut Peraturan Bupati. No. 29 Tahun 2007 dijelaskan kata partisipasi bermakna keikutsertaan atau peran serta. Kata tersebut menjadi salah satu tolak ukur perencanaan dan begitu berarti di era sekarang ini, dimana 23

24 seluruh komponen stakeholders atau pelaku pembangunan daerah mempunyai peran yang sangat berarti dalam proses pembangunan suatu daerah. Jadi, partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses keterlibatan masyarakat secara sadar dan nyata dalam serangkaian proses pembangunan mulai dari tingkat perencanaan (perumusan kebijakan) hingga pada tingkat pengendalian (pengawasan dan evaluasi) program pembangunan. Asngari (2001 : 29) menyatakan bahwa, penggalangan partisipasi itu dilandasi adanya pengertian bersama dan adanya pengertian tersebut adalah karena diantara orang-orang itu saling berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Dalam menggalang peran serta semua pihak itu diperlukan : (1) terciptanya suasana yang bebas atau demokratis, dan (2) terbinanya kebersamaan. Selanjutnya Slamet (2003 : 8) menyatakan bahwa, partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Gaventa dan Valderama (1999) dalam Aristo (2004), mencatat ada tiga tradisi konsep partisipasi terutama bila 24

25 dikaitkan dengan pembangunan masyarakat yang demokratis yaitu : (1) partisipasi politik Political Participation, (2) partisipasi sosial Social Participation dan (3) partisipasi warga Citizen Participation atau Citizenship. Ketiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Partisipasi politik (political participation) lebih berorientasi pada mempengaruhi dan mendudukan wakil-wakil rakyat dalam lembaga pemerintahan ketimbang partisipasi aktif dalam proses-proses kepemerintahan itu sendiri. b. Partisipasi sosial (social participation), partisipasi ditempatkan sebagai keterlibatan masyarakat terutama yang dipandang sebagai beneficiary atau pihak di luar proses pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek pembangunan dari evaluasi kebutuhan sampai penilaian, implementasi, pemantauan dan evaluasi. Partisipasi sosial sebenarnya dilakukan untuk memperkuat proses pembelajaran dan mobilisasi sosial. Dengan kata lain, tujuan utama dari proses partisipasi sosial sebenarnya bukanlah pada kebijakan publik itu sendiri tetapi keterlibatan komunitas dalam dunia 25

26 kebijakan publik lebih diarahkan sebagai wahana pembelajaran dan mobilisasi sosial. c. Partisipasi warga (citizen participation/citizenship) menekankan pada partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Partisipasi warga telah mengalihkan konsep partisipasi dari sekedar kepedulian terhadap penerima derma atau kaum tersisih menuju ke suatu kepedulian dengan berbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan di berbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan mereka. Maka berbeda dengan partisipasi sosial, partisipasi warga memang lebih berorientasi pada agenda penentuan kebijakan publik oleh warga ketimbang menjadikan arena kebijakan publik sebagai wahana pembelajaran. 2.1.3.2. Tujuan Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan sebagai wujud pelaksanaan demokrasi sesuai kaidah kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka pencapaian sasaran otonomi daerah dan atau pembangunan 26

27 berkelanjutan dan memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan. 2.1.3.3. Fungsi Partisipasi Masyarakat Penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan berfungsi sebagai : a. Peningkatan kapasitas terhadap masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. b. Sebagai wadah aspirasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. c. Sebagai wadah bagi masyarakat dalam merumuskan persoalan dan memecahkan masalah pembangunan dan pemerintahan. 2.1.3.4. Pendekatan Partisipasi Menurut Mikkelsen (2001 : 65), bahwa secara garis besarnya ada dua pendekatan dalam hal partisipasi, yaitu: a. Partisipasi datang dari masyarakat itu sendiri, merupakan tujuan dalam proses demokrasi. Namun demikian, sedikit saja masyarakat yang mau melakukan pendekatan partisipasi secara sukarela dalam kegiatan pembangunan. b. Partisipasi dengan motivasi positif yang bersifat memaksa. Dengan pendekatan ini masyarakat dipaksa untuk melakukan partisipasi dalam pembangunan 27

28 dengan motivasi agar dapat melaksanakan dan menikmati hasil pembangunan secara lebih baik. Selanjutnya disebutkan bahwa partisipasi dapat dilaksanakan dengan tingkat paksaan dan sukarela yang berbeda-beda pula. Namun demikian, guna mencapai keberhasilan pembangunan partisipasi aktif dan sukarela merupakan hal ideal yang harus diupayakan. 2.2. Kerangka Pemikiran Dalam kerangka pemikiran ini menggambarkan besarnya pengetahuan masyarakat tentang Peraturan Bupati Jepara No. 29 Tahun 2007 yaitu berkaitan dengan tata cara penyusunan perencanaan pembangunan daerah, diharapkan memberikan kontribusi yang cukup besar untuk berpartisipasi dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Jepara. Kerangka pemikiran secara sederhana ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pengetahuan Masyarakat Tentang Peraturan Bupati Jepara No. 29 Tahun 2007 Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah 28

29 2.3. Perumusan Hipotesis Hipotesis menurut J. Supranto (2000 : 167) didefinisikan sebagai properti atau anggapan yang mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau pemecahan persoalan ataupun untuk dasar pemikiran lebih lanjut. Dalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah : Diduga pengetahuan masyarakat tentang Peraturan Bupati Jepara No. 29 Tahun 2007 berpengaruh positif terhadap partisipasi masyarakat dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Jepara". 29