Investasi Bisa di Hutan Rusak

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Saudara-saudara yang saya hormati,

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

sumber pembangunan ekonomi dan sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global.

Kerangka Acuan LOKAKARYA PERAN INVESTASI SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI TANAH PAPUA DALAM IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN RENDAH KARBON

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Laporan Investigatif Eyes on the Forest Desember 2015

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

Pidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010

ARTI PENTING PELAKSANAAN REDD+ BAGIINDoNESIA: TANTANGAN DAN HAMBATAN YANG AKAN DIHADAPI

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

HUTAN HUJAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA PENTING BAGI IKLIM, SATWA LIAR DAN MASYARAKAT HUTAN

Pembangunan Kehutanan

BRIEFING PAPER Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia & Iklim Global

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOTA DINAS Nomor: ND. /II-PHM/2012

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

24 Oktober 2015, desa Sei Ahass, Kapuas, Kalimantan Tengah: Anak sekolah dalam kabut asap. Rante/Greenpeace

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA

KASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK - PENYELESAIAN INPRES NO. 1 TAHUN

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

NOTA DINAS Nomor: ND. /II-PHM/2012

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

Cakupan Paparan : Outlook industri pulp dan kertas (IPK) Gambaran luasan hutan di indonesia. menurunkan bahan baku IPK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

Profil Wilayah Heart Of Borneo

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia menjadi potensi besar sebagai paru-paru dunia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

INDONESIA - AUSTRALIA FOREST CARBON PARTNERSHIP (IAFCP)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG

I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

LAPORAN VERIFIKASI DUGAAN PELANGGARAN MORATORIUM APP DI PT. MUTIARA SABUK KHATULISTIWA TIM VERIFIKASI

Deklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal

Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ISU ISU STRATEGIS KEHUTANAN. Oleh : Ir. Masyhud, MM (Kepala Pusat Humas Kemhut) Pada Orientasi Jurnalistik Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011

Penting Bagi Kehidupan, Harusnya Mangrove Tidak Dirusak

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Setitik Harapan dari Ajamu

West Kalimantan Community Carbon Pools

REVITALISASI KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

Transkripsi:

1-7 Maret 2011 Tgl 1 Sumber/ Penulis Asal Judul Isi Berita Keterangan Investasi Bisa di Hutan Rusak Jakarta, Kompas - Pemerintah berjanji tidak akan mengalihfungsikan hutan primer dan lahan gambut demi kelestarian lingkungan. Walaupun demikian, dunia usaha tetap bisa mengembangkan bisnis berkelanjutan di kawasan hutan produksi yang sudah rusak seluas 35,4 juta hektar. Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan (Kemhut) Hadi Daryanto di Jakarta, Selasa (1/3). Pemerintah tengah menyiapkan instruksi presiden untuk menjalankan perjanjian penurunan penggundulan dan degradasi hutan dengan Norwegia tahun ini. Moratorium saja tidak cukup. Harus dibuka lagi database lahan rusak seluas 35,4 juta hektar. Artinya, investor tinggal melihat lahan yang tersedia ini saja, tidak akan menabrak perjanjian itu, kata Hadi. Kemhut telah merilis hasil pendataan kawasan hutan produksi yang rusak dan telantar untuk kepentingan dunia usaha. Kemhut menetapkan area seluas 13,2 juta hektar untuk investasi hak pengusahaan hutan berbasis tebang pilih, 7,4 juta hektar untuk investasi hutan restorasi yang bertujuan memulihkan kondisi kawasan tersebut seperti sedia kala, 9,1 juta hektar untuk investasi hutan tanaman industri, dan 5,5 juta hektar untuk investasi hutan tanaman rakyat. KEHUTANAN

Hadi meminta kalangan organisasi nonpemerintah tidak mempertentangkan draf instruksi presiden tentang penurunan penggundulan dan degradasi hutan primer versi Kementerian Koordinator Perekonomian dan Satuan Tugas REDD+. Secara prinsip, kedua draf ini memiliki substansi yang sama, yakni menghentikan konversi hutan primer dan lahan gambut, ujar Hadi yang juga anggota Satuan Tugas REDD+. Sebagai negara berkembang, Indonesia tetap membutuhkan lahan untuk kebutuhan perekonomian. Pertumbuhan penduduk dan tuntutan perekonomian nasional membuat usaha berbasis lahan, seperti hutan tanaman industri dan rakyat, perkebunan tebu dan kelapa sawit, serta pembangunan infrastruktur termasuk panas bumi, tetap ada. Hadi memaparkan ekspor industri kayu nasional tahun 2010 tercatat 2,76 juta meter kubik senilai 1,5 miliar dollar AS. Jumlah ini naik dibandingkan ekspor tahun 2009 sebanyak 2,72 juta meter kubik senilai 1,3 miliar dollar AS. Saat ini ada 314 unit industri perkayuan dengan kapasitas terpasang 30,4 juta meter kubik. Kemhut mencatat nilai investasi industri perkayuan tersebut mencapai Rp 23,6 triliun dan menyerap 254.000 pekerja. Dilema industri Bisnis pulp dan kertas termasuk primadona sektor kehutanan. Industri pulp dan kertas menghasilkan devisa 5 miliar dollar AS per tahun dan menyerap sedikitnya 7,5 juta pekerja. Meski demikian, kalangan pengusaha tetap belum nyaman dengan rencana moratorium. Anggota Komite Tetap Industri Hasil Hutan Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Transtoto Handadhari, mengatakan, industri pulp menghadapi dilema

karena memiliki masa depan kesejahteraan, tetapi mengandung ancaman lingkungan. Pemerintah harus membuat koridor kebijakan yang mampu mengembangkan industri secara optimal dengan tetap menjamin lingkungan. Sebagai contoh, Kanada adalah negara kaya berbasis industri hasil hutan, khususnya pulp dan kertas, ujarnya. Secara terpisah, Sekretaris Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono meminta pemerintah tetap memerhatikan kepentingan dunia usaha. Menurut Joko, pemerintah agar tidak meneruskan wacana moratorium konversi hutan apabila diwarnai kepentingan pihak asing. Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi meminta pemerintah selektif menerbitkan izin investasi yang memanfaatkan area 35,4 juta hektar itu. Pemerintah harus mampu menciptakan investor-investor baru, terutama dari masyarakat di sekitar kawasan hutan, agar kue kesejahteraan dari penggunaan hutan bisa lebih merata. Pemerintah bisa mencanangkan tahun investor masyarakat untuk mengembangkan kewirausahaan baru di sektor kehutanan, ujar Elfian. (ham) 2 Saham Norwegia di Grup Usaha Jakarta, Kompas - Greenomics Indonesia mempertanyakan komitmen Norwegia dalam mendorong moratorium hutan di Indonesia. Alasannya, Pemerintah Norwegia diduga turut menanamkan saham di lima grup perusahaan sawit yang beroperasi di Kalimantan Tengah. Dana yang dihasilkan dari pendapatan migas Norwegia yang didepositokan melalui The Government Pension Fund-Global (GPFG) ditanamkan ke lima grup usaha sawit. Grup usaha ini memiliki beberapa anak perusahaan yang beroperasi di perkebunan sawit di Kalimantan Tengah tanpa memiliki izin pelepasan kawasan MORATOR IUM HUTAN

Sawit Dipertany akan hutan dan atau izin pemanfaatan kayu, kata Elfian Effendi, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia di Jakarta, Kamis (3/3). Menurut Elfian, GPFG merupakan dana yang dihasilkan dari pendapatan migas Norwegia yang didepositokan. Awalnya, dana tersebut bernama The Petroleum Fund of Norwegia, yang sejak Januari 2006 diubah menjadi GPFG. Walaupun disebut dana pensiun, dana tersebut sebenarnya bukan dana pensiun karena sumbernya berasal dari keuntungan migas, bukan kontribusi pensiun. Sementara total dana GPFG yang ditanamkan di lima grup usaha itu diduga mencapai 183 juta dollar AS. Operasi 24 perusahaan yang berafiliasi pada lima grup bisnis sawit besar tersebut termasuk kategori melanggar peraturan perundang-undangan Indonesia, kata Elfian. Elfian menambahkan, sesuai semangat letter of intent (LoI) antara Indonesia dan Norwegia soal rencana moratorium hutan Indonesia, sudah seharusnya Pemerintah Norwegia berkomitmen menarik diri sebagai pemegang saham pada kelima grup bisnis sawit tersebut. Direktur Kampanye Walhi Teguh Surya juga meminta Pemerintah Norwegia menyusun strategi untuk keluar dari industri ekstraktif di Indonesia. Ia menemukan data, selain memiliki saham di sejumlah perusahaan sawit, Pemerintah Norwegia juga menanamkan saham di sejumlah perusahaan tambang di Indonesia. Jika enggan melakukannya, komitmen mereka untuk menyelamatkan bumi patut diragukan, katanya. Secara terpisah, Hege Karsti Ragnhildstveit, Counsellor for Forest and Climate Kedutaan Besar Norwegia di Jakarta, yang dikonfirmasi melalui surat elektronik, tidak memberikan jawaban atas kepemilikan saham Pemerintah Norwegia di sejumlah grup usaha sawit tersebut.

Sebelumnya, Hege mengirim pernyataan dari Menteri Lingkungan dan Pembangunan Internasional Norwegia Erik Solheim, yang menyebutkan komitmen mereka dalam mewujudkan masyarakat rendah emisi dengan mendorong program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) di Indonesia. Draf moratorium Terkait rencana moratorium hutan, Ketua Satuan Tugas REDD+ Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, Instruksi Presiden tentang Moratorium Jeda Hutan masih belum ditandatangani karena adanya perbedaan substansi. Namun, Kuntoro tak mau merinci perbedaan. Yang jelas, masih ada yang harus dipersatukan (substansinya), katanya. Awalnya ada dua versi draf moratorium. Satu versi dibuat Satgas REDD+, sedangkan lainnya oleh Menteri Kehutanan melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Sementara itu, Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Agus Purnomo menyatakan, rancangan inpres yang diajukan Satuan Tugas REDD+ telah diintegrasikan bersama dengan rancangan inpres yang diajukan Menko Perekonomian beserta menteri terkait lainnya.(aik/har) 3 Seram Tambah Sawit Jadi 20.000 AMBON, KOMPAS - Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah berencana memperluas perkebunan kelapa sawit di Pulau Seram. Dari luas perkebunan yang ada sekarang sekitar 10.000 hektar, akan diperluas menjadi 20.000 hektar. Investor juga berencana membangun pabrik pengolahan sawit di dekat areal perkebunan. Kelapa sawit menjadi salah satu prioritas investasi di Maluku Tengah, kata Bupati Maluku Tengah Abdullah Tuasikal, Kamis (3/3), di Ambon. Selain lahan di Pulau Seram cocok untuk tanaman kelapa sawit, kata Abdullah, PERKEBUN AN

Hektar perkebunan kelapa sawit dapat menyerap banyak pekerja dan hasilnya termasuk komoditas ekspor. Penanaman kelapa sawit ini berada di bagian utara Maluku Tengah. Tanaman kelapa sawit yang masih berumur 2-3 tahun bisa terlihat di sepanjang jalan yang menghubungkan Masohi, ibu kota Maluku Tengah, dan Bula, ibu kota Kabupaten Seram Bagian Timur, di Kobisonta. Abdullah mengatakan, lahan yang digunakan atau disiapkan untuk kelapa sawit ini adalah lahan tidur yang peruntukannya memang untuk perkebunan. Tidak semua lahan kami izinkan untuk ditanami kelapa sawit, apalagi areal hutan, sehingga perkebunan tidak akan merusak lingkungan ataupun merusak kawasan hutan di Seram, katanya. Muhammad Ali (48), warga Sawai, Kecamatan Seram Utara, Maluku Tengah, beberapa waktu lalu mengatakan, tidak sedikit kawasan hutan yang diubah menjadi perkebunan kelapa sawit di Seram Utara. Kawasan hutan juga banyak diubah untuk lokasi transmigran. Hal ini membuat pemerhati lingkungan di Maluku Tengah tersebut khawatir keanekaragaman hayati di hutan Seram terancam. Potensi merusak Kepala Pusat Studi Lingkungan Universitas Pattimura, Ambon, Abraham Tulalessy, mengatakan, pemerintah perlu mengawasi penanaman kelapa sawit tersebut secara intensif. Pasalnya penanaman kelapa sawit berpotensi merusak lingkungan. Salah satu yang patut diawasi adalah perlunya perusahaan menanam tanaman penutup tanah (cover crop) di antaranya tanaman mukuna untuk mengurangi evaporasi (penguapan) akibat penanaman kelapa sawit. Tanpa ada cover crop, siklus air bisa terganggu sehingga bisa menyebabkan kekeringan.

Abraham mengatakan, kelapa sawit juga tidak boleh ditanam di areal yang merupakan lahan tanaman sagu dan di sempadan sungai. Pasalnya areal sagu biasanya merupakan tempat mata air, sedangkan sempadan sungai merupakan daerah migrasi satwa saat hutan yang menjadi habitat mereka sudah berganti menjadi areal kelapa sawit. (APA) 7 Hamzirwan Mencari Solusi Moratoriu m Hutan memiliki fungsi ekonomi dan ekologi. Mana yang harus didulukan, ini ibarat telur dan ayam. Selalu ada perdebatan. Kalau begitu, kita mau melangkah dari mana tentang pemanfaatan hutan ini? Pertumbuhan ekonomi, pertambahan jumlah penduduk, dan kebutuhan infrastruktur, membuat lahan yang tersedia semakin sempit. Tidak bisa tidak, perluasan lahan yang tentu saja berarti konversi hutan masih dibutuhkan. Indonesia memiliki 135,9 juta hektar hutan dengan 40 juta hektar di antaranya telah rusak dan ada yang dirambah untuk kegiatan budidaya non-kehutanan. Sejak Pemerintah Indonesia dan Norwegia menandatangani surat perjanjian penurunan penggundulan dan degradasi hutan pada 27 Mei 2009 di Oslo, Norwegia, isu moratorium pemanfaatan hutan terus berkembang. Pemerintah Norwegia bakal memberi kompensasi senilai 1 miliar dollar AS (Rp 90 triliun) sebagai bentuk dukungan bagi Indonesia, yang bertekad menurunkan emisi karbon 26 persen tahun 2020 secara mandiri dan 41 persen dengan bantuan negara lain. Saat perjanjian ini ditangani, kedua negara pun sepakat, moratorium berlangsung dalam tiga tahap

sampai tahun 2013. Tahap pertama, Juni-Desember 2010, membentuk badan khusus seperti Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam-Nias. Tahap kedua pada Januari 2011-Desember 2013, menghentikan konversi hutan primer dan gambut di lokasi proyek percontohan. Pada tahap ketiga, Desember 2013, Norwegia akan membayar tunai penurunan emisi karbon yang dicapai Indonesia. Akan tetapi, belakangan ini malah berkembang dua opsi moratorium. Opsi pertama, pemerintah harus menjalankan moratorium di seluruh kawasan hutan di luar hutan lindung dan konservasi, yang menurut perundang-undangan harus dilindungi. Opsi kedua, moratorium hanya berlaku di hutan primer dan untuk perizinan usaha yang baru serta tidak memasukkan perizinan yang sudah berjalan dalam obyek moratorium. Sejumlah kalangan berargumen, opsi pertama bisa dimanfaatkan untuk memulihkan fungsi ekologi hutan dengan memperbaiki tata kelola. Kalau demikian, konversi hutan untuk lahan pertanian pun bakal terkatung-katung. Apalagi tata ruang wilayah, yang kini menjadi pekerjaan rumah terbesar Kabinet Indonesia Bersatu II. Kalau begini, bagaimana cara memenuhi kebutuhan pangan bagi 237 juta jiwa penduduk Indonesia, yang sebagian masih diimpor saat ini? Implementasi moratorium pemanfaatan kawasan hutan tanpa memerhatikan fungsi ekonomi bakal membuat Indonesia kehilangan potensi investasi senilai Rp 29 triliun per tahun. Padahal, sebagai negara yang masih bertumbuh dan diakui dunia sebagai salah satu pasar berkembang berpotensi, Indonesia tetap memerlukan investasi hutan tanaman industri, perkebunan kelapa sawit, biomassa, dan pertambangan yang membutuhkan lahan seluas 14 juta hektar sampai beberapa tahun mendatang. Hal itu tidak hanya untuk memperluas titik perekonomian baru di daerah pedalaman,

tetapi juga untuk mempercepat upaya penciptaan lapangan kerja. Investasi senilai Rp 29 triliun tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja langsung 700.000 orang. Sekadar mengingatkan, satu-satunya moratorium hutan alam yang sudah berjalan di Aceh saja bisa dibilang gagal. Kebijakan populis tanpa penegakan hukum dan peningkatan kesejahteraan yang komprehensif justru meningkatkan tekanan terhadap hutan alam. Opsi kedua masih membuka peluang konversi hutan. Namun, investor jangan berharap bisa mendapatkan kawasan hutan dengan potensi tegakan kayu banyak. Kementerian Kehutanan telah mencadangkan kawasan hutan produksi rusak seluas 35,4 juta hektar untuk investasi. Investor dapat mengusahakan 13,2 juta hektar untuk hak pengusahaan hutan berbasis tebang pilih; 7,4 juta hektar untuk memulihkan kawasan hutan dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu seperti ekowisata dan sumber air; 9,1 juta hektar untuk hutan tanaman industri; dan 5,5 juta hektar untuk hutan tanaman rakyat. Dengan cara ini, investasi kehutanan tetap berjalan dengan memprioritaskan kelestarian lingkungan. Setidaknya, Indonesia masih dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional dan mendapatkan manfaat ekonomi dari kenaikan harga produk ekspor seperti pulp dan kertas. Tentu saja, rakyat harus tetap mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan. (Hamzirwan) Norwegia Mengaku Selektif Jakarta, kompas - Pemerintah Norwegia mengaku selektif menginvestasikan dana di 44 perusahaan di Indonesia. Selain tidak berinvestasi ke perusahaan senjata dan tembakau, mereka juga tidak menanamkan dana ke perusahaan yang merusak lingkungan. Komitmen itu disampaikan pihak Kementerian Keuangan Norwegia melalui Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Eivind S Home kepada Kompas, Jumat (4/3).

Pernyataan melalui surat elektronik itu menanggapi berita adanya dana Pemerintah Norwegia di The Government Pension Fund-Global (GPFG) yang ditanamkan di lima grup perusahaan sawit di Kalimantan Tengah. Anak perusahaan kelima perusahaan itu diduga merusak hutan (Kompas, Jumat, 4 Maret 2011). Sementara Pemerintah Norwegia mendorong pembangunan hijau di Indonesia. Menurut Kementerian Keuangan Norwegia, pengelolaan GPFG diserahkan kepada Norges Bank dan portofolionya dipantau Dewan Etik independen. Dana ini diinvestasikan di lebih dari 8.000 perusahaan, 44 di antaranya berada di Indonesia. Nilai investasinya di Indonesia sekitar 600 juta dollar AS. Walaupun diserahkan ke Norges Bank, GPFG tak mengizinkan dananya diinvestasikan ke perusahaan yang memproduksi senjata dan tembakau. Namun, dana itu disalurkan ke sejumlah industri lain, termasuk agrobisnis. Pihak GPFG bisa menarik dana investasi dari perusahaan yang menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti terjadi dengan perusahaan Malaysia, Lingui Developments Berhard, karena melakukan pembalakan liar. Keputusan itu dibuat menteri berdasarkan rekomendasi dari Dewan Etik untuk GPFG tersebut. Pertanyakan komitmen Sebelumnya, Greenomics Indonesia mempertanyakan komitmen Norwegia mendorong moratorium hutan di Indonesia. Sebab, mereka menanamkan saham di lima grup perusahaan sawit yang beroperasi di Kalteng. Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Efendi mengatakan, pihaknya punya data beberapa anak perusahaan di perkebunan sawit di Kalteng tanpa izin pelepasan kawasan hutan dan atau izin pemanfaatan kayu. Padahal, kata Elfian, sebagian isi LoI (letter of intent) Indonesia-Norwegia

menghendaki Pemerintah Indonesia menegakkan hukum kehutanan terhadap pembalakan liar dan kejahatan kehutanan. (AIK)