Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN PENDAFTARAN GUGATAN TERHADAP KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN TINDAKAN KONKRIT/FAKTUAL (GUGATAN UMUM) DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERADILAN TATA USAHA NEGARA EDISI 2008

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 9 Juli 1991

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

STANDAR PELAYANAN PERADILAN PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAKARTA

Pelayanan Perkara Perdata

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

STANDAR PELAYANAN PERADILAN PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA KUPANG

TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN

STANDARD OPERATION PROCEDURE (SOP) PROSES PENDAFTARAN DAN PEMERIKSAAN PERKARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

PENGADILAN AGAMA NGANJUK K E P A N I T E R A A N JL. Gatot Subroto, Nganjuk

2 untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

STANDAR PELAYANAN PERKARA PERMOHONAN

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA. Jakarta, 9 Juli Nomor : MA/Kumdil/213/VII/K/1991

STANDAR PELAYANAN PADA BADAN PERADILAN AGAMA (KMA

PENGADILAN AGAMA JAKARTA BARAT Jl. Pesanggrahan Raya No.32 Kembangan Jakarta Barat Telp./Fax. (021) sd. 95

PROSEDUR BERPERKARA TATA CARA PENGAJUAN PERKARA (VIA BANK)

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

Pengadilan Agama Krui Jl.Mawar No. 10 Way Mengaku

TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERKARA

BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA.

Berkas Perkara Buku Register Induk Perkara Gugatan Perangkat Komputer Alat Tulis Pencatatan dan Pendataan:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan

SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI KALIANDA. NOMOR : W9.U4/Kp.01.1/156/XI/2016 T E N T A N G STANDART PELAYANAN PERADILAN

STANDAR PELAYANAN PERADILAN DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DENPASAR

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

AKTUALISASI KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA BERKAITAN DENGAN KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMATIKA

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) LAYANAN PEMBEBASAN BIAYA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PALEMBANG

Alamat : Jenderal A.Yani No.67 Palembang Website : http : // dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ADMINISTRASI PERKARA KEPANITERAAN PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SIBOLGA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI

UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN NEGERI JAKARTA BARAT SOP PENYELESAIAN BERKAS PERKARA GUGATAN

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor

BAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PERDATA PASCA SIDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BIAYA PERKARA UNDANG-UNDANG NO. 50 TAHUN 2009

BAB VII PERADILAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA SE - WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA MEDAN

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum

PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA MEDAN

Petugas / Penanggung Jawab. Waktu Penyelesaian. No Uraian Kegiatan Uraian Pelayanan. Ket

4. SOP KEPANITERAAN PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI SEMARANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KETUA P~NGADILAN NEGERI BOGOR NOMOR Jo TAHUN 2016 TENTANG LAVANAN PEMBEBASAN BIAVA PERKARA BAGI MASVARAKAT TIDAK MAMPU

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR PELAYANAN PERADILAN PENGADILAN NEGERI TANAH GROGOT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPANITERAAN PERDATA PENGADILAN NEGERI TANAH GROGOT. No AKTIVITAS PROSEDUR WAKTU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

SOP PENERIMAAN PERKARA PENINJAUAN KEMBALI

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR.OPERASIONAL.PROSEDUR (SOP) KEPANITERAAN PERDATA NO. URAIAN KEGIATAN WAKTU PENYELESAIAN KETERANGAN

BAGAN ALUR PROSEDUR PENDAFTARAN PERKARA GUGATAN

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

STANDAR PELAYANAN PERADILAN

BAB IV ANALISIS KASUS

PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM

STANDARD OPERATING PROCEDURES (S.O.P) PENANGANAN PERKARA PIDANA ACARA BIASA PADA PENGADILAN NEGERI TENGGARONG

PENGADILAN NEGERI BANTUL KELAS I B MANUAL MUTU PENJAMINAN MUTU PENGADILAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

STANDARD OPERATION PROCEDURE (S.O.P) DI JAJARAN PENGADILAN TINGGI DAN PENGADILAN NEGERI SE-KALIMANTAN TENGAH

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 02 Tahun 2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Didahului oleh pengajuan gugatan sampai dengan putusan dan eksekusi.

Transkripsi:

Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara Bagian Pertama : Gugatan Oleh Ayi Solehudin Pendahuluan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan salah satu pilar peradilan dari empat peradilan yang ada di lingkungan Mahkamah Agung. Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Sampai saat ini Undang- Undang No. 5 Tahun 1986 telah mengalami dua kali perubahan/revisi yaitu dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 51 Tahun 2009. Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan Pengadilan Administrasi yang mengkhususkan pengujiannya pada Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara. Syarat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang dapat diuji oleh Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang memenuhi ketentuan Pasal 1 Angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi Tindakan Hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Apabila suatu Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara telah memenuhi secara kumulatif ketentuan Pasal 1 Angka 9 UU No. 51 Tahun 2009, maka seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang membuat Keputusan Tata Usaha Negara tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengajuan Gugatan melalui pengadilan Tata Usaha Negara dapat dilakukan langsung oleh orang atau badan hukum perdata yang bersangkutan atau dapat diwakili oleh kuasa hukum yang berprofesi sebagai Advokat. Setelah perkara masuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara, maka mulai saat itu, tanggung jawab penyelesaian perkara tersebut berada di pundak Pengadilan. Pengadilan akan memeriksa dan memutus Perkara yang masuk

ke PTUN dalam jangka waktu paling lama 6 bulan 1. Supaya gugatan yang disampaikan oleh Penggugat isinya sesuai dengan aturan yang berlaku di lingkungan Pengadilan Tata usaha Negara, ada baiknya calon penggugat terutama yang tidak menggunakan jasa Advokat untuk memahami gugatan ini secara terperinci. 1. Pengertian Gugatan Pengertian gugatan terdapat dalam Pasal 1 Angka 11 UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam Pasal dan Angka tersebut dinyatakan bahwa Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat tata usaha negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan. Berdasarkan rumusan Ketentuan diatas, dapat dipahami bahwa unsur-unsur dari gugatan adalah sebagai berikut : - Permohonan tertulis - Berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara untuk menyatakan batal atau tidak sah suatu KTUN ataupun menuntut untuk diterbitkan suatu KTUN. - Diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara melalui Kepaniteraan perkara - Tujuan diajukannya gugatan untuk mendapatkan putusan 2. Objek Gugatan Setelah kita memahami pengertian dan unsur-unsur gugatan, selanjutnya harus dipahami juga objek yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Ada dua objek yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu : a. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat dijadikan objek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang telah memenuhi secara kumulatif unsur-unsur yang termuat dalam Pasal 1 Angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu penetapan tertulis 1 SEMA No. 3 Tahun 1998 tentang Penyelesaian Perkata Angka 1 huruf a menyebutkan : 1. Bahwa perkara-perkara di Pengadilan harus diputus dan diselesaikan dalam waktu 6 (enam) bulan termasuk minutasi, yaitu : a. perkara-perkara perdata umum, perdata agama dan perkara tata usaha negara, kecuali karena sifat dan keadaan perkaranya terpaksa lebih dari 6 (enam) bulan, dengan ketentuan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan wajib melaporkan alasan-alasannya kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding.

yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat Konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum. Berkaitan dengan unsure-unsur KTUN sebagaimana dimaksud oleh ketentuan diatas, penulis sampaikan dua pendapat mengenai unsur-unsur KTUN tersebut, yaitu : Menurut Indroharto, unsur KTUN ada 6 (enam), yaitu: 2 a. Bentuk penetapan itu harus tertulis; b. Ia dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara; c. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara; d. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. Bersifat Konkret, Individual dan final; f. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Pendapat senada disampaikan oleh Paulus E. Lotulung, yang menyatakan bahwa unsur KTUN ada 7 (tujuh), yaitu: 3 a. Penetapan tertulis; b. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara; c. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. Bersifat Konkret; e. Individual; f. final; g. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Walaupun jumlah unsur KTUN dari kedua pendapat diatas berbeda, namun intinya sama yaitu : bentuk KTUNnya harus tertulis, diterbitkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara, didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat Konkret, individual dan final serta menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Apabila suatu KTUN telah memenuhi unsurunsur diatas maka KTUN seperti ini dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. 2 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Beberapa Pengertian Dasar Peradilan Tata Usaha Negara, Cet. Keenam, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, hlm. 162-163. 3 Paulus Effendi Lotulung, Perbuatan-perbuatan Pemerintahan Menurut Hukum Publik, dalam P.J.J Sipayung (Editor), Pejabat Sebagai Calon Tergugat Dalam Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: CV. Sri Rahayu, 1989, hlm. 148.

b. Fiktif Negatif ( yang dianggap sama dengan KTUN) Disamping KTUN, terdapat satu lagi objek yang dapat di gugat di Pengadilan Tata Usaha Negara yaitu Fiktif Negatif. Fiktif Negatif ini tidak ada wujudnya atau abstrak. Abstrak disini maksudnya adalah tidak berbentuk Surat KTUN, hal ini terjadi apabila Badan atau Pejabat TUN tidak mengeluarkan SK yang dimohonkan kepadanya oleh Penggugat, sedang hal itu menjadi kewajibannya maka hal tersebut dianggap sama dengan KTUN. KTUN ini dikenal dengan istilah Fiktif Negatif yang juga merupakan Objek gugatan yang merupakan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara. Pengaturan mengenai Fiktif Negatif terdapat dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 sebagai berikut : (1) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara. (2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan data peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud. (3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan. 3. Subjek Gugatan a. Pihak yang dapat Menggugat Mengenai pihak yang dapat menggugat diatur dalam Pasal 53 Ayat (1) UU No. 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1986 berbunyi: Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitasi.

Berdasarkan ketentuan di atas maka yang berkualitas menjadi Penggugat adalah Seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu KTUN yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN baik di pusat maupun di daerah. Berkaitan dengan pihak yang dapat menggugat, Indroharto berpendapat sebagai berikut : Mengenai pengertian orang (natuurlijke person) sendiri tidak menimbulkan banyak komplikasi 4. Sekarang kalau dipertanyakan: apakah organisasi dan instansi pemerintah seperti Propinsi, Kabupaten dalam kedudukannya sebagai badan hukum perdata itu juga berhak mengajukan gugatan TUN, maka logikanya boleh. Namun karena yang digugat harus selalu Badan atau Jabatan TUN, maka kemungkinan tersebut akan langka terjadi 5. Dari pendapat Indroharto tersebut, penulis sependapat bahwa Badan Hukum Publik yang sedang dalam kedudukannya sebagai badan hukum perdata dapat menjadi Penggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. b. Pihak yang dapat Digugat Pasal 1 Angka 12 UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peratun menyebutkan, bahwa: Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata. Berdasarkan ketentuan di atas maka tidak diperkenankan perorangan menjadi Tergugat. Untuk menentukan siapa yang harus digugat sehubungan dengan adanya wewenang yang ada pada jabatan TUN, maka harus diketahui lebih dahulu apakah wewenang tersebut bersifat atribusi, delegasi ataukah mandat. a. Kewenangan Atribusi adalah wewenang yang ada pada Badan atau Pejabat TUN yang diperoleh dari ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Konsentrasi pertanggungjawaban tindakan disini adalah berada pada Badan atau Pejabat TUN yang bersangkutan, 4 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II, Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, Cet. Kesembilan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, hlm. 43. 5 Ibid, hlm. 44.

maka yang harus digugat adalah Badan atau Pejabat TUN yang bersangkutan; b. Delegasi adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan wewenang dari pejabat atasan atau pejabat lain. Konsentrasi pertanggungjawaban tindakan disini telah berpindah sepenuhnya dari pejabat yang memberi mandat (delegant) kepada pejabat yang menerima delegasi (delegatoris). Maka yang harus digugat adalah pejabat yang menerima delegasi; c. Mandat adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan wewenang dari pejabat atasan atau pejabat lain. Konsentrasi pertanggungjawaban tindakan disini adalah tetap berada pada pejabat yang memberi mandat. Maka yang harus digugat adalah pejabat yang memberi mandat. 4. Tenggang waktu a. Terhadap Gugatan yang objek gugatannya adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang dimaksud dalam Pasal 1 Angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986; Terhadap gugatan dalam konteks ini, Tenggang waktu mengajukannya diatur dalam Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986, yang berbunyi: Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Di dalam SEMA No. 2 Tahun 1991 tanggal 9 Juli 1991 angka romawi V dijelaskan mengenai tenggang waktu ini secara lebih akurat: 1. Penghitungan tenggang waktu sebagaimana dimaksud Pasal 55 terhenti/tertunda (geschorst) pada saat gugatan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang; 2. Sehubungan dengan Pasal 62 Ayat (6) dan Pasal 63 Ayat (4) maka gugatan baru hanya dapat diajukan dalam sisa tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada butir 1; 3. Bagi mereka yang tidak dituju oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara tetapi merasa kepentingannya dirugikan maka tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dihitung secara kasuistis

sejak saat ia merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara dan mengetahui adanya keputusan tersebut b. Terhadap Gugatan yang objek gugatannya Fiktif Negatif (yang dianggap sama dengan KTUN) Dalam hal gugatan diajukan dengan objek gugatannya yang dimaksud dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986, maka tenggang waktu mengajukan gugatan diatur dalam Penjelasan Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986, antara lain sebagai berikut: 1. Dalam hal yang hendak digugat itu merupakan keputusan menurut ketentuan Pasal 3 Ayat (2) yang berbunyi: Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan data peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud. Maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari dihitung setelah lewat tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan. 2. Dalam hal yang hendak digugat itu merupakan keputusan menurut ketentuan Pasal 3 Ayat (3) yang berbunyi: Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan. Maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh hari) hari itu dihitung setelah lewatnya batas waktu 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan. 3. Dalam hal peraturan dasarnya menentukan bahwa suatu keputusan itu harus diumumkan, maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh hari) hari dihitung sejak hari pengumuman.

5. Mengajukan gugatan Apabila Objek dan Subjek gugatan telah terpenuhi dan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, maka gugatan dapat diajukan dengan syarat sebagai berikut : a. Syarat formiil 1. Identitas para pihak: nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan penggugat atau kuasanya; 2. Nama, jabatan dan tempat kedudukan Tergugat; b. Syarat materiil 3. Dasar gugatan (posita); 4. Hal yang diminta untuk diputuskan oleh pengadilan (petitum). Adapun Prosedur Penerimaan Permohonan Gugatan Menurut Buku Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Buku II Edisi Tahun 2009 Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah sebagai berikut : 1) Petugas pada meja pertama/loket pertama bertanggungjawab untuk menerima gugatan dan gugatan perlawanan terhadap penetapan dismissal. 2) Dokumen yang perlu di sertakan dalam pendaftaran perkara sekurangkurangnya adalah : a) Surat gugatan atau surat gugatan perlawanan. b) Surat kuasa khusus dari penggugat kepada kuasa hukumnya (bila penggugat menguasakan kepada kuasa hukum). c) Fotocopy kartu advokat kuasa hukum yang bersangkutan. d) Fotocopy surat keputusan TUN yang menjadi obyek sengketa, kecuali apabila obyek sengketa berupa keputusan fiktif-negatif atau apabila obyek sengketa tidak dikuasai oleh penggugat. 3) Petugas penerima berkas memeriksa kelengkkapan dengan menggunakan daftar periksa (check list) dan meneruskan berkas yang telah selesai di periksa kelengkapannya kepada Panitera Muda Perkara untuk menyatakan berkas telah lengkap/tidak lengkap. 4) Panitera Muda Perkara mengembalikan berkas yang belum lengkap dengan melampirkan daftar periksa supaya Pemohon/Penggugat atau kuasanya dapat melengkapi kekurangannya

5) Panjar biaya perkara yang telah ditetapkan di tuangkan dalam SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar),dengan ketentuan : a) Dalam menentukan besarnya panjar biaya perkara harus mempertimbangan jarak dan kondisi daerah tempat tinggal para pihak, agar proses persidangan yang berhubungan dengan panggilan dan pemberitahuan dapat terselenggara dengan lancar. b) Biaya pemeriksaan lebih dari 5 orang sanksi di tanggung oleh pihak yang meminta c) Biaya panjar perkara wajib di tambah dalam hal panjar biaya perkara sudah tidak mencukupi. 6) Pada berkas perkara yang telah lengkap, dibuatkan SKUM rangkap tiga: a) Lembar pertama untuk Penggugat. b) Lembar kedua untuk Kasir c) Lembar ketiga untuk di lampirkan dalam berkas gugatan. 7) Berkas perkara yang telah di lengkapi dengan SKUM diserahkan kepada penggugat atau kuasanya agar membayar jumlah uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada kasir pengadilan TUN. 8) Kasir menandatangani dan membubuhkan stempel lunas pada SKUM setelah menerima pembayaran, serta mencatat ke dalam buku Jurnal Keuangan Perkara. 9) Dalam hal gugatan, banding, kasasi, dan peninjauan kembali yang diterima melalui pos, maka harus diperhatikan : a) Tenggang waktu pembayaran panjar biaya perkara paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal dikirimkannya surat pemberitahuan tentang pembayaran panjar biaya perkara kepada penggugat. b) Setelah panjar biaya perkara di terima, surat gugatan yang telah dilengkapi SKUM diserahkan kepada kasir untuk di catat dalam buku jurnal yang bersangkutan c) Petugas para meja kedua/loket kedua mencatatnya dalam register Induk Perkara dan Register Perkara Gugatan. d) Gugatan Penggugat tidak akan di daftar apabila setelah lewat 6 (enam) bulan sejak dikirimkan surat pemberitahuan tentang pembayaran panjar biaya perkara pada penggugat,ternyata panjar perkara belum di terima di kepaniteraan.

10) Dalam hal tempat tinggal penggugat jauh dari pengadilan TUN yang berwenang memeriksa perkaranya, maka pembayaran panjar biaya perkara dapat dilakukan dengan 2 cara : a) Dibayarkan melalui Pengadilan TUN atau Pengadilan Negeri terdekat, selanjutnya oleh Pengadilan yang bersangkutan dikirimkan ke pengadilan TUN yang berwenang tersebut. Ongkos kirim di tanggung penggugat di luar panjar biaya perkara. b) Dikirimkan langsung ke Pengadilan TUN yang berwenang memeriksa perkaranya. 11) Kasir kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara. 12) Petugas pada meja kedua/loket kedua mencatat perkara yang masuk ke dalam Register Induk Perkara. Terhadap perkara gugatan perlawanan terhadap penetapan dismissal,diberi tambahan kode PLW (Perlawanan) pada nomor perkaranya. 13) Panitera setelah menerima berkas perkara dari petugas meja kedua/loket kedua membuat resume gugatan,sekurang-kurangnya berisi : a. Apakah gugatan di ajukan sendiri oleh penggugat atau diwakili oleh kuasa hukumnya. b. Apakah gugatan masih dalam tenggang waktu 90(sembilan puluh)hari sesuai pasal 55 UU PERATUN. c. Apakah alasan gugatan sesuai pasal 53 ayat (2) UU PERATUN. d. Apakah gugatan telah memuat hal-hal yang ditentukan pasal 56 UU PERATUN. e. Klarifikasi perkara TUN nya. 14) Pengisian kolom-kolom buku register harus di laksanakan dengan tertib dan cermat berdasarkan jalannya penyelesaian perkara. 6. Bentuk Gugatan Bentuk gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara disyaratkan dalam bentuk tertulis karena gugatan tersebut akan menjadi pegangan pengadilan dan para pihak selama pemeriksaan. Namun, bagi mereka yang tidak pandai baca tulis dapat mengutarakan keinginannya untuk menggugat kepada Panitera

Pengadilan yang akan membantu untuk merumuskan gugatannya dalam bentuk tertulis. 6 Gugatan yang telah dibuat, ditandatangani oleh Penggugat atau Kuasanya. Bagi Penggugat yang tidak pandai baca tulis, cukup dengan membubuhkan cap jari yang dilegalisir oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, tanpa dibubuhi materai. Terhadap gugatan yang dibuat dan ditandatangani oleh Kuasa, maka gugatan harus dilampiri surat kuasanya yang sah. 7 Gugatan sedapat mungkin disertai juga Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang disengketakan. 8 Bersambung ke Bagian Kedua 6 Penjelasan Pasal 53 Ayat (1) UU No. 9 Tahun 2004. 7 Pasal 56 Ayat (2) UU No. 5 Tahun 1986, Penulisan nama dalam gugatan harus menyebutkan terlebih dahulu nama pihak Penggugat prinsipal, baru kemudian nama Kuasa yang mendampinginya. 8 Lihat Pasal 56 Ayat (3) UU No. 5 Tahun 1986, Namun seringkali KTUN yang akan disengketakan tidak ada dalam tangan Penggugat atau pihak ketiga yang terkena akibat hukum KTUN tersebut, dalam keadaan seperti ini tidak menjadi sesuatu yang wajib dilampirkan dalam gugatan. Dalam rangka pemeriksaan persiapan, Hakim selalu dapat meminta kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan untuk mengirimkan kepada Pengadilan Keputusan Tata Usaha Negara yang sedang disengketakan itu.