PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD KELAS IV PADA MATERI HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN DENGAN KEGUNAANNYA

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA

PENGARUH MODE LEARNING CYCLE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA MAGNET

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARING CYCLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PERUBAHAN LINGKUNGAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SD KELAS IV DALAM MATA PELAJARAN IPA PADA MATERI GAYA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE PADA MATERI PERUBAHAN SIFAT BENDA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PERUBAHAN WUJUD BENDA

PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI TRUE OR FALSE TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV PADA MATERI PERUBAHAN KENAMPAKAN BUMI DAN BENDA LANGIT

PENERAPAN MODEL LEARNING CYCLE 7E UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PROSES DAUR AIR

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI ENERGI PANAS

PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MODEL SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V PADA MATERI PERISTIWA ALAM

Linda Yuliana 1, Ani Nur Aeni 2, Atep Sujana 3. Jl. Mayor Abdurachman No.211 Sumedang

Eva Nuraisah 1, Riana Irawati 2, Nurdinah Hanifah 3. Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurachman No.

Silvia Fitriyani 1, Ali Sudin 2, Atep Sujana 3. Jl. Mayor Abdurrachman No. 211 Sumedang 1 2

PENGARUH STRATEGI PREDICT OBSERVE EXPLAIN BERBANTUAN PERMAINAN TRADISIONAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI GAYA

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA MATERI PERBANDINGAN

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SD DALAM PEMBELAJARAN IPA

PENDEKATAN OPEN-ENDED UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ENERGI PANAS

Nita Yulinda 1, Riana Irawati 2, Diah Gusrayani 3. Jl. Mayor Abdurrachman No. 211 Sumedang 1 2

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV PADA MATERI GAYA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VISUAL, AUDITORIAL, DAN KINESTETIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Erna Siti Nur aini 1, Riana Irawati 2, Julia 3. Program Studi PGSD UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA GESEK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan untuk penelitian, sehingga peneliti harus menerima apa adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penerapan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Kenampakan Alam Dan Sosial Budaya

Multiati¹, Dadan Djuanda², Julia³

PENGARUH PENGGUNAAN MULTI MEDIA (WATER CYCLE BOX, AUDIOVISUAL DAN PUZZLE) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI DAUR AIR

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI HUBUNGAN MAHLUK HIDUP DENGAN LINGKUNGANNYA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI ENERGI BUNYI

Aam Ramina Ayu 1, Maulana 2,Yedi Kurniadi 3. Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agus Latif, 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 2 Tahun 2015 ISSN: Halaman

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA MATERI SIFAT- SIFAT CAHAYA MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI

JURNAL. Oleh: DISKA DESI INTANSARI NPM: Dibimbing oleh : 1. Drs. Yatmin, M.Pd 2. Alfi Laila, S.Pd.I.,M.Pd

PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TEKNIK MAKE A MATCH DENGAN MEDIA KARTU KLOP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI KENAMPAKAN ALAM DAN BUATAN

Shanty Della Setiasih¹, Regina Lichteria Panjaitan², Julia³. Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurahman No.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

PENGARUH MODEL VISUAL, AUDITORY, DAN KINESTHETIC (VAK) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Program Studi PGSD

Rina Yuli Andrianti 1, Riana Irawati 2, Ali Sudin 3. Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang 1

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E (SIKLUS BELAJAR 5E) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA KELAS X MIA SMAN 6 MALANG

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai

OLEH Vera Puspita Liangsari NIM ABSTRAK

PENERAPAN METODE THINK PAIR SHARE DENGAN TEKNIK PERMAINAN MENEMPEL KATACA DALAM MELENGKAPI PERCAKAPAN RUMPANG

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATERI PERISTIWA ALAM

PENDEKATAN EKSPLORATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

Rina Yulianti, Eko Setyadi Kurniawan, Sriyono

PENERAPAN TIPE LEARNING CYCLE MELALUI MODEL PENGAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

PENERAPAN TIPE LEARNING CYCLE MELALUI MODEL PENGAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

Eges, Pengaruh Pemahaman Konsep IPA Melalui Pendekatan Diskoveri Terbimbing

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ENERGI BUNYI

Nurhasanah Lidyaningsih 1, Ali Sudin 2, Asep Kurnia Jayadinata 3. Program Studi PGSD UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurrachman No.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian jenis quasi eksperiment.

UPAYA MENINGKATKAN PARTISIPASI DAN HASIL BELAJAR SAINS PADA MATERI SIFAT DAN PERUBAHAN WUJUD SUATU BENDA MELALUI PENERAPAN METODE DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakkan seluruh subjek dalam kelompok belajar untuk diberi perlakuan

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 02/Tahun XVII/Nopember 2013

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA

Atika Rahma Yulianingtyas 1, Julia 2, Dadan Djuanda 3. Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurachman No.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MENEMUKAN KALIMAT UTAMA PADA TIAP PARAGRAF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013

Ressa Respati 1, Maulana 2, Diah Gusrayani 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

Optimalisasi Hasil Belajar IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) Melalui Model Learning Cycle 5E pada Siswa Kelas IV SD Negeri Mardiharjo

PENGARUH LEARNING CYCLE 5E TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SDN SENDANGADI 1

PENERAPAN PERMAINAN MENGARANG GOTONGROYONG BERBANTUAN KARTU GAMBAR SERI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYUSUN PARAGRAF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pendekatan saintifik berbasis Problem Based

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR PADA MATERI DAUR AIR

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA SISWA MELALUI METODE DISCOVERY DI KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI 16 PADANG

pembelajaran. Sedangkan guru dalam pembelajaran ini hanya membantu dan mengarahkan siswa dalam melakukan eksperimen jika siswa mengalami kesulitan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian meliputi: (1) Pengelolaan pembelajaran fisika menggunakan model

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR KELAS IV PADA MATERI BILANGAN BULAT

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS 4 SD

Transkripsi:

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD KELAS IV PADA MATERI HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN DENGAN KEGUNAANNYA Destisari Nurbani 1, Diah Gusrayani 2, Asep Kurnia Jayadinata 3 1,2,3 Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang 1 Email: destisari.nurbani@student.upi.edu 2 Email: gusrayanidiah@yahoo.com 3 Email: asep.jayadinata@upi.edu Abstrak Keterampilan proses sains mengarahkan siswa untuk mengerjakan tidak hanya memahami. Learning cycle merupakan model pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran, mengeksplor pengetahuan awalnya, dan membuktikan sendiri kebenaran pengetahuan awal tersebut. Terlihat ada keterkaitan antara learning cycle dan keterampilan proses sains. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh model learning cycle terhadap keterampilan proses sains siswa SD kelas IV dengan materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya. Metode yang digunakan yaitu metode eksperimen murni. Hasil penelitian menunjukkan pada kelas kontrol dan eskperimen terdapat peningkatan keterampilan proses sains siswa dengan nilai hasil uji beda dua rerata pre test dan post test masing-masing yaitu 0,000. Sedangkan, hasil uji beda dua rerata nilai post test kelas eksperimen dan kontrol menunjukkan nilai 0,828. Kesimpulannya, tidak terdapat perbedaan peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dengan peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model learning cycle. Kata Kunci : Model learning cycle, pembelajaran konvensional, keterampilan proses sains. PENDAHULUAN Guru merupakan salah satu komponen penting dalam pendidikan. Mutu pendidikan dapat meningkat bila guru dapat memberikan pembelajaran yang berarti pada siswa. Selain itu, jika pembelajaran terlaksana dengan baik serta meningkatkan hasil belajar siswa maka mutu pendidikan pun akan meningkat. Salah satu pembelajaran yang ditingkatkan dalam pelaksanaannya di sekolah dasar yaitu pembelajaran IPA. IPA adalah salah satu cabang ilmu yang dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (dalam Sujana, 2012, hlm. 14-15) mengemukakan bahwa IPA merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Hakikat IPA bisa sebagai produk, proses, dan sikap seperti yang dikemukakan oleh Sujana (2012, hlm. 25) bahwa apabila ditinjau dari sudut ontologi, epistimologi dan aksiologi, maka hakikat IPA atau sains adalah 211

Destisari Nurbani, Diah Gusrayani, Asep Kurnia Jayadinata sebagai produk, sebagai proses, serta sebagai sikap ilmiah. Salah satu hakikat IPA adalah sebagai proses. Menurut Sujana (2012, hlm. 27) Proses belajar IPA atau sains harus diarahkan agar siswa mau mengerjakan sesuatu bukan hanya memahami sesuatu. Sehingga, dalam pembelajaran IPA siswa diminta ikut berperan aktif dalam pembelajaran. Selain itu, berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006 (dalam BSNP, 2006) dijelaskan tujuan adanya pembelajaran IPA di sekolah dasar salahsatunya yaitu mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Maka dari itu, keterampilan proses siswa harus ditingkatkan dalam pembelajaran IPA. Karena pembelajaran IPA tidak hanya bergantung pada produk, namun juga proses yang dialami siswa. Selain itu, keterampilan proses sangatlah penting untuk menunjang siswa dalam menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haryono (2006, hlm. 5) mengungkapkan bahwa Kemampuan proses sains dasar siswa Kelas IV dan V SD pada umumnya masih rendah, tingkat penguasaan proses sains siswa baru mencapai 46,08% atau dengan rerata sekor 17,51 dari rentang sekor antara 0 38. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses sains siswa sekolah dasar terutama kelas IV dan V masih rendah. Padahal, dengan keterampilan proses sains yang baik maka siswa akan memperoleh ilmu dan dapat mengembangkan ilmu tersebut di masa selanjutnya. Selain itu, keterampilan proses sains mencakup keterampilan dasar yang dapat diaplikasikan pada kehidupan seharihari, misalnya keterampilan mengamati. Dengan keterampilan tersebut, siswa dapat mengamati lingkungan sekitarnya dengan baik dan mengumpulkan fakta-fakta yang relevan yang berhubungan dengan apa yang sedang dia amati. Salah satu materi dalam pembelajaran IPA adalah hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya. Materi ini merupakan sub-bab dari pokok materi benda dan sifatnya. Pada kehidupan sehari-hari siswa pasti sering melihat benda-benda dengan manfaat yang berbeda. Namun, mereka terkadang tidak tahu mengapa suatu benda dibuat dari bahan tertentu. Mereka kurang memahami apa hubungan antara sifat suatu bahan dengan manfaatnya terhadap benda tersebut. Jika sumber belajar yang digunakan hanya buku tanpa adanya tindak lanjut dari guru maka pembelajaran hanya sebatas materi tanpa adanya kebermaknaan didalamnya. Maka dari itu, dalam pembelajaran IPA perlu diciptakan pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung. Pembelajaran IPA dapat diawali dengan mengeksplor pengetahuan yang dimiliki siswa terhadap sesuatu yang mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, guru dapat memberikan pengenalan konsep tentang materi yang telah dieksporasi sebelumnya. Jika siswa telah mengenal konsep materi tersebut, maka siswa dapat menerapkan konsep itu pada sesuatu hal yang baru namun sesuai dengan materi. Hal ini dimaksudkan supaya siswa lebih merasakan kebermaknaan dari suatu pembelajaran. Penerapan pembelajaran seperti itu dapat dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran learning cycle (siklus belajar). Menurut Widodo, dkk. (2010, hlm. 145) Model ini terdiri atas tiga tahapan yaitu Exploration (eksplorasi), Invention (pengenalan konsep), dan Discovery (penerapan konsep). Tahapan-tahapan 212

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) tersebut berupa siklus sehingga dapat dilakukan berulang-ulang. Penggunaan model learning cycle dipercaya cocok untuk diterapkan pada pembelajaran IPA terutama pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya, karena siswa dituntut untuk mampu menerapkan kembali konsep yang telah dia pelajari dalam hal-hal yang baru. Sehingga siswa dapat menerapkan materi yang telah dia pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, salahsatu kelebihan model learning cycle menurut Shoimin (2014) yaitu meningkatkan motivasi belajar karena pembelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan hakikat IPA sebagai proses yaitu pembelajaran IPA menuntut siswa untuk melakukan bukan hanya memahami. Dengan siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran maka pembelajaran lebih bermakna bagi siswa dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle memberikan pengalaman secara langsung kepada siswa sehingga siswa dapat dengan mudah memahami dan mengingat materi yang dipelajarinya. Menurut Piaget (dalam Dalyono, 2010) intelegensi terdiri dari tiga aspek, yaitu struktur atau scheme, isi atau content, adalah pola tingkah laku yang diperlihatkan individu ketika mengahadapi suatu permasalahan, dan fungsi atau function berhubungan dengan bagaimana seseorang menggapai intelektual yang lebih maju. Terdapat dua macam fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi. Dalam adaptasi terdapat dua macam proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Menurut Sujana (2012, hlm. 39) Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Sedangkan, akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. (Sujana, 2012, hlm. 39) Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, siswa sebenarnya telah memiliki skema atau konsep atau pengetahuan awal dalam dirinya mengenai suatu hal. Kemudian, pembelajaran memberikan pengetahuan baru mengenai konsep yang sudah dimiliki siswa. Guru mengklarifikasi bila terdapat konsep yang salah pada pengetahuan awal siswa. Sehingga, siswa dengan sendirinya akan menyesuaikan konsep yang dimilikinya dengan pengetahuan baru yang didapatkan pada saat pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan model pembelajaran learning cycle yang digunakan dalam penelitian ini. Teori konstruktivisme Bruner mencakup gagasan belajar sebagai proses aktif dimana pembelajaran tersebut mampu membentuk ide-ide baru berdasarkan apa pengetahuan mereka saat ini adalah serta pengetahuan masa lalu mereka. (Sujana, 2012, hlm. 47) Jadi, dalam pembelajaran yang menganut teori konstruktivisme Bruner siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dia ketahui terhadap hal-hal yang baru. Siswa belajar dari pengetahuan dan masa lalu mereka. Selain itu, Bruner (dalam Sujana, 2012) juga mengemukakan dua asumsi yang mendasari pendekatan dalam belajar. Dua asumsi tersebut ialah sebagai berikut. Asumsi pertama ialah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Sedangkan asumsi kedua ialah bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya. Hal ini yang disebut dengan kerangka kognitif yang oleh Bruner disebut Model of the World atau model alam. (hlm. 48) 213

Destisari Nurbani, Diah Gusrayani, Asep Kurnia Jayadinata Berdasarkan teori konstruktivisme Bruner, bahwa dalam pembelajaran diperlukan pengetahuan awal siswa untuk menambahkan pengetahuan yang baru. Siswa menghubungkan kedua pengetahuan tersebut sehingga terbentuk konsep baru yang tertanam pada siswa. Implikasi dari kedua teori tersebut adalah bahwa pengetahuan didapatkan bukan hanya dari guru, tetapi siswa membangun pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata siswa. Hal tersebut sesuai dengan model pembelajaran learning cycle, dimana pembelajaran dimulai dengan mengeksplorasi pengetahuan yang dimiliki siswa. Permasalahan yang akan dikaji melalui penelitian ini, meliputi apakah pembelajaran konvensional dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya? apakah pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa secara siginifikan pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya? apakah keterampilan proses sains siswa pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional? bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan model learning cycle di kelas IV pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya? faktor apa saja yang dapat mendukung pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya? faktor apa saja yang dapat menghambat pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya? METODE PENELITIAN Metode Penelitian ini menggunakan metode eksperimen murni. Pada awal pelaksanaan, kedua kelompok diberikan pre test. Selanjutnya, kelompok eksperimen diberikan perlakukan khusus, yaitu pembelajarannya menggunakan model learning cycle. Sedangkan, kelompok kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Setelah itu, kelompok eksperimen dan kontrol diberikan post test. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang karena sekolah-sekolah di daerah ini kebanyakan merupakan sekolah unggulan. Subjek Penelitian Subjek penelitian ditentukan melalui pemilihan sampel dari populasi penelitian yang terdiri dari seluruh siswa kelas IV SD se- Kecamatan Sumedang Selatan yang sekolahnya berada pada kelompok tinggi berdasarkan pada rata-rata hasil nilai UN tahun ajaran 2014/2015. Sampel yang terpilih berdasarkan hasil pengundian yaitu SDN Pakuwon I sebagai kelompok kontrol dan SDN Sukaraja II sebagai kelompok eksperimen. Instrumen Penelitian Terdapat empat jenis instrumen penelitian, yaitu soal tes, wawancara, pedoman observasi, serta catatan lapangan. Instrumen pertama yaitu soal tes yang digunakan untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa kedua kelompok. Instrumen kedua yaitu wawancara digunakan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran, faktor pendukung dan faktor penghambat pembelajaran di kelas eksperimen. Instrumen ketiga yaitu pedoman observasi aktivitas siswa dan pedoman observasi kinerja guru. Pedoman observasi aktivitas siswa digunakan untuk 214

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) mengetahui sikap siswa ketika pembelajaran berlangsung sedangkan pedoman observasi kinerja guru digunakan untuk mengetahui kinerja guru dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Instrumen terakhir yaitu catatan lapangan digunakan untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung pembelajaran di kelompok eksperimen. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Tes keterampilan proses sains diberikan pada saat pre test dan post test. Data hasil pre test dan post kedua kelompok kemudian dicari rata-rata skornya dan juga simpangan bakunya menggunakan aplikasi Microsoft Office Excel. Lalu, dilakukan beberapa pengujian terhadap data tersebut yaitu uji normalitas, homogenitas, dan beda dua rerata dengan bantuan software SPSS 16.0 for Windows. Uji beda dua rerata dilakukan untuk menguji hipotesis yang nantinya akan menjawab rumusan masalah yaitu ada atau tidaknya peningkatan keterampilan proses sains siswa pada kedua kelompok. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dari setiap instrumen yang digunakan, diperoleh beberapa hasil penelitian untuk menjawab enam rumusan masalah. Untuk menjawab rumusan masalah pertama, dilihat dari gambaran peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya. Berdasarkan hasil uji normalitas yang telah dilakukan terhadap data hasil pre test dan post test kelas kontrol, data berdistribusi normal. Maka dilanjutkan dengan uji beda dua rerata yaitu uji Paired Sample t-test yang menghasilkan nilai sig. (1-tailed) 0.000. Karena nilai sig. yang diperoleh kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima yaitu terdapat peningkatan keterampilan proses sains siswa secara signifikan. Dengan demikian, hipotesis pertama dari penelitian ini diterima yaitu pembelajaran konvensional pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa sekolah dasar secara signifikan. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh kinerja guru yang memiliki persentase keseluruhan 100% dan termasuk kriteria sangat baik. Selain itu, secara keseluruhan aktivitas siswa di kelas kontrol terhitung baik. Terbukti dengan perolehan persentase keseluruhan 68,51%. Sehingga, dengan kinerja guru dan aktivitas siswa yang baik mampu meningkatkan keterampilan proses sains siswa di kelas kontrol. Berdasarkan temuan tersebut, pembelajaran konvensional dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa secara signifikan jika dilakukan dengan proses pembelajaran yang optimal. Untuk menjawab rumusan masalah kedua, dilihat dari gambaran peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya secara signifikan. Hasil uji normalitas yang dilakukan terhadap data hasil pre test dan post test kelas eksperimen, menunjukkan data berdistribusi normal. Maka, dilanjutkan dengan uji beda dua rerata yaitu uji Paired Sample t-test yang menghasilkan nilai sig. (1- tailed) 0.000. Karena nilai sig. yang diperoleh kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima yaitu terdapat peningkatan keterampilan proses sains siswa secara signifikan. Dengan demikian, hipotesis kedua dari penelitian ini diterima yaitu pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa sekolah dasar secara signifikan. 215

Destisari Nurbani, Diah Gusrayani, Asep Kurnia Jayadinata Adanya peningkatan keterampilan proses sains siswa di kelas eksperimen merupakan akibat dari adanya perlakuan pembelajaran menggunakan model pembelajaran learning cycle. Pembelajaran di kelas eksperimen dikemas dengan tahap-tahap model pembelajaran learning cycle dimana proses pembelajarannya memfasilitasi siswa untuk mengeksplorasi pengetahuan awal siswa serta membuktikan kebenaran konsep awal yang dimiliki siswa melalui pengalaman langsung yaitu pada kegiatan percobaan yang dilakukan secara berkelompok. Hal tersebut sesuai dengan teori Piaget (dalam Dalyono, 2010) yang menyatakan bahwa intelegensi terdiri dari tiga aspek salah satunya yaitu struktur atau scheme. Jadi, sebenarnya siswa telah memiliki struktur atau skema mengenai suatu hal dalam dirinya. Selain membuktikan kebenaran konsep yang dimiliki siswa, melalu kegiatan percobaan siswa dapat menemukan konsep atau informasi baru mengenai materi hubungan sifat bahan dengan kegunaannya. Hal tersebut sejalan dengan proses asimilasi yang terdapat pada aspek intelegensi yaitu fungsi menurut teori Piaget. Menurut Sujana (2012, hlm. 39) Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Pada kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini terdapat fase explanation (penjelasan). Pada fase ini, pengetahuan awal siswa bertambah yaitu dari konsep yang ia temukan pada saat kegiatan percobaan yang kemudian dipresentasikan dan penjelasan lebih lanjut dari guru mengenai konsep tersebut. Secara tidak langsung, siswa akan menyesuaikan atau bahkan mengganti skema awal yang dimilikinya jika tidak sesuai dengan konsep atau informasi baru yang dia dapatkan dari pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan asumsi kedua yang dikemukakan oleh Bruner (dalam Sujana, 2012) bahwa informasi yang masuk pada diri seseorang akan dikonstruksi dengan informasi yang dia miliki atau dia peroleh sebelumnya. Hal ini disebut dengan kerangka kognitif oleh Bruner yang disebut Model of the World atau model alam. Selain itu, peningkatan tersebut dipengaruhi kinerja guru dan aktivitas siswa. Kinerja guru di kelas eksperimen memiliki persentase keseluruhan sebesar 91,6% dan termasuk kriteria baik. Secara keseluruhan aktivitas siswa di kelas eksperimen terhitung baik. Terbukti dengan perolehan persentase keseluruhan 70,96%. Sehingga, dengan kinerja guru dan aktivitas siswa yang baik mampu meningkatkan keterampilan proses sains siswa di kelas eksperimen. Berdasarkan temuan tersebut, pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa secara signifikan. Untuk menjawab rumusan masalah ketiga, dapat dilihat dari gambaran perbandingan peningkatan keterampilan proses sains siswa di kelas eksperimen dan kontrol. Berdasarkan hasil uji normalitas dan uji homogenitas yang telah dilakukan terhadap data hasil pre test dan post test kelas kontrol dengan kelas eksperimen, data berdistribusi normal dan berasal dari sampel yang homogen. Maka, dilanjutkan dengan uji beda dua rerata data hasil pre test dan post test antara kelas kontrol dan kelas eksperimen yaitu uji-t (Independent Sampel t-test). Hasil uji beda rata-rata data pre test dari kedua kelompok sampel bernilai 0,462. Karena nilai sig. yang diperoleh lebih dari 0,05 maka H0 yang diterima, yaitu tidak terdapat perbedaan rata-rata nilai pre test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sedangkan, hasil uji beda rata-rata data post test dari kedua kelompok sampel bernilai 0,828. Karena nilai sig. yang diperoleh lebih dari 0,05 maka H0 yang diterima, yaitu tidak terdapat perbedaan rata-rata nilai post test 216

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, maka tidak terdapat perbedaan peningkatan keterampilan proses sains siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, sehingga hipotesis ketiga dari penelitian ini ditolak. Terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan tidak adanya perbedaan peningkatan keterampilan proses sains siswa antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Faktor yang pertama yaitu meskipun tahapan pembelajaran di kelas kontrol dan eksperimen berbeda namun dilihat dari kegiatan yang dilakukan sebenarnya tidak jauh berbeda. Selain itu, setiap model pembelajaran memiliki kekurangan, sama halnya dengan model pembelajaran learning cycle. Menurut Shoimin (2014) bahwa model learning cycle memiliki empat kekurangan, yaitu diantaranya memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi serta memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan kekurangan tersebut, terlihat bahwa memang kinerja guru secara optimal sangat diperlukan pada penerapan model pembelajaran learning cycle. Sedangkan pada penelitian ini, kinerja guru di kelas eksperimen hanya sampai pada nilai 91,6%. Nilai tersebut tidak mencapai nilai ideal kinerja guru yaitu 100%. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kekurangan dari model learning cycle belum bisa di atasi dengan baik oleh guru di kelas eksperimen. Untuk menjawab rumusan masalah keempat, dapat dilihat dari gambaran pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen menggunakan model learning cycle. Pembelajaran di kelas eksperimen dilakukan mengikuti rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah dibuat sebelumnya. Pembelajaran di kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran learning cycle menurut Piaget (dalam Shoimin, 2014) dimana model pembelajaran learning cycle memiliki 5 tahapan (fase) atau yang sering disebut 5E. Tahapan (fase) tersebut yaitu engagement (undangan), exploration (eksplorasi), explanation (penjelasan), elaboration (pengembangan), dan evaluation (evaluasi). Setelah membuka pembelajaran, guru memperlihatkan suatu video kepada siswa. Video ini digunakan sebagai bagian dari tahap engagement (undangan) yang merupakan tahapan pertama dari pembelajaran learning cycle menurut Piaget (dalam Shoimin, 2014). Tahapan ini dilakukan melalui proses tanya jawab mengenai video yang telah diperlihatkan kepada siswa. Guru memberi pertanyaanpertanyaan yang bertujuan untuk memunculkan pengetahuan awal siswa mengenai sifat suatu bahan dan hal-hal yang berhubungan dengan sifat-sifat bahan tersebut. Kemudian, masuk pada fase selanjutnya yaitu exploration (Eksplorasi). Pada fase ini, siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, diberikan LKS percobaan dan melakukan kegiatan percobaan. Siswa melakukan kegiatan percobaan secara langsung yang bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan dan kegunannya serta untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini sesuai dengan kelebihan yang dimiliki model pembelajaran learning cycle menurut Shoimin (2014) yaitu salahsatunya meningkatkan motivasi belajar karena pembelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu, seperti yang dikemukakan oleh Bundu (2006, hlm. 21) bahwa Sains, dari aspek proses, pada hakekatnya adalah metode untuk memperoleh pengetahuan dengan cara tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa memperoleh pengetahuan dengan cara melakukan kegiatan percobaan adalah merupakan bagian sains dari segi proses. 217

Destisari Nurbani, Diah Gusrayani, Asep Kurnia Jayadinata Dari data hasil pencatatan kejadian-kejadian tak terduga di lapangan, ditemukan beberapa permasalahan sebelum dan selama pelaksanaan percobaan. Permasalahan-permasalahan tersebut cukup mengganggu keberlangsungan proses pembelajaran. Permasalahan pertama yaitu terjadi kegaduhan ketika pembagian kelompok. Namun permasalahan ini dapat diatasi dengan sigap oleh guru sehingga tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan. Selanjutnya, permasalahan juga terjadi selama pelaksanaan diskusi. Permasalahan tersebut di antaranya yaitu salahsatu kelompok tidak melakukan kegiatan percobaan karena terjadi perselisihan antar anggota kelompok, ada beberapa siswa yang memainkan alat-alat percobaan, dan ketika kegiatan percobaan selesai ada beberapa siswa yang membereskan alat-alat percobaan bahkan membersihkan kelas. Namun, pada akhirnya permasalahanpermasalahan tersebut dapat segera diatasi oleh guru. Setelah melakukan percobaan, guru kemudian mengajak siswa untuk mempresentasikan hasil percobaan dan diskusi mereka di depan kelas yang termasuk pada fase explanation (penjelasan). Dari presentasi yang dilakukan siswa, terlihat bahwa siswa memiliki keterampilan dalam menampilkan hasil percobaan dan diskusi mereka di depan kelas menggunakan kalimat mereka sendiri. Pada fase ini siswa mulai menemukan konsep-konsep mengenai materi IPA yang dipelajari melalui data hasil percobaan yang telah dipresentasikan. Selain itu, pada fase ini siswa menerima penjelasan lebih lanjut dari guru mengenai konsep yang berhubungan dengan materi. Setelah kegiatan presentasi dan penjelasan dari guru, selanjutnya guru melakukan tahapan keempat yaitu fase elaboration (pengembangan). Pada fase ini, guru memberikan LKS kedua guna membantu siswa dalam mengembangkan konsep yang dimilikinya dan yang telah didapatkan pada situasi yang baru. Seperti yang dikemukakan oleh Widodo (2010, hlm. 46) bahwa Keterampilan proses bukanlah sekedar keterampilan motorik yang tidak melibatkan proses mental. Keterampilan proses sains juga menuntut siswa melibatkan kemampuan berpikir tidak hanya melibatkan motorik atau gerak. Dengan kata lain, LKS kedua merupakan salahsatu upaya untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa yang melibatkan kemampuan berpikir. Setelah konsep-konsep mengenai hubungan sifat bahan dengan kegunaannya dapat dipahami siswa dengan baik, kemudian guru melanjutkan pembelajaran pada fase yang kelima yaitu evaluation (evaluasi). Pada tahapan ini guru membagikan soal evaluasi yang sudah disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran serta untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa. Berdasarkan hasil observasi kinerja guru selama pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen, tingkat keberhasilan kinerja guru mencapai persentase 91,6%. Angka tersebut berada pada kriteria tingkat keberhasilan sangat tinggi. Artinya, guru telah melaksanakan pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran learning cycle dengan baik meskipun belum optimal karena tidak mencapai persentase 100%. Pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen sudah terlaksana dengan baik tergambar melalui persentase aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran. Secara keseluruhan persentasi aktivitas siswa di kelas eksperimen mencapai angka 70,96%, 218

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) yang artinya aktivitas siswa selama pembelajaran terbilang baik. Begitu pun jika dilihat dari persentase per aspek penilaian. Partisipasi siswa selama pembelajaran meraih persentase 69,89%. Angka tersebut termasuk kedalam kriteria baik. Lalu tanggungjawab siswa selama pembelajaran meraih persentase 67,74%, artinya siswa memiliki tanggungjawab yang baik terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepada mereka. Sedangkan untuk aspek kerjasama, persentasenya mencapai angka 75,26%. Angka tersebut termasuk kedalam kriteria baik. Dari semua data hasil penelitian yang sudah dipaparkan dan dibahas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran learning cycle di kelas eksperimen telah berjalan dengan baik. Dengan tingkat keberhasilan kinerja guru yang sangat tinggi yang pada akhirnya menyebabkan tingginya pula aktivitas siwa selama proses pembelajaran. Terdapat faktor yang mendukung pembelajaran di kelas eksperimen. Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa, observasi guru, wawancara siswa, dan wawancara guru serta format catatan lapangan dapat disimpulkan beberapa faktor yang mendukung proses pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle. Faktor yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran di kelas eksperimen, yaitu kinerja guru yang sudah cukup baik dalam merencanakan serta melaksanakan pembelajaran, aktivitas siswa yang menunjukkan antusias positif terhadap proses pembelajaran, adanya kegiatan percobaan secara berkelompok, guru memberikan ruang bagi siswa untuk menyampaikan pendapat dan bertanya dan siswa berperan aktif secara langsung dalam proses pembelajaran. Selain itu, terdapat faktor yang menghambat pembelajaran di kelas eksperimen. Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa, observasi guru, wawancara siswa, dan wawancara guru serta format catatan lapangan dapat disimpulkan beberapa faktor yang menghambat proses pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle. Faktor yang menghambat terlaksananya proses pembelajaran di kelas eksperimen, yaitu guru kurang terampil dalam mengatur waktu, suasana kelas yang gaduh dan tidak kondusif, siswa yang terlalu aktif sehingga sulit untuk diatur, ada beberapa kegiatan yang memakan waktu terlalu lama contohnya kegiatan percobaan sehingga berpengaruh pada alokasi waktu yang telah ditentukan, kurangnya pemahaman siswa dalam melaksanan percobaan, dan soal-soal yang dianggap rumit oleh siswa sehingga membutuhkan waktu yang lama bagi siswa untuk mengerjakan soal-soal tersebut. SIMPULAN Pembelajaran konvensional pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji beda dua rerata nilai pre test dan post test kelas kontrol yang menghasilkan nilai P- value 0,000. Artinya terdapat peningkatan keterampilan proses sains siwa secara signifikan pada kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Selain itu, Pembelajaran dengan model learning cycle pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa secara signifikan. Hal ini terbukti dari hasil uji beda dua rerata nilai pre test dan post test kelas eksperimen yang menghasilkan nilai P-value 0,000. Artinya terdapat peningkatan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada kelas 219

Destisari Nurbani, Diah Gusrayani, Asep Kurnia Jayadinata eksperimen dengan menggunakan model learning cycle. Namun, tidak terdapat perbedaan peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji beda dua rerata data hasil post test kelas eksperimen dan kelas kontrol yang bernilai 0,828. Artinya, tidak terdapat perbedaan rata-rata nilai post test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Artinya tidak terdapat perbedaan peningkatan keterampilan proses sains siswa antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen Pelaksanaan pembelajaran dengan model learning cycle pada materi hubungan antara sifat bahan dengan kegunaannya berlangsung dengan baik dan mampu melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan kinerja guru yang berada pada kriteria sangat tinggi yaitu dengan persentase 91,6%. Selain itu, tingkat aktivitas siswa selama pembelajaran juga tergolong tinggi dengan persentase aktivitas siswa secara keseluruhan yaitu 70,96%. Artinya, kelima tahap pembelajaran learning cycle dapat dilaksanakan dengan baik dan berpengaruh baik pula terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Terdapat faktor yang mendukung proses pembelajaran IPA di kelas eksperimen yaitu kinerja guru yang sudah cukup baik dalam merencanakan serta melaksanakan pembelajaran, aktivitas siswa yang menunjukkan antusias positif terhadap proses pembelajaran, adanya kegiatan percobaan secara berkelompok, guru memberikan ruang bagi siswa untuk menyampaikan pendapat dan bertanya dan siswa berperan aktif secara langsung dalam proses pembelajaran. Selain itu, terdapat pula faktor yang menghambat proses pembelajaran IPA di kelas eksperimen yaitu guru kurang terampil dalam mengatur waktu, suasana kelas yang gaduh dan tidak kondusif, siswa yang terlalu aktif sehingga sulit untuk diatur, ada beberapa kegiatan yang memakan waktu terlalu lama contohnya kegiatan percobaan, kurangnya pemahaman siswa dalam melaksanan percobaan, dan soal-soal yang dianggap rumit oleh siswa sehingga membutuhkan waktu yang lama bagi siswa untuk mengerjakan soal-soal tersebut. DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI. Jakarta: Kencana Bhakti. Bundu, P. (2006). Penilaian keterampilan proses dan sikap ilmiah dalam pembelajaran sains sekolah dasar. Jakarta: Dirjen Dikti. Dalyono, M. (2010). Psikologi pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Shoimin, A. (2014). 68 Model pembelajaran inovatif dalam kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Sujana, A. (2012). Pendidikan IPA teori dan praktik. Sumedang: Rizal Nur. Widodo, A., Wuryastuti, S. & Margaretha. (2010). Pendidikan IPA di sekolah dasar. Bandung: UPI Press. 220