ANALISIS PENCABUTAN PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT TANPA MELAKUKAN PENJUALAN HARTA PAILIT DIKAITKAN DENGAN PERLINDUNGAN YANG SEIMBANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

ABSTRACT. Bankruptcy is a general confiscation of all property and the administration

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEPENTINGAN PARA KREDITOR AKIBAT ACTIO PAULIANA DALAM HUKUM KEPAILITAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

KEPAILITAN PERUSAHAAN INDUK TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DALAM GRUP

AKIBAT KEPAILITAN TERHADAP ADANYA PERJANJIAN HIBAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

Universitas Kristen Maranatha

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

KEPAILITAN DEBITUR YANG TERIKAT PERKAWINAN YANG SAH DAN TIDAK MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN ABSTRACT

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE

Oleh Gede Irwan Mahardika Ngakan Ketut Dunia Dewa Gede Rudy Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

PRINSIP DEBT FORGIVENESS DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITOR

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

PENGARUH UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN UNDANG- UNDANG HAK TANGGUNGAN TERHADAP KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN APABILA DEBITUR PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

EKSEKUSI KREDIT MACET TERHADAP HAK TANGGUNGAN

MEKANISME PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT MELALUI PENGADILAN NIAGA I Gede Yudhi Ariyadi A.A.G.A Dharmakusuma Suatra Putrawan

TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DI KABUPATEN BADUNG

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DI DAFTARKAN TERHADAP PEMINJAMAN KREDIT PADA BANK

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT. Oleh : Ida Bagus Gde Surya Pradnyana I Nengah Suharta

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KURATOR DALAM MENJALANKAN TUGAS PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

TANGGUNG JAWAB KURATOR ATAS PENJUALAN ASET MILIK DEBITOR YANG TELAH DINYATAKAN PAILIT DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA KREDITOR ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT

PERBEDAAN WANPRESTASI DENGAN PENIPUAN DALAM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

Akibat Hukum Putusan Penolakan Pkpu Terhadap Debitor (Kajian Hukum Atas Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor: 28/Pkpu/2011/Pn.Niaga.Jkt.Pst.

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HAK HAK KREDITOR

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

KEWAJIBAN PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT TERHADAP HUTANG PAJAK YANG BELUM DIBAYAR (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut PKPU) pada umumnya dikaitkan dengan permasalahan

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA TENAGA KERJA YANG DI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) AKIBAT DARI PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. lembaga intermediasi ( financial intermediary) untuk menunjang kelancaran

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

AKIBAT HUKUM TERHADAP DEBITUR ATAS TERJADINYA FORCE MAJEURE (KEADAAN MEMAKSA)

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN

PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT OLEH MAHKAMAH AGUNG TERKAIT DENGAN PUTUSAN PAILIT PT. DIRGANTARA INDONESIA

JURNAL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KURATOR TERHADAP PELAKSANAAN PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT ABSTRACT

JURNAL. Penulis : Richardo Purba Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

ABSTRAK Pemberlakuan Klausula Buy Back Guarantee

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

PERDAMAIAN ANTARA DEBITOR DAN KREDITOR KONKUREN DALAM KEPAILITAN PEACEFUL SETTLEMENT BETWEEN DEBTORS AND CREDITORS CONCURENT IN BANKRUPTCY

WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

TANGGUNG JAWAB SEKUTU TERHADAP COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP ( CV ) YANG MENGALAMI PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

Transkripsi:

ANALISIS PENCABUTAN PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT TANPA MELAKUKAN PENJUALAN HARTA PAILIT DIKAITKAN DENGAN PERLINDUNGAN YANG SEIMBANG ANTARA DEBITOR DENGAN KREDITOR Riyan Fardian 110120130001 ABSTRAK Perjanjian pinjam meminjam dana antara kreditor dengan debitor mengakibatkan timbulnya perikatan yang mewajibkan debitor untuk mengembalikan dana kreditor. Permasalahan akan timbul apabila debitor mengalami kesulitan untuk mengembalikan utang-utangnya. Kepailitan merupakan salah satu upaya hukum yang dapat ditempuh dalam rangka pengembalian aset kreditor. Apabila dalam pengurusan harta pailit kurator beranggapan bahwa harta pailit tidak mencukupi untuk membayar biaya kepailitan, maka kurator dapat mengajukan permohonan pencabutan pernyataan pailit yang disampaikan kepada Hakim Pengawas. Berdasarkan usulan Hakim Pengawas untuk mencabut pernyataan pailit debitor, maka Pengadian Niaga dapat memutuskan untuk mencabut pernyataan pailit debitor.tujuan penelitian yang penulis angkat dalam karya tulis ini adalah untuk menganalisis kedudukan kurator yang mengajukan permohonan pencabutan pernyataan pailit tanpa melakukan penjualan harta pailit dikaitkan dengan teori pertanggungjawaban dan untuk menganalisis penerapan pencabutan putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga tanpa adanya penjualan harta pailit ditinjau dari prinsip perlindungan yang seimbang antara debitor dengan kreditor. Untuk membahas permasalahan dalam karya tulis ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu penelitian di bidang hukum yang dilakukan dan dikonsepsikan terhadap asas-asas, norma-norma, dogma-dogma atau kaidah hukum yang merupakan pedoman-pedoman bertingkah laku. Kaidah-kaidah yang digunakan dalam hal ini berhubungan dengan pencabutan putusan pernyataan pailit tanpa melakukan penjualan harta pailit dikaitkan dengan perlindungan yang seimbang antara debitor dengan kreditor. Penelitian ini menggunakan deskriptifanalitis bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai tindakan kurator yang memohon pencabutan pernyataan pailit dan bagaimana penerapan prinsip

perlindungan yang seimbang antara debitor dengan kreditor dikaitkan dengan pencabutan putusan pernyataan pailit tanpa adanya penjualan harta pailit Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, Penulis memperoleh simpulan bahwa Pertama, kedudukan kurator yang mengajukan permohonan pencabutan pernyataan pailit tanpa melakukan penjualan harta pailit dikaitkan dengan teori pertanggungjawaban merupakan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian yang diderita pihak-pihak tertentu dalam kepailitan, khususnya kreditor sehingga kurator wajib bertanggungjawab mengganti kerugian tersebut. Kedua, pencabutan putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga tanpa adanya penjualan harta pailit tidak menerapkan prinsip perlindungan yang seimbang antara debitor dengan kreditor karena mengakibatkan kepentingan para kreditor untuk memperoleh pembayaran dari hasil penjualan aset-aset debitor pailit menjadi tidak terpenuhi. ABSTRACT Agreement between the lending and borrowing of funds by the creditor and debtor resulted in the emergence of the engagement which requires debtors to repay the fund s creditor. Problems will arise if the debtor had difficulty to restore its debts. Bankruptcy is one remedy that can be taken within the framework of asset recovery creditor. If the management of the bankruptcy estate curator assumed that the bankruptcy estate is not sufficient to pay the cost of bankruptcy, the curator may apply for revocation of bankruptcy declaration submitted to the Supervisory Judge. Based on the proposal of the Supervisory Judge to revoke a declaration of bankruptcy debtor, the Commerce tribunal may decide to revoke a declaration of bankruptcy debitor.the purpose of this paper is to analyze the position of curator s request the revocation of a declaration of bankruptcy without selling the bankruptcy estate associated with the theory accountability and to analyze the implementation of the decision of revocation of a declaration of bankruptcy by the Commercial Court in the absence of the bankruptcy estate sales in terms of the principle of equal protection of the debtor by creditors. To discuss problems in this paper, the authors use a normative juridical approach, namely a study conducted in the field of law and conceived of the principles, norms, dogmas or rules of law which are guidelines to behave. The rules that are used in this case related to the revocation of the decision of a declaration of bankruptcy without selling the bankruptcy estate associated with the protection of the balance between debtors to creditors. This study used a descriptive-analytic aims to obtain an overview of actions that invoke revocation curator bankruptcy declaration and how the application of the principle of equal protection of the debtor by the creditor associated with the revocation decision in the absence of a declaration of bankruptcy bankruptcy estate sales

Based on the analysis that has been done, the author obtained the conclusion that First, curator s request for the revocation of a declaration of bankruptcy without selling the bankruptcy estate is an unlawful act that causes damage suffered by the parties, in particular creditors who require curators to be responsible replace those losses. Second, the revocation of the decision of a declaration of bankruptcy by the Commercial Court in the absence of the bankruptcy estate sales contrary to the principle of equal protection of the debtor by the creditor because it resulted in the interest of the creditors to obtain payment from the sale of assets of the bankrupt debtor is not consummated. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka memenuhi keperluan atau kegiatan seseorang dalam menjalani kehidupan, adakalanya orang tersebut tidak memiliki sejumlah dana yang cukup. Guna memperoleh dana yang diperlukan, maka seseorang, baik orang perorangan maupun badan usaha, akan berupaya melakukan berbagai cara, salah satunya dengan meminjam dana kepada pihak lain. Pihak yang meminjam dana disebut dengan debitor, sementara pihak yang memberikan pinjaman dana disebut dengan kreditor. Pemberian pinjaman oleh kreditor terhadap debitor dilakukan atas dasar kepercayaan. Kreditor memiliki kepercayaan bahwa debitor sanggup untuk mengembalikan dana yang telah diberikan atau dipinjamkan oleh kreditor. Tanpa adanya kepercayaan, maka kreditor tidak akan memberikan pinjaman tersebut. Oleh karena itulah, mengapa pinjaman dari seorang kreditor kepada seorang debitor disebut kredit ( credit) yang berasal dari kata credere yang berarti

kepercayaan atau trust. 1 Perjanjian pinjam meminjam uang antara kreditor dengan debitor mengakibatkan timbulnya perikatan yang salah satunya mewajibkan debitor untuk mengembalikan utangnya sebagai suatu prestasi yang harus dilakukan. Permasalahan akan timbul apabila debitor mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya tersebut. 2 Apabila debitor lalai dalam memenuhi kewajibannya yang bukan disebabkan oleh suatu keadaan yang memaksa ( overmacht), maka debitor melakukan suatu perbuatan yang disebut dengan ingkar janji (wanprestasi). Hukum perdata mengenal 3 (tiga) bentuk wanprestasi, yaitu : 3 1. Debitor tidak memenuhi prestasi sama sekali; 2. Debitor terlambat dalam memenuhi prestasi; 3. Debitor berprestasi tidak sebagaimana mestinya. Wanprestasi debitor terhadap pengembalian dana kreditor akan menimbulkan kerugian bagi kreditor. Untuk mengatasi permasalahan wanprestasi yang dilakukan oleh debitor, maka kreditor dapat melakukan upaya-upaya hukum antara lain melalui perdamaian, alternatif penyelesaian sengketa, penundaan kewajiban pembayaran utang, dan kepailitan. Pada dasarnya, kepailitan merupakan suatu lembaga hukum perdata Eropa sebagai realisasi dari dua asas 1 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan : Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Grafiti, Jakarta, 2010, hlm 3. 2 Man Sastrawidjaya, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2014, hlm.1. 3 Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Dan Dari Undang-Undang), CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm 11.

pokok jaminan yang terkandung dalam pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) dan 1132 KUHPerdata. 4 Ketentuan pasal 1131 KUHPerdata menyatakan bahwa seluruh harta kekayaan Debitor, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, benda yang ada maupun benda yang akan ada, merupakan jaminan atas perikatan yang dilakukan oleh debitor. Dengan demikian, kekayaan debitor bukan hanya menjamin pelunasan utang terhadap kreditor tertentu yang diperoleh dari perjanjian utang piutang, akan tetapi juga untuk menjamin semua kewajiban yang timbul dari perikatan debitor dengan kreditor lainnya. Ketentuan pasal 1132 KUHPerdata merupakan pelaksanaan atas pembagian harta kekayaan debitor secara proporsional berdasarkan nominal utang masing-masing kreditor, kecuali adanya hak kreditor tertentu untuk didahulukan daripada kreditor lainnya. Tujuan hukum kepailitan adalah menjamin pembagian yang proporsional terhadap harta kekayaan debitor di antara pada kreditornya, mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan kreditor dan memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik dan para kreditornya dengan cara memperoleh pembebasan utang. 5 Sementara, tujuan undang-undang kepailitan adalah memberikan suatu forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari berbagai macam kreditor terhadap aset debitor yang 4 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 25 5 Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 28

tidak cukup nilainya (debt collection system). 6 Setiap aturan hukum bertumpu pada suatu asas hukum, yakni suatu nilai yang diyakini berkaitan dengan penataan masyarakat secara tepat dan adil. Asasasas hukum yang tertuang dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU antara lain asas kelangsungan usaha, asas integrasi, asas manfaat dan perlindungan yang seimbang antara kreditor dengan debitor dan asas keadilan. Dalam perkara kepailitan a quo, kurator telah membuat daftar harta pailit yang menyatakan sifat jumlah piutang dan utang harta pailit sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 100 ayat (1) Undang -Undang Kepailitan dan PKPU. Harta kekayaan debitor yang ditemukan oleh kurator antara lain saham, tanah, kendaraan bermotor. Kurator juga meminta beberapa hal kepada debitor terkait dengan pengurusan dan pengeloaan harta pailit, namun debitor tidak menanggapi permintaan kurator tersebut. Berdasarkan hasil pencatatan harta pailit, kurator menduga bahwa harta pailit debitor tidak mencukupi untuk menutupi utang dan biaya kepailitan. Dengan demikian, kurator melaporkan keadaan tersebut kepada Hakim Pengawas serta meminta petunjuk Hakim Pengawas untuk dapat dilakukan pencabutan putusan pernyataan pailit atas debitor Gunawan Tjandra (Dalam Pailit) karena harta Debitor tidak mencukupi untuk menutupi utang dan membayar biaya kepailitan. Hakim Pengawas membuat laporan yang berisi kesimpulan bahwa pengajuan 6 Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia. Jakarta, Kencana, 2009, hlm 192-193.

pencabutan pernyataan pailit oleh Kurator dapat dilakukan karena telah sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang pada pokoknya menyatakan apabila harta pailit tidak cukup maka pengadilan dapat memutuskan pencabutan putusan pernyataan pailit. Kurator dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Niaga untuk mencabut putusan pernyataan pailit yang telah dijatuhkan. Berdasarkan laporan Hakim Pengawas dalam perkara a quo, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan untuk mencabut putusan pernyataan pailit terhadap debitor. Undang-Undang Kepailitan dan PKPU juga memerintahkan kurator untuk memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan Debitor. Undang-Undang Kepailitan dan PKPU harus memberikan manfaat bukan saja terhadap debitor namun juga terhadap kreditor, sehingga peraturan kepailitan juga harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan debitor. Peraturan kepailitan diadakan untuk memberikan manfaat dan perlindungan kepada para kreditor apabila debitor tidak membayar utang-utangnya B. Identifikasi Masalah Berdasarkan permasalahan yang sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang, maka peneliti membatasi permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kedudukan kurator yang mengajukan permohonan pencabutan pernyataan pailit tanpa melakukan penjualan harta pailit dikaitkan dengan teori pertanggungjawaban? 2. Bagaimana penerapan pencabutan putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga tanpa adanya penjualan harta pailit ditinjau dari prinsip perlindungan yang seimbang antara debitor dengan kreditor? C. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Peneliti menggunakan analisis yang bersifat deskriptif-analitis untuk menyusun karya tulis ini. Deskriptif-analitis adalah metode yang menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, teori-teori hukum dan praktik pelaksanaan hukum positif menyangkut permasalahan yang dibahas guna memberikan data seteliti mungkin. 7 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang mengutamakan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut bahan data sekunder, berupa hukum positif dan bagaimana implementasinya dalam praktik. 8 Data kepustakaan yang diperoleh, yaitu berupa hukum positif, kumpulan berbagai 7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2007, hlm 10. 8 Idem, hlm. 17

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini dalam bidang hukum perbankan, dan bidang hukum lainnya yang terkait. Data kepustakaan tersebut kemudian digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Telaah yuridis normatif dilakukan terhadap asas-asas atau prinsip-prinsip ilmu hukum, hukum kepailitan dan bidang-bidang hukum lain. 3. Tahap Penelitian Tahap penelitian ini dibagi atas (dua) tahapan yaitu sebagai berikut: a). Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji, meneliti dan menelusuri data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum primer yang dimaksud meliputi berbagai peraturan perundangundangan yang relevan dengan materi penelitian, seperti Pancasila, UUD 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sedangkan bahan hukum sekunder meliputi berbagai literatur dan hasil penelitian yang relevan dengan materi penelitian. Kemudian bahan hukum tersier antara lain artikel, jurnal, majalah dan website internet. b). Penelitian lapangan (Field Research) Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan, meneliti dan merefleksikan data primer yang diperoleh langsung dari lapangan. Data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan ini hanya dimaksud sebagai penunjang data sekunder.

4. Teknik Pengumpul Data Penelitian yang peneliti gunakan adalah metode yuridis-normatif yaitu penelitian kepustakaan (Library Research) meliputi : a). Bahan Hukum Primer, yaitu bahan yang sifatnya mengikat masalahmasalah yang akan diteliti seperti asas-asas hukum, norma dasar Pancasila, UUD 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. b). Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Peneliti meneliti buku-buku ilmiah hasil karya dikalangan hukum yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti, memahami bahan hukum primer adalah rancangan peraturan perundang-undangan, hasil-hasil penelitian, hasil-hasil karya ilmiah para sarjana. c). Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Misalnya kamus hukum, ensiklopedia, majalah, media masa dan internet. 5. Metode Analisis Data Analisis data merupakan cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dengan menggunakan metode analisis normatifkualitatif yaitu penafsiran gramatikal, sistematis dan outentik, karena

penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum positif sedangkan kualitatif dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi yang bersifat ungkapan monografis dari responden. 6. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian lapangan ini akan dilakukan pada lembaga/instansi yang terkait dengan permasalahan yang diteliti meskipun demikian penulis terkonsentrasi pada penelitian yang bersifat teoritis. Guna memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian di beberapa tempat, antara lain : a). Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. b). Perpustakaan Pascasarjana Universitas Padjadjaran. c). Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat PEMBAHASAN A. Kedudukan Kurator Yang Mengajukan Permohonan Pencabutan Pernyataan Pailit Tanpa Melakukan Penjualan Harta Pailit Dikaitkan Dengan Teori Pertanggungjawaban Tugas pokok kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Tugas dan kewenangan kurator tersebut dimulai sejak putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan upaya-upaya hukum, baik kasasi dan/atau peninjauan kembali. Apabila kemudian putusan pernyataan

pailit dibatalkan oleh putusan kasasi atau peninjauan kembali, maka segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan adalah tetap sah dan mengikat bagi debitor pailit. Sejak putusan pailit diucapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga, maka kurator harus langsung melakukan tugas pengurusan yaitu melakukan segala upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lain dengan memberikan tanda terima. Kegiatan pengurusan harta pailit yang dilakukan oleh kurator meliputi kegiatan inventarisasi, menjaga dan memelihara agar jumlah dan nilai harta pailit tidak berkurang. Bahkan harta pailit diharapkan dapat bertambah agar dapat membayar seluruh utang-utang debitor kepada para kreditor. Tugas lain kurator adalah melakukan pemberesan terhadap harta-harta pailit. Berdasarkan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU disebutkan bahwa pemberesan adalah penguangan aktiva untuk membayar atau melunasi utang. Pemberesan memiliki arti penjualan harta-harta pailit dengan tujuan agar hasil penjualan harta pailit dapat membayar kewajiban debitor kepada seluruh kreditor secara proporsional dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kegiatan pemberesan harta pailit dilakukan oleh kurator apabila debitor pailit dinyatakan berada dalam keadaan insolvensi. Pengertian insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar. Keadaan insolvensi terjadi demi hukum

sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 178 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yaitu apabila dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian oleh debitor atau rencana perdamaian yang ditawarkan oleh debitor tidak diterima oleh mayoritas kreditor konkuren, atau pengesahan perdamaian antara debitor dan kreditor (homologasi) ditolak berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka pada saat itu harta pailit dinyatakan berada dalam keadaan insolvensi. Pernyataan keadaan insolvensi ditetapkan oleh Penetapan Hakim Pengawas. Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, unsur utama dalam permohonan pencabutan pernyataan pailit yaitu nilai harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya-biaya yang diperlukan dalam rangka penjualan harta-harta tersebut. Harta pailit adalah seluruh harta kekayaan debitor yang diurus dan dikuasai oleh kurator sejak putusan pernyataan pailit diucapkan oleh Pengadilan. Pertanggungjawaban adalah suatu kebebasan bertindak untuk melaksanakan tugas yang dibebankan, namun pada akhirnya tidak dapat melepaskan diri dari hasil kebebasan bertindak berupa penuntutan untuk melaksanakan secara layak apa yang diwajibkan kepadanya. Secara leksikal, kata pertanggungjawaban berasal dari kata majemuk tanggung jawab yang berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut,dipersalahkan, dan diperkarakan. Pengertian

tanggung jawab berdasarkan kamus hukum adalah suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya. Teori pertanggungjawaban memiliki korelasi dengan prinsip perbuatan melawan hukum. Pada mulanya sebelum tahun 1919 oleh Hoge Raad, prinsip perbuatan melawan hukum diartikan secara sempit, yaitu setiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena Undang-Undang atau tiap perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya. Suatu perbuatan hanya dapat diminta pertanggungjawaban apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang, meskipun perbuatan tersebut bertentangan oleh moral dan norma dalam masyarakat. Setelah adanya putusan Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919, konsep perbuatan melawan hukum diperluas menjadi setiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain, kewajiban hukumnya sendiri. Pengurusan dan/atau pemberesan terhadap harta pailit oleh kurator merupakan suatu bentuk tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh kurator berdasarkan perintah Undang-Undang. Keadaan insolvensi yang mengharuskan kurator untuk segera melakukan proses pemberesan harta pailit melalui proses penjualan harta-harta pailit bertujuan untuk melindungi kepentingan para pihak, yaitu pihak kreditor dan pihak debitor. Penjualan harta-harta pailit akan melindungi kepentingan kreditor dalam rangka pembayaran atau pelunasan utang-utang debitor terhadap kreditor. Hasil

penjualan harta pailit diharapkan dapat mengurangi kerugian yang diderita oleh kreditor atas utang debitor. Kepentingan debitor terhadap penjualan harta pailit antara lain bertujuan untuk mengakhiri status pailit dan segala akibat pailit yang telah dibebankan kepadanya berdasarkan putusan pernyataan pailit. Apabila kurator tidak menjalankan tugasnya, maka mengakibatkan pihak lain mengalami kerugian, sehingga berdasarkan unsur-unsur teori pertanggungjawaban kurator telah melakukan kesalahan, perbuatan melawan hukum, tanggung jawab, dan kerugian. Penjualan harta-harta pailit juga bermanfaat untuk menentukan nilai sebenarnya dari harta pailit debitor, ternasuk perkiraan besarnya biaya kepailitan yang diperlukan dalam rangka pemberesan harta pailit sebelum ditetapkan oleh Pengadilan Niaga. Kurator sepatutnya mempertimbangkan bahwa dalam mengajukan permohonan pencabutan pailit, kurator juga wajib memperhatikan asas-asas yang terkandung dalam kepailitan. Praktik permohonan pencabutan putusan pernyataan pailit yang diajukan oleh kurator seharusnya mencerminkan pelaksanaan terhadap teori pertanggungjawaban dan manfaat yang adil bagi seluruh pihak. Tindakan kurator yang tidak melaksanakan penjualan atas harta pailit sementara hal tersebut merupakan tugas dan kewajiban kurator akan mencederai rasa keadilan bagi kreditor dan memberikan pengaruh negatif dari pelaksanaan proses kepailitan yang berlaku di Indonesia.

Kurator wajib bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul sebagai akibat dari kesalahannya. Tindakan kurator yang mengajukan permohonan pencabutan pernyataan pailit tanpa melakukan penjualan harta pailit dikaitkan dengan teori pertanggungjawaban merupakan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian yang di derita pihak-pihak dalam kepailitan, khususnya kreditor sehingga kurator wajib bertanggungjawab mengganti kerugian tersebut. B. Penerapan Pencabutan Putusan Pernyataan Pailit Oleh Pengadilan Niaga Tanpa Adanya Penjualan Harta Pailit Ditinjau Dari Prinsip Perlindungan Yang Seimbang Antara Debitor Dengan Kreditor Pengadilan Niaga merupakan bagian dari peradilan umum yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup tugas Pengadilan Niaga. Lingkup tugas Pengadilan Niaga yaitu memeriksa dan memutus perkara permohonan pernyataan pailit, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, permohonan pencabutan pernyataan pailit, perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan oleh Peraturan Pemerintah atau bidang hukum yang penetapannya dilakukan dengan Undang-Undang. Salah satu isi putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan terhadap debitor adalah penunjukkan dan pengangkatan Hakim Pengawas oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang memutus perkara permohonan pernyataan pailit. Tugas Hakim Pengawas adalah mengawasi pelaksanaan tugas kurator, baik dalam

rangka pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Apabila dikaitkan dengan pencabutan pernyataan pailit, maka sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU salah satu unsur pencabutan pernyataan pailit adalah adanya usulan Hakim Pengawas kepada Pengadilan Niaga untuk mencabut pernyataan pailit debitor. Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tidak menerangkan mengenai isi dari usulan Hakim Pengawas. Akan tetapi, apabila dikaitkan dengan frase dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, yaitu Dalam hal harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan, maka laporan Hakim Pengawas kepada Majelis Hakim Pengadilan Niaga berisi tentang usulan atau laporan mengenai keadaan nilai harta debitor pailit yang tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan. Sebagai salah satu unsur dalam pencabutan pernyataan pailit debitor, maka fungsi Hakim Pengawas sangat penting dalam proses pencabutan pernyataan pailit debitor. Hal ini disebabkan apabila tidak terdapat usul Hakim Pengawas, maka Pengadilan tidak akan membuat putusan pencabutan pernyataan pailit debitor pailit. Pengadilan Niaga wajib mendengarkan usulan atau pendapat Hakim Pengawas sebelum memutus sesuatu hal yang terkait dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Usulan Hakim Pengawas mengenai pencabutan pernyataan pailit merupakan suatu ketetapan. Ketetapan-ketetapan yang dibuat oleh Hakim Pengawas bukan

bersifat final. Para pihak dapat mengajukan upaya hukum banding melalui Pengadilan Niaga terhadap penetapan-penetapan yang dibuat oleh Hakim Pengawas, Upaya hukum banding tersebut harus diajukan dalam waktu lima hari setelah penetapan dibuat. Namun, tidak seluruh penetapan Hakim Pengawas dapat diajukan banding. Ketentuan Pasal 68 ayat (2) Undang -Undang Kepailitan dan PKPU mengatur tentang penetapan-penetapan Hakim Pengawas yang tidak dapat dilakukan upaya hukum banding. Usulan Hakim Pengawas untuk mencabut pernyataan pailit tidak termasuk dalam ketetapan yang dikecualikan untuk dapat dilakukan upaya hukum banding. Pihak-pihak dalam kepailitan yang keberatan dengan usulan Hakim Pengawas untuk pencabutan pernyataan pailit dapat melakukan upaya hukum banding. Putusan Pengadilan Niaga yang mengabulkan permohonan pencabutan pernyataan pailit tanpa adanya penjualan harta pailit yang telah dinyatakan berada dalam keadaan insolvensi juga mengeyampingkan kepentingan Negara, dalam hal ini Kantor Pajak yang juga merupakan kreditor preferen. Pajak merupakan perwujudan kepentingan masyarakat yang harus diperhatikan oleh Pengadilan Niaga dikarenakan sumber pendapatan terbesar Negara berasal dari pembayaran warga Negara, termasuk debitor. Negara berkepentingan untuk tidak kehilangan sumber pajak. Oleh karena itu, Negara yang diwakili oleh Kantor Pajak memiliki kepentingan agar harta debitor pailit dapat menjadi sumber pendapatan penerimaan Negara.

Bahkan peraturan perundang-undangan sebelum diterbitkannya Undang- Undang Kepailitan dan PKPU, yaitu Perpu Kepailitan dan Undang-Undang Kepailitan sebagaimana disebutkan pada Bab II Tesis ini telah mencantumkan asas perlakuan yang seimbang terhadap debitor dan kreditor. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan debitor merupakan suatu hal yang penting dan mutlak. Putusan Pengadilan Niaga yang mencabut putusan pernyataan pailit debitor tanpa memperhatikan aspek-aspek kepentingan kreditor dan asas-asas kepailitan secara menyeluruh dapat mengakibatkan efek yang sangat besar ( massive impact) terhadap kelangsungan hidup masyarakat dan Negara. Penjualan harta pailit debitor yang telah memasuki keadaan insolvensi merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap kepentingan kreditor. Pengadilan Niaga sepatutnya mempertimbangkan kepentingan kreditor untuk memperoleh pengembalian piutangnya, meskipun dengan nilai yang kecil. Undang-Undang Kepailitan dan PKPU didasarkan pada beberapa asas pokok, yaitu asas keseimbangan, asas kelangsungan usaha, asas keadilan, asas perlindungan terhadap kepentingan kreditor dan debitor, serta asas integrasi. Asas merupakan suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum yang dapat dijadikan pedoman pemikiran dan tindakan. Asas adalah dasar tapi bukan sesuatu yang absolut atau mutlak, artinya penerapan asas harus memperhatikan keadaan-

keadaan khusus dan keadaan yang berubah-ubah. 9 Asas muncul sebagai suatu hasil dari penelitian dan tindakan. Setiap ilmu pengetahuan memiliki asas yang merupakan inti kebenaran pokok dari bidang ilmu tersebut. Pengadilan Niaga merupakan perwujudan terakhir dari perlindungan kepentingan seluruh pihak dalam perkara niaga. Apabila usulan Hakim Pengawas atau kurator yang memohon pencabutan pernyataan pailit tidak melampirkan laporan audited atas nilai harta pailit, maka Majelis Hakim Pengadilan Niaga seharusnya meminta Hakim Pengawas untuk memerintahkan kurator memberikan laporan audited aset-aset debitor. Apabila Majelis Hakim Pengadilan Niaga memperoleh laporan mengenai nilai harta pailit termasuk perkiraan biaya kepailitan yang dilampiri dengan laporan audited, maka Majelis Pengadilan Niaga dapat mengetahui apakah harta pailit cukup atau tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan. Laporan audited dapat menerangkan apabila ternyata sebagian harta-harta pailit dapat dijual dengan nilai yang lebih besar daripada biaya kepailitan, maka sebagian hasil penjualan harta pailit debitor dapat dipergunakan untuk membayar biaya-biaya kepailitan terlebih dahulu, sehingga sisa penjualan aset-aset debitor dapat dipergunakan untuk para kreditor secara proporsional. Setelah seluruh asetaset debitor telah selesai dijual oleh kurator dalam proses pemberesan, dan tidak terdapat lagi aset-aset lain milik debitor, maka barulah Pengadilan Niaga dapat Jakarta, hlm.9 9 Malayu S.P Hasibuan, Manajemen : Dasar, Pengertian, dan Masalah, Bumi Aksara,

memutuskan untuk mencabut pernyataan pailit debitor. Sehubungan dengan salah satu fungsi Undang-Undang Kepailitan dan PKPU adalah melindungi kepentingan kreditor maupun debitor, maka Pengadilan Niaga sebagai lembaga yang berwenang untuk memeriksa perkara kepailitan harus memberikan perlindungan yang seimbang antara kreditor dengan debitor. Pencabutan putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga tanpa adanya penjualan harta pailit tidak menerapkan prinsip perlindungan yang seimbang antara debitor dengan kreditor karena mengakibatkan kepentingan para kreditor untuk memperoleh pembayaran dari hasil penjualan aset-aset debitor pailit menjadi tidak terpenuhi. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Kedudukan kurator yang mengajukan permohonan pencabutan pernyataan pailit tanpa melakukan penjualan harta pailit merupakan perbuatan melawan hukum. Pelaksanaan tugas kurator memiliki korelasi dengan teori pertanggungjawaban yaitu kurator bertanggungjawab untuk melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Pemberesan

harta pailit merupakan suatu kegiatan penjualan harta pailit yang harus seketika dilakukan oleh kurator apabila harta pailit telah dinyatakan berada dalam keadaan insolvensi. Kurator dapat mengajukan permohonan pencabutan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga melalui usulan Hakim Pengawas dalam hal harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan. Namun, permohonan pencabutan pailit harus mempertimbangkan kepentingan dan hak seluruh pihak. Sanksi terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh kurator mengharuskan kurator untuk mengganti kerugian yang diderita oleh pihak-pihak tertentu. 2. Penerapan pencabutan putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga tanpa adanya penjualan harta pailit mengeyampingkan prinsip perlindungan yang seimbang antara debitor dengan kreditor. Pengadilan Niaga selaku pihak yang berwenang untuk memeriksa perkara kepailitan merupakan perwujudan terakhir dari perlindungan kepentingan seluruh pihak. Pengadilan Niaga tidak memperhatikan makna yang terkandung dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yaitu penerapan kepailitan harus dilaksanakan secara adil dan memberikan perlindungan yang seimbang bagi debitor dan kreditor. B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka terdapat saran-saran

sebagai berikut : 1. Guna menghindari timbulnya kerugian serta memberikan manfaat yang adil terhadap seluruh pihak, Hakim Pengawas selaku pihak yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas kurator seharusnya memerintahkan kurator untuk melakukan penjualan harta pailit yang telah dinyatakan berada dalam keadaan insolvensi meskipun nilai harta pailit sangat kecil. Hakim Pengawas dapat menolak permohonan kurator untuk mengajukan usulan pencabutan pernyatan pailit kepada Pengadilan Niaga atau membuat ketentuan yang mengatur mengenai pemberian sanksi administratif terhadap kurator yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya secara patut. 2. Berdasarkan salah satu makna dan tujuan yang terkandung dalam kepailitan, maka praktik putusan Pengadilan Niaga yang mencabut putusan pernyataan pailit harus dilakukan secara cermat dan hati-hati dalam rangka memenuhi perlindungan yang seimbang antara kreditor dan debitor. Pengadilan Niaga selaku pihak yang memiliki kompetensi untuk memeriksa dan mengadili perkara kepailitan disarankan untuk meminta laporan audited yang sah dari kurator guna membuktikan nilai harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan. Pembuktian kurangnya harta pailit untuk membayar biaya kepailitan berdasarkan laporan audited dapat mencerminkan asas peradilan yang adil dan terbuka.