Menyoal Akuntabilitas Gerakan Laki-Laki Pro-Feminis terhadap Gerakan Perempuan

dokumen-dokumen yang mirip
LAKI-LAKI SEBAGAI SEKUTU GERAKAN PEREMPUAN

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

ANGGARAN DASAR-ANGGARAN RUMAH TANGGA

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK ABSTRAK

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Partisipasi kelompok marginal dan perempuan

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

Beberapa pemikiran tentang pentingnya melibatkan laki-laki dalam penghapusan kekerasan terhadap per

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

Pembela Hak Asasi Perempuan tentang DEKLARASI ASEAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN. sosial, serta hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki yang terbentuk

Sejarah Muncul dan Berkembangnya Konsep dan Teori tentang Gender. Ida Rosyidah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

PEREMPUAN BALI DALAM PERWALIAN ANAK : SUATU STUDI GENDER DALAM HUKUM

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

2. Teoretisasi Gender

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perkawinan Anak dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pada uraian yang telah diuraikan pada bab hasil dan

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. Menyampaikan misi dan tujuan organisasi. 2. Memengaruhi. individu

LAPORAN GERAKAN LAKI-LAKI BARU UNTUK PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN PENCAPAIAN KEADILAN GENDER DI INDONESIA PENYUSUN:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PENANGANAN PENGADUAN DI LINGKUNGAN LEMBAGA PERADILAN

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 53 TAHUN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG

9 Kebutuhan dan Rekomendasi Utama Orang Muda (Young People) Indonesia terkait ICPD PoA

Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women

Peran Komunitas dalam pencegahan korupsi di perusahaan

Kebijakan Manajemen Risiko

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dibandingkan dengan laki-laki 1. Fenomena ini terdapat juga pada

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

RENCANA STRATEGIS FREEDOM OF INFORMATION NETWORK INDONESIA (FOINI)

1 LATAR 3 TEMUAN 7 KETIDAKMAMPUAN

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB V PENUTUP. kebangkitan gerakan perempuan yang mewujud dalam bentuk jaringan. Meski

BAB I PENDAHULUAN. struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai setiap perusahaan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

WELLBEING, PERAWATAN DIRI, DAN KEAMANAN TERPADU

SAMBUTAN PADA FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 20 April 2016

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

BAB I PENDAHULUAN. perempuan sudah lama berlangsung dalam sejarah kehidupan manusia. Perkembangan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR ISI. iii KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Transkripsi:

Menyoal Akuntabilitas Gerakan Laki-Laki Pro-Feminis terhadap Gerakan Perempuan A. Pengantar Oleh : Nur Hasyim, M.A. 1 Isu akuntabilitas gerakan laki-laki pro-feminis dan program pelibatan laki-laki dalam upaya pencapaian keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan menjadi salah satu isu panas dalam sejarah gerakan laki-laki pro-feminis di dunia. Isu akuntabilitas menyertai ketidakbulatan penerimaan gerakan feminis terhadap kehadiran laki-laki yang sebenarnya sebagian besar mereka asuh sendiri, baik secara langsung maupun tidak, dalam gerakan untuk melawan ketidakadilan yang dialami perempuan. Jika dalam hal kehadiran laki-laki dalam gerakan perempuan, feminist memiliki pandangan yang berbeda, tidak demikian dalam hal pandangan mereka tentang akuntabiltas gerakan laki-laki profeminis terhadap gerakan perempuan. Akuntabilitas gerakan laki-laki yang memiliki kesadaran feminis tersebut terhadap gerakan perempuan dipandang sebagai keniscayaan dari pendakuan laki-laki akan visi keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. B. Mengapa akuntabilitas gerakan laki-laki pro-feminis dan program pelibatan lakilaki terhadap gerakan perempuan penting? Mengapa akuntabilitas gerakan laki-laki pro-feminis dan program pelibatan laki-laki ini sebuah keniscayaan? Laki-laki adalah kelompok penguasa dalam rezim gender (gender regime) di berbagai institusi sosial di masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena tatanan gender (gender order) yang melingkupinya memberikan privelese dan kuasa kepada laki-laki, oleh sebab itu laki-laki merupakan kelompok sosial yang dominan atas perempuan dalam hirarki jenis kelamin. Gerakan laki-laki pro-feminis dan program pelibatan laki-laki dalam pencapaian keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan adalah gerakan melucuti privilese dan kuasa laki-laki untuk selanjutnya membangun perlakuan yang adil (tanpa pemberian privilese pada salah satu kelompok) terhadap laki-laki dan perempuan serta redistribusi kuasa yang setara. 1 Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIN Walisongo Semarang, salah satu pendiri Aliansi Laki-Laki Baru sebuah jaringan laki-laki pro-feminis di Indonesia. 1

Artinya gerakan laki-laki pro-feminis sejatinya adalah perlawanan terhadap diri laki-laki sendiri dan kelompoknya. Lebih lanjut, akuntabilitas gerakan ini dan seluruh inisiatif pelibatan laki-laki dalam pencapaian keadilan gender terhadap gerakan perempuan adalah sebuah proses untuk memastikan bahwa gerakan laki-laki pro-feminis benar-benar untuk keadilan yang hakiki dan bukan tipu-muslihat laki-laki untuk kembali menancapkan cengkraman kekuasaannya dalam ruang-ruang politik yang sudah susah payah direbut dan dibangun oleh perempuan. Rus Ervin Funk (1993), membeberkan deretan argumentasi keniscayaan akuntabilitas gerakan laki-laki pro-feminis terhadap gerakan feminis atau gerakan perempuan; pertama, keadilan gender dan kekerasan terhadap perempuan adalah menyangkut hidup-mati perempuan. Gerakan laki-laki pro-feminist atau program pelibatan laki-laki adalah gerakan untuk atau atas nama perempuan (karena tidak selalu ada proses konsultasi dengan perempuan sebagai korban) untuk mengembalikan martabat perempuan sebagai manusia. Jika akuntabilitas itu merupakan konsekuensi etis bagi mereka yang secara jelas mendapat mandat atau menerima pendelegasian dari kelompok masyarakat korban maka lebih-lebih bagi mereka yang mengatasnamakan atau mengklaim mewakili kelompok korban dalam masyarakat. Akuntabilitas terhadap gerakan perempuan dan perempuan secara umum dengan demikian merupakan kewajiban etis gerakan laki-laki pro-feminis, lebih-lebih ketika gerakan laki-laki pro-feminis tidak selalu dapat berkonsultasi dengan perempuan untuk mendapatkan mandat dalam memperjuangkan kepentingan mereka yang menjadi korban ketidakadilan dan kekerasan. Kedua, hidup dengan adil dan tanpa kekerasan bagi perempuan adalah hal yang harus diperjuangkan sedangkan bagi laki-laki dalam konstruksi budaya patriarkhis memperjuangkan keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan adalah pilihan. Karena sebagai pilihan, laki-laki dapat saja berhenti untuk memperjuangkan keadilan gender, memilih diam atau bahkan sebaliknya melakukan tindakan yang mendukung ketidakadilan gender dan kekerasan terhadap perempuan. Ketiga, ketika memperjuangkan keadilan gender atau menjadi pro-feminis merupakan pilihan bagi laki-laki, maka perempuan tidak dapat mengukur secara pasti atau memastikan komitmen laki-laki terhadap keadilan gender dan anti kekerasan terhadap perempuan kecuali laki-laki itu sendiri. Lebih-lebih kenyataan menyebutkan bahwa ketidakadilan gender dan kekerasan terhadap perempuan dilakukan oleh laki-laki dengan berbagai latar belakang; mulai dari laki-laki biasa, pejabat publik, tokoh agama, tokoh masyarakat, politisi, pendidik (ustadz, guru maupun dosen 2

dengan gelar akademik tertinggi) bahkan laki-laki yang dikenal pro-feminist. Karenanya komitmen terhadap keadilan gender dan anti kekerasan terhadap perempuan bagi laki-laki merupakan komitmen hidup sehingga akuntabilitas laki-laki pro-feminis terhadap gerakan perempuan dan perempuan secara umum berlaku hingga di penghujung hayat laki-laki. Hal ini karena dalam sistem sosial yang masih memihak kepada laki-laki tidak ada jaminan apapun bagi laki-laki untuk tidak melakukan ketidakadilan gender atau kekerasan terhadap perempuan, seperti thesis Susan Brownmiller, sebagaimana dikutip Kilmartin dan Allison (2007) bahwa semua laki-laki berpotensi menjadi pelaku kekerasan (pemerkosa) terhadap perempaun. C. Apa itu akuntabilitas gerakan laki-laki pro-feminis atau program pelibatan lakilaki? Lalu, apa yang dimaksud dengan akuntabilitas gerakan laki-laki pro-feminis dan program pelibatan laki-laki terhadap gerakan perempuan. Funk (1993) mendefinisikan akuntabilitas sebagai responsive terhadap kepemimpinan feminis. Responsive disini diartikan sebagai (a) mendengarkan aspirasi dan kepentingan perempuan dan gerakan feminis (b) bertanggungjawab terhadap pilihan dan tindakan (c) kemauan untuk mengakui atas keselahan yang dibuat, termasuk kejujuran bahwa laki-laki, dalam bentuk berbeda-beda, memang mendapatkan privilese dan kekuasaan dalam masyarakat, pengakuan bahwa laki-laki adalah sebagian besar pelaku kekerasan terhadap perempuan. Dengan pengertian sebagaimana diuraikan. akuntabilatas gerakan pro-feminis atau program pelibatan laki-laki mensyaratkan integrasi gerakan laki-laki pro-feminis dalam gerakan feminist atau gerakan perempuan secara umum, program-program pelibatan laki-laki diselenggarakan secara paralel dengan pemberdayaan perempuan dan gerakan pro-feminis dan program pelibatan laki-laki menjadikan laki-laki dan perempuan sebagai partisipan program atau konstituen gerakan. D. Siapa saja yang harus akuntabel? Dalam kontek gerakan laki-laki pro-feminis dan program pelibatan laki-laki, semua laki-laki dan siapapun yang terlibat dalam upaya pencapaian keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan harus akuntabel terhadap gerakan perempuan. Namun demikian karena lakilaki memiliki keterlibatan yang berbeda-beda, maka untuk memperjelas dapat digolongkan 3

dalam tiga kelompok; (1) Laki-Laki sebagai aktifis gerakan pro-feminis atau sebagai pelaksana program pelibatan laki-laki (2) Laki-laki sebagai partisipan program atau sebagai konstituen gerakan (3) laki-laki sebagai pelaku kekerasan. Bentuk akuntabilitas dari ketiga kelompok tersebut berbeda-beda sebagaimana akan diuraikan sebagai berikut; pertama, laki-laki sebagai aktifis gerakan pro-feminis atau pelaksana program pelibatan laki-laki memiliki beberapa bentuk akuntabilitas seperti (a) Menjadikan sikap dan perilakunya akuntabel terhadap pasangan dan perempuan dalam hidupnya (saudara, anak, ibu, teman dan seterusnya, dengan kata lain, keadilan gender dan anti kekerasan terhadap perempuan tidak berhenti di depan pintu rumah tapi masuk dalam kehidupan laki-laki yang paling personal dan privat (b) Pengakuan dan kesadaran akan privilese dan kekuasaan yang dinikmati laki-laki dan kesadaran bahwa privilese dan kekuasaan tersebut mengakibatkan penderitaan perempuan. (c) Membangun komunikasi yang kuat dengan gerakan feminis atau gerakan perempuan. (d) Mengkonsultasikan setiap inisiatif yang dikembangkan/dibangun kepada gerakan perempuan. (e) Mengundang perempuan atau feminis untuk memonitor dan mengevaluasi inisiatif yang dikembangkan. (f) Mendukung leadership perempuan dalam gerakan untuk keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Kedua, laki-laki sebagai partisipan program atau konstituen gerakan memiliki bentuk akuntabilitas sebagai berikut; (a) Menjadikan sikap dan perilakunya akuntable terhadap pasangan dan perempuan yang memiliki hubungan dekat dengannya (pasangan, anak, saudara, ibu, teman dsb) (b). Pengakuan dan kesadaran terhadap privilese dan kuasa yang dimiliki laki-laki dan kesadaran bahwa privilese dan kekuasaan itu mengakibatkan penderitaan perempuan. (c) Terbuka terhadap penilaian pasangan/perempuan terhadap sikap dan perilaku terkait dengan gender dan kekerasan tehadap perempuan. (d) Mendukung perempuan untuk berkembang sesuai dengan potensi penuhnya sebagai manusia. Ketiga, laki-laki sebagai pelaku kekerasan memiliki bentuk akuntabilitas sebagai berikut (a)mengakui bahwa tidak ada alasan yang membenarkan kekerasan (b) Bertanggungjawab seratus persen atas kekerasan yang dilakukan (c) berkomitmen untuk perubahan perilaku sebagai bagian dari pertanggungjawaban atas kekerasan yang dilakukan.(d) Pengakuan dan kesadaran terhadap privilese dan kekuasaan yang dinikmati laki-laki dan kesadaran bahwa privilese dan kekuasaan tersebut mengakibatkan penderitaan perempuan (e) Menjadikan pasangan/perempuan 4

sebagai penilai atas proses perubahan perilaku. (f) Mendukung proses pemulihan dan pemberdayaan perempuan korban. E. Kepada siapa gerakan laki-laki pro-feminis atau program pelibatan laki-laki harus akuntabel? Gerakan laki-laki pro-feminis dan program pelibatan laki-laki harus akuntabel kepada setiap perempuan seperti (a) perempuan-perempuan yang memiliki hubungan dekat dalam hidup aktivis, partisipan, maupun laki-laki pelaku kekerasan yang terlibat dalam gerakan maupun program pelibatan laki-laki seperti pasangan, anak, saudara, ibu, teman dan seterusnya. (b) Perempuan yang terlibat sebagai partisipan program atau konstituen gerakan laki-laki profeminis. (c) Perempuan maupun kelompok perempuan yang bekerja dengan perempuan korban kekerasan. F. Beberapa model struktur gerakan program yang mendukung akuntabilitas gerakan laki-laki pro-feminis dan program pelibatan laki-laki? Akuntabilitas gerakan laki-laki pro-feminis dan program pelibatan laki-laki dalam pencapaian keadilan gender dan penghapusan kekerasan dalam prakteknya tidak semudah rumusan konsepnya dan tidak ada satu model mekanisme akuntabilitas yag dianggap mujarab untuk semua gerakan dan program karenanya berbagai kelompok jaringan laki-laki pro-feminis memiliki model dan bentuk mekanisme akuntabilitas yang berbeda-beda. Seperti studi yang dilakukan Bojin (2013) bahwa ada beberapa model yang diterapkan laki-laki pro-feminis dalam menjaga akuntabilitas mereka terhadap gerakan feminis di antaranya (a) melakukan konsultasi dengan gerakan feminis dan gerakan perempuan dalam keseluruhan inisiatif bekerja dengan lakilaki untuk keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. (b) Menjadikan aktifis perempuan sebagai salah satu anggota dewan pengawas/pengurus (board). (c) Melibatkan laki-laki dan perempuan sebagai staf pelaksana program. Untuk konteks Indonesia, Aliansi Laki-Laki Baru menerapkan model akuntabilitas terhadap gerakan perempuan dengan beberapa cara di antarannya (a) membuat keanggotaan aliansi bersifat inklusif (laki-laki, perempuan, dan identitas lainnya dapat menjadi anggota) (b) Membentuk konsultatif group yang terdiri dari lima organisasi perempuan yang mendukung berdirinya Aliansi Laki-Laki Baru. (c) dalam menjalankan inisiatif, ALB bekerjasama dengan 5

organisasi perempuan terutama lima organisasi perempuan yang menjadi pendukung berdirinya ALB (Hasyim, 2014) Dengan mengacu beberapa hal tersebut setidaknya ada beberapa model mekanisme akuntabilitas gerakan laki-laki pro-feminis atau program pelibatan laki-laki untuk keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan di antaranya; A. Untuk organisasi gerakan laki-laki pro-feminis Menjadikan feminis/aktifis perempuan sebagai anggota tim pengarah/board. Melibatkan staf perempuan dan laki-laki Melibatkan feminist/aktifis perempuan dalam monitoring dan evaluasi Menjadikan laki-laki dan perempuan sebagai penerima manfaat B. Untuk Program Pelibatan Laki-laki Menjadikan feminis/aktifis perempuan sebagai anggota tim pengarah/board Melibatkan staf perempuan dan laki-laki Melibatkan feminist/aktifis perempuan dalam monitoring dan evaluasi Menjadikan laki-laki dan perempuan sebagai penerima manfaa G. Penutup Kesangsian gerakan feminis terhadap komitmen laki-laki akan keadilan gender dan anti kekerasan terhadap perempuan serta ketidakbulatan penerimaan feminis akan kehadiran laki-laki dalam gerakan perempuan sangat beralasan karena gerakan feminis dan gerakan perempuan (khususnya di Indonesia) beberapa kali harus menerima kenyataan dikhianati dan dikecewakan oleh laki-laki yang mengaku pro-feminis yang pada akhirnya melanggar komitmennya dengan menciderai prinsip feminisme dan bahkan menjadi pelaku kekerasan. Akuntabilitas gerakan laki-laki pro-feminis dan program pelibatan laki-laki untuk pencapaian keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap gerakan perempuan sejatinya adalah bagian integral dari komitmen laki-laki terhadap nilai-nilai feminisme dan anti kekerasan dan bukan muncul karena ada riwayat pengkhianatan laki-laki terhadap gerakan perempuan. 6

Akuntabilitas gerakan laki-laki pro-feminis adalah mekanisme bagi laki-laki untuk menjaga komitmenya sendiri dan secara bersamaan bukti-bukti akuntabilitas gerakan laki-laki pro-feminis dan program pelibatan laki-laki untuk keadilan gender akan menjadi alasan bagi gerakan feminis dan gerakan perempuan untuk percaya (trust) kepada laki-laki yang bersepakat dengan nilai-nilai feminisme dan anti kekerasan terhadap perempuan. Referensi Kilmartin, C., Allison, J., 2007, Men's Violence against Women: Theory, Research and Activism, Lawrence Erlbaum Associates Inc. New Jersey. Hasyim, N., 2014, How Far Can Men Go? A Study of Men's Movement to End Violence Against Women in Indonesia, University of Wollongong, Wollongong Bojin, K. 2013, Feminist Solidarity: No Boys Allowed? Views of Pro-feminist Men on Collaboration and Alliance-building with Women s Movements. Gender and Development, vol. 21, no. 2, pp. 363 379 Funk, R.E. 1993, Stopping Rape: A Challenge for Men, New Society Publishers, Philadelpia. 7