FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PERBUATAN SUMBANG (INCEST) DALAM KONSEP KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BARU

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU KEJAHATAN PERKOSAAN TERHADAP LAKI-LAKI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU SODOMI TERHADAP KORBAN YANG TELAH CUKUP UMUR

KEBIJAKAN KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN KUMPUL KEBO

BAB III SANKSI BAGI PELAKU PERZINAAN DALAM PASAL 284 KUHP PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERZINAHAN DI PENGADILAN NEGERI SRAGEN

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat yang tidak terlepas dari norma-norma yang berlaku di dalam

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

ANALISIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PERZINAHAN DALAM PERSPEKTIF KUHP

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

I. PENDAHULUAN. budayanya. Meskipun memiliki banyak keberagaman bangsa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana Pasal 284. (1) di hukum penjara selama lamanya sembilan bulan: berlaku padanya.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA CABUL PADA ANAK DI POLSEK KECAMATAN LOLAK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi hal itu dilakukan dalam bingkai perkawinan. Usaha pembaharuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

KONTROVERSI LANDASAN PENGHAPUSAN PIDANA MATI DALAM RUU KUHP NASIONAL. oleh

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

SANTUNAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA TERHADAP KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA EKSIBISIONISME DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 8 TAHUN 1980 TENTANG PASAL 284 (1) 1a KUHP

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

ANALISA KASUS PERKOSAAN DISERTAI PEMBUNUHAN TERHADAP YUYUN DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

PERSPEKTIF KRIMINOLOGI DALAM MENGKAJI PERKOSAAN TERHADAP LAKI-LAKI Di INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB I PENDAHULUAN. dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 Pasal 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA. (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN.

Transkripsi:

STUDI KOMPARASI PENGATURAN ZINA DALAM KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DAN RANCANGAN UNDANG- UNDANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (RUU KUHP) 2015 NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh: WISNU ADITYA HARTONO C 100.100.094 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

HALAMAN PERSETUJUAN Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Pembimbing I Pembimbing II (Kuswardani, S.H., M.Hum.) (Marisa Kurnianingsih, S.H., M.H., M.Kn.,) i

HALAMAN PENGESAHAN Naskah Publikasi ini telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Hari : Rabu Tanggal : 20 Juli 2016 Dewan Penguji Ketua : Kuswardani, S.H., M.Hum. ( ) Sekretaris : Marisa Kurnianingsih, S.H., M.H., M.Kn. ( ) Anggota : Hartanto, S.H., M.Hum ( ) Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (Dr. Natangsa Surbakti, S.H., M.Hum.) ii

PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, 25 Juli 2016 Penulis Wisnu Aditya Hartono C.100.100.094 iii

STUDI KOMPARASI PENGATURAN ZINA DALAM KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DAN RANCANGAN UNDANG- UNDANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (RUU KUHP) 2015 WISNU ADITYA HARTONO NIM : C.100.100.094 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016 Adityawisnu157@gmail.com ABSTRAK Perkembangan zaman, teknologi dan budaya yang demikian pesat dewasa ini, menimbulkan problema-problema baru bagi pembentuk undang-undang tentang bagaimana caranya melindungi masyarakat secara efektif dan efisien terhadap bahaya demoralisasi sebagai akibat masuknya pandangan-pandangan, budayabudaya serta kebiasaan-kebiasaan dari orang-orang asing/orang barat mengenai kehidupan seksual yang terkesan bebas. Kerusakan moralitas yang terjadi saat ini dikarenakan semakin meningkatnya perbuatan perzinaan. Zina adalah perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat hubungan pernikahan (perkawinan). Secara umum, melakukan zina bukan hanya pada saat manusia telah melakukan hubungan seksual, tapi merupakan termasuk segala aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia. Pengaturan zina dalam KUHP diatur dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP, sanksi dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan. Sedangkan pengaturan Zina dalam RUU KUHP 2015 diatur dalam Pasal 483 ayat (1), sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Kata kunci : Tindak Pidana Perzinahan, Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan, Sanksi Tindak Pidana Perzinahan ABSTRACT The current development, technology and culture are so quick nowaday, leading to new problems for legislators on how to protect people effectively and efficiently against the danger of demoralization as a result of perspectives, cultures and habits of foreign people/western people concerning seems like free sexual life. Morality damage which happen nowaday is because of the spreading adultery. Adultery is an sexual intercourse between a married person and a person who is not his or her spouse. Generally, adultery is not only when people do the sexual intercourse, but it is also every sexual activities leading to destroy human dignity. the adultery regulation in The Indonesian Criminal Code is provisioned on Article 284 section (1). It carries the maximum penalty is 9 (nine) months imprisonment. Whilst the regulation of adultery in The Draft Indonesian Criminal Code 2015 is provisioned on Article 483 section (1), the penalty for adultery offence carries a maximum penalty of 5 (five) years imprisonment. Keywords: Crime of Adultery, Adultery Crime Regulations, The Penalty of Adultery 1

PENDAHULUAN Perkembangan zaman, teknologi dan budaya yang demikian pesat dewasa ini, menimbulkan problema baru bagi pembentuk undang-undang tentang bagaimana caranya melindungi masyarakat secara efektif dan efisien terhadap bahaya demoralisasi sebagai akibat masuknya pandangan, budaya serta kebiasaan dari orang asing/orang barat mengenai kehidupan seksual yang terkesan bebas. Padahal budaya atau kebiasaan tersebut sangatlah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia, sehingga apabila hal itu masuk dapat menimbulkan problema baru bagi pemerintahan dalam usahanya memelihara keamanan, ketertiban umum serta menjaga moralitas Negara Indonesia. 1 Kerusakan moralitas yang terjadi saat ini dikarenakan semakin meningkatnya perbuatan perzinaan. Zina adalah perbuatan bersenggama antara laiki-laki dan perempuan yang tidak terikat hubungan pernikahan (perkawinan). Secara umum, melakukan zina bukan hanya pada saat manusia telah melakukan hubungan seksual, tapi merupakan termasuk segala aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia. 2 Perzinaan dalam Hukum Pidana Indonesia diatur dalam Pasal 284 KUHP. Ayat (1): Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: Ke-1 a) Seorang pria telah nikah yang melakukan zina, padahal diketahui, bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya; b) Seorang wanita telah nikah yang melakukan zina. Ke-2: a) Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui bahwa yang turut bersalah telah nikah; b) Seorang tidak nikah yang turut serta melakukan perbuatan itu 1 P.A.F Lamintang, 1990, Delik-Delik Khusus Tindak Pidana Melanggar Norma-Norma Kesusilaan dan Norma-Norma Kepatutan, Bandung: Mandar Maju, Hal 1. 2 Pengertian Zina, Macam-Macam Zina, diakses dari http://www.masuk-islam.com/pengertian-zinadan-hukuman-bagi-pezina-lengkap-dengan-dalilnya.htm, pada Tanggal 19 Januari 2016, Pukul 13.15 WIB. 2

padahal diketahui olehnya, yang turut bersalah telah nikah dan pasal 27 BW berlaku baginya. Ayat (2): Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/ istri yang tercemar, dan bila mana bagi mereka berlaku Pasal 27 BW, dalam 3 bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur karena alasan itu juga. Ayat (3) Terhadap pangaduan ini tidak berlaku Pasal 72,73 dan 75. Ayat (4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. Ayat (5) Jika bagi suami-istri berlaku Pasal 27 BW, pengaduan tidak dapat diindahkan selama pernikahan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum keputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap. Pasal 284 KUHP menyebutkan suatu peristiwa dianggap perzinaan bila seorang atau kedua orang yang melakukan hubungan seksual atau persetubuhan diluar perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan yang kedua-duanya atau salah satunya masih terikat dalam perkawinan dengan orang lain. Menurut pendapat dari R. Soesilo, yang dimaksud dengan persetubuhan adalah peraduan antara kemaluan laki-laki dan perempuan yang bisa dijalankan untuk mendapatkan anak. Anggota kelamin laki-laki harus masuk kedalam anggota kelamin perempuan, sehingga mengeluarkan air mani. 3 Berdasarkan pada Pasal 284 KUHP tersebut, suatu tindak pidana perzinaan hanya dapat dilakukan tindakan hukum/penuntutan apabila adanya suatu pengaduan dari suami/istri dari salah satu atau kedua orang dari pasangan yang melakukan perbuatan zina. Karena Pasal 284 KUHP termasuk dalam jenis delik aduan yang tidak memungkinkan perbuatan itu dipidana jika tidak ada yang mengadukan dari pihak suami atau isteri yang dirugikan. Dengan kata lain tanpa 3 Neng Djubaedah, 2010, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Ditinjau Dari Hukum Islam, Jakarta: Prenada Media Group, Hal 65-66. 3

adanya pengaduan dari pasangan yang berbuat zina, perbuatan zina tersebut tidak dapat dilakukan tindakan hukum. 4 Dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Tahun 2015 tentang zina dan pembuat cabul dijelaskan bahwa hukuman zina dan pembuat cabul akan mendapatkan sanksi yang tegas. Hal ini tentu penyempurnaan dari KUHP yang sudah ada. Ini menjadi landasan hukum untuk mencegah perzinahan dan perbuatan cabul di Indonesia, seluk beluk hukum zina dan pembuat cabul sudah bisa menjamin kesusilaan, terlihat dari pasal-pasal dalam RUU KUHP 2015 sebagai contoh Pasal 483 ayat (1) RUU KUHP 2015, bagian lima yang berbunyi: laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan, dpidana penjara 5 (lima) tahun. Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: pertama, Bagaimanakah pengaturan zina dalam KUHP dan RUU KUHP 2015?; Bagaimanakah sanksi zina dalam KUHP dan RUU KUHP 2015? Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai adalah: (1) Untuk mengetahui pengaturan zina dalam KUHP dan RUU KUHP 2015. (2) Untuk mengetahui sanksi zina dalam KUHP dan RUU KUHP 2015. Manfaat dari penelitian ini dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan Penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk masuk dalam instansi penegak hukum maupun untuk praktis hukum dalam memperjuangkan penegakan hukum. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran secara 4 Sugandi R, 1981, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional, Hal 302. 4

lengkap mengenai pengaturan dan ancaman zina dalam KUHP dan RUU KUHP 2015. Secara metodologis penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian menggunakan metode normative, karena dalam penelitian ini hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 5 Sehingga dalam penelitian ini, penulis akan mencari dan menganalisis kaidah hukum yang terkandung dalam peraturan perundangundangan baik dalam KUHP dan RUU KUHP 2015 mengenai tindak pidana perzinaan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat Deskriptif. Penelititan deskriptif ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu obyek tertentu. 6 Karena dalam penelitian ini penulis berupaya untuk mendeskripsikan pengaturan zina yang terdapat pada KUHP dan RUU KUHP 2015. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah: Data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primernya meliputi: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) 2015. Didalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis data secara Kualitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan menganalisis data yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen, buku kepustakaan, jurisprudensi dan 5 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal 118. 6 Bambang Sunggono, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raaja Grafindo Persada, Hal 35. 5

literature lainnya yang berkaitan dengan Studi Komparasi Pengaturan Zina Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) 2015. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengaturan Tindak Pidana Perzinaan dalam KUHP dan RUU KUHP 2015 Zina berasal dari bahasa arab yaitu zanah yang artinya persenggamaan antara laki-laki perempuan yang tidak terikat pernikahan. Secara harfiyah zina berarti perbuatan yang keji. Dalam pengertian istilah zina adalah hubungan kelamin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang satu sama lainnya tidak terikat hubungan perkawinan. 7 Peraturan zina dalam KUHP yang sekarang berlaku di Indonesia diatur dalam Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan. Ketentuan yang secara khusus mengatur perzinaan ada dalam Pasal 284 KUHP yang berbunyi: 8 Ayat (1): Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: Ke- 1: (a) Seorang pria telah nikah yang melakukan zina, padahal diketahui, bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya; (b) Seorang wanita telah nikah yang melakukan zina. Ke-2: (a) Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui bahwa yang turut bersalah telah nikah; (b) Seorang tidak nikah yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal diketahui olehnya, yang turut bersalah telah nikah dan Pasal 27 BW berlaku baginya. Ayat (2): Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/ istri yang tercemar, dan bila mana bagi mereka berlaku Pasal 27 BW, dalam 3 bulan diikuti 7 Hukum Perzinahan, Diakses dari https://zenyqq.wordpress.com/2012/12/28/hukum-perzinahanmenurut-pandangan-islam/, Pada tanggal 09 Februari 2016, Pukul 06.36 WIB. 8 Sugandi, R, Loc.Cit., Hal 27. 6

dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur karena alasan itu juga. Ayat (3) Terhadap pangaduan ini tidak berlaku Pasal 72, 73 dan 75. Ayat (4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. Ayat (5) Jika bagi suami-istri berlaku Pasal 27 BW, pengaduan tidak dapat diindahkan selama pernikahan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum keputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap. Dari pengaturan yang disebutkan diatas dalam Pasal 284 KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian tindak pidana Perzinahan adalah suatu perbuatan melakukan hubungan persetubuhan antara kedua orang pelaku yang telah kawin atau salah satunya terikat dalam perkawinan sebagaimana dalam Pasal 27 BW. Hubungan seksual di luar perkawinan, antara dua orang yang sama-sama lajang, sama sekali bukan merupakan tindak pidana perzinaan. Menurut P.A.F Lamintang Tindak pidana perzinahan atau overspel yang dimaksud dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP itu merupakan opzetteleijk delict atau suatu tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja, itu berarti bahwa unsur kesengajaan harus terbukti ada pada diri pelaku, agar ia dapat dinyatakan telah memenuhi unsur kesengajaan dalam melakukan salah satu tindak pidana perzinahan yang diatur dalam Pasal 284 ayat (1) angka 1 huruf-huruf a dan b dan angka 2 huruf a dan b KUHP. 9 Mr Modderman mengemukakan bahwa perzinahan kemudian telah dicantumkan sebagai salah satu kejahatan terhadap kesusilaan di dalam Wetboek van Strafrecht yang sedang dibentuk, dan bagi wanita itu telah diberikan kedudukan yang sepenuhnya sama dengan kedudukan pria, yakni bukan hanya kedudukan masing-masing sebagai pihak yang dapat menjadi subjek dari tindak 9 P.A.F Lamintang, Op.Cit., Hal 88-89. 7

pidana perzinahan, melainkan juga dalam kedudukan masing-masing sebagai pihak yang dapat mengajukan pengaduan dan mengajukan gugatan perceraian, jika mereka itu merasa perlu berbuat demikian, karena dilakukannya perzinahan oleh suami mereka dengan wanita lain atau karena telah dilakukannya perzinahan oleh isteri mereka dengan laki-laki lain. 10 Tindak pidana perzinahan mendapat perhatian dalam RUU KUHP 2015 dengan adanya penambahan-penambahan pasal baru yang mengatur mengenai perzinahan. Berikut isi dari RUU KUHP 2015 yang mengatur soal perzinahan: 11 Pertama, Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun: (a) laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya; (b) perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya; (c) laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan; (d) perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau (e) laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan. Kedua, Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar. Ketiga, Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku 10 Ibid., Hal 91. 11 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Depatemen HUKUM dan HAM, 2002, Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Hal 16. 8

ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28. Keempat, Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai. Dari pengaturan yang disebutkan diatas dalam Pasal 483 RUU KUHP 2015, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian tindak pidana Perzinahan suatu perbuatan melakukan hubungan persetubuhan antara kedua orang pelaku yang telah kawin atau salah satunya terikat dalam perkawinan, dalam Pasal ini spesifikasi tindak pidana zina diperluas yaitu diperuntukkan juga terhadap seseorang laki-laki dan perempuan yang melakukan persetubuhan yang masingmasing tidak terikat dalam perkawinan yang sah. Ketentuan Sanksi Bagi Tindak Pidana Perzinaan dalam KUHP dan RUU KUHP 2015 Sanksi Pidana akan memperlihatkan pengertian, tujuan, dan macam-macam sanksi pidana yang terdapat baik di dalam KUHP maupun RUU KUHP 2015. Sanksi pidana merupakan masalah pokok ketiga dalam hukum pidana, (masalah pokok yang pertama yakni perbuatan yang dilarang dan diancam pidana atau tindak pidana, dan masalah pokok yang kedua yakni pertanggung jawaban pidana dari pelaku tindak pidana atau kesalahan) sebenarnya merupakan sarana atau isntrumen yang dipergunakan untuk mencapai tujuan hukum pidana. Dengan demikian sanksi pidana untuk mencapai tujuan hukum pidana yang sesungguhnya. 12 Terkait bahasan mengenai sanksi bagi tindak pidana zina baik dalam KUHP maupun dalam RUU KUHP 2015. Dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP disebutkan bahwa diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan dengan demikian bagi sesorang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 284 KUHP 12 Sudaryono dan Natangsa Surbakti, 2005, Hukum Pidana, Surakarta: FH UMS, Hal 314 9

atau telah melakukan kejahatan kesusilaan, maka sebagai sanksi atas perbuatannya tersebut maka akan dikenakan pidana penjara paling lama sembilan bulan. Ketentuan sanksi atas tindak pidana zina dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP tersebut telah sesuai dengan pendapat H.L.A Hart dimana yang menyebutkan bahwa karakteristik pidana adalah: 13 (1) Mengandung penderitaan atau konsekuensikonsekuensi lain yang tidak menyenangkan. (2) Dikenakan pada seseorang yang benar-benar atau di sangka benar melakukan tindak pidana. (3) Dikenakan berhubung suatu tindak pidana yang melanggar ketentuan hukum. (4) Dilakukan dengan sengaja oleh orang selain pelaku tindak pidana. (5) Dijatuhkan dan dilaksankan oleh penguasa sesuai dengan ketentuan suatu sistem hukum yang dilanggar oleh tindak pidana tersebut. Selain telah sesuai dengan pendapat H.L.A Hart, 14 juga telah sesuai dengan pendapat Muladi yang menyebutkan bahwa pidana selalu mengandung unsurunsur: 15 (1) Pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan. (2) Diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan. (3) Dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. Sanksi bagi tindak pidana zina dalam RUU KUHP 2015 telah disebutkan dalam Pasal 483 ayat (1) yang menyatakan bahwa dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ancaman sanksi dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP jelas terlihat berbeda dengan dengan ancaman sanksi dalam Pasal 483 ayat (1) RUU KUHP 2015. Bagi 13 Ibid., Hal 317. 14 Ibid., Hal 316. 15 Ibid., Hal 318. 10

sesorang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 483 RUU KUHP 2015 atau telah melakukan kejahatan kesusilaan yaitu tindak pidana zina, sebagai sanksi atas perbuatannya tersebut maka dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun, dimana sanksi bagi tindak pidana zina dalam Pasal 483 ayat (1) RUU KUHP 2015 telah sesuai dengan pendapat H.L.A Hart dan Muladi keduanya menyebutkan karakteristik dari pidana atau sanksi yang mana karakteristik dari sanksi itu mengandung penderitaan nestapa atau konsekuensi-konsekuensi lain yang tidak menyenangkan. Karena sanksi bagi tindak pidana zina yang dikenakan dalam Pasal 483 ayat (1) RUU KUHP 2015 yakni dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, merupakan hukuman yang tidak menyenangkan dan mengandung kesengsaraan. Dengan demikian agar tercapainya tujuan dari hukum pidana tersebut menurut penulis untuk ketentuan sanksi yang dikenakan bagi tindak pidana zina sebaiknya mencantumkan ketentuan sanksi tindak pidana zina dalam RUU KUHP 2015, dimana dalam Pasal 483 ayat (1) RUU KUHP 2015 ancaman pidananya lebih berat dibandingan dengan ketentuan sanksi tindak pidana zina dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP. Karena dengan melihat ancaman pidananya lebih berat diharapkan masyarakat lebih tunduk akan suatu peraturan tersebut, dan bagi seseorang yang telah melakukan tindak pidana zina dengan didakwa pidana yang lebih berat yaitu pidana penjara selama paling lama 5 (lima) tahun diharapkan dapat menimbulkan efek jera. 11

PENUTUP Kesimpulan Peraturan zina dalam KUHP yang sekarang berlaku di Indonesia diatur dalam Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan. Ketentuan yang secara khusus mengatur perzinaan ada dalam Pasal 284 KUHP. Dari pengaturan yang disebutkan diatas dalam Pasal 284 KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian tindak pidana Perzinahan merupakan suatu perbuatan melakukan hubungan persetubuhan antara kedua orang pelaku yang telah kawin atau salah satunya terikat dalam perkawinan sebagaimana dalam Pasal 27 BW. Hubungan seksual di luar perkawinan, antara dua orang yang sama-sama lajang, sama sekali bukan merupakan tindak pidana perzinaan. Pelaku Zina dalam pengaturan Pasal 284 KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) bulan Tindak pidana perzinahan mendapat perhatian dalam RUU KUHP 2015 dengan adanya penambahan-penambahan pasal baru yang mengatur mengenai perzinahan. Berikut isi dari RUU KUHP 2015 yang mengatur soal perzinahan: 16 Pertama, dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun: (a) laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya; (b) perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya; (c) laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan; (d) perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada 16 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Depatemen HUKUM dan HAM, 2002, Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Hal 16. 12

dalam ikatan perkawinan; atau (e) laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan. Kedua, tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar. Ketiga, Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28. Keempat, Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai. Dapat kita lihat bahwa Pasal 284 ayat (1) KUHP disebutkan bahwa sanksi yang melakukan tindak pidana zina diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan. Sedangkan sanksi bagi tindak pidana zina yang diatur dalam RUU KUHP 2015 telah disebutkan dalam Pasal 483 ayat (1) yang menyatakan bahwa dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Berdasarkan uraian diatas dapat kita ketahui bahwa sanksi yang dikenakan bagi tindak pidana zina dalam RUU KUHP 2015 ancaman pidananya lebih berat dibandingkan sanksi yang kenakan dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP. Dengan demikian agar tercapainya tujuan dari hukum pidana tersebut menurut penulis ketentuan sanksi yang dikenakan bagi pelaku tindak pidana zina sebaiknya menggunakan RUU KUHP 2015, dimana dalam Pasal 483 ayat (1) RUU KUHP 2015 ancaman pidananya lebih berat dibandingan dengan ketentuan sanksi tindak pidana zina dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP. Karena dengan melihat ancaman pidananya lebih berat yaitu pidana penjara selama 5 (lima) tahun diharapkan masyarakat lebih tunduk akan suatu peraturan tersebutdan diharapkan dapat menimbulkan efek jera. 13

Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis akan memberikan beberapa saran, antara lain sebagai berikut: Pertama, ditujukan kepada orang tua diharapkan pencegahan tindak pidana perzinahan dapat dilakukan dengan cara pembinaan moralitas dan mental kepada setiap individu sejak usia dini, yaitu dapat dengan cara memberikan dan membekali pemahaman mengenai ilmu keagamaan, karena dengan memiliki keimanan yang kuat dapat menghindari perbuatan-perbuatan yang negative yang dilarang oleh agama dan undang-undang. Kedua, ditujukan kepada setiap warga masyarakat diharapkan dalam lingkup kehidupan kemasyarakatan itu sendiri memberikan sosialisasi dan penyuluhan terhadap anak-anak dan remaja terkait bahanya melakukan perbuatan zina yang dapat merusak moralitas dan mental seorang individu. Ketiga, ditujukan kepada pembentuk undang-undang diharapkan dapat membuat peraturan mengenai tindak pidana perzinahan yang memiliki ancaman hukuman lebih berat/yang sepantasnya agar dapat memberikan efek jera terhadap para pelaku tindak pidana zina. Keempat, ditujukan kepada pihak aparat penegak hukum sebaiknya tidak main-main dalam menangani kasus tindak pidana perzinahan serta juga melakukan tindakan-tindakan pencegahan dengan memberikan seminar-seminar atau sosialisasi kepada masayarakat secara umum tentang bahayanya tindak pidana yang menyangkut dengan kesusilaan, karena memang akhir-akhir ini banyak sekali tindak pidana yang menyangkut dengan kesusilaan, baik itu perzinahan, perkosaan, maupun pencabulan. Sehingga dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut 14

diharapkan dapat mencegah dan mengurangi jumlah kejahatan/tindak pidana yang menyangkut dengan kesusilaan. DAFTAR PUSTAKA Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Djubaedah, Neng, 2010, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Ditinjau Dari Hukum Islam, Jakarta: Prenada Media Group. Lamintang, P.A.F, 1990, Delik-Delik Khusus, Bandung: Mandar Maju. Sudaryono dan Natangsa Surbakti, 2005, Hukum Pidana, Surakarta: FH UMS. Sugandi, R, 1981, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional. Sunggono, Bambang, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raaja Grafindo Persada. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Depatemen HUKUM dan HAM, 2012, Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta. Pengertian Zina, Macam-Macam Zina, diakses dari http://www.masuk-islam.com /pengertian-zina-dan-hukuman-bagi-pezina-lengkap-dengan-dalilnya.htm, pada Tanggal 19 Januari 2016, Pukul 13.15 WIB. Hukum Perzinahan, Diakses dari https://zenyqq.wordpress.com/2012/12/28/ hukum-perzinahan-menurut-pandangan-islam/, Pada tanggal 09 Februari 2016, Pukul 06.36 WIB. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Tahun 2015 15