BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sosial yang ada di masyarakat umum di luar rumah. Seorang anak TK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK KELAS V SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU AL AZHAR KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

Pendahuluan. gizi makanan yang rendah (Sebataraja dan Oenzil, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran,

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala. yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola diet di negara maju dan berkembang (The State of Food and

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, yaitu sehat, cerdas, dan memiliki fisik yang tangguh

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa pengembangan. intelektual, dikarenakan pada masa itu anak memiliki keinginan dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga remaja (Depkes RI, 1999). dengan cepat dan berbeda pada setiap individunya (Nanik, 2012) dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Santri merupakan sebutan untuk murid yang bertempat tinggal di suatu

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB 1. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menurut Global Nutrition Report 2014, Indonesia termasuk dalam 17 negara

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu keluarga, masyarakat maupun pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas anak-anak Indonesia merupakan penentu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di masa mendatang dan menjadi generasi penerus pembangunan negara serta investasi Indonesia menuju negara maju yang dapat diperhitungkan di tingkat global. Salah satu penentu negara ini memiliki investasi sumber daya manusia yang berkualitas adalah pertumbuhan dan perkembangan anak-anak Indonesia (Depkes, 2015). Terbentuknya SDM yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi (Devi, 2012). Menurut Soetardjo (2011) kelompok anak menurut usia dibagi dalam tiga golongan, yaitu usia 1-3 tahun dan 4-6 tahun disebut usia pra-sekolah dan 7-9 tahun disebut usia sekolah, sedangkan menurut WHO usia anak sekolah adalah 7-15 tahun. Proses tumbuh dan kembang anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti genetik dan asupan makanan (zat gizi). Asupan gizi yang diperoleh seorang anak melalui makanan yang dikonsumsi setiap hari berperan besar untuk kehidupan anak tersebut (Santoso, 2009). Anak memerlukan zat gizi yang cukup dan seimbang agar proses berpikir, belajar, dan beraktivitas tidak terhambat. Gizi seimbang untuk anak sekolah harus memenuhi zat gizi makro dengan karbohidrat 45-65%, protein 10-25% dengan perbandingan protein hewani dan nabati = 2 : 1, lemak 25-40% dari total energi. Selain itu harus memenuhi kebutuhan zat gizi mikro, seperti vitamin dan mineral (Devi, 2012). Pentingnya asupan gizi seimbang bagi anak sekolah sangat berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan fisik dan kognitif.

2 Mengingat semakin meningkatnya aktivitas fisik anak di luar rumah, termasuk di sekolah hingga 6 jam/hari (Anzarkusuma, 2014). Anak sekolah dasar merupakan salah satu kelompok rentan gizi. Hal ini dikarenakan anak-anak sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tulang, gigi, otot dan darah, sehingga memerlukan zat gizi makro seperti energi, protein, lemak dan zat gizi lain (Moehji, 2003). Faktor-faktor yang memperburuk keadaan gizi anak usia sekolah dasar adalah perilaku memilih dan menentukan jenis makanan yang disukai (Sartika, 2012). Keadaan gizi yang baik dapat dicapai dengan memperhatikan pola konsumsi makanan terutama energi, protein, dan zat gizi mikro. Pola konsumsi makanan harus memperhatikan nilai gizi makanan dan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hal tersebut dapat ditempuh dengan penyajian hidangan bervariasi dan kombinasi. Hidangan bervariasi didapatkan ketika mengonsumsi makanan tidak hanya mengandung sumber karbohidrat (contoh: nasi, mie, bihun, dll), tetapi juga terdapat sumber protein (contoh: telur, daging ayam, ikan, tempe, dll), sayuran dan buah. Hasil kajian menunjukkan distribusi energi zat gizi makro dari pola konsumsi penduduk Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 adalah 9-14% untuk protein, 24-35% untuk lemak, dan 54-63% untuk karbohidrat, dimana angka ini belum sebaik yang diharapkan, yaitu 5-15% untuk protein, 25-55% untuk lemak dan 40-60% untuk karbohidrat yang disesuaikan dengan usia atau tahap tumbuh kembang (Hardinsyah, Riyadi, H., Viktor Napitupulu, 2012). Status sosial ekonomi seperti pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi. Tingkat pendapatan keluarga mempengaruhi status sosial ekonomi apabila akses pangan di tingkat rumah tangga terganggu, terutama akibat kemiskinan, maka penyakit kurang gizi (malnutrisi) pasti akan muncul (Repi, Kawengian & Bolang, 2013). Tingkat pendapatan keluarga juga menentukan jumlah dan kualitas makanan

3 keluarga. Menurut penelitian Sebataraja, Oenzil, dan Asterina (2014) yang dilakukan pada anak sekolah di Padang menunjukkan hasil bahwa status gizi baik pada murid dengan tingkat ekonomi keluarga tidak miskin (69,1%) lebih besar dibandingkan pada keluarga miskin (30,9%). Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2010 (Riskesdas 2010), prevalensi nasional status gizi anak usia 6-12 tahun yang berada pada kategori sangat kurus sebesar 4,6% dan kurus sebesar 7,6%. Kekurusan pada anak laki-laki (13,2%) lebih tinggi daripada anak perempuan (11,2%). Menurut tempat tinggal, prevalensi kekurusan di perkotaan (11,9%) sedikit lebih rendah dari anak di perdesaan (12,5%). Prevalensi kekurusan berhubungan terbalik dengan keadaan ekonomi rumah tangga. Semakin baik keadaan ekonomi rumah tangga, semakin rendah prevalensi kekurusannya. Pada keadaan ekonomi rumah tangga terendah (kuintil 1) terlihat prevalensi kekurusan tertinggi, yaitu 13,2% dan pada keadaan ekonomi rumah tangga yang tertinggi (kuintil 5) prevalensinya 9,2%. Prevalensi nasional status gizi anak usia 6-12 tahun yang berada pada kategori gemuk sebesar 9,2%. Kegemukan pada anak laki-laki (10,7%) lebih tinggi daripada anak perempuan (7,7%). Menurut tempat tinggal, prevalensi kegemukan di kota (10,4%) lebih tinggi daripada di desa (8,1%). Prevalensi kegemukan dan keadaan ekonomi rumah tangga berbanding lurus. Pada keadaan ekonomi rumah tangga terendah (kuintil 1) terlihat prevalensi kegemukan rendah, yaitu 8,7% dan pada keadaan ekonomi rumah tangga yang tertinggi (kuintil 5) prevalensinya 13,1%. Rata-rata nasional kecukupan konsumsi energi (<70% berdasarkan tabel AKG 2004) dan konsumsi protein (<80% berdasarkan tabel AKG 2004) usia 7-12 tahun yang di bawah kebutuhan minimal masing-masing sebesar 44,4% dan 30,6%. Rata-rata nasional tingkat konsumsi energi (<70%), baik laki-laki maupun perempuan, prevalensi yang tinggal di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Begitu juga dengan rata-rata nasional tingkat konsumsi protein (<80%)

4 baik laki-laki maupun perempuan, prevalensi yang tinggal di perkotaan lebih rendah daripada di perdesaan. Buah dan sayur merupakan sumber pangan yang kaya akan vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, perkembangan, dan pertumbuhan. Meskipun kebutuhannya relatif kecil, namun fungsi vitamin dan mineral hampir tidak dapat digantikan. Buah dan sayur sangat penting untuk dikonsumsi terutama bagi anak-anak khususnya anak usia sekolah (AUS) dasar (Mohammad & Madanijah, 2015). Konsumsi serat di Indonesia masih sangat rendah yaitu 10,5 gram baik di perkotaan maupun pedesaan. Anak sekolah di Indonesia umumnya kurang mengonsumsi buah dan sayuran. Ini disebabkan kurangnya kesadaran anak dan orang tua akan pentingnya zat gizi dari buah dan sayuran (Devi, 2012). Prevalensi nasional kurang makan buah dan sayur pada penduduk > 10 tahun adalah 93,6% (Riskesdas 2007) dan 93,5% (Riskesdas 2013). Menurut Pudjiadi (2000), sayuran dan buah-buahan dapat mengurangi rasa lapar dan mencegah konstipasi oleh karena sayur dan buah mengandung banyak serat. Karakteristik pola konsumsi pangan masyarakat menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011 (Susenas) antara lain : konsumsi kelompok minyak dan lemak, sudah diatas anjuran kecukupan; konsumsi sayur/buah baru mencapai 63,3%; konsumsi pangan hewani 62,1%; konsumsi kacang-kacangan 54%; Konsumsi umbi-umbian 35,8%; dan kontribusi pangan olahan dalam pola makan sehari-hari sudah tinggi (Kemenkes RI, 2012). Bank Indonesia mencatat pola konsumsi rumah tangga di Kalimantan Barat melemah pada Juni 2015 sebesar 4,09% (m to m) dibandingkan dengan Mei 2015 (Viodeogo, 2015). Dalam penelitian ini, pola konsumsi yang akan diteliti dan dibahas hanya dari jenis bahan makanan (serealia/umbi/hasil olahan, kacang-kacangan/biji-bijian/hasil olahan, dagung/ungags/hasil olahan, telur/hasil olahan, ikan/hasil olahan, sayuran, buah, susu/hasil olahan, minyak/lemak/hasil olahan, minuman/gula/lainnya, jajanan, dan bumbu/hasil olahan) yang dikonsumsi oleh anak usia 7-12 tahun

5 yang berada di Pulau Kalimantan sesuai dengan data konsumsi Riskesdas tahun 2010. Menurut Riskesdas 2010 status gizi pada anak usia 6-12 tahun ditentukan berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur dengan kategori sangat pendek, pendek, dan normal dan indikator indeks massa tubuh menurut umur dengan kategori sangat kurus, kurus, normal, dan gemuk. Terdapat 15 provinsi dengan prevalensi kekurusan di atas prevalensi nasional (12,2%) dimana Pulau Kalimantan termasuk ke dalam kategori ini. Provinsi Kalimantan Selatan memiliki prevalensi tertinggi, yaitu 17,2%. Provinsi Kalimantan Barat (14,6%), Provinsi Kalimantan Tengah (13,4%), dan Provinsi Kalimantan Timur (13,3%). Dan prevalensi kegemukan pada anak umur 6-12 tahun sebesar 9,2%. Dimana pada laki-laki lebih tinggi (10,7%) daripada anak perempuan (7,7%). Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi kegemukan lebih tinggi di perkotaan (10,4%) dibandingkan di perdesaan (8,1%). Sedangkan ratarata nasional kecukupan konsumsi energi (<70% berdasarkan tabel AKG 2004) dan konsumsi protein (<80% berdasarkan tabel AKG 2004) usia 7-12 tahun di Provinsi Kalimantan Barat lebih tinggi (47,9% dan 37,1% ) daripada nasional (44,4% dan 30,6%). Kalimantan adalah pulau yang memiliki hutan luas dan masih dimanfaatkan oleh masyarakat baik hasil pertanian maupun perkebunannya, seperti kelapa sawit. Dari hasil laut atau perikanan, Pulau Kalimantan juga dikelilingi beberapa sungai besar, seperti Sungai Kapuas dan Sungai Brantas. Dengan hasil sumber daya alam yang melimpah diharapkan masyarakat Pulau Kalimantan dapat menikmatinya sehingga konsumsi energi dan protein mereka dapat tercukupi. Namun, berdasarkan hasil Riskesdas 2010 rata-rata anak usia 6-12 tahun di Pulau Kalimantan mengonsumsi energi dan protein di bawah kebutuhan minimal, yaitu Provinsi Kalimantan Barat lebih tinggi (47,9% dan 37,1% ) daripada nasional (44,4% dan 30,6%). Untuk data sosial ekonomi, berdasarkan data BPS tahun 2007 dan 2010, Provinsi Kalimantan Barat memiliki

6 jumlah penduduk miskin terbanyak, yaitu 428.800 jiwa (9,02%) dari jumlah penduduk keseluruhan Berdasarkan uraian-uraian di atas, analisis ditujukan untuk mengetahui perbandingan asupan zat gizi makro, serat, dan pola konsumsi anak usia 6-12 tahun menurut status gizi (IMT/U) di Pulau Kalimantan. 1.2 Identifikasi Masalah Pemenuhan zat-zat gizi pada anak sekolah harus diberikan secara tepat baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini dikarenakan anak sekolah termasuk ke dalam salah satu golongan yang rawan akan masalah gizi (Moehji, 2003). Kurangnya memperhatikan makanan yang dikonsumsi juga akan mempengaruhi status gizi mereka. Rendahnya status gizi anak sekolah akan mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di masa mendatang padahal anak sekolah merupakan generasi penerus dan pembawa perubahan bagi bangsa dan negara di masa depan. Masalah gizi muncul akibat ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga untuk memperoleh makanan untuk semua anggota kurang (Depkes RI, 2005). Status gizi berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan fisik, mental anak dan gambaran status gizi dapat dilihat dari data antropometri terutama Indeks Massa Tubuh (IMT) serta asupan zat gizi (Agutina, 2014). Menurut UNICEF (1990) diadaptasi dalam RANPG 2006-2010 Bappenas, status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penyakit infeksi, yang selanjutnya keduanya dikelompokkan ke dalam faktor penyebab langsung. Konsumsi makanan dan penyakit infeksi dipengaruhi oleh ketersediaan dan pola konsumsi rumah tangga, pola asuh, dan pelayanan kesehatan. Adanya pembangunan ekonomi dan politik yang membaik akan membawa dampak pada daya beli masyarakat, akses pangan, dan akses pelayanan meningkat. Diharapkan dengan perubahan positif tersebut tingkat konsumsi makanan masyarakat juga

7 meningkat dan penyakit infeksi pun menurun dan tercapainya status gizi yang baik bagi seluruh masyarakat. Secara nasional prevalensi kekurusan pada anak usia 6-12 tahun adalah 12,2% terdiri dari 4,6% sangat kurus dan 7,6% kurus. Terdapat 15 provinsi yang memiliki prevalensi di atas prevalensi nasional dan Pulau Kalimantan merupakan salah satu dalam kategori tersebut, yaitu Provinsi Kalimantan Selatan memiliki prevalensi tertinggi (17,2%), Provinsi Kalimantan Barat (14,6%), Provinsi Kalimantan Tengah (13,4%), dan Provinsi Kalimantan Timur (13,3%). Dalam penelitian ini variabel dependen adalah status gizi (IMT/U) pada anak usia 7-12 tahun sedangkan variabel independennya adalah asupan energi, zat gizi makro (protein, lemak, karbohidrat), serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun. 1.3 Pembatasan Masalah Status gizi pada anak sekolah dasar dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab yang tidak dapat diteliti secara keseluruhan karena terbatasnya ketersediaan data dan pemilihan topik yang sesuai dengan judul. Oleh karena itu, peneliti membatasi permasalahan yang akan diteliti agar penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuannya, maka ruang lingkup permasalahan ini dibatasi adalah sebagai berikut : a. Topik penelitian ini adalah asupan energi, zat gizi makro (protein, lemak, dan karbohidrat), serat, dan pola konsumsi menurut status gizi (IMT/U) anak usia 7-12 tahun di Pulau Kalimantan. b. Data yang digunakan adalah data sekunder riset kesehatan dasar tahun 2010 yang telah dikumpulkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan RI. 1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu

8 bagaimana perbedaan asupan energi, zat gizi makro, serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut status gizi (IMT/U) di Pulau Kalimantan. 1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan asupan energi, zat gizi makro, serat, dan pola konsumsi anak menurut status gizi (IMT/U) anak usia 7-12 tahun di Pulau Kalimantan berdasarkan data Riskesdas tahun 2010. 1.5.2 Tujuan khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, tipe wilayah, dan status ekonomi di Pulau Kalimantan. b. Mengidentifikasi asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak), serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun di Pulau Kalimantan. c. Mengidentifikasi status gizi (IMT/U) anak usia 7-12 tahun di Pulau Kalimantan. d. Menganalisis perbedaan asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak), serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut jenis kelamin, tipe wilayah, dan status ekonomi di Pulau Kalimantan. e. Menganalisis perbedaan asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak), serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut status gizi (IMT/U) di Pulau Kalimantan. 1.6 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian dirumuskan berdasarkan tujuan khusus yang telah dikemukakan pada subbab sebelumnya, yaitu sebagai berikut :

9 1. Ho : Tidak ada perbedaan asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak), serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut jenis kelamin di Pulau Kalimantan. Ha : Ada perbedaan asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak), serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut jenis kelamin di Pulau Kalimantan. 2. Ho : Tidak ada perbedaan asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak), serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut tipe wilayah (perkotaan dan perdesaan) di Pulau Kalimantan. Ha : Ada perbedaan asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak), serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut tipe wilayah (perkotaan dan perdesaan) di Pulau Kalimantan. 3. Ho : Tidak ada perbedaan asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak), serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut status ekonomi di Pulau Kalimantan. Ha : Ada perbedaan asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak), serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut status ekonomi di Pulau Kalimantan. 4. Ho : Tidak ada perbedaan asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak), serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut status gizi (IMT/U) di Pulau Kalimantan. Ha : Ada perbedaan asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak), serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut status gizi (IMT/U) di Pulau Kalimantan. 1.7 Manfaat Penelitian 1.7.1 Bagi Mahasiswa Universitas Esa Unggul Menambah pengetahuan mengenai perbedaan asupan energi, zat gizi makro, serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut status gizi di Pulau

10 Kalimantan khususnya bagi mahasiswa jurusan ilmu gizi dan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. 1.7.2 Bagi Institusi Bagi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan UEU, Dinas Kesehatan, dan institusi terkait, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perbedaan asupan zat gizi makro, serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut status gizi di Pulau Kalimantan serta bermanfaat sebagai bahan informasi untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program gizi penanganan masalah gizi, terutama masalah status gizi anak sekolah. 1.7.3 Bagi Masyarakat Menambah pengetahuan agar masyarakat dapat mengetahui pengaruh asupan zat gizi makro, serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut status gizi di Pulau Kalimantan. 1.7.4 Bagi Peneliti Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1) Gizi di Universitas Esa Unggul, Jakarta. Serta menambah pengetahuan peneliti mengenai perbedaan asupan zat gizi makro, serat, dan pola konsumsi anak usia 7-12 tahun menurut status gizi di Pulau Kalimantan dan sebagai media untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama proses perkuliahan. 1.8 Studi Penelitian Terkait Di bawah ini beberapa penelitian yang sudah dilakukan terkait asupan energi, zat gizi makro, serat, pola konsumsi dan status gizi anak usia 7-12 tahun di berbagai tempat.

11 Tabel 1.1 Studi Penelitian Terkait No Peneliti dan Tahun Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian Dari 184 anak, hanya 7,1% anak yang mengonsumsi serat 10 gr/hari. Ratarata konsumsi serat 58,7% dari yang 1 Desak Made Rari Niati Puspamika dan Ni Ketut Sutiari (2014) Konsumsi Serat pada Anak Sekolah Dasar Kota Denpasar dianjurkan. Sumber serat yang sering dikonsumsi yaitu kangkung, agar-agar, jagung, dan kubis dengan rata-rata konsumsi 3-5 kali perminggunya. Konsumsi air, memiliki rata-rata 3 gelas perharinya. Tingkat keanekaragaman Pola Pangan Harapan (PPH)) di Kota Pontianak adalah 2 Ryafal Akbar, Novrina Kusrini, Erlinda Yurisinthae (2014) Analisis Konsumsi Pangan Kota Pontianak sebesar 83,5 belum mencapai ideal, yaitu sebesar 100. Tingkat kecukupan energi dan protein di Kota Pontianak secara umum sudah baik, yaitu sebesar 1.874 kkal/kap/hari atau dan 52 gram/kap/hari. Konsumsi Pangan dan Dari 16.675 anak, sebagian besar Teguh Jati Gizi Serta Skor Pola mengonsumsi padi-padian (99,4%) dan Prasetyo, Pangan Harapan paling sedikit mengonsumsi buah/biji 3 Hardinsyah, dan (PPH) Pada Anak berminyak (1,6%). Tiurma Sinaga Usia 2-6 Tahun di Anak memiliki defisit zat gizi makro (2013) Indonesia (Data lemak, energi, dan air. Juga defisit Riskesas 2010) kalsium, vitamin A, vitamin B9, dan

12 vitamin C. Rata-rata skor PPH 67,1±12,9. 4 Mary Brauchla, Wen Yen Juan, Jon Story, and Sibylle Kranz (2012) Sumber Serat Pangan dan Hubungan Asupan Pangan pada Anak-Anak yang Obesitas (2-18 tahun) dan Resiko Diabetes pada Dewasa (2-18 Tahun) : NHANES 2003-2006 Makanan yang dikonsumsi adalah makanan dengan rendah serat, tetapi dalam jumlah yang banyak. Anak usia 2-18 tahun pada kelompok plausible, resiko overweight/obesitas menurun 17% pada anak yang mengonsumsi serat dalam jumlah sedang dibandingkan dengan yang mengonsumsi dengan jumlah paling sedikit (P value = 0.043). Efek serat pada anak-anak sama dengan Apa yang Kita Tahu orang dewasa. Efek yang diberikan untuk 5 Sibylle Kranz, Mary Brauchla, Joanne L.Slavin, and Kevin B.Miller (2012) tentang Serat Pangan pada Anak-Anak dan Kesehatan? Efek Asupan Serat pada Konstipasi, Obesitas, dan Diabetes pada fungsi pencernaan, walaupun identifikasi tipe serat dan jumlah yang tepat belum dapat ditentukan secara scientific. Kesempatan untuk memperbaiki kesehatan anak-anak dapat dimulai dengan melakukan program gizi tinggi Anak. serat di sekolah, seperti program makan di sekolah. Hasil penelitian dengan pendekatan epidemiologi menunjukkan bahwa 6 Clara M.Kusharto (2006) Serat Makanan dan Peranannya Bagi Kesehatan perkembangan penyakit (western disease) berkaitan erat dengan diet rendah serat pada berbagai negara. Inti harian serat makanan yang disarankan adalah 20-35 gr/orang/hari.

13 Dari 122 anak, terdapat perbedaan bermakna antara kecukupan asupan protein dengan status gizi (BB/U: Hubungan Kecukupan p=0,024; TB/U: p=0,037). Asupan Energi dan Tidak terdapat perbedaan bermakna Makronutrien dengan antara kecukupan asupan energi dengan 7 Evan Regar, Rini Sekartini (2012) Status Gizi Anak Usia 5-7 Tahun di status gizi (BB/U: p=0,358; TB/U: p=0,733), kecukupan lemak dengan Kelurahan Kampung status gizi (BB/U: p=1,000; TB/U: Melayu Jakarta TImur p=1,000), kecukupan karbohidrat dengan Tahun 2012 status gizi (BB/U: p=0,462; TB/U: p=1,000). Asupan energi dan makronutrien berhubungan dengan status gizi. Sample sebanyak 4.513 dan 1.513 anakanak di bawah 3 tahun pada tahun 1987 dan 2007. 8 Correia, Luciano Lima, et al (2014) Prevalensi dan Determinan pada Anak Gizi Kurang dan Stunting di Wilayah Kering Brasil Prevalensi malgizi akut berkurang 60%, dari 12,6% tahun 1987 menjadi 4,7% tahun 2007. Prevalensi stunting berkurang 50%, dari 27% tahun 1987 menjadi 13% tahun 2007. Determinan malgizi tahun 2007 adalah karakteristik bioligik (usia, jenis kelamin, dan berat badan lahir). Wulan Agustina, Asupan Zat Gizi Rata-rata asupan protein total adalah 9 Idrus Jus at, Erry Makro dan Serat 33,77 gr/hari. Yudhya Mulyani, Menurut Status Gizi Rata-rata asupan lemak adalah 26,26

14 Mury Kuswari Anak Usia 6-12 gr/hari. (2015) Tahun di Pulau Rata-rata asupan karbohidrat adalah Sulawesi (Analisis 157,45 gr/hari. Data Riskesdas 2010) Rata-rata asupan serat adalah 3,91 gr/hari. Tidak terdapat perbedaan asupan zat gizi makro dan serat terhadap status gizi (IMT/U) di Pulau Sulawesi (p>0,05. Prevalensi Prevalensi underweight sebesar 63%, Underweight, stunting 58%, dan wasting 16%. 10 Padmapriyadarsini, C., et al (2009). Stunting, dan Wasting pada Anak-Anak Sebanyak 33-45% anak-anak malgizi berada saat pengobatan CD4>25%. Terinfeksi HIV di India Selatan 11 Khatri, R.B., Mishra, S.R., Khanal, V., Choulagai, B. (2015). Faktor yang Berhubungan dengan Gizi Kurang pada Anak Former- Kamiyas di Nepal Dari 280 anak-anak, 116 (41,4%) gizi kurang, 156(55,7%) pendek, dan 52 (18,6%) kurus. Anak perempuan lebih banyak mengalami gizi kurang dibanding lakilaki. Prevalensi stunting dan underweight lebih tinggi pada anak di daerah pedesaan SEANUTS : Status daripada di kota, walaupun tingkat 12 Rojroongwasinkul, Nipa, et al (2013) Gizi dan Asupan Makanan Anak Thailand Usia 0,5-12 wasting sama pada keduanya. Anak usia 3-5,9 tahun, prevalensi overweight lebih tinggi pada anak di Tahun daerah perkotaan. Asupan protein relatif tinggi pada kedua daerah.

15 Kesimpulan : Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli, status gizi anak lebih dominan dipengaruhi oleh asupan zat gizi mereka, baik zat gizi makro maupun mikro, khususnya serat. Walaupun masih ada hasil penelitian yang menunjukkan tidak ada pengaruh maupun perbedaan asupan zat gizi terhadap status gizi anak. Namun, jelas bahwa asupan zat gizi adalah penyebab langsung yang mempengaruhi status gizi seseorang. Tidak hanya itu, beberapa karakteristik pada anak, seperti jenis kelamin, tipe wilayah, dan berat badan lahir juga turut memberikan pengaruh bagi keadaan status gizinya.