Jumlah Pemenuhan dan Pola Penggunaan Obat Program Rujuk Balik di Apotek Wilayah Gedebage Kota Bandung

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK GAMBARAN KESESUAIAN DAN KETIDAKSESUAIAN RESEP PASIEN BPJS PROGRAM RUJUK BALIK PUSKESMAS WILAYAH BANJARBARU PERIODE SEPTEMBER DESEMBER 2014

INTISARI. Mahrita Sauriah 1 ; Yugo Susanto 2 ; Dita Ayulia 3

Program Rujuk Balik Bagi Peserta JKN

BAB I PENDAHULUAN. hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis, epilepsy, stroke,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta

INTISARI KESESUAIAN PERESEPAN OBAT PASIEN BPJS KESEHATAN DENGAN FORMULARIUM NASIONAL DI RSUD BANJARBARU PERIODE OKTOBER SAMPAI DESEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan hukum yang

ANALISIS PELAKSANAAN RUJUKAN PESERTA JKN DARI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT I DI PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM RUJUK BALIK PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG

KEPUASAN PASIEN DIABETES MELITUS RUJUK BALIK PESERTA BPJS KESEHATAN TERHADAP PELAYANAN KEFARMASIAN DI KLINIK DAN APOTEK KOTA YOGYAKARTA

INTISARI. Kata Kunci : Hipertensi, Pelayanan Komunikasi, Informasi Dan Edukasi.

IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN Jaminan Kesehatan Nasional. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

Prosiding Farmasi ISSN:

INTISARI. Puskesmas 9 NopemberBanjarmasin. 1 Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin 2

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL

GAMBARAN PERESEPAN OBAT BERDASARKAN RESEP YANG MASUK KE APOTEK DI KOTAMADYA MEDAN TAHUN Oleh: IRSAN THERMANTO

hipertensi sangat diperlukan untuk menurunkan prevalensi hipertensi dan mencegah komplikasinya di masyarakat (Rahajeng & Tuminah, 2009).

ABSTRAK PROFIL PENGGUNAAN OBAT PENYAKIT KRONIS PADA WARGA USIA LANJUT PENSIUNAN PT KAI BANDUNG TAHUN 2015

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTI-HIPERTENSI PADA RESEP PASIEN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INSTALASI FARMASI UNIT RAWAT JALAN RSUD

KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA

GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN DIABETES MELLITUS

INTISARI IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA RESEP PASIEN UMUM DI UNIT RAWAT JALAN INSTALASI FARMASI RSUD DR. H.

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS JAKARTA UTARA PERIODE TAHUN 2016

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif non analitik

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 6.

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar rumah sakit baik lokal, nasional, maupun regional. kebutuhan, tuntutan dan kepuasan pelanggan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DRUG USAGE DESCRIPTION FOR OUTPATIENT IN PKU MUHAMMADIYAH UNIT II OF YOGYAKARTA IN 2013 BASED ON WHO PRESCRIBING INDICATOR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan masyarakat. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

Oleh: KHAIRUN NISA BINTI SALEH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Universitas Sumatera Utara

BIAYA TAMBAHAN YANG DIBAYAR PASIEN RAWAT JALAN AKIBAT PENULISAN RESEP TIDAK SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN PADA PEMAKAIAN AMOXICILLIN TABLET 500 MG DI APOTEK NAZHAN FARMA BANJARMASIN

SOP. KOTA dr. Lolita Riamawati NIP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

BAB 1 PENDAHULUAN. Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.

PENERAPAN PELAYANAN KEFARMASIAN RESIDENSIAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI KOTA CILACAP

PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDIABETES PADA RESEP PASIEN DI APOTEK RAHMAT BANJARMASIN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDIKATOR PERESEPAN OBAT PADA ENAM APOTEK Dl KOTA BANDUNG, SURABAYA DAN MAKASSAR

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gaya hidup, mental, emosional dan lingkungan. Dimana perubahan tersebut dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN DEMOGRAFI DAN PENGETAHUAN MENGENAI PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA TENAGA EDUKATIF TETAP DI UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

PROLANISPEDIA PELAKSANAAN KEGIATAN PROLANIS DI FKTP BPJS KESEHATAN KCU TASIKMALAYA

INTISARI. Ahmad Rajidin 1 ; Riza Alfian 2 ; Erna Prihandiwati 3

UNIVERSITAS UDAYANA ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN TABANAN TAHUN 2016 NI LUH INTEN LESTARI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. B. Alat Dan Bahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

INTISARI. Rahminati ¹; Noor Aisyah, S.Farm., Apt ²; Galih Kurnianto, S.Farm., Apt³

Analisis Kesiapan Obat Dalam Penegakan Diagnosa Wajib BPJS di Puskesmas Busalangga, Kabupaten Rote Ndao-Nusa Tenggara Timur

PENINGKATAN PEMAHAMAN PASIEN TERHADAP PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI TUNGGAL MAUPUN KOMBINASI YANG DIRESEPKAN DI APOTEK MARVITA PUSPA SURABAYA

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

POLA PERESEPAN DAN RASIONALITAS PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK

Dampak Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional terhadap Ketersediaan Obat di Apotek Rujukan Wilayah Cibeunying Kotamadya Bandung Tahun 2015

ANALISIS PROSES PENGADAAN OBAT DI PUSKESMAS KOMBOS KOTA MANADO Try Putra. I. Tampongangoy*, Grace D. Kandou*, Febi K. Kolibu*

PENGARUH KONSELING OBAT DALAM HOME CARE TERHADAP KEPATUHAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI HIPERTENSI

INTISARI. Endah Dwi Janiarti; Erna Prihandiwati; Anna Apriyanti

ANALISIS EFISIENSI PENGELOLAAN OBAT PADA TAHAP DISTRIBUSI DI INSTALASI FARMASI RSUD Dr.M.M DUNDA LIMBOTO TAHUN 2015 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

Farmaka Volume 15 Nomor 4 1

EVALUASI PELAKSANAAN PELAYANAN RESEP OBAT GENERIK PADA PASIEN BPJS RAWAT JALAN DI RSUP. PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-JUNI 2014

ADDENDUM PKS DPHO EDISI XXXII TAHUN 2013 Sampai dengan 31 Maret 2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

AZIMA AMINA BINTI AYOB

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kata Kunci : Medication Error, skrining resep, persentase ketidaklengkapan administrasi resep

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi terutama dalam proses penyembuhan penyakit atau kuratif (Isnaini,

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RSUP SANGLAH DENPASAR

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

INTISARI GAMBARAN TEMPAT PENYIMPANAN DAN KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP NARKOTIKA DI APOTEK KECAMATAN BANJARMASIN UTARA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse

PENDAHULUAN. Pola penyakit yang ada di Indonesia saat ini telah. mengalami pergeseran atau sedang dalam masa transisi

Transkripsi:

Jumlah Pemenuhan dan Pola Penggunaan Obat Program Rujuk Balik di Apotek Wilayah Gedebage Surya Dwi Sembada 1, Kuswinarti 2, Nita Arisanti 3 1 Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2 Departemen Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 3 Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadajaran Abstrak Indonesia memberlakukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) awal tahun 2014 yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Salah satu program JKN adalah Program Rujuk Balik (PRB), yang diperuntukkan bagi pasien penyakit kronis dengan keadaan stabil yang masih memerlukan pengobatan jangka panjang. Semua peserta PRB berhak mendapatkan pengobatan untuk 30 hari penuh dari Apotek yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, namun ternyata masih ada pasien yang tidak mendapatkan obat secara penuh. Penelitian ini bertujuan untuk melihat jumlah pemenuhan dan pola penggunaan obat PRB di Apotek wilayah Gedebage. Penelitian kuantitatif ini dilakukan di Wilayah Gedebage. Dua Apotek telah dipilih sebagai objek penelitian. Data berasal dari form resep obat bulan Oktober 2015, yaitu nama obat, indikasi (sesuai Formularium Nasional), jumlah obat, dan frekuensi penggunaan obat dari kedua Apotek. Lebih dari 95% semua pelayanan obat PRB telah dilakukan oleh pihak Apotek yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dengan pola penggunaan obat terbanyak yaitu untuk hipertensi sebanyak 84,09%, disusul diabetes melitus (37,52%) dan penyakit jantung (12,72%). Secara umum, jumlah pemenuhan obat PRB untuk kebutuhan selama 30 hari dapat terpenuhi di kedua apotek dengan penggunaan obat terbanyak untuk penyakit hipertensi. Kata Kunci: Apotek, BPJS Kesehatan, Obat PRB Fulfillment of Treatments and Drug Use Patterns in Referral Programs of Pharmacies in Gedebage Region, Bandung City Abstract In early 2014, Indonesia s National Health Insurance or Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) has implemented and it is organized by the Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). One of the programs in JKN is the back-referral program or Program Rujuk Balik (PRB) that is reserved for stable patients with chronic disease who still needs long-term prescription. All PRB participants have a right to receive full treatment for 30 days from pharmacies that collaborate with BPJS Kesehatan, but there are still patients who do not obtain full treatment. This study is conducted to observe the number of filled prescription and the pattern of drug use by PRB pharmacies in the Gedebage region. his research was conducted in the Gedebage region using a quantitative method. Two pharmacies were chosen as research objects. The collected data was prescription form on October 2015 which consisted of the type of medicine, its indication (according to the National Formulary), the amount of medicine and the frequency of medicine prescription from both pharmacies. More than 95% from all PRB treatment services had been filled by pharmacies that collaborate with BPJS Kesehatan with the highest pattern of drug usage for hypertension (84.09%), followed by diabetes mellitus (37.52%) and heart disease (12.72%). In general, the amount of PRB treatment for 30 days had been filled by pharmacies with the highest drug use for hypertension. Keywords: BPJS Kesehatan, Pharmacy, PRB Treatment Korespondensi: Surya Dwi Sembada Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Jl. Prof. Dr. Eyckman No. 38 Bandung 40161 Mobile : 085351308968 Email : suryadjasmar@gmail.com 16 JSK, Volume 2 Nomor 1 September Tahun 2016

Pendahuluan Semua Warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan, hal ini tercantum pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang merupakan landasan konstitusional Sistem Kesehatan Nasional (SKN). 1,2 SKN bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dengan menyelenggarakan pembangunan kesehatan secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna oleh semua potensi bangsa, baik pemerintah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, maupun lembaga swasta. 2 Sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan SKN tersebut, dibentuklah pengelolaan kesehatan yang terbagi menjadi beberapa subsistem, salah satunya adalah subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. 2 Mengacu pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mengenai jaminan kesehatan, Indonesia memberlakukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) pada awal tahun 2014 lalu, agar semua penduduk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Salah satu pelayanan yang didapatkan peserta BPJS Kesehatan adalah pelayanan Program Rujuk Balik (PRB) yaitu pasien penyakit kronis dengan kondisi stabil berhak memperoleh pengobatan jangka panjang untuk kebutuhan maksimal 30 hari setiap kali peresepan. Terdapat 9 jenis penyakit yang termasuk dalam PRB, yaitu hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, stroke, asma, penyakit paru obstruksi kronik, epilepsi, skizofren, dan lupus eritematosus sistemik. 3-6 Berdasarkan peraturan BPJS Kesehatan, kebutuhan obat pada pelayanan PRB merupakan tanggung jawab BPJS Kesehatan dan apotek yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yang mengacu pada Formularium Nasional. Namun menurut hasil rapat kerja kesehatan daerah Provinsi Jawa Tengah, dilaporkan bahwa ada permasalahan yang timbul dari PRB, yaitu pasien mendapatkan obat untuk kebutuhan kurang dari 30 hari, yang mengakibatkan pasien harus berulang kali ke fasilitas kesehatan dan apotek untuk mendapatkan obat secara penuh. 5 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pemenuhan dan pola penggunaan obat PRB di apotek Wilayah Gedebage, Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Gedebage karena belum adanya data mengenai jumlah pemenuhan dan pola penggunaan obat PRB di dan juga sebagai bahan evaluasi baik untuk BPJS Kesehatan maupun pihak apotek. Selain itu, Kota Bandung adalah ibukota Provinsi Jawa Barat yang merupakan Provinsi percontohan pelaksanaan BPJS Kesehatan dan Wilayah Gedebage merupakan salah satu wilayah yang termasuk dalam penelitian besar bersama dengan Wilayah Cibeunying, Ujungberung, dan Bojonegara. Metode Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang dilakukan di apotek yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Populasi pada penelitian ini adalah semua apotek di Wilayah Gedebage yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Dengan menggunakan teknik total sampling, didapatkan 2 (dua) apotek yang menjadi objek pada penelitian ini yang kebetulan berasal dari manajemen yang sama. Di kedua apotek ini, resep PRB disimpan terpisah dengan resep umum sehingga memudahkan pengambilan data. Data yang diambil dari form resep PRB yang masuk ke masing-masing apotek pada bulan Oktober 2015 terdiri dari nama obat, indikasi (sesuai dengan Formularium Nasional), jumlah obat, dan frekuensi penggunaan obat. Data yang diperoleh diseleksi berdasarkan kriteria inklusi, yaitu resep obat PRB pada bulan Oktober 2015 yang termasuk dalam Formularium Nasional (Fornas) dan kriteria eksklusi, yaitu jenis obat yang memiliki restriksi pemberian obat berdasarkan indikasi dan jumlah. Seperti obat klopidogrel dan simvastatin yang hanya dapat diberikan jika ada hasil laboratorium jantung dan kadar LDL. 7,8 Penelitian ini sudah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan Informed consent telah dilakukan pada penanggung jawab Apotek sebelum pengambilan data dilakukan. Analisis statistik pada penelitian ini menggunakan teknik statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel, yaitu untuk melihat jumlah pemenuhan obat dari resep obat PRB dan distribusi frekuensi untuk melihat pola penggunaan obat PRB. Hasil Dalam pengambilan data yang dilakukan selama satu bulan, diperoleh 4319 resep dengan 1911 indikasi (sesuai Formularium Nasional) pada 2 apotek yang menjadi objek penelitian, dengan rincian 3691 resep dengan 1630 indikasi berasal dari Apotek A, dan 628 resep dengan 281 indikasi berasal dari Apotek B. Dari total 4319 resep, sebanyak 84 resep dari Apotek A dan 10 17 JSK, Volume 2 Nomor 1 September Tahun 2016

resep dari Apotek B dieksklusi pada penelitian ini. Untuk mengetahui indikasi tiap obat yang tertera dalam resep, peneliti menyesuaikan dengan Fornas, selain itu juga melakukan konsultasi dengan apoteker. Selanjutnya, data yang masuk dalam kriteria inklusi diolah menggunakan analisis statistik deskriptif untuk mengetahui jumlah pemenuhan obat Program Rujuk Balik (PRB) dan tabel distribusi frekuensi untuk melihat penggunaan obat PRB. Kedua apotek yang menjadi objek pada penelitian ini merupakan apotek yang sama, dimana Apotek A sebagai apotek pusat dan Apotek B sebagai apotek jejaring. Sebagai apotek pusat, Apotek A berperan dalam mendistribusikan obat PRB ke apotek jejaring. Bias informasi dapat terjadi pada penelitian ini, seperti resep yang tidak terbaca jelas atau keterangan pemberian obat tidak dicantumkan oleh apoteker. Untuk mengatasi hal tersebut, komunikasi antara peneliti dan apoteker yang bertugas sering dilakukan agar bias informasi ini dapat diminimalisir. Berdasarkan tabel 1, jumlah pelayanan obat hipertensi sebesar 97,75%, seharusnya mencapai 99,37%. Sebanyak 843 obat antihipertensi tidak diberikan kepada pasien karena di Apotek hanya tersedia obat dengan dosis lebih besar daripada yang diresepkan, sehingga obat yang diberikan kepada pasien adalah setengah dari jumlah obat yang tercantum dalam resep. Begitu pun dengan obat untuk penyakit jantung dan asma, seharusnya mencapai 98,76% dan 99,3% secara berurutan, karena 1470 obat untuk penyakit jantung dan 30 obat untuk asma yang tercantum pada resep hanya diberikan setengahnya, namun dengan dosis yang lebih besar. Dosis yang lebih besar dan meminumnya hanya setengah dosis yang tersedia (sesuai kebutuhan yang diresepkan) tidak akan berpengaruh pada hasil terapi kecuali untuk obatobat yang memang tidak boleh dipotong atau digerus. Tabel 1 Jumlah Pemenuhan Obat Program Rujuk Balik Apotek A No Penyakit Jumlah Tablet dalam Resep Jumlah Tablet yang Diberikan Persentase 1 Penyakit Jantung 19130 18162 94,95% 2 Stroke 3250 3150 96,92% 3 Hipertensi 61715 60327 97,75% 4 Lupus Eritematosus Sistemik 5035 4930 97,91% 5 Asma 1513 1486 98,22% 6 Diabetes Melitus 51962 51710 99,52% 7 Penyakit Paru Obstruksi Kronis 60 60 100% 8 Epilepsi 0 0-9 Skizofren 0 0 - Tabel 2 Jumlah Pemenuhan Obat Program Rujuk Balik Apotek B No Penyakit Jumlah Tablet dalam Resep Jumlah Tablet yang Diberikan Persentase 1 Hipertensi 14645 14585 99,59% 2 Diabetes melitus 7598 7598 100% 3 Penyakit Jantung 1370 1310 100% 4 Stroke 90 90 100% 5 Asma 0 0-6 Penyakit Paru Obstruksi Kronis 0 0-7 Epilepsi 0 0-8 Skizofren 0 0-9 Lupus Eritematosus Sistemik 0 0-18 JSK, Volume 2 Nomor 1 September Tahun 2016

Berdasarkan tabel 2, jumlah pelayanan untuk obat antihipertensi sebesar 99,59%, seharusnya mencapai 100%, hal ini dikarenakan 120 obat antihipertensi hanya diberikan setengahnya, namun dengan dosis yang lebih besar. Melihat hasil jumlah pemenuhan obat PRB di kedua apotek, jumlah pemenuhan obat PRB di Apotek B lebih baik daripada di Apotek A, padahal Apotek A merupakan apotek yang menjadi pusat distribusi obat PRB di beberapa apotek jejaring, termasuk Apotek B. Pada tabel 3 dan 4 dicantumkan Pola Penggunaan Obat Program Rujuk Balik di apotek A dan B yaitu penggunaan obat sesuai indikasi yang tercantum dalam fornas yang tertera pada resep obat. Pembahasan Pelayanan farmasi merupakan salah satu bagian yang berperan penting dalam keberhasilan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), terutama dalam keberhasilan Program Rujuk Balik (PRB). Pelayanan farmasi PRB untuk fasilitas kesehatan tingkat primer dapat dilakukan di Apotek atau ruang farmasi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek dan peraturan BPJS Kesehatan nomor 1 tahun 2014, pelayanan kefarmasian di Apotek meliputi kegiatan manajerial, salah satunya adalah pengelolaan sediaan farmasi dan BPJS Kesehatan memiliki kewajiban untuk menjamin kebutuhan obat yang diperlukan. 4,9 Belum ada penelitian sebelumnya mengenai pelayanan obat di Apotek yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Menurut Ansharuddin dalam rapat konsultasi teknis direktorat bina pelayanan kefarmasian, terdapat beberapa komitmen kesediaan Apotek PRB. Pertama Apotek menjamin ketersediaan dan kecukupan obat PRB secara lengkap, kecuali ada pernyataan secara tertulis dari Distributor obat yang Tabel 3 Pola Penggunaan Obat Program Rujuk Balik Apotek A No Penyakit Jumlah Indikasi Total Indikasi Persentase 1 Hipertensi 1348 1630 82,7% 2 Diabetes Melitus 631 1630 38,71% 3 Penyakit Jantung 236 1630 14,48% 4 Lupus Eritematosus Sistemik 127 1630 7,79% 5 Stroke 111 1630 6,81% 6 Asma 42 1630 2,58% 7 Penyakit Paru Obstruksi Kronis 1 1630 0,06% 8 Epilepsi 0 1630 0% 9 Skizofren 0 1630 0% Tabel 4 Pola Penggunaan Obat Program Rujuk Balik Apotek B No Penyakit Jumlah Indikasi Total Indikasi Persentase 1 Hipertensi 259 281 92,17% 2 Diabetes Melitus 86 281 30,6% 3 Penyakit Jantung 7 281 2,49% 4 Stroke 3 281 1,07% 5 Asma 0 281 0% 6 Penyakit Paru Obstruksi Kronis 0 281 0% 7 Epilepsi 0 281 0% 8 Skizofren 0 281 0% 9 Lupus Eritematosus Sistemik 0 281 0% 19 JSK, Volume 2 Nomor 1 September Tahun 2016

bersangkutan jika obat dalam keadaan kosong. Kedua, Apotek memberikan obat-obatan kepada peserta berdasarkan resep obat yang diterima dengan tetap berpedoman kepada Formularium Nasional (Fornas). 10 Jumlah pemenuhan obat PRB yang diberikan di Apotek yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan mencapai lebih dari 95% pada setiap penyakit PRB yang masuk ke Apotek yang menjadi objek penelitian ini. Meskipun tidak semua nama obat yang tercantum dalam resep tersedia di Apotek, pihak Apotek tetap dapat mencapai jumlah pemenuhan yang hampir 100%. Strategi yang dilakukan oleh pihak Apotek adalah dengan memberikan obat lain yang kandungannya sama dengan nama obat yang tercantum pada resep obat. Dari sembilan penyakit yang terdapat dalam PRB, ada 7 indikasi penyakit yang ditemukan pada resep obat PRB di kedua Apotek, yaitu hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, stroke, asma, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), dan lupus eritematosus sistemik. Hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan, dengan total di kedua Apotek sebesar 1607 resep atau 84,09%, disusul oleh diabetes melitus (37,52%), penyakit jantung (12,72%), lupus eritematosus sistemik (6,65%), stroke (5,97%), asma (2,2%), dan yang terakhir adalah PPOK sebesar 0,05%. Dengan melihat pola penggunaan obat pada resep obat PRB yang masuk, secara tidak langsung dapat melihat prevalensi pada penyakit yang masuk kedalam PRB. Namun ternyata, urutan penyakit pada pola penggunaan obat PRB ini berbeda dengan prevalensi yang ada pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 hal ini bisa diakibatkan karena metode yang dilakukan pada Riskesdas berbeda dengan metode pada penelitian ini. Pada Riskesdas dilihat berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter atau gejala. Meskipun hasil Riskesdas merupakan prevalensi di provinsi Jawa Barat, bukan spesifik untuk Kota Bandung, namun diharapkan dapat mewakili prevalensi sebenarnya di. Pada Riskesdas tahun 2013, dari 9 penyakit yang masuk dalam PRB, penyakit dengan prevalensi tertinggi adalah hipertensi (29,4%), diabetes melitus berada diposisi kelima setelah stroke, asma, PPOK dengan prevalensi sebesar 2%. 11 Keterbatasan pada penelitian ini yaitu diagnosis tidak dapat dipastikan secara pasti jika hanya dilihat dari jenis obat yang diresepkan, meskipun jenis-jenis obat yang tercantum merujuk pada suatu penyakit tertentu, karena satu obat yang diberikan kepada pasien tidak hanya untuk satu penyakit saja, obat tersebut mungkin diberikan untuk beberapa indikasi penyakit. Berdasarkan hasil penelitian tentang jumlah pemenuhan dan pola penggunaan obat PRB di Apotek yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan di Wilayah Gedebage, bahwa jumlah pemenuhan obat PRB sudah mencapai lebih dari 95%, dan untuk beberapa penyakit sudah mencapai 100%. Jumlah obat PRB untuk kebutuhan 30 hari sudah dapat dipenuhi oleh kedua apotek yang menjadi objek pada penelitian ini, namun masih ada beberapa obat yang tertera pada resep obat PRB yang belum dapat dipenuhi oleh Apotek A. Setelah hampir 2 tahun JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan berlangsung, diharapkan pelayanan obat PRB ini dapat lebih dioptimalkan. Sehingga jumlah pemenuhan semua obat PRB dapat mencapai 100% dan pasien mendapatkan jumlah obat yang sesuai dengan apa yang diresepkan oleh dokter, yang tentunya berdasarkan Fornas. Selain itu, diharapkan adanya sosialisasi dari pihak pemerintah, khususnya BPJS Kesehatan kepada dokter di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan mengenai pedoman penerapan Fornas, karena masih ada beberapa dokter yang memberikan resep obat PRB yang merupakan restriksi penggunaan, baik itu restriksi berdasarkan jumlah maksimal pemberian atau pembatasan indikasi. Merujuk pada hasil pola penggunaan obat PRB pada penelitian ini, diharapkan adanya koordinasi yang lebih baik antara BPJS Kesehatan dengan pihak Apotek mengenai distribusi dan ketersediaan obat PRB. Seperti mempersiapkan obat antihipertensi dan antidiabetes lebih banyak agar pemenuhan obat untuk pasien dapat dilakukan secara optimal. Daftar Pustaka 1. Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. 2. Presiden Republik Indonesia. Peraturan Presiden No 72 tentang Sistem Kesehatan Nasional. 2012. 3. Tim Penyusun. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. 2014. 4. Direktur Utama BPJS Kesehatan. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No 1 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Jakarta: BPJS Kesehatan. 2014. 5. Andayani Budi Lestari. Pelaksanaan JKN oleh BPJS Kesehatan Bulan Januari 2014. Semarang. 2014. 6. Direktur Utama BPJS Kesehatan. Program Rujuk Balik bagi Peserta JKN. Jakarta: BPJS 20 JSK, Volume 2 Nomor 1 September Tahun 2016

Kesehatan. 2014. 7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Formularium Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. 8. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. Pedoman Penerapan Formularium Nasional. Jakarta: Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. 2014. 9. Menteri Kesehatan. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2014. 10. Ansharuddin. Pola Kerjasama Apotek Jejaring dengan PPK Tingkat Pertama dan Apotek Dengan BPJS Kesehatan untuk Pelayanan Rujuk Balik. Semarang: 2014. 11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. 21 JSK, Volume 2 Nomor 1 September Tahun 2016