BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.

4.4.1 Proses dan Produk Diagenesa Proses Mikritisasi Mikrobial

// - Nikol X - Nikol 1mm

Mikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1

GEOLOGI DAN ANALISIS DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU, DAERAH DESA TINAPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BLORA, JAWA TENGAH

Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING

Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar.

PETROGRAFI BATUAN KARBONAT

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

TUGAS AKHIR A. Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Gambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen. Gambar 2. Chert yang terlipat. Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI

TUGAS AKHIR A. Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

Proses Sedimentasi. Oleh : Muhammad Yusuf Awaluddin

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

DAFTAR PUSTAKA. Adinegoro, U. dan Hartoyo, P., 1974, Paleogeography of Northeast Sumatera, Proceedings Indonesian Petroleum Association, hal 45.

LINGKUNGAN PEMBENTUKAN DAN DIAGENESIS BATUGAMPING DAERAH KEMANG BARU DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SIJUNJUNG

STAG3012 Petrologi batuan endapan

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit

Batuan sedimen : batuan yang terbentuk. (pelapukan transportasi sedimentasi diagenesa) Komposisi sedimen :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAN STUDI FASIES BATUGAMPING DAERAH KALIORANG BARAT, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR

BAB 4 Fasies Batugamping Formasi Citarate

BAB III DASAR TEORI. silika dan pasir besi serta gipsum. Karena porsi batu kapur adalah yang paling

Ciri Litologi

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab IV Sistem Panas Bumi

BAB I PENDAHULUAN. reservoar, batuan tudung, trap dan migrasi. Reservoar pada daerah penelitian

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

METODE PENDISKRIPSIAN BATUGAMPING UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR HIDROKARBON

6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel

GEOLOGI DAN FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG, DAERAH PASIR SALAM DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CILOGRANG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN

Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

BAB IV FASIES BATUGAMPING

BATUAN SEDIMEN : BATUAN YANG TERBENTUK. (PELAPUKAN TRANSPORTASI SEDIMENTASI DIAGENESA) KOMPOSISI SEDIMEN :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

IV. BATUAN METAMORF Faktor lingkungan yang mempengaruhi

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB II LANDASAN TEORI

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

UNIVERSITAS DIPONEGORO PROVENANS DAN DIAGENESIS BATUPASIR BERDASARKAN DATA PETROGRAFI PADA FORMASI STEENKOOL, KABUPATEN TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dan sejarahnya (termasuk perkembangan kehidupan), serta proses-proses yang telah

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

Optimalisasi Metode Pendiskripsian Batugamping untuk Karakterisasi Reservoar Hidrokarbon dalam Pemodelan Geologi

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGARUH PENGGUNAAN BATU DOLOMIT SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT TEKAN BETON NORMAL

SARAN KESIMPULAN UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

Bahan 1. Problem set 6 lembar 2. Skala Wentwort 3. Beberapa Batuan Sedimen Non Karbonat

ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING BERDASARKAN DISTRIBUSI UNSUR KIMIA DI DAERAH CIDORA, KECAMATAN AJIBARANG, KABUPATEN BANYUMAS, JAWA TENGAH

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur

DASAR-DASAR ILMU TANAH

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Oktober 2014

Transkripsi:

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT 4.1 Tinjauan Umum Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan (tidak termasuk proses-proses yang melibatkan temperatur dan tekanan yang cukup tinggi yang dikenal sebagai metamorfisme) (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003). Diagenesis dapat menyimpan informasi mengenai kenampakan primer, sejarah setelah pengendapan, komposisi air pori dan temperatur. Pengontrol utama diagenesis adalah komposisi dan mineralogi dari sedimen, komposisi kimiawi fluida pori dan rata-rata aliran fluida, sejarah geologi dari sedimen dalam hubungannya dengan burial, pengangkatan dan perubahan muka air laut, influks perbedaan fluida pori dan ikllim (Tucker dan Wright, 1990). Dalam suatu sejarah diagenesis karbonat, perubahan dari satu lingkungan diagenesis ke lingkungan lainnya mungkin dapat terjadi beberapa kali. Hal ini dapat diketahui berdasarkan data tekstur yang mungkin terawetkan sehingga dapat ditentukan urutan diagenesisnya (Longman, 1980). 4.2 Proses dan Produk Diagenesis Proses-proses utama yang terjadi selama diagenesis yaitu mikritisasi mikrobial, dolomitisasi, sementasi, pelarutan, neomorfisme dan kompaksi (termasuk pressure dissolution) (Tucker dan Wright, 1990). 4.2.1 Mikritisasi Mikrobial Mikritisasi mikrobial adalah proses dimana bioklas terubah selama di dasar laut oleh organisme alga, jamur atau bakteri. Selaput mikrit (micritic envelopes) adalah produk dari mikritisasi mikrobial dan jika kegiatan ini intensif maka akan dihasilkan butiran yang termikritisasikan (Gambar 4.1). 45

Gambar 4.1 Proses pembentukkan selaput mikrit yang diakibatkan oleh organisme alga, jamur atau bakteri (Tucker dan Wright, 1990). 4.2.2 Dolomitisasi Dolomitisasi adalah proses penggantian mineral kalsit (CaCO 3 ) menjadi mineral dolomit (CaMg(CO 3 ) 2 ) akibat adanya kontak batugamping dengan air yang kaya magnesium pada batuan karbonat. Presipitasi dolomit dipengaruhi oleh besarnya rasio Mg/Ca pada mineral, besarnya kandungan karbondioksida, tingginya temperatur dan ph, rendahnya kandungan sulfat, rendahnya kadar salinitas serta pengaruh material organik (Morrow, 1982). 4.2.3 Sementasi Sementasi merupakan proses pengisian pori baik di antara butiran, di dalam butiran ataupun di dalam lubang yang dihasilkan oleh pelarutan aragonit (Morrow, 1982). Jenis-jenis semen yang biasa hadir pada batuan karbonat yaitu aragonit, kalsit dengan kandungan Mg rendah, kalsit dengan kandungan Mg tinggi serta dolomit. 4.2.4 Pelarutan Banyak batugamping yang mengalami pelarutan sebagai hasil kontak antara fluida pori yang tidak jenuh dengan batuan karbonat. Proses pelarutan merupakan 46

proses utama di dekat permukaan, meteorik, dan dapat menyebabkan pembentukan karst. Akan tetapi, proses ini dapat terjadi pada dasar laut dan selama deep burial. 4.2.5 Neomorfisme Neomorfisme adalah proses penggantian dan rekristalisasi dimana terjadi perubahan mineralogi. Contohnya yaitu pengasaran ukuran kristal pada lumpur karbonat atau mikrit (aggrading neomorphism) dan penggantian cangkang aragonit dan semen oleh kalsit (calcitization) (Tucker, 1991). 4.2.6 Kompaksi Tucker dan Wright (1990) membagi kompaksi menjadi 2 macam, yaitu: Kompaksi Mekanik; terjadi ketika pembebanan semakin besar menyebabkan terjadinya retakan di dalam butir, butir saling berdekatan, porositas menurun dan Kompaksi Kimia; terjadi ketika antar butir bersentuhan sehingga mengalami pelarutan yang menghasilkan kontak suture dan kontak concavo-convex. 4.3 Lingkungan Diagenesis Gambar 4.2 Lingkungan diagenesis yang terjadi pada batuan karbonat (Tucker dan Wright, 1990). 47

Lingkungan diagenesis merupakan daerah dimana pola diagenesis yang sama muncul. Lingkungan diagenesis berdasarkan Longman (1980) serta Tucker dan Wright (1990) yaitu marine phreatic, mixing zone, meteoric phreatic, meteoric vadose dan burial (Gambar 4.2). 4.3.1 Marine Phreatic Lingkungan diagenesis marine-phreatic terjadi apabila ketika semua pori pada sedimen atau batuan terisi dengan air laut. Pada umumnya karbonat diendapkan di lingkungan laut dan memulai sejarah diagenesisnya di lingkungan marine phreatic. Semen yang dominan pada lingkungan marine phreatic adalah kalsit dengan kandungan Mg yang tinggi dan aragonit. Morfologi dari kalsit dengan kandungan Mg tinggi yaitu microcrystalline crusts dan fibrous sampai bladed rinds, sedangkan morfologi dari aragonit yaitu fibrous, mesh of needles, dan botryoidal (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003) (Gambar 4.3). Gambar 4.3 Morfologi semen yang dominan pada lingkungan marine phreatic (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003). 4.3.2 Mixing Zone Lingkungan ini terletak diantara lingkungan marine phreatic dan freshwater phreatic yang ditandai oleh air payau. Berdasarkan percobaan oleh Badiozamani (1973) op. cit. Longman (1980) menunjukkan bahwa pencampuran air laut dan air tawar akan membentuk kalsit 48

apabila larutan tersebut tidak jenuh dolomit dan dolomit apabila larutan tersebut kelewat jenuh dolomit. 4.3.3 Meteoric Phreatic Lingkungan meteoric phreatic terletak diantara zona vadose dan zona mixed marine phreatic-freshwater. Semua pori pada zona ini diisi oleh air meteorik yang mengandung karbonat terlarut. Semen yang dominan pada lingkungan meteoric phreatic adalah kalsit dengan kandungan Mg yang rendah. Morfologi semen pada lingkungan ini adalah isopachus dan blocky (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003) (Gambar 4.4). Gambar 4.4 Morfologi semen yang dominan pada lingkungan vadose zone dan phreatic zone (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003). 4.3.4 Meteoric Vadose Lingkungan diagenesis ini terletak di bawah permukaan dan di atas zona saturasi atau muka air tanah. Lingkungan meteoric vadose tidak jenuh air menyebabkan air yang terdapat di lingkungan ini cenderung untuk bertahan di antara butiran diakibatkan gaya kapilaritas atau di bawah butiran sebagai pendant drops. Semen yang dominan pada lingkungan marine vadose adalah kalsit dengan kandungan Mg yang rendah. Morfologi semen yang dominan pada lingkungan ini 49

yaitu meniscus, pendant dan kalsit equant. (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003) (Gambar 4.4). 4.3.5 Burial Lingkungan ini mewakili perubahan yang terjadi di bawah zona sirkulasi air dekat permukaan (di bawah zona pencampuran meteoric phreatic atau zona aktif sirkulasi air laut) (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003). Lingkungan burial sangat dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan yang sangat mempengaruhi proses diagenesis. Gambar 4.5 Morfologi semen yang dominan pada lingkungan burial (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003). Gambar 4.6 Jenis struktur pelarutan pada Lingkungan Burial (Scholle dan Ulmer- Scholle, 2003). 50

Semen yang terbentuk di daerah burial yaitu coarse calcite spar dan dolomit Fe. Terdapat empat jenis mosaik semen coarse calcite spar pada lingkungan ini yaitu drusy (kalsit equant), kalsit poikilotopic, spari kalsit equantequicrystalline mosaic dan spari kalsit syntaxial (Gambar 4.5). Semua semen ini dapat terbentuk di lingkungan diagenesis yang lain sehingga tidak dapat merepresentasikan secara tepat sebagai hasil pembentukan di lingkungan burial. Kompaksi kimia dan pressure dissolution adalah proses yang penting pada lingkungan burial. Terdapat tiga jenis struktur pelarutan (Tucker dan Wright, 1990) yaitu fitted fabric, dissolution seams, dan stylolites (Gambar 4.6). 4.4 Tahapan Diagenesis Longman (1980) membagi tahapan diagenesis menjadi delapan tahapan berdasarkan tahapan ideal diagenesis batuan karbonat yang terjadi di daerah dangkal (Gambar 4.7 dan 4.8), yaitu: 4.4.1 Tahap 1 Merupakan tahap pengendapan awal dari sedimen karbonat di lingkungan laut dangkal. Sedimen terdiri dari alga merah, foraminifera, moluska, dan fragmen echinodermata. Mikrit hadir diantara butir dan diasumsikan sebagai aragonit. Porositas yang terbentuk sekitar 45%. Sedimen mengandung butiran Mg-kalsit dan aragonit yang mencirikan karbonat laut dangkal. 4.4.2 Tahap 2 Tahap ini mewakili tahap awal dari diagenesis seperti yang terjadi setelah pengendapan pada lingkungan diagenesis stagnant marine phreatic. Mikritisasi butiran oleh alga pembor dan jamur membentuk micrite envelopes. Sementasi minor terjadi pada bagian dalam pori alga merah dan foraminifera yang mungkin disebabkan oleh aktivitas bakteri. Porositas berkurang akibat sementasi intragranular dan kompaksi. 51

52 Gambar 4.7 Empat tahapan awal diagenesis batuan karbonat yang terjadi di daerah dangkal menurut Longman (1980). 52

53 Gambar 4.8 Empat tahapan akhir diagenesis batuan karbonat yang terjadi di daerah dangkal menurut Longman (1980). 53

4.4.3 Tahap 3 Tahap 3 merefleksikan perubahan menjadi lingkungan active marine phreatic dimana terjadi sementasi intergranular oleh aragonit berserabut dan Mgkalsit. Semen yang terjadi berbentuk isopachous rims pada semua butiran termasuk fragmen echinodermata. Porositas berkurang secara signifikan akibat proses sementasi yang terjadi. 4.4.4 Tahap 4 Tahap 4 menunjukkan diagenesis pada lingkungan freshwater phreatic dan merupakan kelanjutan dari tahap 2 (mikritisasi sementasi laut intergranular) tanpa ada sementasi tahap lanjut dari lingkungan active marine phreatic. Semua pori terisi dengan kalsit equant dan semen akan mengasar menuju pusat pori. Porositas signifikan berubah akibat proses sementasi. 4.4.5 Tahap 5 Tahap ini melanjutkan diagenesis yang terjadi pada lingkungan freshwater phreatic setelah berubah menjadi zona tidak jenuh aragonit. Aragonit dan beberapa Mg-kalsit tercuci dari butiran awal menghasilkan porositas moldic. Banyak Mg-kalsit mengalami neomorfisme menjadi kalsit normal tanpa melalui tahap larut. Porositas yang dihasilkan oleh proses pencucian meningkat menjadi lebih dari 20%. 4.4.6 Tahap 6 Merupakan tahap akhir kestabilan dari sedimen awal dan proses sementasi semua porositas moldic oleh kalsit sehingga menghasilkan produk akhir yang mirip dengan batugamping purba. Bentuk butir dan tekstur terawetkan akibat proses neomorfisme. Semen mengisi butiran mengasar ke arah pusat. Mikrit mengalami rekristalisasi menjadi butiran yang lebih kasar dan membentuk mikrospar. Porositas berkurang akibat banyaknya sementasi dan neomorfisme. 54

4.4.7 Tahap 7 Tahap ini terjadi ketika batuan karbonat terangkat menuju lingkungan freshwater vadose. Pelarutan pada batugamping yang sejenis pada umumnya menghasilkan porositas vuggy yang memotong butiran dan semen. Porositas yang terjadi tergantung jarak dengan zona tanah, kecepatan aliran air dan waktu proses pelarutan. 4.4.8 Tahap 8 Pada tahap ini terjadi perubahan lingkungan pengendapan dari lingkungan freshwater vadose menjadi lingkungan freshwater phreatic yang mungkin disebabkan oleh proses tektonik ataupun akibat muka air laut relatif. Akibat perubahan lingkungan maka porositas vug yang terbentuk terisi oleh semen kalsit equant menghasilkan batugamping yang keras. Tahapan diagenesis berdasarkan Longman (1980) tidak mencakup lingkungan diagenesis burial dan laut dalam. Teori ini dapat digunakan pada daerah penelitian penulis dikarenakan proses dan produk diagenesis yang terjadi sebagian besar terdapat di daerah dangkal. 55