BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA. American Geology Institute Glossary of Geology and Related Sciences, American Geological Institute, Washington, D.C., hal.

BAB III DATA DAN METODOLOGI

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

IMPLEMENTASI KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DAN EVAPORASI DI DAERAH BERIKLIM KERING UNTUK PERTANIAN (Studi Kasus Jawa timur)

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. 4.1 Spasialisasi Data Curah Hujan dan Data Evaporasi

Kajian Curah Hujan untuk Pemutahiran Tipe Iklim Beberapa Wilayah di Kalimantan Tengah

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL 1 LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSEMBAHAN ABSTRAKSI KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI,...Mi DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL

Iklim / Climate BAB II IKLIM. Climate. Berau Dalam Angka 2013 Page 11

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

MINI RISERT METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI MENGHITUNG CURAH HUJAN

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

LAPORAN MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN.

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

KESEIMBANGAN AIR DI KECAMATAN TELUK PAKEDAI, KABUPATEN KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

(ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM, DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL DI KOTA MEDAN KAB/KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. dan makhluk hidup lainnya, yang berperan penting di berbagai sektor kehidupan.

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

KLASIFIKASI IKLIM. Agroklimatologi ROMMY ANDHIKA LAKSONO

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

I. INFORMASI METEOROLOGI

Gambar 2 Sebaran Sawah Irigasi dan Tadah Hujan Jawa dan Bali

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

V. GAMBARAN UMUM. Pulau Untung Jawa berada pada posisi ,21 Lintang Selatan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

Bab 2 Tinjauan Pustaka

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

penduduk yang semakin meningkat, karena secara tidak langsung kebutuhan

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari data klimatologi yang diambil dari stasiun pengamatan Landasan Udara Abdul Rahman Saleh didapatkanlah rata-rata ETo nya adalah 3,77 mm/day.

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, yaitu dimana sebagian besar mata

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN KABUPATEN KUDUS JAWA TENGAH MENGGUNAKAN QUANTUM GIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

ANALISIS KAJIAN METEOROLOGIS KETERSEDIAAN DAN TINGKAT KEKRITISAN AIR DOMESTIK DESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Curah hujan dan ketersediaan air tanah merupakan dua faktor utama yang saling berkaitan dalam memenuhi kebutuhan air tanaman. Terutama untuk tanaman pertanian. yang diusahakan di lahan tadah hujan iklim kering, dimana sumber air semata-mata berasal dari curah hujan, kedua faktor itu merupakan penentu keberhasilan panen. Penelitian dalam pengukuran intensitas curah hujan merupakan salah satu hal yang penting terutama dalam keberhasilan panen tersebut. Oleh karena itu penelitian di daerah iklim kering, potensi ketersediaan air harus dapat diperkirakan dengan baik agar air yang tersedia harus dapat diperkirakan secara optimal dalam budi daya tanaman. Daerah tropis terutama di bagian daerah tropis yang beriklim kering, curah hujannya sangat fluktuatif, apabila dibandingkan dengan elemen iklim lainnya. Sifat curah hujan seperti ini sering menjadi permasalahan bagi petani yang mengharapkan kestabilan pola curah hujan pada musim hujan dan musim kemarau maupun pada musim peralihan untuk memanfaatkan air hujan khususnya dalam kegiatan pertanian tadah hujan. Namun demikian dalam jangka panjang curah hujan memiliki pola yang relatif tetap. Dengan demikian apabila sifat curah hujan diperkirakan secara tepat maka dapat diperoleh informasi yang lebih berarti yang dapat langsung digunakan untuk mendukung kegiatan pertanian. Daerah tropis umumnya memiliki tiga tipe neraca air yaitu perbandingan curah hujan lebih besar dari nilai evapotranspirasi potensial sepanjang tahun, kedua evapotranspirasi potensial lebih besar dari nilai curah hujan dan ketiga adalah tipe campuran. Di Indonesia, neraca air umumnya dicirikan oleh neraca air tipe campuran. Oleh karena itu, analisis neraca air sangat penting artinya dalam I-1

kegiatan pertanian, untuk mengetahui waktu-waktu dimana air tersedia cukup untuk tanaman dan sebaliknya. Tanaman pertanian yang diamati dalam penelitian ini, akan dilihat sebarannya berdasarkan metode Oldeman yang mengklasifikasikan daerah tumbuh tanaman dari urutan bulan basah / kering, daerah pesisir Utara dan Selatan Jawa Timur termasuk dalam zona iklim dengan karakteristik kering pada tipe D3-E. Didaerah beriklim kering pengusahaan tanaman pangan sering mengalami kegagalan, terutama karena keterlibatan kuantitas air yang terbatas untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman, oleh sebab itu keterbatasan air yang terjadi harus dapat diketahui kapan tersedianya air hujan sehingga dapat dioptimalkan penggunaannya. Dengan demikian analisa karakteristik curah hujan membantu memberikan info yang bermanfaat dalam perencanaan pertanian untuk optimasi pemanfaatan air bagi tanaman, terutama untuk lahan beriklim kering. Atas dasar latar belakang pemikiran ini, perlunya penelitian mengenai karakteristik curah hujan didaerah beriklim kering di Jawa Timur khususnya di daerah yang bercurah hujan lebih kecil atau sama dengan 1500 mm per tahun untuk dapat dimanfaatkan secara optimal terutama dalam kegiatan pertanian pada umumnya. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk: 1. Menentukan karakteristik wilayah curah hujan yaitu distribusi musiman, dan bulanan (Nieuwolt, 1977). 2. Menentukan implementasi karakteristik curah hujan dan evaporasi di daerah beriklim kering berdasarkan metode analisa cluster, oldeman, dan ketersediaan air untuk pertanian di daerah bercurah hujan tahunan kurang dari 1500 mm per tahun (Gambar 136). I-2

Gambar 1. Peta Jawa Timur dengan posisi stasiun pengamatan Curah Hujan Gambar 2. Peta Jawa Timur dengan posisi stasiun pengamatan Evaporasi 1.3 Pernyataan dan Batasan Masalah Daerah pesisir utara Jawa timur dan beberapa di selatan pesisir Jawa timur berdasarkan klasifikasi iklim metode Schmidt-Ferguson (1967-1976), perbandingan bulan kering lebih banyak daripada daerah pesisir lainnya di Pulau Jawa (T.H.K, Bayong. 2004). Daerah tropis terutama daerah tropis yang beriklim kering memiliki curah hujan yang fluktuatif, sulit untuk diketahui kapan awal, akhir kemunculan hujan, dan intensitas hujannya (Pálfai 1994, Jankó Szép et al 2005), dibandingkan dengan unsur iklim lainnya (temperatur, kelembaban, kelembaban tanah, dan sirkulasi atmosfer). Apakah kecenderungan karakteristik curah hujan di daerah beriklim kering Jawa timur dipengaruhi oleh pengaruh lokal atau regional?. Adapun batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah : Mencari masa tanam tanaman pertanian padi berdasarkan metode oldeman dengan batasan curah hujan kurang dari 200 mm per bulan. 3

Parameter ketersediaan air untuk daerah pertanian dibatasi pada pembahasan parameter air, dan iklim, sedangkan untuk parameter tanah tidak dibahas karena membutuhkan tanaman padi yang ditanam di suatu rumah kaca pada kondisi ideal. 1.4 Hipotesis Pertanian dengan sistem tadah hujan atau irigasi di wilayah bercurah hujan tahunan kurang dari 1500 mm per tahun berdasarkan kriteria kekeringan dari metode Oldeman yang digunakan dan pengelompokan dari metode Cluster pada beberapa stasiun mengalami pengaruh yang sama akibat fenomena iklim pada wilayah curah hujan di daerah kering. 1.5 Kajian Pustaka 1.5.1 Daerah Beriklim Kering Wilayah yang mengalami kekeringan di Indonesia tidak hanya pulau Madura, namun daerah-daerah lain juga mengalami kekeringan dengan periode yang berbeda-beda apabila daerah kering sebagai fungsi dari posisi Bujur Timur maka semakin ke timur semakin panjang masa keringnya. (Sudjono, 1968). Pengetahuan karakteristik curah hujan akan sangat berguna untuk mengetahui bagaimana karakteristiknya mempengaruhi daerah tertentu, sehingga mengakibatkan perbedaan pola curah hujan dengan daerah lainnya. Untuk mengetahui kepastian jangka waktu kekeringan digunakan pengertian kekeringan dari Glossary Meteorology Kementrian Lingkungan London dan Institut Geologi Amerika di Washington yaitu suatu keadaan kering karena kekurangan hujan yang didefinisikan dengan kekeringan absolut yaitu jangka waktu 15 hari berurutan tanpa hujan dari intensitas 0,254 mm per 15 hari (0.01 inci) atau lebih. Kekeringan parsial yang merupakan suatu periode kekeringan pada jangka waktu 29 hari berurutan, dengan rata-rata harian yang tidak melebihi intensitas 0,254 I-4

mm per 15 hari (British Rainfall, Kementrian Lingkungan London). Kondisi kering merupakan keadaan 15 hari berurutan tanpa hujan hingga tidak pernah hujan sama sekali dengan batas intensitas hujan 1,016 mm per 15 hari (0.04 inci) atau lebih (American Geology Institute). Menurut Thornthwaite dan Matter (1955) kekeringan dibagi kedalam 4 macam, yaitu : Permanent Drought, yaitu kekeringan permanen yang terjadi pada iklim sangat kering dimana pertanian tidak mungkin ada tanpa pemberian irigasi di sepanjang musim tanam. Seasonal Drought, yaitu kekeringan musiman yang terjadi pada iklim yang mempunyai perbedaan musim hujan dan musim kemarau jelas. Agar memperoleh hasil panen diperlukan waktu tanam yang tepat sehingga tanaman berkembang biak dengan baik, di musim penghujan tidak kekurangan air. Tanaman perlu irigasi pada musim kemarau. Continent Drought, yaitu kekeringan yang diakibatkan perbedaan musim yang tidak jelas, curah hujan tidak teratur dan berubah-ubah. Terjadi di daerah humid, dan sub-humid. Invisible Drought, yaitu kekeringan yang tidak terlihat langsung. Akibat curah hujan yang kurang maka tidak dapat memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, sehingga menghambat pertumbuhan. Berdasarkan pendapat umum, Pulau Jawa memiliki dua musim, hujan dan kemarau, namun tiap-tiap musim memiliki tipe yang berbeda apakah itu normal, kering atau basah. Jadi musim hujan dapat memiliki tipe hujan-normal, hujankering, dan hujan-basah. Begitu juga pada musim kemarau. (Sudjono, 1963) menyatakan kriteria kekeringan menjadi 4 yang dilihat dari kriteria periode masa kering yaitu curah hujan kurang dari 60 mm per bulan sebagai periode masa kering, periode musim kemarau yaitu curah hujan bulan Mei-Oktober dengan nilai 100 mm per bulan, periode musim hujan yaitu curah hujan bulan November-April dengan nilai 100 mm per bulan, dan kriteria periode I-5

tahunan. Pembatasan oleh Sudjono ini sangat fleksibel tergantung dari daerah yang diamati dan besar curah hujan yang dicatat di daerah pengamatan. Tabel 1. Data Stasiun Pengamatan Curah Hujan Bulan\Stasiun Asembagus D.Praadjekan Januari 198 377 Februari 170 284 Maret 165 295 April 93 126 Mei 79 102 Juni 28 49 Juli 24 31 Agustus 8 9 September 4 11 Oktober 12 44 November 51 138 Desember 145 265 Berdasarkan tabel 1 dan pengelompokan kriteria kekeringan dari Sudjono, maka periode masa kering untuk kedua stasiun hanya berlangsung selama 5 bulan untuk stasiun D.Praadjekan, dan 6 bulan untuk stasiun Asembagus, untuk periode musim kemarau bulan Mei-Oktober Stasiun Asembagus tergolong kepada musim kemarau-kering hingga akhir musim, dan musim kemarau-normal untuk stasiun D.Praadjekan. Untuk periode musim hujan bulan November-April stasiun Asembagus tergolong kepada hujan-normal sedangkan stasiun D.Praadjekan tergolong hujan-basah. Banyak definisi mengenai pengertian daerah kering, daerah beriklim kering yang dimaksud dalam tulisan ini adalah daerah dengan curah hujan yang tidak cukup untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan tanaman (McIntosh, 1972), menurut (Warwick R.A 1975) kekeringan adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan air yang berdampak terhadap flora, fauna, dan manusia pada luas wilayah tertentu. Secara meteorologi definisi kekeringan adalah suatu jangka waktu dari cuaca kering yang tidak normal yang berlangsung cukup lama untuk menghasilkan ketidakseimbangan hidrologi pada daerah yang diamati (Huschke, R.E, ed., 1959), Kekeringan dapat terjadi di daerah yang curah hujannya banyak. I-6

1.5.2 Daerah Pertanian Curah hujan di daerah tropis memiliki variasi yang cukup besar, sehingga dapat menjadi salah satu penentu tipe iklim di suatu wilayah. Terlalu banyak air akan merusak tanaman padi, sedangkan kekurangan air pada musim tumbuh padi akan menyebabkan kematian bagi tanaman padi. Dalam membahas kebutuhan air di daerah pertanian, terdapat 3 parameter utama yaitu : tanaman, tanah dan iklim. Hubungan yang terdapat antara ketiga parameter ini sangatlah rumit karena melibatkan mekanisme alamiah lainnya seperti : fisiologis, biologis, fisis dan kimia. (Suriadikusumah, 1993). 1.5.3 Klasifikasi Iklim Iklim adalah perpaduan dari semua unsur dalam satu gabungan yang berasal dari proses iklim terkait. Faktor yang menentukan kondisi atmosfer dapat dipakai dalam klasifikasi iklim. Akan tetapi kriteria yang dipakai untuk membedakan jenis iklim sebaiknya mencerminkan iklim itu sendiri. Klasifikasi iklim di Indonesia menggunakan metode, Koeppen dan Thornthwaite yang mengklasifikasikan iklim berdasarkan dua unsur iklim, yaitu curah hujan dan suhu, Sedangkan metode, Schmidt-Fergusson dan Oldeman mengklasifikasikan iklim berdasarkan satu unsur iklim saja yaitu curah hujan (T.H.K Bayong dalam Zulfakriza, 2004). Dalam penelitian ini digunakan metode Oldeman yang lebih menekankan penggunaannya terhadap bidang pertanian. 1.5.4 Metode Oldeman Metode ini berhubungan dengan pertanian. dan berdasarkan klasifikasi Schmidt- Fergusson yang menitik beratkan kepada kelengasan tanah (1967-1976) (T.H.K Bayong, 1999) daerah Jawa Timur termasuk zona D dan zona C. Klasifikasi iklim I-7

ini menyatakan bahwa daerah Jawa Timur terutama di pesisir utara memiliki karakteristik iklim daerah kering. Oldeman yang menitik beratkan kepada pertanian menyarankan untuk menggunakan akumulasi curah hujan sebesar 75 mm per bulan untuk tanaman Palawija, dan 200 mm per bulan untuk tanaman Padi (Oldeman dalam Prihanarko, 1995). 1.5.5 Karakteristik Curah Hujan Karakteristik curah hujan meliputi hal-hal yang menyangkut distribusi (tahunan, musiman, bulanan, atau harian, intensitas, lamanya hujan, maupun frekuensi hari hujan (Nieuwolt, 1997). Sedangkan menurut Odumodu (1983) mengemukakan bahwa didaerah tropis curah hujan merupakan faktor yang menentukan karena kebanyakan produksi pertanian diproduksi dari pertanian lahan kering, dimana air yang diperlukan berasal dari curah hujan, sehingga karakteristik curah hujan merupakan faktor yang perlu diperhatikan terutama dalam hubungannya dengan studi tanaman. Disamping itu diantara faktor-faktor iklim curah hujan merupakan faktor yang paling fluktuatif menurut ruang dan waktu, sehingga apabila karakteristik curah hujan disuatu wilayah dapat diperkirakan, maka kegiatan pertanian akan lebih berhasil. Sosrodarsono dan Takeda (1978) mengemukakan pentingnya distribusi curah hujan dalam penyusunan rencana pembangunan dibidang pertanian, karena interpretasi statistik dari distribusi curah hujan, dapat digunakan untuk menentukan prospek pemanfaatan air dikemudian hari. Selanjutnya dikemukakan walaupun karakteristik curah hujan dapat dilihat disuatu titik tertentu (curah hujan menurut satu stasiun curah hujan), tetapi ditekankan bahwa untuk menyusunan suatu rancangan pemanfaatan air disuatu wilayah maka karakteristik curah hujan harus dilihat sebagai suatu keseluruhan wilayah yang bersangkutan, bukan hanya I-8

pada suatu titik tertentu. Oleh sebab itu dikenal istilah curah hujan wilayah, yang dapat diperkirakan dengan berbagai metode dari beberapa titik pengamatan curah hujan (stasiun penangkar hujan). Curah Hujan di Indonesia khususnya Jawa timur memiliki pola dua maksimal dan satu minimal, pola itu dipengaruhi oleh dua fenomena Monsun yaitu monsun timur laut yang bersifat basah pada periode November-Maret, dan monsun tenggara yang bersifat kering pada periode Mei-September (Susanto, Aldrian, 2003) seperti terlihat pada gambar berikut, Gambar 3. Karakteristik Curah Hujan di Jawa timur (Sumber : Susanto, Aldrian, 2003) Gambar 4. Pola Curah Hujan Wilayah A di Indonesia (Sumber : Susanto, Aldrian, 2003) I-9

1.6 Sistematika Pembahasan Tugas akhir ini akan dibahas kedalam urutan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, menerangkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, pernyataan dan batasan masalah, hipotesis, kajian pustaka, serta sistematika pembahasan. Bab II Teori Dasar, membahas teori-teori dasar meteorologi yang bersangkutan dengan pembahasan dalam tugas akhir, khususnya implementasi karakteristik curah hujan dan evaporasi untuk pertanian di daerah beriklim kering di Jawa timur. Bab III Data dan Metodologi membahas data yang digunakan dan metoda apa saja yang digunakan dalam tugas akhir ini, untuk mencapai hasil yang diharapkan. Bab IV Pembahasan dan Analisa membahas intepretasi dari hasil pengolahan data yang diperoleh berdasarkan teori dasar, tujuan, dan aspek meteorologi. Bab V Kesimpulan membahas mengenai tujuan yang diinginkan dari pengolahan data yang di lakukan. Daftar Pustaka, berisi pustaka-pustaka yang digunakan dalam tugas akhir ini. Lampiran berisi gambar-gambar yang dihasilkan, juga tabel, grafik, dan peta yang digunakan dalam tugas akhir ini. I-10