BAB I PENDAHULUAN. serta memberikan kepuasan bagi pasien selaku pengguna jasa kesehatan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesehatan karena kesehatan dinilai sangat berharga dan mahal. Dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Semakin terbukanya akses informasi termasuk di bidang kesehatan dan kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang sering terlupakan namun sebenarnya sangatlah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dengan memberikan pendidikan bagi anak-anak sebagai bekal

1 BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia yang sempat terpuruk pada tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era persaingan global yang berkembang saat ini, muncul berbagai

BAB I PENDAHULUAN. potensial bagi perusahaan-perusahaan untuk memasarkan produk-produknya.

Pertemuan 12 STRATEGI KEPUASAN PELANGGAN

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengkajian, percobaan dan berbagai cara lainnya untuk menemukan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu sarana yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. membuka usaha sendiri. Banyaknya usaha bisnis di bidang yang sama, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. lainnya di Indonesia. Selain memiliki obyek wisata alam dan obyek wisata belanja, saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Atas), dan Perguruan Tinggi. Perguruan tinggi merupakan kelanjutan

BABI PENDAHULUAN. 1996). Jasa adalah setiap tindakan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak terhadap

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan deregulasi saat ini, persaingan di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009). memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu tempat untuk melakukan upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Internet sendiri berasal dari kata Interconnection Networking

BAB I PENDAHULUAN. negeri yang relatif tinggi, yang mencapai rata-rata 15 persen per tahun. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dimasa depan adalah masyarakat dengan perilaku hidup sehat, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya berbagai pembangunan hotel, maka banyak pemilik modal

BAB I PENDAHULUAN. Bagi siswa/i SMU yang baru saja lulus, melanjutkan pendidikan ke

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM AMAL SEHAT SRAGEN SKRIPSI

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS TERAS BOYOLALI TAHUN 2010

EVALUASI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT NIRMALA SURI SUKOHARJO SKRIPSI

Ekspektasi konsumen jasa adalah keyakinan tentang penghantaran jasa yang berfungsi sebagai standar atau titik referensi dalam bertindak, dimana

BAB I PENDAHULUAN. persen. Sepanjang tahun 2011, penjualan mobil dari pabrik ke dealer telah mencapai

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional pada Pelayanan Kesehatan Primer

BAB I PENDAHULUAN. potensial bagi perusahaan-perusahaan yang memasarkan jasa-jasa mereka.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pada pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian, maka. yang diberikan bagian Klinik Anak.

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini kesehatan merupakan hal yang mutlak diperlukan di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini dikenal dengan berbagai julukannya,

BAB II. KAJIAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI. a. Hadiati dan Ruci (1999) melakukan penelitian dengan judul Analisis Kinerja

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan baik yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Semua warga negara berhak mendapatkan jaminan kesehatan. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. bermutu, dan terjangkau. Hak warga negara dijamin oleh pemerintah dalam

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia kesehatan. Sumber daya manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan banyaknya perusahaan-perusahaan sejenis yang bergerak dalam bidang yang

BAB I PENDAHULUAN. Namun seiring berkembangnya zaman, rumah sakit pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. periode pencerahan di Eropa pada abad ke-18 setelah itu sampai ke Indonesia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. dalam menerima pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan suatu aktivitas yang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini, 15 responden untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kualitas pelayanan (service quality) dipandang sebagai salah satu alat

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP PESERTA JAMKESMAS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. internasional memasuki pasar pelayanan medis di Indonesia. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan swasta semakin menuntut pelayanan yang bermutu. Tidak dapat dipungkiri pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pelayanan Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih jasa pelayanan dari suatu rumah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas kesehatan tersebut dengan biaya

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan industri jasa di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya taraf hidup masyarakat, menyebabkan terjadinya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. jasa atau pelayanan yang mereka jual. Dahulu kualitas pelayanan

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Lembaga pendidikan Indonesia dikategorikan ke dalam dua bagian, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Kepraktisan sudah menjadi tuntutan utama masyarakat perkotaan saat ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hal yang harus mendapat perhatian dari pemerintah sebagai salah satu upaya

BAB I. Situasi yang sama juga tampak di kota-kota besar, salah satunya ialah kota

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. urutan ketiga dalam hal penerimaan devisa setelah komoditi minyak dan gas bumi

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kualitas pelayanan yang ditawarkan kepada konsumen dalam. merasakan kepuasan terhadap kualitas yang ditawarkan.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kecenderungan menuntut kualitas pelayanan yang lebih baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasien

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan peningkatan yang signifikan pada periode pasca krisis moneter

LAMPIRAN A ( Letter of Concent, Alat ukur (Identitas, Data Penunjang dan Data Utama))

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perusahaan apapun bentuk produk yang dihasilkan. Tjiptono (2008:85)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa atau produk yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersebut mempengaruhi kondisi perkembangan dunia bisnis. Setiap

I. PENDAHULAN. Puskesmas merupakan suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Layanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, maka semakin meningkat pula tuntutan masyarakat akan kualitas kesehatan. Hal ini menuntut penyedia jasa pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, tidak hanya pelayanan yang bersifat penyembuhan penyakit tetapi juga mencakup pelayanan yang bersifat pencegahan penyakit untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan kepuasan bagi pasien selaku pengguna jasa kesehatan. Mulanya tempat yang paling diandalkan oleh banyak orang saat sakit hanyalah rumah sakit setempat. Seiring berjalannya waktu, di beberapa daerah telah hadir Puskesmas dan klinik-klinik kesehatan yang menjadi tempat pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini didukung oleh keputusan dan beberapa peraturan yang dibuat pemerintah agar membentuk pelayanan kesehatan untuk membantu masyarakat. Kehadiran pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) yang semakin menjamur menjadi penting bagi masyarakat karena masyarakat turut merasakan kemudahan dalam menjangkau tempat yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan. (http://apotekcare.blogspot.com/2008/07) Menurut Depkes RI 1991, Puskesmas merupakan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pembangunan kesehatan masyarakat yang juga 1

2 membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu pada masyarakat di suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha kesehatan pokok. (http://sumbangdua.blogspot.com/2012/02/pusat-kesehatan-masyarakat.html) Puskesmas dan klinik-klinik kesehatan ini memiliki tujuan yang hampir sama dengan rumah sakit, diantaranya untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang merata. Hal ini didukung dengan peran Puskesmas sebagai lembaga kesehatan yang menjangkau masyarakat diwilayah terkecil dalam hal pengorganisasian masyarakat serta peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan kesehatan secara mandiri. (http://wikimedya.blogspot.com/2011/03/defini-fungsi-tujuan-dan-tugas.html) Puskesmas dan klinik kesehatan memiliki fungsi utama yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan pusat pemberdayaan, masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan, dan sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang dapat memberikan pertolongan pertama pada orang yang memiliki masalah kesehatan, seperti serangan penyakit yang butuh diobati segera ataupun kecelakaan ringan. Kemudian setelah klinik menjalankan fungsinya sebagai pertolongan pertama pada pasien, dokter jaga klinik bisa merujuk pasien ke dokter spesialis ataupun rumah sakit yang berwenang apabila pasien tersebut membutuhkan penanganan khusus yang tidak dapat diberikan oleh klinik. (http://wikimedya.blogspot.com/2011/03/defini-

3 fungsi-tujuan-dan-tugas.html) Klinik banyak tersebar di setiap daerah dan biasanya letak penyebarannya diperhatikan agar setiap daerah memiliki minimal satu klinik untuk memberi bantuan medis pada masyarakat daerah tersebut. Kehadiran klinik disetiap kampus atau universitas pun sebenarnya penting karena hal tersebut dapat memudahkan warga universitas termasuk masyarakat yang tinggal di sekitar universitas tersebut saat membutuhkan bantuan pelayanan kesehatan. Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung adalah salah satu klinik yang dapat memberi bantuan medis kepada mahasiswa dan staf serta masyarakat di sekitar Bandung. Dengan adanya Poliklinik ini, warga dan masyarakat sekitar dimudahkan untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak marketing Rumah Sakit, Poliklinik Bandung memiliki visi untuk menjadi penyedia pelayanan kesehatan terunggul yang berwawasan global dan mandiri serta mampu menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan yang handal dan berkompeten dalam memberikan pelayanan yang prima, berkualitas, dan ramah kepada seluruh lapisan masyarakat. Poliklinik Bandung menyediakan berbagai macam bagian pelayanan kesehatan, diantaranya adalah klinik umum, klinik mata, klinik gigi, klinik kandungan, klinik kejiwaan, klinik akupuntur, dan laboratorium. Data yang didapat dari Kepala Poliklinik, jumlah dokter umum yang ada sebanyak 36 orang, dokter spesialis mata sebanyak 2

4 orang, dokter gigi sebanyak 3 orang, dokter spesialis kandungan sebanyak 1 orang, dokter spesialis kejiwaan sebanyak 2 orang, dokter umum bidang akupuntur sebanyak 1 orang, dokter spesialis bidang akupuntur sebanyak 1 orang, serta petugas laboratorium sebanyak 2 orang. Selain menyediakan jasa dokter pada setiap bagian klinik, poliklinik ini juga menyediakan pelayanan apotek yang menyediakan berbagai macam obat yang diresepkan oleh dokter. Jumlah apoteker yang berada di poliklinik ini sebanyak 1 orang, dengan tambahan 2 orang asisten apoteker. Banyaknya klinik yang disediakan Poliklinik dapat membantu pasien yang membutuhkan bantuan medis di berbagai bidang. Hal ini didukung dengan fasilitas yang cukup lengkap di setiap kliniknya, dimana setiap klinik memiliki alat-alat yang cukup memadai, yang tentunya memiliki beberapa keterbatasan apabila dibandingkan dengan fasilitas yang ada di rumah sakit. Semua fasilitas berupa pelayanan kesehatan ini juga dapat membantu pasien yang membutuhkan pengobatan dengan biaya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan pengobatan rumah sakit pada umumnya, karena rata-rata biaya yang dibutuhkan untuk berobat ke setiap klinik tergolong murah, misalnya dari hasil wawancara pada seorang staf administrasi, biaya berobat ke klinik umum untuk biaya dokternya sekitar 15 ribu rupiah. Selain pihak dokter di setiap klinik yang berinteraksi langsung dengan pasien, adapula beberapa staf poliklinik yang berinteraksi langsung dengan pasien, seperti perawat, staf pendaftaran, staf pembayaran, serta asisten apoteker. Perawat yang ada di poliklinik ini ada 2 orang, yang bergantian jam kerjanya (shift),

5 keduanya bertugas sebagai asisten dokter jaga, mengatur keluar masuknya pasien, serta menyiapkan kebutuhan di klinik. Staf pendaftaran di poliklinik ini ada 2 orang, salah satu orang bertugas melakukan pendaftaran, sedangkan 1 orang lainnya bertugas memberikan informasi bagi pasien. Staf pembayaran ada 2 orang, yang bergantian jam kerjanya (shift), bertugas menghitung biaya pengobatan dan mengurus semua transaksi pasien. Asisten apoteker di poliklinik ini bertugas untuk menyiapkan obat sesuai resep dokter, menjelaskan pemakaian obat pada pasien, serta merekap daftar obat-obatan yang diperlukan dan yang sudah dibeli. Bagi mahasiswa Bandung, pelayanan kesehatan dari poliklinik ini sangat membantu karena adanya fasilitas JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan). JPK adalah biaya yang harus dibayar oleh semua mahasiswa pada setiap semester untuk pemeliharaan kesehatan. JPK dapat digunakan oleh mahasiswa untuk berobat di Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung. Penggunaan JPK ini tergolong mudah, proses yang harus dilakukan bila ingin menggunakan fasilitas JPK di Poliklinik Universitas Kristen Maranatha hanyalah melakukan pendaftaran yang dapat dilakukan dengan cara menulis nama dan nomor pokok mahasiswa di buku pendaftaran sambil memberikan KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) untuk pencatatan data. Setelah melakukan pendaftaran, pasien mahasiswa bisa langsung duduk di kursi yang telah disediakan untuk menunggu giliran berobat. Setelah diperiksa oleh dokter, pasien mahasiswa menunggu pembayaran di ruang tunggu, pembayaran yang dilakukan adalah menandatangani bukti pembayaran. Setelah selesai mengurus

6 pembayaran, pasien mahasiswa bisa kembali menunggu di kursi tunggu untuk pengambilan obat. Plafon yang dimiliki setiap mahasiswa melalui JPK adalah Rp 500.000,00 pertahun, namun saat menggunakan pengobatan di dokter umum, batasan biaya yang ditanggung adalah Rp 110.000,00. Apabila pengobatan pasien mahasiswa melebihi batasan, pasien mahasiswa akan diminta membayar tambahan tersebut. Kelebihan fasilitas JPK ini adalah keringanan biaya bagi mahasiswa yang mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan dengan plafon yang cukup besar, sehingga saat berobat mahasiswa tidak harus membayar biaya pengobatan. Namun kelemahan fasilitas JPK adalah penanggungan biaya pengobatan yang tidak sepenuhnya sehingga pasien mahasiswa harus membayar biaya tambahan tersebut. Oleh karena fasilitas JPK ini memudahkan mahasiswa untuk berobat, maka banyak mahasiswa yang memilih berobat ke poliklinik. Berdasarkan wawancara dengan seorang staf administrasi di Poliklinik Bandung tentang jumlah pasien yang berobat setiap harinya, didapat hasil bahwa sekitar 50% pasien yang berobat adalah mahasiswa (kurang lebih 35 dari 70 pasien), sedangkan 50% lainnya terdiri dari staf dan masyarakat sekitar. Kemudian karena mahasiswa telah memiliki fasilitas JPK, mahasiswa akan memiliki harapan mengenai pelayanan yang akan diterimanya saat berobat ke Poliklinik Bandung dan menilai seberapa baik kualitas pelayanan yang diterimanya. Dari wawancara awal, sekitar 40% mahasiswa (8 dari 20 orang) yang pernah berobat menyatakan beberapa keluhan

7 mengenai pelayanan dokter yang kurang akurat dalam pemeriksaan, kurang sopan pada pasien, pemberian obat yang tidak sesuai, serta penanganan penyakit yang kurang cepat. Sedangkan sisanya sebanyak 60% menyatakan sebaliknya. Keluhan-keluhan dari pasien mahasiswa tersebut yang membuat penilaian pasien mahasiswa terhadap kualitas pelayanan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung menjadi beragam, yaitu penilaian positif dan negatif dari pelayanan Poliklinik Bandung. Beragamnya penilaian pasien mahasiswa menunjukkan bahwa pasien mahasiswa memiliki harapan terhadap kualitas pelayanan yang akan didapatkan dari Poliklinik Bandung dan setelah pasien mahasiswa mendapatkan pelayanan tersebut, pasien mahasiswa akan memberi penilaian terhadap kualitas pelayanan yang didapatkannya. Harapan yang dimiliki pasien mahasiswa nantinya akan dibandingkan dengan penilaian pasien mahasiswa terhadap kualitas pelayanan Poliklinik Bandung, kemudian hasil perbandingan inilah yang akan menghasilkan kepuasan pasien mahasiswa terhadap kualitas pelayanan Poliklinik Bandung. Kepuasan pasien mahasiswa terhadap kualitas pelayanan Poliklinik Bandung merupakan salah satu contoh kepuasan konsumen dalam bidang jasa. Kepuasan konsumen adalah evaluasi konsumen terhadap suatu produk atau jasa, apakah produk atau jasa tersebut sesuai dengan harapan dan kebutuhannya (V. A. Zeithaml, 2006:110). Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan peneliti pada pertengahan tahun 2011 kepada 20 pasien mahasiswa untuk mengetahui penilaian terhadap

8 kualitas pelayanan Poliklinik Bandung, diperoleh hasil sebagai berikut. Sebanyak 60% pasien mahasiswa menilai Poliklinik Bandung dapat memberikan pelayanan yang akurat, misalnya dokter memberikan diagnosa penyakit yang akurat serta memberikan obat yang sesuai, sedangkan 40% pasien mahasiswa lain menyatakan sebaliknya, yaitu dokter memberikan diagnosa penyakit yang kurang akurat serta memberikan obat yang tidak sesuai dengan keluhan penyakit yang diderita pasien. Keakuratan pelayanan yang dinilai oleh pasien mahasiswa ini mengacu pada kemampuan Poliklinik Bandung memberikan pelayanan pada dimensi reliability. Sebanyak 55% pasien mahasiswa menilai Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung dapat memberikan pelayanan yang cepat tanggap, misalnya dokter yang cepat menanggapi keluhan penyakit pasien, seperti langsung merujuk pasien untuk memeriksa darah di laboratorium apabila pasien diduga terserang penyakit seperti demam berdarah atau tiphus, sedangkan 45% pasien mahasiswa lain menyatakan sebaliknya, yaitu staf yang tidak cepat tanggap saat ada pasien yang membutuhkan penanganan segera. Pelayanan cepat tanggap yang dinilai oleh pasien mahasiswa ini mengacu pada kemauan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung memberikan pelayanan pada dimensi responsiveness. Sebanyak 65% pasien mahasiswa menilai dokter Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung bersikap sopan dalam menanggapi keluhan pasien dan mampu memberi penjelasan mengenai penyakit yang diderita pasien mahasiswa, sedangkan 35% pasien mahasiswa lain menyatakan sebaliknya, yaitu

9 dokter menasehati mahasiswa dengan cara bicara yang kurang sopan, seperti memarahi pasien mahasiswa, dan kurang mampu menjelaskan penyakit yang diderita pasien mahasiswa. Kesopanan dan pengetahuan yang dinilai oleh pasien mahasiswa ini mengacu pada kemampuan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung untuk memunculkan rasa percaya pada pasien melalui pelayanan pada dimensi assurance. Sebanyak 55% pasien mahasiswa menilai dokter Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung memberi perhatian pada pasien secara individual, misalnya dokter memberi nasehat untuk menjaga kesehatan agar tidak terserang penyakit kembali, sedangkan 45% pasien mahasiswa lain menyatakan sebaliknya, yaitu dokter tidak memberi nasehat untuk menjaga kesehatan, bahkan tidak memberikan informasi mengenai pantangan makanan. Kepedulian dan perhatian yang dinilai oleh pasien mahasiswa ini mengacu pada kemampuan Poliklinik Bandung memberikan pelayanan pada dimensi empathy. Sebanyak 60% pasien mahasiswa menilai fasilitas di Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung cukup memadai dan kebersihannya cukup terjamin, sedangkan 40% pasien mahasiswa lain menyatakan sebaliknya, yaitu klinik yang tersedia masih terbatas dan kurang lengkap. Ketersediaan fasilitas yang dinilai oleh pasien mahasiswa ini mengacu pada kemampuan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung menyediakan fasilitas pada dimensi tangibles. Oleh karena beragamnya persentase yang diperoleh melalui survei awal pada setiap dimensi, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang kepuasan pasien

10 mahasiswa terhadap kualitas pelayanan Poliklinik Bandung. 1. 2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka hal yang ingin diketahui oleh peneliti adalah seberapa besar derajat kepuasan pasien mahasiswa terhadap kualitas pelayanan Poliklinik Bandung. 1. 3. Maksud Dan Tujuan Penelitian 1. 3. 1. Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai derajat kepuasan pasien mahasiswa terhadap kualitas pelayanan Poliklinik Bandung. 1. 3. 2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kepuasan pasien mahasiswa terhadap kualitas pelayanan Poliklinik Bandung melalui lima dimensi, yaitu reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles.

11 1. 4. Kegunaan Penelitian 1. 4. 1. Kegunaan Ilmiah 1. Memberi sumbangan informasi pada ilmu Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya Psikologi Konsumen tentang kepuasan konsumen. 2. Memberi masukan bagi peneliti berikutnya yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan Poliklinik Bandung. 1. 4. 2. Kegunaan Praktis Memberikan informasi kepada pihak Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung mengenai kepuasan pasien mahasiswa terhadap kualitas pelayanan Poliklinik serta informasi mengenai dimensi apa saja yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan oleh pihak Poliklinik Bandung sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kepuasan konsumen. 1. 5. Kerangka Pikir Setiap individu memiliki ketahanan tubuh yang berbeda-beda. Sebagian orang memiliki sistem ketahanan tubuh yang tergolong baik yang membuatnya tidak mudah terserang penyakit, namun sebaliknya, orang yang memiliki ketahanan tubuh yang lemah membuatnya mudah terserang penyakit. Mahasiswa

12 merupakan individu dalam tahap dewasa awal. Dalam buku Santrock (2002), pada masa dewasa awal, individu mencapai puncak kemampuan fisik dan kesehatan, namun sebenarnya ada beberapa bahaya yang tersembunyi. Hal ini sejalan dengan banyaknya aktivitas mahasiswa yang banyak menyita waktu dan membuatnya jarang memperhatikan kesehatan. Kebanyakan mahasiswa mengetahui bagaimana cara mencegah penyakit dan menjaga kesehatan, namun mahasiswa sangat jarang mengaplikasikannya pada diri sendiri. Saat berada dalam kondisi tidak sehat, mahasiswa akan berusaha mencari cara untuk menyembuhkan penyakit agar tubuhnya kembali fit, salah satunya dengan berobat ke pusat pelayanan kesehatan terdekat, seperti poliklinik. Poliklinik Bandung membantu pasien mahasiswa yang membutuhkan bantuan medis dengan memberikan pelayanan agar pasien mahasiswa yang datang merasa puas terhadap pelayanan yang diberikannya. Dari pelayanan yang diberikan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung, pasien mahasiswa akan memberikan penilaian terhadap kualitas pelayanan yang diterimanya dari pihak Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung, yang kemudian akan memunculkan kepuasan pasien mahasiswa terhadap kualitas pelayanan Poliklinik Bandung. Menurut V. A. Zeithaml (2006:110) kepuasan konsumen adalah evaluasi konsumen terhadap suatu produk atau jasa, apakah produk atau jasa tersebut sesuai dengan harapan dan kebutuhannya. Kepuasan pasien mahasiswa dapat dilihat dari perbandingan antara harapan yang dimiliki (expected service) terhadap

13 Poliklinik Bandung dengan pelayanan yang diterima (perceived service) dari Poliklinik Bandung. Perbandingan kedua faktor inilah yang menjadi dasar untuk mengetahui kepuasan konsumen. Perbandingan antara expected service dengan perceived service ini akan akan menimbulkan kesenjangan (gap) yang kemudian akan menentukan kepuasan konsumen. Gap ini terjadi apabila pasien mahasiswa merasa kualitas pelayanan yang diberikan pihak Poliklinik (perceived service) tidak sesuai dengan harapannya (expected service). Apabila pelayanan yang diterima pasien mahasiswa melebihi harapan yang dimilikinya, maka pasien mahasiswa akan merasa sangat puas terhadap pelayanan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha dan nantinya pasien mahasiswa akan kembali berobat ke Poliklinik saat mengalami gangguan kesehatan dan membutuhkan bantuan medis. Apabila pelayanan yang diterima pasien mahasiswa sesuai dengan harapan yang dimilikinya, maka pasien mahasiswa akan merasa puas terhadap pelayanan Poliklinik dan saat membutuhkan bantuan medis lagi, mungkin saja pasien mahasiswa akan kembali berobat ke Poliklinik. Sedangkan, bila pelayanan yang diterima pasien mahasiswa tidak sesuai dengan harapan yang dimilikinya, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas terhadap pelayanan Poliklinik dan nantinya pasien mahasiswa belum tentu akan kembali berobat ke Poliklinik saat membutuhkan bantuan medis karena pasien mungkin saja akan memilih tempat pelayanan

14 kesehatan lain untuk mencari pelayanan yang lebih baik dari Poliklinik Bandung. Menurut V. A. Zeithaml (2006), ada lima dimensi yang digunakan konsumen dalam menilai kualitas jasa, yaitu reliability, responsiveness, assurance, empathy dan tangibles. Kelima dimensi ini harus diperhatikan oleh pihak Poliklinik Bandung karena kepuasan pasien mahasiswa muncul melalui penilaian terhadap kelima dimensi ini. Dimensi reliability mengacu pada kemampuan staf Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan akurat, misalnya dalam bentuk pelayanan dokter yang memberikan penanganan medis dengan akurat. Pasien mahasiswa akan merasa puas bila dokter bisa memberikan diagnosa penyakit yang akurat. Bila dokter tidak dapat memberikan diagnosa yang akurat dan melakukan kesalahan dalam pemberian obat, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas pada pelayanan jasa dokter di Poliklinik Bandung. Dimensi responsiveness mengacu pada kemauan staf Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung untuk memberi bantuan kepada pasien mahasiswa dengan cepat tanggap, misalnya dalam bentuk merujuk pasien mahasiswa untuk memeriksa darah di laboratorium apabila pasien mahasiswa diduga terserang penyakit seperti demam berdarah atau tiphus. Pasien mahasiswa akan merasa puas apabila dokter dapat mengambil keputusan dengan cepat saat pasien diduga menderita penyakit yang membutuhkan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut dari pihak lain. Bila dokter tidak dapat mengambil keputusan dengan cepat saat

15 pasien mahasiswa diduga menderita penyakit yang membutuhkan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut dari pihak lain, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas pada pelayanan Poliklinik Bandung. Dimensi assurance berkaitan dengan pengetahuan staf Poliklinik Bandung dan kesopanan untuk memunculkan rasa percaya serta keyakinan kepada pasien mahasiswa, misalnya sikap dokter yang menanggapi keluhan pasien mahasiswa dengan sopan dan kemampuan dokter untuk memberi penjelasan mengenai penyakit pasien. Pasien mahasiswa akan merasa puas apabila dokter menanggapi keluhan pasien mahasiswa dengan sopan dan mampu menjelaskan tentang penyakit yang diderita oleh pasien mahasiswa. Bila dokter dinilai kurang sopan dalam menangapi keluhan pasien mahasiswa dan tidak mampu menjelaskan penyakit yang diderita pasien, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas pada pelayanan Poliklinik Bandung. Dimensi empathy meliputi kemampuan staf Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung untuk peduli dan memperhatikan pasien mahasiswa secara individual, serta dapat memahami kebutuhan pasien mahasiswa secara spesifik, misalnya dokter yang menunjukkan kepedulian dengan memberikan nasehat pada pasien mahasiswa untuk menjaga kesehatan pada situasi cuaca yang ekstrim agar tidak terserang penyakit kembali. Pasien mahasiswa akan merasa puas apabila dokter menunjukkan kepedulian dengan memberikan nasehat untuk menjaga kesehatan. Bila dokter dinilai kurang peduli, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas pada pelayanan Poliklinik Bandung.

16 Dimensi tangibles berkaitan dengan penampilan dari fasilitas fisik, perlengkapan, personil, dan media komunikasi, misalnya kelengkapan dan kebersihan fasilitas di Poliklinik Bandung. Pasien mahasiswa akan merasa puas apabila Poliklinik Bandung terlihat bersih dan nyaman serta fasilitas yang tersedia cukup memadai. Pasien mahasiswa akan merasa tidak puas apabila ruangan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung terlihat kotor dan tidak nyaman serta fasilitas yang tersedia tidak memadai. Dengan memperhatikan kelima dimensi tersebut sekaligus melihat perbandingan antara pelayanan yang diterima (perceived service) dari Poliklinik Bandung dengan harapan yang dimiliki (expected service) terhadap Poliklinik Bandung, maka dapat diketahui kepuasan pasien mahasiswa terhadap kualitas pelayanan Poliklinik Bandung. Expected Service adalah keyakinan konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk (Olson dan Dover, dalam Zeithaml, 2006). Menurut V. A. Zeithaml (2006), ada 11 faktor dari expected service, yaitu personal needs, enduring service intensifiers, transitory service intensifiers, perceived service alternatives, self perceived service roles, situational factors, explicit service promises, implicit service promises, word of mouth, past experience, predicted service. Expected service mulai terbentuk ketika pasien mahasiswa menyadari personal needs-nya, yaitu kebutuhan yang dirasakan seseorang bagi

17 kesejahteraannya dan akan menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis. Adanya personal needs ini membuat pasien mahasiswa mulai menentukan harapannya terhadap Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung mengenai apa yang akan diterimanya saat menggunakan pelayanan disana. Misalnya saat pasien mahasiswa sedang sakit, personal needs-nya adalah sembuh dari penyakit. Pasien mahasiswa akan merasa puas terhadap pelayanan Poliklinik apabila setelah berobat ke Poliklinik, pasien mahasiswa bisa sembuh dari penyakitnya, namun bila pasien mahasiswa tidak mengalami kesembuhan setelah berobat ke Poliklinik, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas. Meningkatnya sensitivitas personal needs pasien terhadap kualitas pelayanan disebabkan karena adanya faktor enduring service intensifiers dan transitory service intensifiers. Enduring service intensifiers merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pasien mahasiswa untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa, meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang tentang jasa Poliklinik, misalnya saat pasien mahasiswa melihat orang lain mendapat pengobatan yang baik dari pihak Poliklinik, maka pasien mahasiswa akan membentuk harapan bahwa dirinya akan mendapat pengobatan yang sama baiknya dengan orang tersebut. Pasien mahasiswa akan merasa puas terhadap pelayanan Poliklinik apabila mendapatkan pengobatan yang sama baiknya dengan yang didapatkan oleh orang lain,

18 sedangkan bila pasien mahasiswa tidak mendapatkan pengobatan yang sama baiknya dengan orang lain, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas. Sedangkan transitory service intensifiers merupakan faktor individual yang bersifat sementara yang dapat meningkatkan sensitivitas pasien mahasiswa terhadap jasa Poliklinik. Faktor ini berkaitan dengan situasi darurat pada saat pasien mahasiswa sangat membutuhkan jasa dan ingin kebutuhannya terpenuhi, misalnya saat pasien mahasiswa membutuhkan bantuan medis dengan segera, pasien mahasiswa akan membentuk harapannya bahwa Poliklinik dapat memberi bantuan medis dengan segera. Pasien mahasiswa akan merasa puas terhadap pelayanan Poliklinik apabila Poliklinik dapat memberi bantuan medis dengan segera, sedangkan bila Poliklinik tidak dapat memberi bantuan medis dengan segera, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas. Setelah pasien mahasiswa mengetahui apa yang menjadi kebutuhannya, pasien mahasiswa akan berusaha mencari informasi mengenai pusat kesehatan terdekat. Untuk memperolehnya, pasien mahasiswa dapat mencari informasi mengenai pelayanan yang disediakan Poliklinik yaitu melalui media komunikasi seperti iklan atau brosur, ataupun berkomunikasi langsung dengan karyawan atau staf Poliklinik (explicit service promises). Pasien mahasiswa akan merasa puas terhadap pelayanan Poliklinik apabila informasi yang diperoleh melalui brosur mengenai pelayanan Poliklinik Universitas Kristen

19 Maranatha sesuai dengan yang didapatkannya, namun bila informasi yang diperoleh melalui brosur mengenai pelayanan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha tidak sesuai, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas. Selain itu, pasien mahasiswa juga akan menghubungkan informasi yang didapat mengenai biaya dan fasilitas pendukung lainnya (implicit service promises) dengan harapannya terhadap kualitas pelayanan yang akan diterima dari Poliklinik. Misalnya saat pasien mahasiswa melihat gedung Rumah Sakit yang besar dan bagus, pasien mahasiswa akan membentuk harapan bahwa dengan gedung Rumah Sakit yang besar dan bagus, pelayanan yang akan didapatkan dari Poliklinik Bandung akan memiliki kualitas yang baik. Pasien mahasiswa akan merasa puas terhadap pelayanan Poliklinik Bandung apabila Poliklinik Bandung dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan kualitas yang baik sesuai dengan gedung Rumah Sakit yang terlihat besar dan bagus, namun apabila pelayanan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung tidak sesuai dengan gedung Rumah Sakit yang besar dan bagus, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas. Sumber informasi mengenai pelayanan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung juga bisa diperoleh melalui komentar teman, rekan kerja, maupun keluarga yang pernah berobat ke Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung (word of mouth). Pasien mahasiswa akan merasa puas terhadap pelayanan Poliklinik Bandung apabila komentar orang lain tentang kualitas pelayanan Poliklinik Universitas Kristen

20 Maranatha sesuai dengan pelayanan yang diterimanya, namun bila pelayanan yang diterimanya tidak sesuai dengan komentar orang lain, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas. Pengalaman masa lalu (past experience) pasien mahasiswa yang pernah berobat ke Poliklinik Bandung juga bisa menjadi informasi. Jika pasien mahasiswa sudah pernah berobat ke Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung artinya pasien mahasiswa tersebut sudah menggunakan pelayanan Poliklinik Bandung, maka pasien mahasiswa tersebut dapat memunculkan harapan untuk mendapatkan pelayanan yang sama atau lebih baik dari sebelumnya saat ingin melakukan pengobatan berikutnya. Pasien mahasiswa akan merasa puas terhadap pelayanan Poliklinik apabila pelayanan yang didapatkannya sama atau bahkan lebih baik dari yang pernah didapatkan sebelumnya, namun bila pelayanannya tidak sebaik yang pernah didapatkan, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas. Dengan informasi yang didapatkannya, pasien mahasiswa akan membuat perbandingan kualitas pelayanan yang diberikan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung dengan pusat kesehatan lain yang sejenis (perceived service alternatives) agar pasien mahasiswa dapat menentukan tempat pelayanan kesehatan mana yang lebih baik kualitasnya. Pasien mahasiswa akan merasa puas terhadap pelayanan Poliklinik Bandung apabila Poliklinik Bandung dapat memberi pengobatan yang lebih baik daripada tempat pelayanan kesehatan lain, namun bila Poliklinik

21 Bandung tidak dapat memberi pengobatan yang lebih baik daripada tempat pelayanan kesehatan lain, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas. Self perceived service roles merupakan persepsi pasien mahasiswa tentang derajat keterlibatannya dalam mempengaruhi jasa yang diterimanya. Jika terjadi kesalahan dalam pelayanan di Poliklinik Bandung, maka pasien mahasiswa tidak dapat menyalahkan pihak Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung sepenuhnya karena pasien mahasiswa juga ikut terlibat dalam proses pelayanan tersebut. Misalnya saat pasien mahasiswa akan melakukan pengambilan darah, pasien mahasiswa diminta untuk puasa beberapa jam sebelum pengambilan darah. Apabila pasien mahasiswa tidak berpuasa sesuai aturan pengambilan darah dan ternyata hasil pengambilan darah tersebut tidak valid, maka pasien tidak dapat menyalahkan pihak poliklinik seluruhnya. Pasien mahasiswa akan merasa puas terhadap pelayanan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung apabila saat terjadi kesalahan, dokter dan staf poliklinik dapat menjelaskan dengan baik tentang penyebab kesalahan tersebut agar pasien mahasiswa menyadari keterlibatannya dalam proses pelayanan. Namun bila dokter dan staf poliklinik tidak dapat menjelaskan dengan baik tentang penyebab kesalahan tersebut, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas. Faktor lain yang tidak kalah penting dalam expected service adalah situational factors, yaitu segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa yang berada di luar kendali Poliklinik Bandung. Misalnya saat ada pasien yang pingsan, maka pasien tersebut akan

22 mendapatkan penanganan terlebih dahulu dibandingkan dengan pasien lain yang sedang mengantri. Pasien mahasiswa akan merasa puas terhadap pelayanan Poliklinik apabila Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung tetap dapat mengatasi kondisi tersebut yaitu tetap dapat memberikan pengobatan yang cepat agar pasien lain yang sedang mengantri tidak menunggu terlalu lama akibat kondisi tiba-tiba seperti ini, namun bila Poliklinik Bandung tidak dapat mengatasi kondisi tersebut yaitu tidak dapat memberikan pengobatan yang cepat dan membiarkan pasien lain yang mengantri jadi menunggu terlalu lama, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas. Faktor terakhir adalah predicted service, yaitu belief yang dimiliki pasien mahasiswa atas jasa yang akan diberikan oleh Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung, misalnya pasien mahasiswa yakin bahwa dokter di Poliklinik Bandung dapat mengobati penyakit yang dideritanya, sehingga setelah berobat dirinya dapat sembuhdari penyakitnya. Pasien mahasiswa akan merasa puas terhadap pelayanan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Bandung apabila pasien mahasiswa dapat sembuh dari penyakitnya sesuai dengan yang diprediksikannya, namun bila prediksi pasien mahasiswa tidak sesuai dan dirinya tidak sembuh dari penyakit, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas. Perceived service adalah pelayanan yang sesungguhnya diterima oleh konsumen dari pihak penyedia jasa. Persepsi konsumen mengenai kualitas jasa merupakan penilaian (secara menyeluruh) keunggulan kinerja jasa yang diterima

23 setelah konsumen mengkonsumsi jasa (Tjiptono, 2004). Perceived service memiliki dua faktor, yaitu service encounters dan evidence of service (V. A. Zeithaml, 2006). Service encounters mengacu pada penilaian pasien mahasiswa terhadap setiap bagian dari pelayanan yang diterimanya saat berhubungan dengan penyedia jasa, yaitu Poliklinik Bandung. Kepuasan pada setiap bagian dari pelayanan Poliklinik Bandung ini akan berpengaruh pada kepuasan pasien mahasiswa dan kecenderungannya untuk kembali menggunakan jasa Poliklinik. Pasien mahasiswa akan merasa puas apabila sebagian besar pelayanan Poliklinik dianggap memuaskan, namun bila sebagian besar bagian dari pelayanan dinilai tidak memuaskan, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas. Evidence of service berkaitan dengan bukti pelayanan yang diberikan oleh Poliklinik Bandung, yang meliputi orang yang berinteraksi langsung dengan pasien, proses pelayanan, dan bukti fisik. Misalnya dokter dan staf Poliklinik Bandung, proses pengobatan, fasilitas tempat dan obat yang tersedia. Bila pelayanan yang diberikan Poliklinik Bandung memiliki bukti yang jelas, maka pasien mahasiswa akan menggunakan bukti ini untuk melakukan penilaian kualitas pelayanan terhadap Poliklinik Bandung. Pasien mahasiswa akan merasa puas terhadap pelayanan Poliklinik Bandung apabila dokter bersikap profesional,

24 pengobatan berlangsung dengan baik serta peralatan pengobatan dapat berfungsi dengan baik untuk membantu proses pengobatan, namun bila dokter tidak bersikap profesional, pengobatan berlangsung dengan kurang baik serta peralatan pengobatan tidak dapat berfungsi dengan baik, maka pasien mahasiswa akan merasa tidak puas.

25 1. 6. Skema Kerangka Pikir 1. Enduring service intensifiers 2. Personal needs 3. Transitory service intensifiers 4. Perceived service alternatives 5. Self perceived service roles 6. Situational factors 7. Explicit service promises 8. Implicit service promises 9. Word of mouth 10. Past experience 11. Predicted service Pasien Mahasiswa Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Persepsi Pasien Mahasiswa Terhadap Pelayanan Poliklinik Universitas Kristen Maranatha Expected Service Reliability Responsiveness Assurance Empathy Tangibles Perceived Service Reliability Responsiveness Assurance Empathy Tangibles GAP PS>ES (SangatPuas) PS=ES (Puas) PS<ES (Tidak Puas) 1. Service encounters 2. Evidence of service Skema 1. 1. Skema Kerangka Pikir Keterangan : GAP : Kesenjangan PS : Perceived Service ES : Expected Service

26 1. 7. Asumsi Penelitian 1. Pasien mahasiswa akan menilai kualitas pelayanan pada lima dimensi kualitas jasa, yaitu reliability, responsiveness, assurance, empathy dan tangibles. 2. Kualitas pelayanan akan dinilai oleh pasien mahasiswa dengan membandingkan harapan (expected service) terhadap pelayanan Poliklinik Bandung dan pelayanan yang didapatkan (perceived service) dari Poliklinik Bandung. 3. Pasien mahasiswa akan merasa sangat puas apabila kualitas pelayanan yang diberikan Poliklinik Bandung melebihi harapan pasien mahasiswa (perceived service > expected service). 4. Pasien mahasiswa akan merasa puas apabila kualitas pelayanan yang diberikan Poliklinik Bandung sesuai dengan harapan pasien mahasiswa (perceived service = expected service). 5. Pasien mahasiswa akan merasa tidak puas apabila kualitas pelayanan yang diberikan Poliklinik Bandung belum sesuai dengan harapan pasien mahasiswa (perceived service < expected service). 6. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi expected service dan perceived service, yaitu personal needs, enduring service intensifiers, transitory service intensifiers, perceived service alternatives, self perceived service roles, situational factors, explicit service promises, implicit service promises, word of mouth, past experience, predicted service, service encounters dan evidence of service.