SURAT EDARAN Nomor : 1 Tahun 1991 Tentang PETUNJUK PELAKSANAAN KETENTUAN PERALIHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986.

dokumen-dokumen yang mirip
SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 1991 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KETENTUAN PERALIHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 9 Juli 1991

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA. Jakarta, 9 Juli Nomor : MA/Kumdil/213/VII/K/1991

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

SURAT EDARAN Nomor : 1 Tahun 1990 Tentang Petunjuk Pembuatan Penetapan Eks Pasal 71 ayat (2) Dan Akta Cerai Eks Pasal 84 ayat (4)

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

BIAYA PERKARA UNDANG-UNDANG NO. 50 TAHUN 2009

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor

KEPPRES 41/1992, PEMBENTUKAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DI PONTIANAK, BANJARMASIN, DAN MANADO

PEDOMAN PENDAFTARAN GUGATAN TERHADAP KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN TINDAKAN KONKRIT/FAKTUAL (GUGATAN UMUM) DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

ww.hukumonline.com PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN UPAYA HUKUM KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 5 TAHUN 1975 TENTANG SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG)

PENGADILAN AGAMA SIJUNJUNG

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara.

PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PERDATA PASCA SIDANG

KETUA PENGADILAN AGAMA BOJONEGORO. SURAT KEPUTUSAN Nomor : W13.A5/4241/HK.05/SK/XII/2009

FINAL BUKU JURNAL KEUANGAN PERKARA PERDATA TINGKAT PERTAMA. Nomor Perkara : Pemohon : JUMLAH KETERANGAN NOMOR TANGGAL URAIAN

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA MAGELANG Nomor : W11-A35/683/HK.00.8/V/2015 T E N T A N G PANJAR BIAYA PERKARA PADA PENGADILAN AGAMA MAGELANG

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

KETUA MAHKAMAH AGUNG Jakarta, 17 April REPUBLIK INDONESIA

R I N G K A S A N. setiap perkara perdata yang diajukan kepadanya dan Hakim berkewajiban membantu

P U T U S A N. NOMOR 52/Pdt.G/2013/PA.Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENGADILAN AGAMA CIREBON KELAS IB Jl. Dr. Ciptomangunkusumo No. 42 Telp./ Fax Cirebon 45131

TENTANG PANJAR BIAYA PERKARA PADA PENGADILAN NEGERI PUTUSSIBAU DAN PENGADILAN AGAMA PUTUSSIBAU

SALINAN PUTUSAN Nomor 0008/Pdt.G/2016/PA.Pkp بسم ال الرحمن الرحيم DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL/ STANDARD OPERATING PROCEDURES ( SOP)

hal 0 dari 11 halaman

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB III PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN. Bangkalan pertama kali berdiri bertempat dengan bergabung di Kantor

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Nomor: I Tahun 1993 TENTANG HAK UJI MATERIIL AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA POLEWALI No m o r: W20-A22/35/SK/HK.00.8/III/2015 T E N T A N G PANJAR BIAYA PERKARA PADA PENGADILAN AGAMA

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

2017, No Uqubat dalam perkara jinayah, memiliki substansi yang sama dengan Pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum A

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA NEGARA Nomor : W.15-A11/163b/HK.02/II/2014

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum

Prosedur Bantuan Hukum

Kecamatan yang bersangkutan.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

PENCABUTAN PERKARA DI PERADILAN AGAMA

IKHTISAR PERMUSYAWARAH MAJELIS HAKIM Oleh : Drs. H. Insyafli M.HI (Hakim Tinggi PTA Padang)

1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak ditambah 3 eksemplar termasuk soft copynya. Dari Pemohon sita

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DI BANDUNG, DI SEMARANG, DAN DI PADANG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PENGADILAN AGAMA SIJUNJUNG

Oleh Ariwisdha Nita Sahara NIM : E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENETAPAN KETUA PENGADILAN NEGERI BIAK TENTANG

Tahap pemanggilan para pihak. 1. Aturan umum

PUTUSAN Nomor 98/Pdt.G/2014/PA.JP

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

STANDARD OPERATING PROCEDURES (S.O.P) PENANGANAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TENGGARONG

PUTUSAN Nomor:0032/Pdt.G/2011/PA.Bn

FORMULIR ADMINISTRASI KEPANITERAAN PENGADILAN AGAMA

PENETAPAN Nomor: 046/Pdt.G/2013/PA.Dum

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ADMINISTRASI PERKARA KEPANITERAAN PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SIBOLGA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 74/PJ/2015 TENTANG

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG PERMOHONAN KASASI PERKARA PIDANA YANG TERDAKWANYA BERADA DALAM STATUS TAHANAN

Per June 2009 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN NIAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 02 Tahun 2005 TENTANG

SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA WATAMPONE. Nomor : W20-A2/20/SK/Hk.05/I/2016 TENTANG PANJAR BIAYA PERKARA PENGADILAN AGAMA WATAMPONE

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA KAB. MALANG Nomor : W13-A35/0162/HK.00.8/SK/I/2016

EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP

PUTUSAN Nomor: 600/Pdt.G/2010/PA.Dum BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Nomor SK W23-A5/ /OT.01.3/ I /2017 Nomor SOP. SOP EKSEKUSI RIIL, PENGOSONGAN DAN PEMBONGKARAN Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

Transkripsi:

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : MA/Kumdil/013/I/K/1991 Lampiran : 2 (dua) lembar Jakarta, 22 Januari 1991 Kepada Yth. Sdr. 1. Ketua Pengadilan Tinggi. 2. Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara 3. Ketua Pengadilan Negeri. 4. Ketua Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara. SURAT EDARAN Nomor : 1 Tahun 1991 Tentang PETUNJUK PELAKSANAAN KETENTUAN PERALIHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986. Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1991 tentang Penerapan Undang-undang No.5 Tahun 1986 tetang Peradilan Tata Usaha Negara maka mulai tanggal 14 Januari 1991 Undang-undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dapat diterapkan. Dalam Bab VI tentang Ketentuan Peralihan Pasal 142 dari Undang-undang No.5 Tahun 1986 ditentukan, bahwa : 1) Sengketa Tata Usaha Negara yang pada saat terbentuknya Peradilan menurur Undang-undang ini belum diputuskan oleh Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum tetap diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan di lingkunagan Peradilan Umum. 2) Sengketa TataUsaha Negara yang pada saat terbentuknya Pengadilan menurut Undang-undang ini

sudah diajukan kepada Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum tetapi belum diperiksa, dilimpahkan kepada Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Karena dalam pasal peralihan tersebut ada ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh Saudara-saudara, maka Mahkamah Agung memandang Perlu untuk menyampaikan petunjukpetunjuk pelaksanaannya kepada Saudara-saudara sebagai berikut : 1. Sengketa Tata Usaha Negara adalah perselisihan perdata yang terdaftar pada Pengadilan Negeri sebagai perkara OOD (onrechtmatige overheidsdaad); Perkara-perkara OOD tersebut dapat merupakan : gabungan beberapa gugatan (samenloop van vorderingen) yang didalamnya terdapat tuntutan pokok agar suatu Keputusan Tata Usaha Negara menurut pengertian pasal 1 ayat (3) UU No.5 Tahun 1986 dinyatakan batal atau tidak sah. Tuntutan pokok demikian itu tentunya dimaksudkan sebagai dasr untuk menuntut ganti rugi berdasr 1365 KUHPdt terhadap Penguasa yang telah mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat tersebut; atau perkara OOD yang tuntutannya bersifat tunggal (jadi tidak digabungkan dengan lain-lain macam tuntutan terhadap Tergugat), yaitu hanya agar suatu Keputusan Tata Usaha Negara menurut pengertian pasal 1 ayat (3) UU No.5 Tahun 1986 yang dikeluarkan dinyatakan batal atau tidak sah. 2. Pada saat terbentuknya Pengadilan menurut Undang-undang ini adalah : saat peralihan, yaitu saat Undang-undang No.5 tahun 1986 tersebut mulai diterapkan sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1991 terebut diatas, yang ternyata hal itu menurut pasal 2 Peraturan Pemerintah tersebut mulai tanggal 14 Januari 1991. sebagaimana Saudara-

saudara telah ketahui baik dalam Undang-undang No.10 tahun1990 tetang pembentukan Pengadialan Tinggi Tata Usaha Negara di Medan, Jakarta dan Ujung Pandang maupun Keppres No.52 Tahun 1990 tentang Pembentukan Penagdilan Tinggi Tata Usaha Negara di Medan, Pelembang, Jakarta, Surabaya dan Ujung Pndang juga ditentukan, bahwa mulai berlakunya masing-masing peraturan tersebut ditentukan pada tanggal mulai diterapkannya Undang-undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara tersebut oleh Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1991 tersebut. Dengan demikian muali tanggal 14 januari 1991 mulailah saat peralihan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 142 Undang-undang No.5 Tahun1986 tersebut. 3. Belum diputus oleh Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum tetap diperksa dan diputuskan oleh pengadilan di lingkungan Peradilan Umum adalh sebagai berikut : Ada kemungkinan, bahwa pada tanggal 14 Januari 1991 (saat mulai diterapkannya Undang-undang N0. 5 tahun 1986) tersebut di Pengadialan Neregi yang Saudara ketahui telah terdaftar perkara-perkar OOD sebagaimana dimaksud dalm butir 1 tersebut diatas yang ; Di antara perkara-perkara OOD tersebut ada kemungkinan : a. Belum dibagikan kepada para Haki yang bersangkutan; b. Sudah dibagikan kepada para Hakim yang bersangkutan dan sudah ditentukan hair sidang pertama serta mungkin suadah pula dilakukan pemanggilan para pihak oleh juru sita yang ditugaskan, walupun mungkin belum dibuka sidang pertamanya;

c. Sedang mulai dengan pernyidangan pertama perkara perkara yang bersangkutan, walaupun pada saat itu para pihaknya tidak lengkap; d. Suadah dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan di muka sidang menurut hukum acara yang berlaku; Belum diputus dalam hal ini berarti : mengenai suatu perkara OOD tersebut sampai dijatuhkannya putusan akhir tetap harus dilakukan oleh Pengadialn Negeri bersangkutan. 4. Sudah diajukan kepada Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum, tetapi belum diperiksa, dilimpahkan kepada Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah: Suatu perkara OOD sebagaimana yanmg dimaksud dalam butir di atas sudah didaftar (artinya suadh dipenuhi panjar biaya perkaranya) dan diberi nomor perkara, tetapi paling jauh baru mulai dilakukan tindakan-tindakan prosessual sampai tingkat yang tersebut pada butir 3.b di atas. Jadi menurut faktanya perkara yang bersangkutan belum pernah dimulai diperiksa di muka sidang. Dalam hal demikian, maka bekas perkara OOD seperti itu baik yang mengandung gugatan gabungan maupun yang tuntutannya bersifat tunggal beserta seluruh sisa biaya panjar perkaranya harus dilimpahkan (disearahkan atau dikimkan) kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan negeri di mana perkara OOD tersebut didaftar. 5. Pada waktu melimpahkan perkara-perkara OOD yang mengandung gabungan gugatan hendaknya diperhatikan halhal seperti dalam contoh di bawah ini :

Contohnya : Penggugat menggugat KUP atas dasar pasal 1365 KUHPdt yang telah mencabut SIP yang sedang dipegang Penggugat; dalam petitumnya gugatan tersebut Penggugat selain menuntut agar keputusan pencabuatan SIP itu dibatalkan atau dinyatakan tidak sah juga mengajukan tuntutan yang lain di antaranya menuntut ganti rugi; Sabagaimana Saudara-saudara ketahui sebenarnya suatu gugatan atas dasar psal 1365 KUPHdt tersebut gugatannya/perkaranya adalah gugatan ganti rugi; namun tuntutan ganti rugi itu hanya mungkin dikabulkan kalau tindakan Penguasa yang diganggu gugat (dalam hali ini pencabutan SIP) tersebut telah dinyatakan sebagai pebuatan melawan hukum dan KUP sendiri sebagai Penguasa telah dinyatakan bersalah melakukan perbuatan melawa hukum tesebut yang akibatnya menimbulkan kerugian pada penggugat; Jadi dikabulkan tidaknya tututan ganti rugi tersebut akan tergantung pada apakah pencabut SIP yang dilakukan KUP tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Penguasa atau bukan. Apakah tindakan hukum KUP yang berupa pencabutan SIP tersebut merupakan tindakan melawan hukum dan harus dinyatakan tidak sah atau dibatalkan adalah masuk dalam wewenang Peradilan Tata Usaha Negara setempat. Sedang mengenai tuntutan ganti ruginya atau tututan yang lainlainnya yang bersifat perselisihan murni hukum perdata tetap merupakan wewenang Pengadilan Negeri semula dan hal itu baru dapat diputuskan oleh Pengadilan Negerai semula tersebut setelah ada putusan mengenai sah tidaknya pencabutan SIP tersebut oleh Pengadilan Tata Usaha Negara setempat sampai nantinya memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan demikian dalam pengertian dilimpahkan itu hanya terbatas pada pemeriksaan, pemutusan dan penyelesaian gugatan/tuntutan yang bener-benar menjadi wewenang Pengadilan Tata Usaha

Negara saja sedangkan mengenai gugatan/tuntutan tentang halhal yang bersifat murni sengketa dan tututan tentang hal-hal yang bersifat murni sengketa dan tuntutan hukum perdata, seperti dalam contoh tuntutan ganti rugi, harus tetap diperiksa, diputus dan diselesaikan oleh Pengadilan Negeri semula menurut hukum acara perdata yang berlaku. Mengapa harus demikian? Karena Pengadilan Tata Usaha Negara selain tidak berwenang memutus perselisihan yang bersifat hukum perdata (pasa 2.a. UU No.5 Tahun 1986) juga karena ia tidak dilengkapi dengan hukum secara perdata yang harus diterapkan pada waktu memeriksa, memutusakan dan menyelesaikan perselisihanperselisihan perdata. Sebaliknya Pengadilan Perdata memang sejak berlakunya UU No.5 1986 pada dasarnya suadah tidak berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan mengenai tuntutan tentang sah tidaknya suatau kepitusan Tata Usaha Negara menurut pengertian pasal 1 ayat (3) UU No.5 Tahun 1986 tersebut. 6. Tata cara pelimpahan perkara OOD yang mengandung gabungan guagatan seperti dalam contoh dilakukan dengan : Mengeluarkan penetapan (beschikking) pelimpahan perkara tersebut oleh ketua Pengadilan Negeriyang bersangkutan dengan dictum : a. Menyatakan Pengadialan Negeri di tidak berwenang memeriksa, memutus gugatan/tuntutan agar membatalkan/menyatakan tidak sah keputusan Tata Usaha Negara tertanggal. Yang dikeluarkan oleh..(nama Tergugat) seperti tersebut dalam perkara perdata (OOD) No..19..

b. Melimpahakan pemutusan mengenai gugatan/tuntutan pembatalan tersebut di atas kepada Pengadilan Tata Usaha Negara di c. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri di.. untuk mengirimkan berkas perkara ini besrta sisa biaya panjar perkaranya sebesar Rp.( ). d. Meminta kepada Pengadilan Tata Usaha Negara di tersebut di atas agar apabila putusan Tata Usaha Negara yang disengketakan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (mungkin perkaranya harus diputus di tingkat banding, kemudian kasai atau peninjauan kembali) seluruh berkas perkaranya beserta sisa biaya perkaranya dilimpahkan kembali kepada Pengadilan Negeri di.. tersebut. Dalam daftar perkara, nomor perkara yang dilimpahkan tidak perlu dicoret, melainkan cukup disebut nomor perkaranya yang semula bernomor umpama : K/Pdt.G./90/PN menjadi K/Pdt.G./90/PN Y/TUN/91/P.TUN. Apabila yang dilimpahkan itu suatu perkara OOD yang tuntutannya bersifat tunggal umpama seorang pegawai negeri yang ditindak oleh Pejabat atasannya yang berwenang menghukum menggugat Pejabat atasannya tersebut dan tututannya hanya derisi agar surat keputusan penindakan administratif tersebut dibatalkan atau dinyatakan tidak sah,; maka setelah berkas perkara dengan sisa biaya panjar perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang, maka selesailah tugas Pengadilan Negeri tersebut. Dalam daftar perkara nomor perkaranya dapat dicoret dengan catatan telah selesai dilimpahkan ke Pengadilan Tata

Usaha Negara di. Diktum penetapan pelimpahannya cukup dengan menyantumkan diktum macam a. dan b. saja. 7. Perlu diperhatikan oleh Saudara-saudara Ketua Pengadilan Tinggi/Negeri bahwa perkara-perkara OOD sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas yang karena sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri maupun yang sudah diputus olehnya dan terhadap diajukan permohonan banding maupun yang pada saat diterapkannya UU No.5 Tahun 1986 ini sudah berada di Pengadilan Tinggi yang berwenang, berkas perkaranya TIDAK PERLU DILIMPAHKAN ke Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Karena pemeriksaan perkara-perkara demikian itu sudah dilakukan menurut hukum acara perdata (HIR atau RBG) yang berbeda dengan hukum acara Tata Usaha Negara yang berlaku. Apabila dilimpahkan justru akan mengakibatkan masalah-masalah hukum acara yang sulit diluruskan kembali dan penyelesaian perkaranya akan belarut-larut tidak akan kunjung selesai. Demikian Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) mengenai pasal 142 Ketentuan Peralihan Undang-undang No.5 Tahun 1986 untuk diperhatikan dan dilaksanakan. Ketua Mahkamah Agung RI. u.b. Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, ttd. INDROHARTO, SH.

TEMBUSAN : disampaikan kepada Yth. 1. Bapak Ketua Mahkamah Agung RI. 2. Bapak Menteri Kehakiman RI. 3. Bapak Wakil Ketua Mahkamah Agung RI. (1 dan 3 sebagai laporan). 4. Saudara-saudara Para Ketua Muda Mahkamah Agung RI. 5. Saudara-saudara Para Hakim Agung. 6. Saudara Panitera/Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung RI. 7. Pertinggal.

Lampiran PENETAPAN No../Pen.TUN/PN Ketua Pengadilan Negeri. Membaca : Surat gugatan dalam perkara perdata No. Menimbang : 1. Bahwa gugatan dalam perkara perdata Nomor tersebut ternyata merupakan suatau sengketa Tata Usaha Negara/suatu gabungan antara perkara OOD dan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir 4 Undang-undang No.5 Tahun 1986; 2. Bahwa berdasarkan ketentuan dalam pasal 142 ayat (2) Undang-undang No.5 Tahun 1986 sengketa Tata Usaha Negara yang pada saat terbentuknya Pengadilan menurut Undangundang No.5 tahun 1986 sudah diajukan kepada Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum akan tetapi belum diperiksa harus dilimpahkan ke Pengadilan di lingkungan Peradialn Tata Usaha Negara yang bewenang; 3. Bahwa perkara No. tersebut diatas belum mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri.; 4. Bahwa Pengadialan Tata Usaha Negara yang berwenang memeriksa dan memutuskan perkara No..tersebut adalah pengadilan Tata Usaha Negara di

5. bahwa oleh karena itu perkara No. tersebut harus dilimpahkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara di ; 6. Bahwa pelimpahan perkara No. tersebut meliputi juga sisa uang maka biaya perkara yang bersangkutan yang setelah diperhitungkan adalah sebesar Rp....(... ) Memperhatikan : Pasal 142 ayat (2) Ketentuan Peralihan Undang-undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. MENETAPKAN 1. Melimpahkan perkara No..beserta sisa Uang muka biaya perkara yang bersngkutan sebesar Rp. ( ), kepada Pengadilan Tata Usaha Negara di. 2. Memerintahkan Panitera Kepala Pengadilan Negeri.untuk melaksanakan pelimpahan perkara tersebut. 3. Memerintahkan kepada Penitera Kepala Pengadilan Negeri untuk suatu mencoret/memberi catatan pada Nomor perkara yang dilimpahkan tersebut dari /dalam Register Perkara yang bersangkutan. Ditetapkan di :.. Pada tanggal :... Ketua Pengadilan Negeri. (..)