BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

JUAL-BELI TANAH HAK MILIK YANG BERTANDA BUKTI PETUK PAJAK BUMI (KUTIPAN LETTER C)

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini karena hampir sebagian besar aktivitas dan kehidupan manusia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH. sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 47

BAB II PERANAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN ADANYA KUASA MUTLAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, 2010.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB III PERAN NOTARIS DALAM MELAKUKAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM. Secara umum, kuasa diatur dalam bab ke-16, Buku III Kitab Undang-

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

Upik Hamidah. Abstrak

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. perjanjian/perikatan yang termuat dalam Buku III KUH Perdata tentang

BAB III SIFAT AKTA PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB II PEMBUATAN AKTA JUAL BELI YANG TIDAK SESUAI KETENTUAN DALAM PROSEDUR PEMBUATAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus

BAB I PENDAHULUAN. sangat indah membuat investor asing berbondong-bondong ingin berinvestasi di

: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DIHADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) (StudiKasus di Kantor PPAT Farida Ariyanti, SH) Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk, membuat kebutuhan akan tanah atau lahan. meningkat membuat harga tanah juga menjadi tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

KETIDAKHADIRAN SESEORANG DALAM JUAL BELI DAN BALIK NAMA HAK ATAS TANAH DALAM PEWARISAN (Studi Kasus Perdata No. 1142/Pdt.P/2012/P.N.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (Margono Slamet, 1985:15). Sedangkan W.J.S Poerwadarminta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

I. PENDAHULUAN. memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah, lebih dari itu tanah juga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

PERALIHAN HAK ATAS TANAH TANPA SERTIFIKAT

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

Transkripsi:

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH 1. Jual Beli Hak Atas Tanah Jual beli tanah sebagai suatu lembaga hukum, tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA. Bahkan, sampai sekarang belum ada peraturan yang mengatur secara khusus mengenai pelaksanaan jual beli tanah. Menurut Boedi Harsono, pengertian jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga pembeli membayar harganya kepada penjual. Jual beli yang mengakibatkan beralihnya hak milik atas tanah dari penjual kepada pembeli itu masuk dalam hukum agraria atau hukum tanah. 41 Ruang lingkup pengertian jual beli tanah objeknya terbatas hanya pada hak milik atas tanah. Dalam Pasal 5 UUPA menyatakan bahwa Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan Sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Dari pernyataan Pasal 5 UUPA, mengandung makna bahwa hukum tanah nasional Indonesia bersumber dari Hukum Adat. Sumber-sumber hukum tanah nasional kita berupa norma-norma hukum yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis. Sumber-sumber hukum yang tertulis berupa Undang-Undang Dasar 1945, UUPA, peraturan-peraturan pelaksanaan UUPA, dan peraturan-peraturan yang masih berlaku. 41 Boedi Harsono, Op.Cit., h.135

Adapun sumber-sumber hukum yang tidak tertulis adalah norma-norma Hukum Adat yang telah disaneer dan hukum kebiasaan baru, termasuk yurisprudensi. 42 Dengan demikian ada dua fungsi atau peranan dari Hukum Adat, yaitu sebagai sumber utama pembangunan Hukum Tanah Nasional dan sebagai pelengkap dari ketentuan-ketentuan Hukum Tanah yang belum ada peraturannya agar tidak terjadi kekosongan hukum karena hukumnya belum diatur sehingga kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan Hukum Tanah tidak terhambat. 1. Menurut Hukum Barat Menurut hukum barat yang pengaturannya terdapat dalam Burgerlijk Wetboek (BW), jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan (hak milik atas) suatu benda dan pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan (Pasal 1457). Pasal 1458 BW menyatakan, bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara ke dua belah pihak pada saat mereka sepakat mengenai benda yang dijualbelikan itu serta harganya, biarpun benda tersebut belum diserahkan dan harganya pun belum dibayar. Hak Milik atas tanah tersebut baru beralih kepada pembelinya jika telah dilakukan apa yang disebut penyerahan yuridis (juridische levering), yang wajib diselenggarakan dengan pembuatan akta di muka dan oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah selaku overschrijvings ambtenaar menurut Overschrijvingsordonnantie (S 1834 no. 27) (Pasal 1459 BW). 43 Jual beli dan penyerahan hak merupakan dua perbuatan hukum yang berlainan. Jual beli tanah karena melibatkan uang yang biasanya tidak sedikit, lazimnya dilakukan dengan akta notaris. Tetapi hal itu bukanlah merupakan syarat. Jual beli dapat pula dilakukan dengan akta dibawah tangan. Beralihnya hak milik atas tanah yang dibeli itu hanya dapat dibuktikan dengan akta tersebut. Perbuatan hukum itu lazim disebut balik nama (terjemahan dari overschrijving). 42 Ibid., h.235 43 Effendi Perangin, Op,Cit., h. 14

Perjanjian jual beli pengaturannya termasuk Hukum Perjanjian (Hukum Perikatan), sedang penyerahan yuridisnya termasuk Hukum Benda (Hukum Tanah atau Hukum Agraria). Sebelum dilakukan penyerahan yuridis barulah ada pihak penjual akan menyerahkan haknya kepada pembeli. Telah menjadi kenyataan bahwa setiap bangsa mempunyai kebudayaan sendiri dan juga mempunyai hukum sendiri, yang berbeda dari kebudayaan dan hukum bangsa lain. Dalam membandingkan kedua sistem hukum yang berlaku dalam jual beli hak atas tanah, yaitu menurut Hukum Adat dan Barat, kita tidak semata-mata hingga mengetahui sebab-sebab adanya perbedaanperbedaan itu, tetapi yang penting adalah untuk mengetahui sebab-sebab adanya perbedaanperbedaan tersebut. Adapun sebab-sebab dari perbedaan-perbedaan tersebut adalah adanya cara berfikir dan sifat (karakter) satu bangsa dan lainnya berbeda. Hal ini tercermin dari kebudayaan dan hukumnya. Cara berfikir orang barat digambarkan sebagai abstrak, analitis, sistematis. Sedangkan cara berfikir orang Indonesia menurut Hukum Adat adalah konkrit dan riil. Sesuai dengan cara berfikir tersebut di atas, maka pengertian jual beli dalam Hukum Adat adalah sesuatu penyerahan barang secara nyata untuk selama-lamanya dengan penerimaan harganya. Berbeda sekali dengan pengertian Hukum Barat, jual beli sebagai perjanjian obligatoir, baru memberikan hak kepada pembeli setelah dilaksanakan penyerahan yuridis kepada pembeli. Disamping perbedaan di atas masih ada perbedaan lain, yakni : Hukum Barat, dalam hal tanah menganut asas vertikal, sedangkan Hukum Adat menganut asas pemisahan horisontal, dengan demikian berarti rumah dapat diperjualbelikan terpisah dari tanah. Menurut asas vertikal hak milik atas sebidang tanah meliputi benda-benda yang berada di atasnya (bangunan). Asas vertikal juga dinamakan asas absorpsi, artinya menyedot segala apa yang berada di atasnya. Menurut asas Horisontal hak milik atas sebidang tanah tidak meliputi bangunan di atasnya. 2. Menurut Hukum Adat Menurut hukum adat, jual beli tanah adalah suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan serentak. Oleh

karena itu, maka tunai mungkin berarti harga tanah dibayar secara kontan, atau baru dibayar sebagian (dianggap tunai). Dalam hal pembeli tidak membayar sisanya, maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas dasar hukum utang piutang. 44 Terkadang seorang pembeli tanah dalam pelaksanaan jual belinya belum tentu mempunyai uang tunai sebesar harga tanah yang ditetapkan. Dalam hal yang demikian, berarti pada saat terjadinya jual beli, uang pembayaran dari harga tanah yang ditetapkan belum terbayar lunas (hanya sebagian saja). Belum lunasnya pembayaran harga tanah yang ditetapkan tersebut tidak menghalangi pemindahan haknya atas tanah, artinya pelaksanaan jual beli tetap dianggap telah selesai. Adapun sisa uang yang harus dibayar oleh pembeli kepada penjual dianggap sebagai utang pembeli kepada penjual, hubungan ini merupakan hubungan utang piutang antara penjual dan pembeli. Meskipun pembeli masih menanggung utang kepada penjual berkenaan dengan jual belinya tanah penjual, namun hak atas tanah tetap telah pindah dari penjual kepada pembeli saat terselesainya jual beli. Dalam hukum adat, jual beli tanah dimasukkan dalam hukum benda, khususnya hukum benda tetap atau hukum tanah, tidak dalam hukum perikatan khususnya hukum perjanjian, hal ini karena; 45 1. Jual beli tanah menurut Hukum Adat bukan merupakan suatu perjanjian, sehingga tidak mewajibkan para pihak untuk melaksanakan jual beli tersebut. 2. Jual beli tanah menurut Hukum Adat tidak menimbulkan hak dan kewajiban, yang ada hanya pemindahan hak dan kewajiban atas tanah. Jadi, apabila pembeli baru membayar harga tanah sebagian dan tidak membayar sisanya maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah tersebut. Ciri-ciri yang menandai dari jual beli tersebut antara lain, jual beli tersebut serentak selesai dengan tercapainya persetujuan atau persesuaian kehendak (konsensus) yang diikuti dengan ikrar/ pembuatan kontrak jual beli di hadapan Kepala Persekutuan hukum yang berwenang, dibuktikan dengan pembayaran harga tanah oleh pembeli dan disambut dengan kesediaan penjual untuk memindahkan hak miliknya kepada pembeli. Dengan terjadinya jual beli tersebut, hak milik atas 44 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1983, h. 211 45 Ibid

tanah telah berpindah, meskipun formalitas balik nama belum terselesaikan. 46 Kemudian ciri yang kedua adalah sifatnya yang terang, berarti tidak gelap. Sifat ini ditandai dengan peranan dari Kepala Persekutuan, yaitu menanggung bahwa perbuatan itu sudah cukup tertib dan cukup sah menurut hukumnya. Adanya tanggungan dari Kepala Persekutuan tersebut menjadikan perbuatan tersebut terangkat menjadi suatu perbuatan yang mengarah pada ketertiban hukum umum sehingga menjadikannya di dalam lalu lintas hukum yang bebas dan terjamin. Dalam hukum adat tentang jual beli tanah dikenal tiga macam yaitu : a. Adol Plas (Jual Lepas) Pada adol plas (jual lepas), pemilik tanah menyerahkan tanahnya untuk selama-lamanya kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan antara pemilik tanah dengan pihak lain (pembeli). b. Adol Gadai (Jual Gadai) Pada adol gadai (jual gadai), pemilik tanah pertanian (pembeli gadai) menyerahkan tanahnya untuk digarap kepada pihak lain (pemegang gadai) dengan menerima sejumlah uang dari pihak lain (pemegang gadai) sebagai uang gadai dan tanah dapat kembali kepada pemiliknya apabila pemilik tanah menebus uang gadai. c. Adol Tahunan (Jual Tahunan) Pada adol tahunan (jual tahunan), pemilik tanah pertanian menyerahkan tanahnya untuk digarap dalam beberapa kali masa panen kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan antara pemilik tanah dengan pembeli. Setelah beberapa kali masa panen sesuai kesepakatan kedua belah pihak, tanah pertanian diserahkan kembali oleh pembeli kepada pemilik tanah. 47 46 Adrian Sutedi, Op.Cit., h.73 47 Urip Santoso, Op.Cit., h.359-360

Sifat jual beli tanah berdasarkan konsep Hukum Adat menurut Maria S.W Sumardjono, adalah: 48 a. Tunai Tunai, artinya penyerahan hak atas tanah oleh pemilik tanah (penjual) dilakukan bersamaan dengan pembayaran harganya oleh pihak lain (pembeli). Dengan perbuatan hukum jual beli tersebut, maka seketika itu juga terjadi peralihan hak atas tanah. Harga yang dibayarkan pada saat penyerahan hak tidak harus lunas atau penuh dan hal ini tidak mengurangi sifat tunai tadi. Kalau ada selisih/ sisa dari harga, maka hal ini dainggap sebagai utang pembeli kepada penjual yang tunduk pada hukum utang piutang. b. Riil Riil, artinya kehendak atau niat yang diucapkan harus diikuti dengan perbuatan yang nyatanyata menunjukkan tujuan jual beli tersebut, misalnya dengan diterimanya uang oleh penjual, dan dibuatnya perjanjian di hadapan kepala desa. c. Terang Terang, artinya untuk perbuatan hukum tersebut haruslah dilakukan di hadapan kepala desa sebagai tanda bahwa perbuatan itu tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku. 3. Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal-pasal lainnya, tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukarmenukar, dan hibah wasiat. Jadi, meskipun dalam pasal ini hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli. Berpindahnya Hak Milik atas tanah karena dialihkan/pemindahan hak harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali lelang dibuktikan dengan Berita Acara Lelang atau Risalah Lelang yang dibuat oleh pejabat dari Kantor 48 Maria S. W Sumardjono, Aspek Teoritis Peralihan Hak Atas Tanah Menurut UUPA, Majalah Mimbar Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, No. 18/X/93, Yogyakarta, 1993, h.11

Lelang. 49 Berpindahnya Hak Milik atas tanah ini harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertipikat dari pemilik tanah yang lama kepada pemilik tanah yang baru. Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah memenuhi syarat tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata atau riil perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya dan pembayaran harganya, dan penerima hak (pembeli) sudah menjadi pemegang haknya yang baru. Akan tetapi, hal itu baru diketahui oleh para pihak dan ahli warisnya dan juga baru mengikat para pihak dan ahli warisnya karena administrasi PPAT sifatnya tertutup bagi umum. Peralihan hak atas tanah dengan cara jual beli dapat dikuasakan kepada orang lain dengan cara pemberian kuasa untuk menjual. Syarat sahnya pemberian kuasa diberikan secara formil sesuai dengan ketentuan yang tunduk pada hukum perdata, baik yang dibuat oleh dan atau dihadapan Notaris maupun di bawah tangan, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1793 BW yang substansinya menyatakan bahwa : Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan di bawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat maupun dengan lisan. Di sini antara pemberi dan penerima kuasa terbentuk suatu ikatan dan hubungan hukum, sehingga penerima kuasa bertindak untuk mewakili penerima kuasa, namun demikian hak pemberi kuasa tidak beralih secara mutlak, karena kuasa yang diberikan dapat dicabut atau ditarik kembali oleh pemberi kuasa. Selama pemberian kuasa berlangsung, maka penerima kuasa berhak untuk bertindak atau berbuat atas nama pemberi kausa yang terbatas pada substansi yang dikuasakan. Peralihan hak atas tanah dalam bentuk jual beli harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila syarat-syarat yang telah ditentukan tidak terpenuhi maka akan membawa konsekuensi pada legalitas jual beli hak atas tanah 49 Urip Santoso I, Op.Cit., h. 94

tersebut. Di samping itu apabila suatu perbuatan jual beli hak atas tanah tidak memenuhi syarat, juga dapat berkonsekuensi tidak dapat didaftarkannya peralihan hak atas tanah melalui jual beli tersebut. Syarat sahnya jual beli Hak Milik atas tanah untuk kepentingan pendaftaran pemindahan haknya ada dua, yaitu 50 : a. Syarat Materiil Pemegang Hak Milik atas tanah berhak dan berwenang menjual Hak Milik atas tanah, dan pembeli harus memenuhi syarat sebagai pemegang (subjek) hak dari Hak Milik atas tanah yang menjadi objek jual beli. Uraian tentang syarat materiil dalam jual beli Hak Milik atas tanah dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Bagi Penjual Penjual berhak dan berwenang menjual Hak Milik atas tanahnya. a) Yang berhak menjual adalah orang yang namanya tercantum dalam sertipikat atau selain sertipikat. b) Seseorang berwenang menjual tanahnya kalau dia sudah dewasa. c) Kalau penjualnya belum dewasa, maka dia diwakili oleh walinya. d) Kalau penjualnya dalam pengampuan, maka dia diwakili oleh pengampunya. e) Kalau penjualnya diwakili oleh orang lain sebagai penerima kuasa, maka penerima kuasa menunjukkan surat kuasa notariil. f) Kalau Hak Milik atas tanah yang akan dijual adalah harta bersama, maka penjualnya harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari suami atau istri. 2) Bagi pembeli Pembeli memenuhi syarat sebagai subjek hak dari Hak Milik atas tanah yang menjadi objek jual beli. 50 Urip Santoso II, Op.Cit., h. 367

a) Kalau objek jual beli itu tanah Hak Milik, maka pihak yang dapat membeli tanah adalah perseorangan Warga Negara Indonesia, bank Pemerintah, badan keagamaan, dan badan sosial. b) Kalau objek jual beli itu tanah Hak Guna Usaha, maka pihak yang dapat membeli tanah adalah perseorangan Warga Negara Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. c) Kalau objek jual beli tanah itu tanah Hak Guna Bangunan, maka pihak yang dapat membeli tanah adalah perseorangan Warga Negara Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. d) Kalau objek jual beli tanah itu adalah Hak Pakai, maka pihak yang dapat membeli tanah adalah subjek Hak Pakai yang bersifat privat, yaitu perseorangan Warga Negara Indonesia, perseorangan Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Jika salah satu syarat materiil ini tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijualnya atau pembeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemilik hak atas tanah atau tanah, yang diperjualbelikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak boleh diperjualbelikan, maka jual beli tanah tersebut adalah tidak sah. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak adalah batal demi hukum. Artinya, sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli. 51 b. Syarat Formal Setelah semua persyaratan materiil dipenuhi maka PPAT akan membuat akta jual belinya. Syarat bahwa jual beli harus dibuktikan dengan akta PPAT ditegaskan dalam Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yang menyatakan: Peralihan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali 51 Effendi Perangin, Op.Cit., h.2

pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jual beli yang dilakukan tanpa dihadapan PPAT tetap sah karena UUPA berlandaskan pada Hukum Adat (Pasal 5 UUPA), sedangkan dalam Hukum Adat sistem yang dipakai adalah sistem yang konkret/kontan/nyata/riil. Kendatipun demikian, untuk mewujudkan adanya suatu kepastian hukum dalam setiap peralihan hak atas tanah, PP No 24 Tahun 1997 sebagai peraturan pelaksana dari UUPA telah menentukan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT. Sebelum akta jual beli dibuat PPAT, maka disyaratkan bagi para pihak untuk menyerahkan suratsurat yang diperlukan kepada PPAT, yaitu : 1. Jika tanahnya sudah bersertipikat: sertipikat tanahnya yang asli dan tanda bukti pembayaran biaya pendaftaran. 2. Jika tanahnya belum bersertipikat: surat keterangan bahwa tanah tersebut belum bersertipikat, surat-surat tanah yang ada yang memerlukan penguatan oleh Kepala Desa dan Camat, dilengkapi dengan surat-surat yang membuktikan identitas penjual dan pembelinya yang diperlukan untuk persertifikatan tanahnya setelah selesai dilakukan jual beli. Mengenai fungsi akta PPAT dalam jual beli, Mahkamah Agung dalam Putusannya No. 1363/K/Sip/1997 berpendapat bahwa Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 secara jelas menentukan bahwa akta PPAT hanyalah suatu alat bukti dan tidak menyebut bahwa akta itu adalah syarat mutlak tentang sah tidaknya suatu jual beli tanah. Menurut Boedi Harsono, akta PPAT berfungsi sebagai alat pembuktian mengenai benar sudah dilakukannya jual beli. Jual beli tersebut masih dapat dibuktikan dengan alat pembuktian yang lain. Akan tetapi, dalam sistem pendaftaran tanah menurut PP No. 10 Tahun 1961 yang sekarang sudah disempurnakan dengan PP No. 24 Tahun 1997, pendaftaran jual beli itu hanya dapat dilakukan dengan akta PPAT sebagai buktinya. Orang yang melakukan jual beli

tanpa dibuktikan dengan akta PPAT tidak akan dapat memperoleh sertipikat, biarpun jual belinya sah menurut hukum. 52 Syarat formil dalam jual beli hak atas tanah tidak mutlak harus dibuktikan dengan akta PPAT, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota dapat mendaftarkan pemindahan haknya meskipun tidak dibuktikan dengan akta PPAT. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 37 Ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yang menyatakan : Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftarkan pemindahan hak atas bidang tanah Hak Milik, yang dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. Jual beli hak atas tanah yang belum terdaftar (belum bersertipikat) dan tujuannya untuk didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota melalui pendaftaran tanah secara sporadik, maka jual belinya harus dibuat dengan akta PPAT. Sejak berlaku efektif Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tanggal 8 Oktober 1997, jual beli hak atas tanah yang belum terdaftar (belum bersertipikat) yang tidak dibuat dengan akta PPAT, maka permohonan pendaftaran tanah dalam pendaftaran tanah secara sporadis ditolak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Agar Permohonan pendaftaran tanah dalam pendaftaran tanah secara sporadis dikabulkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, maka dilakukan jual beli ulang oleh penjual dan pembeli yang dibuat dengan akta PPAT. 53 2. Jual Beli Tanah Yang Dilakukan Oleh Bukan Pemilik Tanah Dalam jual beli tanah ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu siapa yang bertindak sebagai penjual dan siapa pula yang bertindak sebagai pembeli. Penjual dan pembeli adalah subjek dari jualbeli. Seperti yang telah dipaparkan penulis tentang syarat materiil dan syarat formil tentang jual beli tanah, maka bagi penjual ialah harus orang yang berwenang untuk menjual tanah. 52 Boedi Harsono, Op.Cit., h. 52 53 Urip Santoso II, Op.Cit., h.370

Menurut Effendi Perangin, dalam hal terjadinya jual beli ada beberapa faktor yang harus dipenuhi agar jual beli tersebut sah menurut hukum, yaitu : 6. Apakah Penjual berhak menjual 7. Apakah Penjual berwenang 8. Apakah Penjual boleh menjual 9. Apakah Penjual/Pembeli bertindak sendiri/sebagai kuasa 10. Apakah Pembeli boleh membeli 54 Penjual yang dimaksud ialah penjual yang berhak menjual, misalnya kalau pemilik sebidang tanah hanya dimiliki oleh satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah tersebut. Akan tetapi bila pemilik sebidang tanah adalah dua orang, maka yang berhak untuk menjual tanah ialah kedua orang secara bersama-sama. Dapat pula terjadi apabila seseorang berhak atas suatu tanah, tetapi orang tersebut tidak berwenang menjualnya, kalau tidak dipenuhi syarat tertentu. Misalnya sebidang tanah tercatat dalam sertipikat atas nama nyonya Ani, tanah itu adalah harta gono gini (harta bersama) dengan suaminya. Dalam hal ini nyonya Ani tidak dapat menjual sendiri tanah tersebut. Ia harus bertindak sebagai penjual bersama-sama dengan suaminya. Hal ini perlu dicermati bagi seorang PPAT, seorang PPAT harus betul-betul paham persoalan wewenang ini. Jika suatu jual-beli tanah dilakukan, tetapi ternyata yang menjual tidak berwenang menjual atau si pembeli tidak berwenang membeli, walaupun si penjual adalah berhak atas tanah itu atau si pembeli berhak membeli, maka akibatnya jual-beli itu dapat dibatalkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Demikian halnya Kantor Pendaftaran Tanah akan menolak melakukan pendaftaran jual-beli itu. Seseorang mungkin berhak untuk menjual sebidang tanah, juga mempunyai wewenang untuk melakukan penjualan, tetapi tanah tersebut belum boleh untuk dijual. Misalnya tanah yang sedang disita oleh pengadilan, atau tanah tersebut diminta untuk diblokir karena masih dalam proses sengketa. Penjual/pembeli mungkin bertindak sendiri atau melalui kuasa. Baik penjual/pembeli bertindak sendiri ataupun melalui kuasa, identitasnya harus jelas. Dalam hal penjual/pembeli bertindak melalui kuasa, maka surat kuasa khusus untuk menjual harus ada. Kuasa umum, yang menurut lazimnya hanya untuk tindakan pengurusan tidak berlaku untuk menjual. Kuasa itu harus tegas untuk menjual tanah yang akan dijual itu. Adapun bentuk kuasa harus tertulis, kuasa lisan sama 54 Effendi Perangin, Op.Cit., h.1

sekali tidak dapat dijadikan dasar bagi jual-beli tanah. Disarankan surat kuasa baiknya dibuat oleh Notaris, ataupun telah dilegalisasi oleh Notaris. Kuasa di bawah tangan yang tidak dilegalisasi tidak dapat dipakai sebagai dasar. Sebab bisa terjadi penipuan, karena surat kuasa itu dapat dipalsukan. Tetapi surat kuasa di bawah tangan yang dilegalisasi atau akta otentik kecil sekali kemungkinan untuk dipalsukan, sebab ada pejabat umum yang terlibat dalam pemberian kuasa itu, yang tentu akan menyelidiki identitas dan wewenang pemberi kuasa dan penerima kuasa. Faktor yang terakhir ialah apakah pembeli boleh membeli. Setelah jual-beli, tentu saja tanah itu akan menjadi hak pembeli. Persoalannya ialah, apakah pembeli boleh menjadi subjek (pemegang) hak atas tanah yang dibeli itu. Di dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA menyebutkan ; Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik, dan Pasal 21 ayat (2) UUPA menyatakan Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya. Dalam hal ini suatu Perseroan Terbatas (PT) tidak diperbolehkan untuk memperoleh tanah dengan status hak milik. Terkecuali bentuk badan hukum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 21 ayat (2). Demikian halnya untuk orang asing yang tinggal di Indonesia (terlebih di luar negeri) juga tidak boleh membeli tanah Hak Milik. Apabila jual beli yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas maupun oleh orang asing terhadap sebidang tanah hak milik tetap dilaksanakan, maka UUPA mengatur di dalam Pasal 26 ayat (2) yaitu Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam Pasal 21 ayat (2), adalah batal demi hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali. Ada beberapa persiapan-persiapan yang perlu dilakukan dalam jual beli tanah yang berupa: 1. Melakukan penelitian terhadap surat-surat yang menyangkut tanah yang akan menjadi objek jual beli; 2. Melakukan kesepakatan tentang tanah dan harga;

3. Pelaksanaan pemindahan hak atas tanah dengan akta jual beli dilakukan di hadapan PPAT; 4. Melakukan pendaftaran hak untuk memperoleh sertipikat dan pejabat yang berwenang. Tata cara dalam pelaksanaannya menurut UUPA dan peraturan pelaksanaannya, secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut: a. Calon pembeli dan penjual sepakat untuk melakukan jual beli, menentukan sendiri segala sesuatunya, tentang tanah dan harganya; b. Calon pembeli dan penjual datang sendiri atau mewajibkan kepada orang lain dengan surat kuasa, menghadap kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Kepala Kecamatan, Notaris, atau lainnya yang diangkat oleh pemerintah; c. Dalam hal tanah yang akan dijual itu belum dibukukan (belum bersertipikat), maka diharuskan kehadiran Kepala Desa atau seorang anggota Pemerintah Desa yang disamping akan bertindak sebagai saksi, juga menjamin bahwa tanah yang akan dijual itu memang betul adalah milik penjual dan ia berwenang untuk menjualnya; d. Dalam hal tanah yang akan dijual itu sudah dibukukan (sudah bersertipikat) dihadiri oleh dua orang saksi, tidak harus Kepala Desa dan anggota pemerintah desa. Tetapi apabila Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menganggap perlu (jika ada keraguan tentang wewenang orang yang melakukan jual beli itu), maka PPAT dapat meminta kehadiran Kepala Desa dan seorang anggota Pemerintah Desa dari tempat letak tanah yang akan dijual; e. Kalau tanah yang dijual telah dibukukan, penjual harus menyerahkan sertipikat, tetapi kalau belum dibukukan sebagai gantinya harus dibuat surat keterangan dari Kepala Kantor Pertanahan yang menyatakan bahwa tanah itu belum dibukukan; f. Setelah PPAT merasa cukup persyaratan, tidak ada halangan (umpamanya ada persengketaan) dan tidak ragu-ragu lagi, maka PPAT membuat Akta Jual Beli Tanah tersebut; g. Selanjutnya dengan telah adanya akta tersebut, maka PPAT menguruskan pendaftaran sampai mendapat sertipikat. Biasanya tidak semua transaksi jual beli tanah dapat dilakukan dalam arti dipenuhi oleh PPAT untuk dibuatkan aktanya. Dalam hal dan keadaan tertentu PPAT harus menolak pembuatan akta jual

beli hak atas tanah jika terdapat alasan untuk itu. Menurut Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, PPAT berwenang menolak untuk membuat akta jual beli hak atas tanah apabila: a. Penjual tidak menyerahkan sertipikat asli hak atas tanah tersebut atau jika sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar yang ada di Kantor Pertanahan. Atau dengan perkataan lain sertipikat hak atas tanah diragukan keasliannya atau patut diduga sebagai sertipikat palsu atau Aspal. b. Salah satu atau kedua belah pihak tidak berwenang melakukan jual beli tanah tersebut, misalnya hak atas tanah yang hendak dijual bukan miliknya penjual. Atau jika saksi yang akan menandatangani akta PPAT tidak berhak dan tidak memenuhi syarat untuk bertindak dalam jual beli. c. Salah satu atau kedua belah pihak, terutama pihak penjual, bertindak atas dasar surat kuasa mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak. Surat kuasa mutlak biasanya di dalamnya terdapat ketentuan atau klausula tidak dapat dicabut kembali dan tidak dapat batal atau dibatalkan dengan alasan apapun, yang esensi sebenarnya dari surat kuasa tersebut adalah peralihan hak milik dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa. d. Syarat adanya ijin untuk melakukan jual beli tidak dipenuhi padahal terdapat keharusan adanya ijin dari pejabat yang berwenang untuk mengalihkan hak atas tanah bersangkutan. e. Pembuatan akta jual beli tidak boleh dilakukan jika objek jual beli yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan/atau data yuridis, terutama jika sengketa tersebut telah masuk ke pengadilan sebagai akibat adanya gugatan dari pihak lain. f. Pembuatan akta jual beli tanah tidak boleh dilakukan jika tidak dipenuhinya syarat-syarat yang telah ditentukan atau dilanggar larangan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila menemukan alasan-alasan seperti tersebut di atas, maka PPAT wajib menolak untuk membuatkan akta jual beli tanah yang dimintakan kepadanya. Penolakan untuk membuat akta jual beli tersebut diberitahukan oleh PPAT secara tertulis kepada pihak-pihak yang bersangkutan beserta alasannya. Pemberitahuan penolakan secara tertulis tersebut sebagai bukti bagi PPAT bersangkutan, karena pada prinsipnya seorang PPAT dilarang menolak untuk membuat akta yang dimintakan

kepadanya tanpa alasan yang sah sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan. Selain itu ada pula ketentuan landreform yang mengatur pembatasan subjek yang boleh membeli tanah pertanian. Ketentuan landreform juga melarang seseorang membeli tanah pertanian yang terletak di luar daerah Kecamatan tempat tinggal pembeli. Pembuatan akta PPAT harus disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam suatu perbuatan hukum, yang memberi kesaksian antara lain mengenai kehadiran para pihak atau kuasanya, keberadaan dokumen-dokumen yang ditunjukkan dalam pembuatan akta, dan telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh para pihak yang bersangkutan. PPAT wajib membacakan akta jual beli kepada para pihak yang bersangkutan (penjual dan pembeli) dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, dan prosedur pendaftaran pemindahan haknya. Akta PPAT dibuat sebanyak dua lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT dan satu lembar disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk keperluan pendaftaran, sedangkan kepada pihak-pihak yang bersangkutan (penjual dan pembeli) deiberi salinannya 55. Dokumen-dokumen yang diserahkan oleh PPAT dalam rangka pendaftaran pemindahan hak atas tanah atau Hak Milik ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, adalah 56 : a. Surat permohonan pendaftaran pemindahan hak yang di tandatangani oleh penerima hak (pembeli) atau kuasanya; b. Surat kuasa tertulis dari penerima hak (pembeli) apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran pemindahan hak bukan penerima hak (pembeli); c. Akta jual beli oleh PPAT yang pada waktu pembuatan akta masih menjabat dan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan; d. Bukti identitas pihak yang mengalihkan hak (penjual); e. Bukti identitas pihak yang menerima hak (pembeli); 55 Urip Santoso II, Op.Cit., h.376 56 Ibid., h.377

f. Sertipikat hak atas tanah asli yang dialihkan (dijualbelikan); g. Izin pemindahan hak bila diperlukan; h. Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dalam hal bea tersebut terutang; dan i. Bukti pelunasan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh), dalam hal pajak tersebut terutang. Didalam peralihan hak atas tanah melalui jual beli sering terjadi penyelundupan hukum yang dilakukan oleh para pihak yang bertujuan untuk menghindari sesuatu hal yang tidak diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan. Misalnya jual beli hak atas tanah yang para pihaknya tidak mempunyai kewenangan dalam hal melakukan jual beli hak atas tanah tersebut, karena kewenangan para pihak di dalam melakukan transaksi tersebut merupakan syarat sah (syarat materiil) jual beli hak atas tanah. Hal tersebut tidak hanya dilakukan oleh para pihak, akan tetapi juga dilakukan oleh Notaris/PPAT serta oknum-oknum Pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat. Dengan turut sertanya oknum Pegawai Kantor Pertanahan maka seringkali ditemukan sertipikat tanah yang ganda, sertipikat tanah yang luas tanahnya tidak sesuai dengan yang tercantum di dalam sertipikat, serta sertipikat palsu atau aspal yaitu sertipikat yang diragukan keasliannya. Terkait dengan permasalahan dalam penulisan ini yang diangkat oleh penulis yaitu bermula dari adanya kasus hilangnya sertipikat Darso Wiyono warga Ngemplak Sinduadi, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Darso Wiyono kehilangan dua sertipikat Hak Milik yang dipunyainya pada tahun 2012 ketika akan menjaminkan dua bidang Hak Atas Tanahnya untuk meminjam sejumlah uang di bank. Setelah Darso Wiyono menyadari hilangnya sertipikat yang dimilikinya, maka ia melaporkan kepada Kantor Pertanahan setempat untuk dilakukan pemblokiran data tanah terhadap sertipikat yang hilang. Tidak berselang waktu yang lama kemudian Darso Wiyono kembali mendatangi Kantor Pertanahan untuk menanyakan sertipikat miliknya yang hilang, ia disuruh untuk melapor ke kantor kepolisian agar membuat surat kehilangan yang direkomendasikan oleh BPN. Setelah itu ia kemudian diminta menunggu sekurang-kurangnya 30 hari, ditengah-tengah waktu menunggu itu datang dua Notaris membawa surat sertipikat tanah milik Darso yang hilang ke BPN. Darso kemudian dikonfrontir dengan Notaris di BPN, ternyata benar sertipikat tanah tersebut adalah milik Darso. Satu sertipikat telah dijadikan jaminan orang untuk meminjam sejumlah uang di bank, dan

satu sertipikat lainnya akan dibalik nama karena sudah dibeli oleh seseorang yang bernama Eni. Darso kemudian menyangkal bahwa ia pernah melakukan transaksi dengan bank untuk menjaminkan tanahnya dan juga ia tidak pernah melakukan transaksi dengan saudari Eni untuk melakukan proses jual beli. Pada Maret 2014 Darso dilaporkan Eni ke Polres Sleman atas tudingan melakukan penipuan, yakni menjual tanah tapi tidak diakui. Dalam kasus yang dialami oleh Kakek Darso Wiyono yang terjadi adalah dua buah sertipikatnya yang hilang, yang mana salah satu sertipikat Hak Milik telah dilakukan obyek jual beli ke salah seorang pembeli yang bernama Eni. Eni mengklaim bahwa sebidang tanah hak milik seluas 322 m 2 (meter persegi) telah dijual Darso Wiyono kepada dirinya dengan bukti akta jual beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT bernama Indra. Terdapat beberapa kejanggalan dari kasus di atas, sebab Darso Wiyono dalam pengakuannya tidak mengenal saudari Eni, dan beliau juga tidak pernah menjual tanah seluas 322 m 2 tersebut kepada saudari Eni, akan tetapi telah terjadi jual beli yang dibuktikan dengan akta jual beli yang dimiliki oleh saudari Eni. Apabila akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT dapat dibuktikan kebenarannya bahwa pihak penjual adalah bukan pemilik sebagaimana yang tercantum di dalam sertipikat Hak Milik dan penjual dalam hal melakukan jual beli tidak didasarkan atas surat kuasa dari pemilik tanah yang namanya tercantum dalam sertipikat, maka ini dapat dijadikan syarat untuk membatalkan jual beli tanah. Karena jual beli tanah yang dilakukan oleh orang yang tidak berhak adalah batal demi hukum 57. Demikian halnya dengan Kantor Pertanahan akan menolak pendaftaran jual beli itu. Pengertian batal demi hukum dalam syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320 BW) yaitu karena tidak terpenuhinya syarat obyektif (suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal) menyebabkan suatu perjanjian batal demi hukum secara serta merta atau perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum telah gagal. 57 Effendi Perangin., Op.Cit., h.2